Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

PLASENTA PREVIA

Oleh:

Vishnu Raj Ravi (1002006202)


Made Nindya Prahasari Wismawan (1702612133)

Pembimbing:
Dr. I Wayan Sudirtha Yasa, Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN


KLINIK MADYA
DEPARTEMEN/KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH DENPASAR/RSUD BULELENG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat,
rahmat dan karunia-Nya laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Laporan ini dibuat dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di
Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
di RSUD Sanjiwani Gianyar. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada :

1. Dr. dr. Tjokorda Gde Agung Suwardewa, Sp.OG (K) selaku Kepala
Departemen/KSM Obstetrik dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar,
2. - Dr. dr. I Gede Ngurah Harry Wijaya Surya, Sp.OG (K) selaku Koordinator
Pendidikan Departemen/KSM Obstetrik dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar,
3. - dr. Ketut Suardana, Sp.OG, selaku Kepala Departemen/KSM Obstetrik dan
Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Gianyar,
4. - dr. I Wayan Sudirtha Yasa, Sp.OG selaku pembimbing dan penguji yang
senantiasa memberikan informasi dan masukan dalam penyusunan laporan
ini,
5. - Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan
bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini. Semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna
karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca.

Buleleng , Agustus 2019

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul......................................................................................................i
Kata Pengantar........................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Klasifikasi ............................................................................. 3
2.2 Epidemiologi .............................................................................................. 3
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko ......................................................................... 4
2.4 Patofisiologi ............................................................................................... 4
2.5 Gambaran Klinis ........................................................................................ 6
2.6 Diagnosis .................................................................................................... 7
2.7 Penatalaksanaan ......................................................................................... 8
2.8 Komplikasi ............................................................................................... 12
2.9 Prognosis .................................................................................................. 12
BAB III LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien ........................................................................................ 13
3.2 Anamnesis ................................................................................................ 13
3.3 Pemeriksaan fisik ..................................................................................... 15
3.4 Pemeriksaan penunjang ........................................................................... 16
3.5 Diagnosis .................................................................................................. 17
3.6 Penatalaksanaan ....................................................................................... 17
3.7 Catatan Perkembangan (Follow up) Pasien ............................................. 17
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................... 21
BAB V SIMPULAN ............................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Kematian ibu merupakan kematian yang terjadi pada perempuan dimasa


kehamilan sampai dengan 42 hari setelah persalinan. Dimana, angka kematian ibu juga
merupakan salah satu indikator kesehatan suatu negara. Menurut SKDI tahun 2012,
angka kematian ibu di Indonesia adalah 359 kasus per 1000 kelahiran hidup dengan
pendarahan yang menjadi penyebab utamanya.1 Sekitar lebih dari 50% dari 500.000
kasus kematian ibu di dunia setiap tahunnya disebabkan karena perdarahan. Begitu
pula di Indonesia, pada tahun 2010 hingga tahun 2013, perdarahan menjadi penyebab
utama angka kematian ibu. Bahkan diakhir tahun 2013, angka kematian ibu karena
perdarahan mencapai 30,3%.2
Perdarahan pada ibu hamil dapat terjadi baik pada trimester awal masa
kehamilan hingga pada trimester akhir kehamilan. Perdarahan antepartum merupakan
kasus gawat darurat yang kejadiannya berkisar 3-5% dari seluruh angka persalinan di
Indonesia. Sebagai penyebab antepartum, plasenta previa menempati tempat tertinggi
dengan angka kejadian seitar 31%, dengan solusio plasenta 22% dan sisanya
merupakan penyebab lainnya (mis. Perdarahan sinus marginal, vasa previa, servisitis
trauma genital dan infeksi).2
Plasenta previa merupakan komplikasi obstetrik yang muncul dengan gejala
perdarahan tanpa disertai rasa nyeri yang terjadi pada trimester ketiga, atau bahkan
lebih awal, akibat gangguan implantasi plasenta tidak pada daerah endometrium atas
dinding posterior dari uterus.3 Di negara berkembang seperti Indonesia, perdarahan
yang disebabkan karena plasenta previa hampir selalu menjadi masalah kesehatan yang
cukup berat. Di Indonesia sendiri, angka kejadian kasus plasenta previa pada tahun
2009 adalah 4.726 kasus dengan jumlah mortalitas ibu sebanyak 40 kasus. Sementara
pada tahun 2010, angka kejadian kasus plasenta previa adalah 4.409 kasus dengan
jumlah mortalitas ibu sebanyak 36 kasus.4,5 Bahaya plasenta previa pada ibu dapat
menyebabkan perdarahan, anemia, bahkan syok, sedangkan bahaya plasenta previa

1
pada janin dapat menyebabkan malformasi kongenital, berat badan lahir rendah,
sindrom gangguan pernapasan neonatal dan kelahiran bayi prematur.6,7
Apabila plasenta previa tidak didiagnosis secara dini dan tidak mendapatkan
penanganan yang cepat dan tepat, maka dapat meningkatkan angka kesakitan bahkan
kematian dari ibu maupun janin. Sehingga hal ini perlu diantisipasi sebelum mencapai
tahap yang berbahaya. Pemeriksaan dalam tidak dianjurkan untuk dilakukan karena
dapat meningkatkan kemungkinan trauma perdarahan lebih lanjut. Oleh karena itu
penting bagi dokter umum untuk memahami kasus plasenta previa sehingga dapat
mengantisipasi kemungkinan kejadian terburuk sedini mungkin. Plasenta previa
merupakan kasus dengan level komptensi 2 yang membuat seorang dokter umum harus
mampu mendiagnosis penyakit ini sebelum merujuknya sesegera mungkin.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi


Plasenta previa didefinisikan sebagai plasenta yang berimplantasi disuatu
tempat di segmen bawah rahim, baik itu menutupi ataupun hanya terletak dekat dengan
ostium uteri internum.3 Sejalan dengan membesanya rahim dan meluasnya segmen
bawah rahim ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim ikut berpindah bersamaan dengan pergeseran tersebut, dan
terkesan seolah-olah plasenta melakukan migrasi.8
Plasenta previa dibagi menjadi 4 sesuai dengan lokasi implantasinya, yaitu:8
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir
ostium uteri internum
4. Plasenta letak rendah adalah plasena yatg berimplantasi pada segmen bawah
rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2
cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta
letak normal.

2.2 Epidemiologi
Insiden kejadian plasenta previa pada ibu hamil dilaporkan sekitar 0.36% pada
2003 dan meningkat menjadi 0.74% pada tahun 2007, yang sejalan dengan peningkatan
persalinan dengan metode section cecarea dari 24.2% menjadi 31.9%.9 Sedangkan
penelitian terbaru pada tahun 2013, menunjukkan angka yang cukup tinggi terkait
plasenta previa ini, yaitu sekitar 5.2 kasus dalam 1000 kehamilan. Menurut data
geografis, angka plasenta previa tertinggi terjadi di Asia dengan prevalensi 12.2 kasus
per 1000 kehamilan, yang diikuti dengan 3.6 kasus per 1000 kehamilan di Eropa, 2.9

3
kasus per 1000 kehamilan di Amerika Utara dan 2.7 kasus per 1000 kehamilan di
Subsahara Afrika.10 Di Indonesia sendiri, angka kejadian kasus plasenta previa pada
tahun 2009 adalah 4.726 kasus dengan jumlah mortalitas ibu sebanyak 40 kasus.4
Sementara pada tahun 2010, angka kejadian kasus plasenta previa adalah 4.409 kasus
dengan jumlah mortalitas ibu sebanyak 36 kasus.5

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Penyebab blastokista berimplantasi pada daerah segmen bawah rahim masih
belum dapat dijelaskan secara pasti. Beberapa teori mengungkapkan bahwa penyebab
hal tersebut karena endometrium atas bagian dinding posterior uterus belum siap
menerima impantasi, vaskularisasi desidual yang tidak memadai karena peradangan
atau atrofi, faktor endometrium yang tipis sehingga membutuhkan perluasan plasenta
agar mendapatkan nutrisi yang lebih memadai, faktor vili korealis pada korion leave
yang persisten atau bahkan faktor korpus luteum yang bereaksi lambat.8 Faktor risiko
yang berhubungan dengan plasenta previa, antara lain:3,8
1. Usia ibu
2. Multiparitas
3. Kehamilan ganda
4. Riwayat persalinan section cecarea
5. Perokok
6. Level MSAFP yang tinggi pada screening prenatal

2.4 Patofisiologi
Migrasi plasenta didefinisikan sebagai perpindahan atau pergerakan plasenta
menjauhi osteum uteri internum. Namun sayangnya, plasenta tidak bergerak secara
konstan sehigga mekanisme jelas pergerakan plasenta masih belum dipahami dengan
baik. Normalnya, plasenta akan berimplantasi pada daerah endometrium atas terutama
pada dinding posterior dari uterus. Namun, karena beberapa hal akan menyebabkan
gangguan implantasi plasenta tidak di dinding posterior atas uterus namun bisa
berimplantasi pada daerah yang akan membentuk segmen bawah rahim.11

4
Segmen bawah rahim umumnya terbentuk pada trimester ketiga dan mungkin
juga lebih awal yang menyebabkan tampak plasenta mengalami pelepasan. Tapak
plasenta sendiri terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidual basalis yang
bertumbuh menjadi bagian penting dari janin. Sejalan dengan perjalanan kehamilan,
isthmus uteri akan melebar membentuk segmen bawah rahim, maka plasenta yang
sebelumnya berimplantasi pada daerah tersebut akan mengalami laserasi sebagai akibat
dari pelepasan desidual sebagai tapak plasenta. Demikian pada waktu pendataran dan
pembukaan serviks, maka akan ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada bagian
yang mengalami laserasi itu, akan terjadi perdarahan yang berasal dari ruang intervilus
plasenta yang merupakan sirkulasi dari maternal. Karena fenomena pembentukan
segmen bawah rahim tersebut, maka akan menyebabkan terjadinya unavoidable
bleeding.3,8
Perdarahan pada plasenta previa relatif mudah karena segmen bawah rahim dan
serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya
sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup
dengan sempurna. Berbeda dengan daerah endometrium atas bagian dinding posterior
uterus yang memiliki serabut otot yang cukup untuk menghentikan perdarahan pada
kala tiga persalinan normal. Perdarahan umumnya akan berhenti karena terjadi
pembekuan, kecuali jika laserasi terjadi pada sinus yang besar, di mana perdarahan
akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Perdarahan pada plasenta previa juga
dapat bertambah parah apabila terjadi plasenta adhesive karena lepasnya lapisan
desidual dari plasenta sehingga menyebabkan penipisan dinding rahim dan
memudahkan invasi pertumbuhan vili dari tropoblast sehingga akan menyebabkan
perlekatan plasenta lebih kuat di lapisan endometrium.8
Pada plasenta previs, darah yang keluar biasanya berwarna merah segar tanpa
disertai dengan adanya rasa nyeri. Pada plasenta previa totalis, biasanya terjadi
perdarahan lebih awal karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian
terbawah. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru
terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Karena sumber perdarahan berasal
dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir ke luar

5
rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan
lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal sehingga sangat
jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.3,8

2.5 Gambaran Klinis


Gejala yang paling khas pada plasenta previa adalah perdarahan uterus yang
keluar melalui vagina tanpa adanya rasa nyeri. Selain itu darah yang keluar melalui
vagina umumnya berwarna merah segar (merang terang). Tidak nyeri dan perdarahan
pervaginam berwarna merang terang pada umur kehamilan trimester kedua atau awal
trimester ketiga merupakan tanda utama plasenta previa. Perdarahan pertama
berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri, perdarahan akan kembali berulang
tanpa sesuatu yang jelas dan bertambah lebih banyak dibanding pertama. Plasenta letak
rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan. Berhubung plasenta
terletak pada bagian bawah uterus, maka pada palpasi abdomen sering ditemui bagian
terbawah janin yang masih tinggi di atas simfisis. Bagian terendah janin yang tinggi
disebabkan oleh tidak dapatnya bagian janin yang dapat masuk ke pintu atas panggul
karena plasenta yang menutupi ostium uteri internum. Pada perempuan dengan
plasenta previa, sering dapat ditemukan kelainan letak janin. Pada pemeriksaan
leopold, umumnya ditemukan letak janin tidak dalam letak memanjang dikarenakan
janin yang tidak dapat berotasi leluasa karena adanya hambatan oleh plasenta yang
terletak di bagian bawah uterus. Selain itu pada plasenta previa, palpasi abdomen tidak
akan membuat ibu merasa nyeri dan tidak tegang yang membedakan plasenta previa
dengan solusio plasenta. 3,12
Ciri-ciri plasenta previa yaitu perdarahan tanpa nyeri, perdarahan berulang,
warnanya merah segar, adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya
darah, timbulnya perlahan, waktu terjadinya saat hamil, his biasanya tidak ada, rasa
tidak tegang (biasa) saat dipalpasi, denyut jantung janin ada, teraba jaringan plasenta
pada pemeriksaan dalam vagina, penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul, dan
presentasi janin mungkin abnormal.3,6,12

6
2.6 Diagnosis
Diagnosis Plasenta Previa dapat ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis
dan beberapa pemeriksaan, antara lain:6,7,12
1. Anamnesis
Gejala pertama yang membawa pasien ke dokter atau rumah sakit ialah
perdarahan pada kehamilan setelah 20 minggu atau pada kehamilan lanjut (trimester
III), puncak insidens pada kehamilan 34 minggu. Sifat perdarahannya tanpa sebab
(causeless), tanpa nyeri (painless), dan berulang (recurrent). Perdarahan timbul tanpa
sebab apapun. Kadang-kadang perdarahan terjadi sewaktu bangun tidur pagi hari tanpa
disadari tempat tidur sudah penuh darah. Perdarahan cenderung berulang dengan
volume yang lebih banyak sebelumnya.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan luar:
 Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau sedikit,
darah beku dan sebagainya. Jika telah berdarah banyak maka ibu akan terlihat
anemis.
 Palpasi
- Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah.
- Sering dijumpai kesalahan letak janin.
- Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya
kepala masih goyang atau terapung (floating) di atas pintu atas
panggul.
- Bila cukup pengalaman, dapat dirasakan suatu bantalan pada
segmen bawah rahim terutama pada ibu yang kurus.
Pemeriksaan dalam sangat berbahaya sehingga kontraindikasi untuk
dilakukan kecuali fasilitas operasi segera tersedia.

7
3. Pemeriksaan dengan Alat
 Pemeriksaan Inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal
dari OUE atau dari kelainan serviks dan vagina, seperti erosion porsionis uteri,
karsinoma porsionis uteri, polipus serviks uteri, varieces vulva dan trauma.
Apabila perdarahan berasal dari OUE, adanya plasenta previa harus dicurigai.
 Penentuan letak palsenta tidak langsung
Penentuan plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
radiografi, radiosotopi, dan ultrasonografi.
 Pemeriksaan USG
- Transvaginal Ultrasonografi dengan keakuratan dapat mencapai 100 %
identifikasi plasenta previa.
- Transabdominal ultrasonografi dengan keakuratan berkisar 95 %.
- MRI dapat digunakan untuk membantu identifikasi plasenta akreta,
inkreta,dan plasenta perkreta.

2.7 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum
Prinsip penanganan awal pada semua pasien dengan perdarahan antepartum
adalah mencegah keadaan syok karena perdarahan yang banyak, untuk itu harus
segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian cairan atau tranfusi darah.
Selanjutnya dapat dilakukan penanganan lanjutan yang disesuaikan dengan
keadaan umum, usia kehamilan, jumlah perdarahan, maupun jenis plasenta
previa.6,7,12
 Memperbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan intravena
(Nacl 0,9% atau Ringer Laktat).
 Melakukan penilaian jumlah perdarahan.
 Jika perdarahan banyak dan berlangsung, mempersiapkan untuk seksio
sesarea tanpa memperhitungkan usia kehamilan.

8
 Jika perdarahan sedikit atau berhenti, dan janin hidup tetapi prematur
pertimbangkan terapi ekspektatif.
2. Penatalaksanaan khusus:
a. Penanganan Pasif/Penanganan Ekspektatif
Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Upaya
diagnosis dilakukan secara non invasif. Pemantauan klinis dilakukan secara
ketat dan baik. 6,7,12
Kriteria: Umur kehamilan < 37 minggu, perdarahan sedikit, belum ada tanda-
tanda persalinan, keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih. Penanganan
berupa:
 Rawat inap, tirah baring mutlak, berikan antibiotik profilaksis.
 Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia
kehamilan, profil biofisik, letak dan presentasi janin.
 Infus D 5% dan elektrolit.
 Spasmolitik. Tokolitik (bila ada kontraksi: MgSO4 4 g IV dosis awal
dilanjutkan 4 g setiap 6 jam. Nifedipin 3×20 mg/hari. Betamethason 24
mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin), plasentotrofik,
roboransia.
 Pematangan paru pada janin 28-34 minggu.
 Persiapan transfusi autologus bila Hb ibu < 11g%.
 Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan denyut
jantung janin.
 Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu, plasenta masih berada
disekitar ostium uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi
jelas, sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk
menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat.
 Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih
lama, pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila

9
rumah pasien diluar kota dan jarak untuk mencapai rumah sakit lebih
dari 2 jam).
b. Penanganan Aktif
Kriteria: umur kehamilan 37 minggu, BB janin 2500 gram, perdarahan
banyak 500 cc atau lebih, ada tanda-tanda persalinan, keadaan umum pasien
tidak baik, ibu anemis (Hb < 8 gr%). 6,7,12
 Persalinan spontan pervaginam
Terdiri dari Pemecahan ketuban, Versi Braxton Hicks dan Cunam
Willet. 6,7,12
a. Pemecahan Ketuban
Pemecahan ketuban dapat dilakukan pada plasenta letak rendah,
plasenta previa marginalis dan plasenta previa lateralis yang
menutup ostium kurang dari setengah bagian. Kalau pada plasenta
previa lateralis, plasenta terdapat di sebelah belakang maka lebih
baik dilakukan SC karena dengan pemecahan ketuban kepala kurang
menekan plasenta, karena kepala tertahan promontorium yang
dalam hal ini dilapisi lagi oleh jaringan plasenta. Pemecahan
ketuban dapat menghentikan perdarahan karena: 6,7,12
- Setelah pemecahan ketuban uterus mengadakan retraksi
hingga kepala anak menekan pada plasenta.
- Plasenta tidak tertahan lagi oleh ketuban dan dapat
mengikuti gerakan dinding rahim hingga tidak terjadi
pergeseran antara plasenta dan dinding rahim.
b. Versi Braxton Hicks
Maksud dari perasat Braxton Hicks ialah tamponade plasenta
dengan bokong. Versi ini biasanya dilakukan pada janin yang sudah
mati karena kalau dilakukan pada janin yang masih hidup, janin ini
pasti akan lahir mati. Mengingat bahanya, yaitu robekan pada servik
dan pada segmen bawah rahim. 6,7,12

10
c. Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian diberi
beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang
efektif untuk menekan plasenta dan seringkali menyebabkan
perdarahan pada kulit kepala. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada
janin yang telah meninggal dan perdarahan yang tidak aktif. 6,7,12
 Seksio Sesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk
menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya
harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan. Persiapan darah pengganti
untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu dan perawatan lanjut pasca bedah
termasuk pemantauan perdarahan, infeksi, dan keseimbangan cairan masuk-
keluar. Tujuan seksio sesarea: 6,7,12
- Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera
berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Tempat implantasi plasenta
previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga serviks uteri dan segmen
bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek. Selain itu, bekas tempat
implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya
vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.
- Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri,
jika janin dilahirkan pervaginam.
Indikasi Seksio sesarea :
- Plasenta previa totalis.
- Plasenta previa pada primigravida.
- Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang
- Fetal distress.
- Plasenta previa lateralis jika :
1. Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak.
2. Sebagian besar OUI ditutupi plasenta.
3. Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).

11
- Profuse bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat.

2.8 Komplikasi

Plasenta Previa dapat menyebabkan risiko pada janin dan pada Ibu yaitu: 6,7
a. Komplikasi yang terjadi pada janin, antara lain : peningkatan risiko untuk bayi,
malformasi kongenital, berat badan lahir rendah (< 2500 gram), ikterus,
kelainan letak janin, sindrom gangguan pernapasan neonatal, masuk ke
Neonatal Intensive Care Unit (NICU), rawat inap lebih lama di rumah sakit,
Fetal Intrauterine Growth Retardation (IUGR), anemia pada janin dan Rh
isoimmunisation, prematuritas dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi,
keterlambatan perkembangan saraf, Sudden Infant Death Syndrome (SIDS).
b. Komplikasi yang terjadi pada Ibu, antara lain: solusio plasenta, persalinan
preterm, peningkatan insiden endometritis postpartum, perdarahan, anemia dan
syok.

2.9 Prognosis
Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas dan
morbiditas ibu dan bayi tinggi, mortalitas ibu mencapai 8-10 % dan mortalitas janin
50-80 %. Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka kematian dan
kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun.6 50 % wanita yang mengalami perdarahan
akibat plasenta previa akan mengalami persalinan preterm. Angka kematian mencapai
2-3% yang umumnya diakibatkan oleh karena perdarahan hebat dan komplikasi berupa
DIC (Disseminated Intravascular Coagulation).7 Kematian perinatal juga turun
menjadi 7-25 %, terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli, dan
persalinan buatan.6 Dengan penanggulangan yang baik seharusnya kematian ibu karena
plasenta rendah sekali atau tak ada sama sekali.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Pusat Data dan Informasi. Jakarta Selatan:


Kementerian Kesehatan RI; 2012.
2. Kementerian Kesehatan RI. Pusat Data dan Informasi. Jakarta Selatan:
Kementerian Kesehatan RI; 2014.
3. Cunningham, F. G., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Hauth, J. C., Gilstrap, L., &
Wenstrom, K. D. Williams Obstetrics (24th Edition ed.). New York: The
McGraw-Hill Companies; 2014.
4. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI; 2010.
5. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI; 2011.
6. Jauniaz ERM, Alfirevic Z, Bhide AG, Belfort MA, Burton GJ, Collins SL et al.
Placenta praevia and placenta accreta : diagnosis and management. Green-top
guideline BJOG. 2018. Pp 27a.
7. Almnabri AA, Ansari EAA, Abdulmane MM, et al. Management of Placenta
Previa During Pregnancy. The Egyptian Journal of Hospital Medicine. 2017.
Pp 1549-53.
8. Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2009.
9. Kollmann M, Gaulhofer J, Lang U, Klaritsch P. Placenta praevia: Incidence,
risk factors and outcome. J Matern Neonatal Med. 2016;29(9):1395–8.
10. Cresswell JA, Ronsmans C, Calvert C, Filippi V. Prevalence of placenta praevia
by world region: A systematic review and meta-analysis. Trop Med Int Heal.
2013;18(6):712–24.
11. Merriam A. Placenta Previa. Obstet Imaging Fetal Diagnosis Care.
2018;36(8):455–458.e1.

13
12. Royal Collage of Obstetricians and Gynaecologist. Placenta Praevia, Placenta
Praevia Accreta and Vasa Previa: Diagnosis and Management. Green-top
Guidline No. 27. London: RCOG. 2011.

14

Anda mungkin juga menyukai