Morning Assembly
Morning Assembly
JAKARTA - Perlu ada tindakan dan perbuatan nyata untuk mengubah pola pikir, gaya hidup
dan budaya dalam mengelola sampah lebih baik, agar dapat menjaga keberlanjutan kehidupan.
Hal ini dikatakan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Rosa Vivien Ratnawati.
"Kita dapat memulai dengan hal-hal yang sederhana, untuk melindungi bumi dari kerusakan
akibat pengelolaan sampah yang tidak benar dalam kehidupan kita sehari-hari, dengan
memilah sampah mulai dari rumah masing-masing," ujar Rosa Vivien, Selasa (8/10/2019).
Menurut Vivien, pengelolaan sampah di sumbernya menjadi sangat penting untuk mengurangi
beban pengelolaan di hilir. Untuk itu katanya, perlu ada euforia revolusi mental pengelolaan
sampah dengan mengubah perilaku tidak menggantungkan kepada petugas kebersihan dan
pemulung.
"Kita juga mengambil tanggung jawab untuk menjaga kebersihan mulai dari diri sendiri, mulai
dari rumah sendiri dengan menerapkan prinsip mengurangi, menggunakan kembali dan
mendaur ulang sampah (Prinsip 3R: reduce, reuse dan recycle) di tempat masing-masing,"
ucapnya.
Dalam kaitan ini, Vivien mengatakan, perlunya komitmen yang kuat baik dari pemerintah, dunia
usaha, masyarakat dan komunitas. Peran pemerintah daerah dan dunia usaha untuk
mendukung gerakan ini menjadi sangat penting.
"Pemerintah daerah diimbau dapat menyediakan pengangkutan terpilah atau terjadwal untuk
sampah yg dapat dikompos, di daur ulang maupun residu. Sementara itu dunia usaha sudah
mulai mendesain kemasan yang dapat didaur ulang dan tidak terbuang ke TPA maupun
lingkungan," ujarnya.
Seperti diketahui, Kementerian LHK telah meluncurkan Program Gerakan Nasional Pilah
Sampah dari Rumah pada tangal 15 September 2019 di Gelora Bung Karno Senayan Jakarta,
yang diikuti sekira 1.000 peserta yang berasal dari sejumlah Kementerian dan Lembaga,
Organisasi Masyarakat, Komunitas, dan masyarakat umum.
Gerakan pilah sampah dari rumah ini kata Dirjen Pengelolaan Sampah dan Limbah B3, Vivien,
merupakan lanjutan dari gerakan minim sampah yang sudah terlihat masif di masyarakat guna
memastikan sampah yang tidak terkurangi dapat dipilah, dikumpulkan dan diangkut ke tempat
pengolahan dan pemrosesan akhir.
"Pemilahan sampah dari rumah juga merupakan langkah untuk menyediakan bahan baku daur
ulang, sehingga jumlah sampah yang dikirim ke TPA semakin sedikit karena jumlah
pemanfaatan sampah semakin meningkat," tutur Vivien.
Dengan rata-rata tiap orang Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 0,7 kilogram per hari,
jumlah timbulan sampah di Indonesia secara nasional menjadi sebesar 175.000 ton per hari
atau setara kurang lebih 65 juta ton per tahun, dengan komposi organik (sisa makanan dan sisa
tumbuhan) sebesar 50%, plastik sebesar 15%, dan kertas sebesar 10%.
Sisanya terdiri dari logam, karet, kain, kaca, dan lain-lain. Dari total timbulan sampah plastik,
yang didaur ulang diperkirakan baru 10-15% saja, 60-70% ditimbun di TPA, dan 15-30% belum
terkelola dan terbuang ke lingkungan, terutama ke lingkungan perairan seperti sungai, danau,
pantai, dan laut.
Persoalan lainnya timbul karena tercampurnya sampah organik dan sampah anorganik
sehingga menimbulkan kesulitan baru untuk mengelolanya.
Lebih lanjut dikemukakan Vivien, melihat profil pengelolaan sampah nasional, sumber sampah
yang utama dihasilkan dari rumah tangga sebesar 36%; pasar serta perniagaan memberikan
kontribusi timbulan sampah sebesar 38% dan sisanya 26% berasal dari kawasan, perkantoran
dan fasilitas publik.
Suksma Bali berharap dapat menciptakan kebersamaan yang Iebih kuat sesama
warga Bali dan masyarakat yang berdomisili di Bali dari berbagai
elemen. Pemerintah bersama masyarakat dan pelaku pariwisata antara lain
mewujudkan Bali Bersih. Ia menjelaskan suksma Bali adalah manifestasi refleksi
dukungan kepada budaya Bali.
Dengan edukasi melalui world cleanup day, masyarakat memiliki budaya hidup
bersih dan lingkungan bebas dari sampah plastik.
Melalui kegiatan edukasi dalam even world cleanup day, pelaku pariwisata
mengajak seluruh komponen masyarakat guna membersihkan sungai dan pantai.
Diakuinya, dalam kegiatan world cleanup day 2019 di lokasi sungai, pelaku
pariwisata akan melibatkan pengusaha dan pemandu rafting.
Sementara itu anak-anak sekolah selain diarahkan ikut membersihkan pantai dan
sungai juga diarahkan untuk membersihkan lingkungan sekitar.
Karawang - Tumpahan minyak Pertamina di perairan Karawang, Jawa Barat, terus meluas.
Ratusan hektare terumbu karang kena dampak dan berpotensi rusak. Dinas Perikanan dan
Kelautan Kabupaten Karawang merilis data jumlah terumbu karang yang terdampak mencapai
234 hektare yang tersebar di delapan wilayah.
"Kami menghitung lima item yang terindikasi terdampak tumpahan minyak, yaitu jumlah nelayan
tangkap, pelaku usaha budi daya, petambak garam, terumbu karang, dan mangrove," kata
Kadis Perikanan dan Kelautan Kabupaten Karawang Hendro Subroto, Kamis (8/8/2019).
Tercemarnya sejumlah gugusan terumbu karang dimulai sekitar 3 pekan lalu. Saat
pencemaran dimulai pada 12 hingga 18 Juli lalu, tumpahan masih jauh dari terumbu
karang.
"Namun pada citra satelit Lapan tanggal 21 Juli 2019, tumpahan minyak meluas hingga
ke terumbu karang Ciparage maupun Sendulang," kata Yuda Febrian Silitonga dari
Forum Komunikasi Daerah Aliran Sungai Citarum, Kamis (8/8/2019).
Yuda menuturkan, tumpahan oil spill di laut berdampak buruk bagi ekosistem. Saat
minyak tumpah ke perairan, kata Yuda, minyak dapat terapung, tenggelam larut, dan
menguap di perairan.
Akibat tumpahan minyak, terumbu karang bakal mengalami efek letal atau mengganggu
sel terumbu karang hingga mati. Terumbu karang juga bisa mengalami efek subletal.
Menurut Yuda, tumpahan minyak juga diketahui telah mencemari ekosistem mangrove
di Karawang, seperti Cilebar, Sedari, Tambak Sumur, dan Pantai Beting-Bekasi.
"Bahkan untuk Cilebar-Karawang diketahui telah terjadi kematian 1.000 pohon yang
terdiri dari bakau serta api-api. Di Pantai Beting di Bekasi ada 20 persen pohon bakau
yang mati dari keseluruhan ekosistem mangrove-nya," ungkap Yuda.
Saat memeriksa sejumlah lokasi terdampak dan mengambil beberapa sampel, Yuda
menemukan lapisan minyak telah menutupi sistem perakaran mangrove sehingga
mulut-mulut lenti sel terputus. "Minyak juga menutupi kulit kayu, akar penyangga, dan
pheumatophora, yang menurunkan kadar oksigen dalam akar mangrove," kata Yuda.
Dinas Perikanan dan Kelautan Karawang merilis data ada 10 lokasi hutan mangrove
yang terindikasi tercemar. Rinciannya: Cemarajaya 16 hektare, Sedari 3.897 hektare,
Sukajaya 57 hektare, Sukakerta 78 hektare, Muara 108 hektare, Tanjung Pakis 2.989
hektare, Tambaksari 1.967 hektare, Muara Baru 256, Pusakajaya Utara 2.890 hektare,
dan Sumber Jaya 1.245 hektare.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mewanti-wanti Pertamina untuk bertanggung
jawab ihwal kerusakan ekosistem akibat pencemaran di perairan Karawang.
"Memperbaiki mangrove dan ekosistemnya kita butuh waktu. Tapi karena ini bencana korporasi,
Pertamina harus bertanggung jawab tidak hanya manusia, tapi juga makhluk-makhluk hidup,
tumbuhan, hewan ikan yang harus di-recovery," kata Ridwan saat meninjau wilayah terdampak
di Cemarajaya kemarin.
WHO: Perangi Polusi Udara Bisa Perpanjang Umur Manusia Kompas.com - 06/06/2019, 19:03 WIB
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "WHO: Perangi Polusi Udara Bisa Perpanjang
Umur Manusia", https://sains.kompas.com/read/2019/06/06/190300223/who--perangi-polusi-udara-
bisa-perpanjang-umur-manusia.
KOMPAS.com - Para aktivis yang memperingati Hari Lingkungan Sedunia mengimbau tindakan
untuk mengatasi polusi udara, yang menurut para peneliti membunuh jutaan orang setiap tahun dan
memiskinkan masyarakat yang berupaya mengurangi dampak buruknya. "We are walking on"
adalah lagu Hari Lingkungan Sedunia yang diilhami oleh kenangan masa kecil mengenai h kota di
Jepang yang memerangi polusi udara dan menang. Para penghibur muda yang antusias
mengungkapkan kecintaan mereka terhadap lingkungan. Melalui kesenian mereka berharap untuk
meningkatkan kesadaran akan bahaya yang mengancam planet ini dan mempromosikan tindakan
untuk melestarikan keindahan alamnya.
WHO menganggap polusi udara sebagai risiko kesehatan lingkungan terbesar di dunia,
menewaskan sekitar tujuh juta orang setiap tahun. Jutaan lebih menderita masalah kesehatan
jangka panjang, seperti asma, stroke, kanker paru-paru, dan penyakit jantung. Biaya Ekonomi akibat
Polusi Udara Bank Dunia memperkirakan biaya ekonomi global akibat menghirup udara kotor, lebih
dari 5 triliun dolar setiap tahun. Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi PBB untuk Eropa, Olga
Algayerova menyebut biaya yang ditanggung manusia dan ekonomi akibat polusi udara
mengejutkan. Namun, ia mengatakan kantornya telah membuktikan tindakan efektif bisa diambil
untuk memerangi ancaman ini. Pada tahun 1979, ia mencatat 51 negara di Eropa dan Amerika
Utara menandatangani Konvensi UNECE tentang Polusi Udara Lintas Batas Jangka Panjang, yang
dikenal sebagai Konvensi Udara. "Misalnya, emisi dari zat-zat berbahaya termasuk partikel dan
sulfur telah dipangkas 30 hingga 80 persen sejak tahun 1990 di Eropa dan 30 hingga 40 persen di
Amerika Utara. Warga Eropa hidup 12 bulan lebih lama karena Konvensi Udara kita," ujar
Algayerova. Tambahan satu tahun harapan hidup itu yang diperoleh dengan mengurangi polusi
udara bisa mencegah 600.000 kematian prematur setiap tahun di wilayah Eropa. Algayerova
mengatakan Konvensi Udara adalah satu-satunya solusi kebijakan regional untuk hal semacam ini.
Ia mengatakan berkat keberhasilannya wilayah-wilayah lain meminta saran UNECE mengenai cara-
cara untuk bertindak guna mengurangi polusi udara.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "WHO: Perangi Polusi Udara Bisa Perpanjang
Umur Manusia", https://sains.kompas.com/read/2019/06/06/190300223/who--perangi-polusi-udara-
bisa-perpanjang-umur-manusia.
Minyak Pertamina
Tumpahan oil spill di laut berdampak buruk bagi ekosistem. Saat minyak
tumpah ke perairan, minyak dapat terapung, tenggelam larut, dan menguap di
perairan. Akibat tumpahan minyak, terumbu karang bakal mengalami efek letal atau
mengganggu sel terumbu karang hingga mati. Terumbu karang juga bisa mengalami
efek subletal. Bahkan secara langsung menyebabkan kematian atau secara tidak
langsung mengganggu proses respirasi dan fotosintesis hewan zoozenthela pada
karang hingga menyebabkan kematian dalam jumlah besar.
"Memperbaiki mangrove dan ekosistemnya kita butuh waktu. Tapi karena ini
bencana korporasi, Pertamina harus bertanggung jawab tidak hanya manusia, tapi
juga makhluk-makhluk hidup, tumbuhan, hewan ikan yang harus di-recovery," kata
Ridwan Kamil saat meninjau wilayah terdampak di Cemarajaya.
Kementerian LHK Sebut Perlu Revolusi Mental dalam
Kelola Sampah
JAKARTA - Perlu ada tindakan dan perbuatan nyata untuk mengubah pola
pikir, gaya hidup dan budaya dalam mengelola sampah lebih baik, agar dapat
menjaga keberlanjutan kehidupan. Hal ini dikatakan oleh Direktur Jenderal (Dirjen)
Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (LHK), Rosa Vivien Ratnawati. "Kita dapat memulai dengan hal-hal
yang sederhana, untuk melindungi bumi dari kerusakan akibat pengelolaan sampah
yang tidak benar dalam kehidupan kita sehari-hari, dengan memilah sampah mulai
dari rumah masing-masing," ujarnya.