Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Asma merupakan penyakit saluran napas kronik yang penting dan masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh
dunia dengan prevalensi yang bervariasi di setiap negara dan cenderung
meningkat pada negara berkembang (Pedersen et al., 2017). Bronkodilator
merupakan salah satu terapi yang dapat digunakan pada penyakit asma.
Bronkodilator dapat mengatasi atau mengurangi obstruksi saluran nafas.
Bronkodilator untuk mengatasi asma seperti golongan agonis β2, antimuskarinik,
theophylline, corticosteroids, sodium cromoglicate, dan leukotriene receptor
antagonists (BNF 70th ed, page 214).
Untuk obat-obat yang memiliki rentang terapi sempit, seperti
aminoglikosida, antiaritmia, digoksin, antikonvulsan, dan beberapa antiastmatik
(seperti teofilin) diperlukan pengaturan dosis. Tujuan pengaturan dosis tersebut
untuk menghasilkan konsentrasi obat dalam plasma yang aman yang dan
dipertahankan agar tetap berada pada konsentrasi terapeutik (tidak melebihi
konsentrasi toksik minimum maupun kurang dari konsentrasi obat efektif
minimum), karena setiap pasien memiliki perbedaan dalam proses absorpsi,
distribusi dan eliminasi obat (Shargel edisi kelima, 2012. Hal 616).
Teofilin di Indonesia sering diberikan dalam bentuk aminofilin, terutama
dalam bentuk sediaan injeksi melalui intravena. Aminofilin merupakan obat
dengan rentang terapeutik sempit, sehingga memiliki risiko terhadap peningkatan
terjadinya Adverse Drug Reaction (ADR). Konsentrasi serum teofilin yaitu 10-20
mg/liter (BNF 70th ed, page 239).

1.2. Rumusan Masalah

- Bagaimana prediksi laju infus dan lama pemberiannya?

1
- Berapa aminofilin injeksi yang harus diambil dan berapa jumlah pelarut yang
ditambahkan, serta berapa laju infus yang harus diberikan (dalam volume per
waktu) ?
- Apakah perlu loading dose? Berapakah jumlah ampul aminofilin yang
diberikan? Berikan penjelasan dan analisisnya!
- Apabila pasien akan pulang dan diberikan teofilin tablet, bagaimana dosis
teofilin tablet pada saat keluar RS (KRS), aturan pakai dan perhitungannya?
- Apakah rekomendasi sediaan yang beredar di Indonesia?

1.3. Tujuan

- Mengetahui prediksi laju infus dan lama pemberiannya


- Mengetahui aminofilin injeksi yang harus diambil dan jumlah pelarut yang
ditambahkan, serta berapa laju infus yang harus diberikan (dalam volume per
waktu)
- Mengetahui loading dose dan mengetahui jumlah ampul aminofilin yang
harus diberikan
- Mengetahui dosis teofilin tablet pada saat pasien keluar RS (KRS), aturan
pakai dan perhitungannya
- Mengetahui rekomendasi sediaan yang beredar di Indonesia

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN ASMA


2.1.1 Definisi Asma
Asma adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan peradangan
kronis pada saluran pernafasan. Hal ini di definisikan oleh riwayat gejala
gangguan pernafasan seperti wheezing (mengi), sesak nafas, sesak di dada, dan
batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu dan intensitasnya, bersamaan dengan
keterbatasan aliran udara ekspirasi (Pedersen et al., 2017).

2.1.2 Patofisiologi Asma


Menurut Dipiro et al. (2009), patofisiologi asma adalah sebagai berikut:
 Karakteristik utama asma meliputi tingkat obstruksi aliran udara yang
bervariasi (terkait dengan bronkospasme, edema, dan hipersekresi), BHR, dan
peradangan saluran udara.
 Alergen inhalasi menyebabkan reaksi alergi fase awal yang ditandai dengan
aktivasi sel yang mengandung antibodi imunoglobulin E (IgE) alergen. Ada
aktivasi cepat sel mastway dan makrofag, yang melepaskan mediator
proinflammatory seperti histamin dan eikosanoid yang menginduksi kontraksi
otot polos jalan nafas, sekresi lendir, vasodilatasi, dan eksudasi plasma di
saluran napas. Kebocoran protein plasma menginduksi dinding saluran napas
edematis yang menebal, membesar, dan penyempitan lumen jalan nafas
dengan pembersihan lendir yang berkurang.
 Reaksi inflamasi fase akhir terjadi 6 sampai 9 jam setelah provokasi alergen
dan melibatkan rekrutmen dan aktivasi eosinofil, limfosit T, basofil, neutrofil,
dan makrofag.
 Eosinofil bermigrasi ke saluran udara dan melepaskan mediator inflamasi
(protein leukotrien dan granul), mediator sitotoksik, dan sitokin.

3
 Aktivasi t-limfosit menyebabkan pelepasan sitokin dari sel T 2 pembantu
(TH2) yang menengahi peradangan alergi (interleukin [IL] -4, IL-5, dan IL-
13). Sebaliknya, sel T-helper (TH1) tipe 1 menghasilkan IL-2 dan interferon-
γ yang penting untuk mekanisme pertahanan seluler. Peradangan asma alergi
dapat terjadi akibat ketidakseimbangan antara sel TH1 dan TH2.
 Degranulasi sel mast sebagai respons terhadap alergen mengakibatkan
pelepasan mediator seperti histamin; eosinofil, dan faktor kemotaktik
neutrofil; leukotrien C4, D4, dan E4; prostaglandin; dan platelet-activating
factor (PAF). Histamin mampu mendorong penyempitan otot polos dan
bronkospasme dan mungkin berperan dalam edema mukosa dan sekresi
lendir.
 Makrofag alveolar mengeluarkan sejumlah mediator inflamasi, termasuk PAF
dan leukotrien B4, C4, dan D4. Produksi faktor chemotactic neutrofil dan
faktor kemotaksis eosinofil mempengaruhi proses inflamasi.
 Neutrofil juga merupakan sumber mediator (PAFs, prostaglandin,
tromboksan, dan leukotrien) yang berkontribusi terhadap BHR dan
peradangan saluran udara.
 Jalur 5-lipoksigenase metabolisme asam arakidonat bertanggung jawab atas
produksi suksinil leukotrien. Leukotrien C4, D4, dan E4 dilepaskan selama
proses inflamasi di paru-paru dan menghasilkan bronkospasme, sekresi
lendir, permeabilitas mikrovaskuler, dan edema jalan nafas.
 Sel epitel bronkial berpartisipasi dalam peradangan dengan
melepaskaneikosanoid, peptidase, protein matriks, sitokinin, dan oksida
nitrat. Penularan epitel menghasilkan responsivitas saluran napas yang
meningkat, permeabilitas mukosa mukosa saluran napas yang menurun,
penipisan faktor relaksasi yang berasal dari epitel, dan hilangnya enzim yang
bertanggung jawab untuk merendahkan neuropeptida inflamasi.
 Proses inflamasi eksudatif dan pelepasan sel epitel ke dalam lumen saluran
nafas mengganggu transportasi mukosiliar. Kelenjar bronkial meningkat
dalam ukuran, dan sel goblet meningkat dalam ukuran dan jumlah. Lendir
ekspektasis dari penderita asma cenderung memiliki viskositas tinggi.

4
 Jalan napas diinervasi oleh saraf penghambat parasimpatis, simpatik, dan
nonadrenergik. Perut normal otot polos saluran nafas dipelihara dengan
aktivitas vagal efferent, dan bronkokonstriksi dapat dimediasi oleh stimulasi
vagal pada bronki kecil. Otot jalan nafas mengandung reseptor adrenergik β2
noninnervated yang menghasilkan bronkodilasi. Sistem saraf nonadrenergik
dan noncholinergic di trakea dan bronkus dapat memperkuat peradangan pada
asma dengan melepaskan oksida nitrat.
(Dipiro et al., 2009)

2.2 TINJAUAN TEOFILIN


2.2.1 Karakteristik Teofilin

Pemerian teofilin yaitu bubuk kristal putih atau hampir putih,sedikit larut
dalam air; larut dalam alkohol dehidrasi, larut dalam larutan hidroksida alkali,
amonia, dan asam mineral (Sweetman, 2009). Stabilitas teofilin meliputi cairan
teofilin bebas alkohol yang dikemas ulang dalam semprotan polipropilena bening,
dapat disimpan pada suhu kamar di bawah penerangan fluorescent terus menerus
selama paling sedikit 180 hari tanpa perubahan signifikan dalam konsentrasi
teofilin. Namun, disarankan agar larutan terlindungi dari cahaya karena dari
potensi perubahan warna. Persiapan oral teofilin 5 mg/mL dalam suspensi
komersial dinyatakan stabil selama 90 hari dalam kemasan plastik amber yang
disimpan pada suhu 23° sampai 25° C (Sweetman, 2009).

5
2.2.2 Efek Samping Teofilin
Efek samping teofilin yaitu aritmia, stimulasi SSP, kejang, diare, iritasi
lambung, sakit kepala, insomnia, mual, debaran jantung, takikardia,dan muntah
(BNF 73, 2017).

2.2.3 Farmakokinetika Teofilin


Teofilin sekitar 40 sampai 60% terikat pada protein plasma.Tetapi pada
neonatus, atau orang dewasa dengan penyakit hati, pengikatan berkurang.
Konsentrasi serum terapeutik optimum untuk bronkodilatasi umumnya berkisar
antara 10 sampai 20 mikrogram/mL (55 sampai 110 mikromol/liter) walaupun
beberapa mempertimbangkan rentang lebih rendah yang sesuai (Sweetman, 2009).
Metabolit diekskresikan dalam urin. Pada orang dewasa, sekitar 10% dari
dosis teofilin diekskresikan tidak berubah dalam urin, tetapi pada neonatus sekitar
50% diekskresikan tidak berubah, dan sebagian besar diekskresikan sebagai
kafein. Perbedaan antar individual yang cukup besar dalam tingkat metabolisme
hati teofilin menghasilkan variasi besar dalam clearence, konsentrasi serum, dan
separuh nyawa. Metabolisme Hepatik selanjutnya dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti usia, merokok, penyakit, diet, dan interaksi obat. Waktu paruh serum
teofilin pada orang dewasa asma yang sehat dan tidak merokok adalah 7 sampai 9
jam, pada anak-anak 3 sampai 5 jam, pada perokokokok 4 sampai 5 jam, pada
bayi baru lahir dan bayi prematur 20 sampai 30 jam, dan pada orang tua non-
perokok 10 jam. Waktu paruh serum teofilin dapat meningkat pada pasien dengan
gagal jantung atau penyakit hati. Keadaan mapan biasanya dicapai dalam waktu
48 jam dengan jadwal pemberian dosis yang konsisten. Teofilin melintasi
plasenta,sehingga didistribusikan ke dalam ASI (Sweetman, 2009).
Teofilin memiliki rentang terapi 10-20 mg/L di dalam darah, dan waktu
paruh kesetimbangan (t1/2) 11 menit (Shargel et al., 2012).

2.2.4 Mekanisme Kerja Teofilin


Teofilin menghasilkan bronkodilatasi dengan menghambat fosfodiesterase,
yang juga dapat menyebabkan aktivitas antiinflamasi dan nonbronchodilator
lainnya melalui pelepasan mediator sel mast yang menurun, penurunan pelepasan

6
protein eosinofil, penurunan proliferasi T-limfosit, penurunan pelepasan sitokin T-
sel, dan penurunan eksudasi plasma (Dipiro et al., 2009).

2.2.5 Interaksi Teofilin


Teofilin dieliminasi melalui metabolisme hepatik (>90%) terutama melalui
enzim CYP1A2 (isoenzim dari CYP450), dan jumlah yang sedikit melalui enzim
CYP3A4 dan CYP2E1 (Baner, 2008).
Clearence teofilin dapat berkurang oleh interaksi dengan obat lain
termasuk allopurinol, beberapa antiaritmia, simetidin, disulfiram, fluvoksamin,
interferon alfa, antibakteri makrolida dan kuinolon, kontrasepsi oral, tiabendazol,
dan viloksazin, dan dosis teofilin mungkin perlu dikurangi (Sweetman, 2009).

2.2.6 Parameter Terapi Teofilin


Toksisitas teofilin: Jika pasien mengembangkan tanda dan gejala toksisitas
teofilin (misalnya muntah berulang dan berulang), tingkat serum harus diukur dan
dosis selanjutnya diberikan. Batas teofilin dapat diturunkan pada pasien dengan
edema paru akut, gagal jantung kongestif, cor pulmonale, demam, penyakit hati,
hepatitis akut, sirosis, hipotiroidisme, sepsis dengan kegagalan multiorgan, dan
syok; Pembersihan juga dapat diturunkan pada neonatus, bayi <3 bulan dengan
penurunan fungsi ginjal, anak-anak <1 tahun, lansia> 60 tahun, dan pasien setelah
berhenti merokok (Aberg et al., 2009).

2.3 TINJAUAN AMINOFILIN

Aminofilin mengandung 84,0 sampai 87,4% teofilin anhidrat dan 13,5


sampai 15,0% etilenadiamina anhidrat. Bubuk putih atau sedikit kekuningan,
kadang granular.Bebas larut dalam air (larutan menjadi mendung akibat
penyerapan karbon dioksida); praktis tidak larut dalam alkohol dehidrasi.Simpan

7
dalam wadah kedap udara yang kedap air.Lindungi dari cahaya (Sweetman,
2009).
Aminofilin adalah anhidrat atau mengandung NMT dua molekul air
hidrasi. Aminofilin mengandung NLT 84,0% dan NMT 87,4% teofilin anhidrat
(C7H8N4O2), dihitung berdasarkan anhidrat (USP 32 ed., 2008).

2.4 TINJAUAN INTERAKSI OBAT


Interaksi obat adalah bilamana obat diberikan dua atau lebih sekaligus,
dimana efek masing-masing obat dapat saling mengganggu dan/atau efek samping
yang tidak diinginkan mungkin akan timbul.
Ada beberapa cara berlangsungnya interaksi obat, diantaranya :
1. Interaksi kimiawi
Obat bereaksi dengan obat lain secara kimiawi, misalnya pengikatan fenitoin
oleh kalsium.
2. Kompetisi untuk protein plasma
Analgetika (salisilat, fenilbutazon, indometasin), klofibrat, dan kinidin
mendesak obat lain dari ikatannya pada protein dan dengan demikian
memperkuat khasiatnya, misalnya sulfonamiddan kumarin memperkuat daya
kerja tolbutamid dan metotreksat.
3. Induksi enzim
Obat yang menstimulir pembentukan enzim hati, tidak hanya mempercepat
eliminasinya, tetapi juga mempercepat perombakan obat lain. Contohnya
adalah hipnotika (barbital) dan antiepilepsi (fenitoin, karbamazepin)
memperlancar biotransformasi antikoagulansia dan antidepresiva trisiklis
(imipramin, amitriptilin) dan menurunkan khasiatnya.
4. Inhibisi enzim
Zat yang mengganggu fungsi hati dan enzimnya, seperti alkohol dapat
memperkuat daya kerjaobat lain yang efek dan lama kerjanya tergantung pada
enzim tersebut. Alopurinol yang memblokir ksantin-oksidase pada sintesa
asam urat, memperkuat khasiat obat-obat turunan urin yang justrudiuraikan
oleh enzim tersebut (Tjay & Rahardja, 2007).

8
BAB III

PERHITUNGAN DAN PENGATURAN DOSIS

Pasien Tn. Z dirumah sakit mengalami sesak sehingga diberi Aminofilin


infus intravena (berat badan pasien 71 kg, tinggi badan 168 cm). Tn. Z mengaku
relatif kurang berolahraga, beliau setiap hari merokok ½ - 1 pak rokok per hari.
Data MEC teofilin memakai data dari populasi yang tercantum dalam literatur
adalah 10-12 µg/ml. Data t ½ populasi 8-12 jam. Vd = 0,45 L/Kg BB pada orang
dewasa dengan fungsi ginjal normal. Bagaimana langkah- langkah yang harus
diambil terkait:
Data pasien
Nama : Tn. Z
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat badan : 71 kg
Tinggi badan : 168 cm
Perhitungan BMI
BB (Kg)
BMI = TB (m)2 = 25,1559 kg/m2

Tabel 1. Klasifikasi BMI Berdasarkan World Health Organization

9
Tabel 2. Klasifikasi BMI Berdasarkan Populasi di ASIA

(Inoue et al., 2000)


Berdasarkan World Health Organization, pasien Tn. Z digolongkan dalam
kategori “Pre-Obesitas”. Namun, berdasarkan BMI di ASIA Tn. Z tergolong
kategori “Obese-I”. Maka perhitungan IBW disarankan untuk dapat menghitung
dosis berikutnya.
IBW (pria) dengan tinggi badan 168 cm

= 50 + [(TB -152,4) x 0,89]

= 50 + [(168 -152,4) x 0,89]

= 50 + 133,884

= 63,884 kg

Perhitungan dosis pada pasien ini menggunakan IBW (Ideal Body Weight)
karena pasien memiliki berat badan berlebih. Pasien dengan berat badan berlebih
cenderung memiliki jaringan lemak yang lebih banyak, sehingga pasien memiliki
proposi cairan tubuh total yang lebih kecil dan hal ini dapat mempengaruhi
volume distribusi obat (Shargel, ed. V, hal 643). Selain itu, teofilin merupakan
obat yang bersifat polar sehingga cenderung terdistribusi ke dalam air
dibandingkan lemak sehingga yang perlu dipertimbangkan dalam perhitungan
dosis adalah Ideal Body Weight (IBW) berdasarkan tinggi pasien dan berat badan
aktual (total) (Shargel, ed V, hal 684).

10
Data Farmakokinetika
 MEC teofilin = 10 – 20 mcg/mL
Dipakai Cpss = 10 mcg/mL → diharapkan dengan kadar terendah telah
memberikan efek terapi dan lebih murah dari segi biaya (cost-effectiveness)
 Vd = 0,45 L/kgBB = 0,45 L/kg × IBW
= 0,45 L/kg × 63,884 kg = 28,7478 L
 t ½ populasi = 8-12 jam → dipilih t ½= 8 jam
0,693 0,693
 K= = 8 =0,086625/jam
t1⁄2

 Sediaan Aminofilin di Indonesia: Aminofilin (Phaminov®)


1 ampul = 10 ml, mengandung 240 mg aminofilin. (MIMS Indonesia-online)
 Aminofillin anhydrous mengandung teofillin anhydrous 85,7%  Yang dipilih
adalah 85% (AHFS Drug Information 2013, p.3595)
Sediaan di pasaran
1. Infusan-NS (Sanbe Farma) (ISO Vol. 49 2014-2015, Hal. 372 & MIMS-
Online)
Kandungan : Na+ 154 mEq/L, Cl- 154 mEq/L (Natrium klorida 9 gram, Air
untuk injeksi 1000 mL)
Kemasan : Soft bag infus dengan isi bersih 1000 mL, 500 mL, 250 mL, dan
100mL
Indikasi : Digunakan untuk penderita hiponatremia, sebagai zat pembawa
atau pelarut utuk obat-obatan infus serta pelarut obat IV drip,
untuk mengganti kehilangan air dan NaCl, mengganti cairan
ekstra seluler dan deplesi natrium ringan.
Harga : 100 ml (Rp 14.015,00/infus bag)
250 ml (Rp 13.850,00/infus bag)
500 ml (Rp 15.750,00/infus bag)
1000 ml (Rp 23.250,00/infus bag)
2. Phaminov® (PT.Phapros) (MIMS-Online)
Kandungan : Aminophylline 24 mg/mL
Kemasan : Ampul 10 mL

11
Indikasi : Meringankan dan mengatasi gejala obstruktif saluran pernafasan
karena serangan asma bronchial dan penyakit paru obstruktif
Harga : 1 Boks 10 ampul Rp 38.636,00 @ Rp 3.864,00

a. Prediksi Laju Infus dan Lama Pemberian


R
Cpss =
Vd x k
R (teofilin) = Cpss x Vd x k
= 10 mg/L x 28,7478 L x 0,086625/jam
= 24,9028 mg/jam
Aminofilin mengandung 85% teofilin
100% mg
R (aminofilin) = x 24,9028 jam
85%

= 29,2974 mg/jam
Stabilitas teofilin dalam larutan NS hanya selama 24 jam, maka akan
dipersiapkan pemberian infus selama 24 jam yang diberikan dalam bentuk
aminofilin.
R (aminofilin) = 29,2974 mg/jam x 24 jam
= 703,1379 mg (÷ 240 mg/ampul)
= 2,9297 ampul ≈ 3 ampul untuk 1 hari
Maka aminofilin injeksi yang harus diambil adalah 3 ampul untuk 1 hari.

Pengecekan Ulang
3 ampul x 240 mg/ampul = 720 mg (untuk 24 jam)
R (aminofilin) = 720 mg/24 jam = 30 mg/jam
85%
R (teofilin) = 100% x 30 mg/jam = 25,5 mg/jam
R 25,5 mg⁄jam
Cpss (teofilin) = = = 11,0065 mg/L (masuk
Vd x K 26,7453 L x 0,086625⁄jam

rentang MEC).

12
b. Aminofilin injeksi yang harus diambil dan jumlah pelarut yang
ditambahkan, serta laju infus yang harus diberikan (dalam volume per
waktu)

1. Laju Infus
Diketahui:

 Vd = 0,45 L/kg BB = 0,45 L/kg x 71 kg = 31,95 L


 t1/2 = 8 jam
 K= 0,693/8jam = 0,0866/jam
 MEC Teofilin = 10-20 μg/mL = 10-20 mg/L (BNF 71th, 2014)
Dipilih MEC=10 mg/L karena dosis efektif untuk bronkodilatasi pada
kebanyakan individu sebesar 10-20 mg/L. Disamping itu semakin tinggi
dosis maka semakin banyak efek samping yang ditimbulkan. Efek samping
dapat terjadi pada dosis 10-20 mg/L dan pada dosis ≥ 20 mg/L akan
menimbulkan efek samping yang lebih sering dan lebih parah (BNF 71th,
2014).
 Cpss = 10 mg/L  karena konsentrasi 10mg/L merupakan dosis efektif
minimal yang dapat memberikan efek saat serangan akut (DIH 24th, 2015).
Maka:

Rteo = Cpss x Vd x K
= 10mg/L x 31,95L x 0,0866/jam
= 27,6687 mg/jam
Aminofilin mengandung 85% teofilin
100%
Rsmino = x 27,6687mg /jam = 32,5514 mg/jam
85%

2. Ampul Aminofilin yang Dibutuhkan


 Dosis aminofilin untuk 24 jam = 32,5514 mg/jam x 24 jam = 781,2336 mg
 1 ampul aminofilin (10ml) mengandung 240 mg aminofilin
781,2336 mg
x 10 mL = 32,5514 mL = 33 ml
240 mg

Maka dibutuhkan 4 ampul aminofilin.

13
3. Pelarut yang Dibutuhkan
Pemilihan kemasan infus
1. Infus 100 mL
Volume infus = 100 mL
Volume aminofilin injeksi = 40 mL (4 ampul, masing-masing 10 mL)
Volume total pemberian = 140 mL
Konsentrasi aminofilin = 4 ampul x 240 mg/ampul
= 960 mg/4 ampul
Konsentrasi aminofilin dalam infus = 960 mg/140 mL = 6,86 mg/mL
Ramino = 140 mL/24 jam
= 5.83 mL/jam : 60
= 0.0972 mL/menit x 20 tetes/ml(macrodrip)
= 1,944 tetes/menit  2 tetes/menit
Jadi, infus yang digunakan sebanyak:
Ramino = 2 tetes/menit x 60
= 120 tetes/jam : 20 tetes (macrodrip)
= 6 mL/jam
Infus aminofilin akan dipasang selama 24 jam, sehingga infus 100 mL
140 ml
akan habis dalam: = 23,33 jam/pasang
6 ml/jam
24 jam
Jumlah infus yang disiapkan adalah = 1.0287 pasang  2
23,33 jam

pasang.

2. Infus 250 mL
Volume infus = 250 mL
Volume aminofilin injeksi = 40 mL (4 ampul masing-masing 10 mL)
Volume total pemberian = 290 mL
Konsentrasi aminofilin = 4 ampul x 240 mg/mL = 960 mg/4 ampul
Konsentrasi aminofilin dalam infus = 960 mg/290 mL = 3,3103 mg/mL
Ramino = 290 mL/24 jam
= 12,083 mL/jam : 60

14
= 0.2014 mL/menit x 20 tetes/ml(macrodrip)
= 4,0278 tetes/menit  5 tetes/menit
Jadi, infus yang digunakan sebanyak :
Ramino = 5 tetes/menit x 60
= 300 tetes/jam : 20 tetes/ml (macrodrip)
= 15 mL/jam
Infus aminofilin akan dipasang selama 24 jam, sehingga infus 250 mL
290 ml
akan habis dalam: = 19,333 jam/pasang
15 ml/jam
24 jam
Jumlah infus yang disiapkan adalah = 1.2414 pasang  2
19.333 jam

pasang.

3. Infus 500 mL
Volume infus = 500 mL
Volume aminofilin injeksi = 40 mL (4 ampul masing-masing 10 mL)
Volume total pemberian = 540 mL
Konsentrasi aminofilin = 4 ampul x 240 mg/mL = 960 mg/4 ampul
Konsentrasi aminofilin dalam infus = 960 mg/540 mL = 1.7778 mg/mL
Ramino = 540 mL/24 jam
= 22.5 mL/jam : 60
= 0.375 mL/menit x 20 tetes/ml (macrodrip)
= 7,5 tetes/menit  8 tetes/menit
Jadi, infus yang digunakan sebanyak :
Ramino = 8 tetes/menit x 60
= 480 tetes/jam : 20 tetes/ml (macrodrip)
= 24 mL/jam
Infus aminofilin akan dipasang selama 24 jam, sehingga infus 500 mL
540 ml
akan habis dalam: = 22,5 jam/pasang
24 ml/jam
24 jam
Jumlah infus yang disiapkan adalah = 1.0667 pasang  2
22,5 jam

pasang.

15
4. Infus 1000 mL
Volume infus = 1000 mL
Volume aminofilin injeksi = 40 mL (4 ampul masing-masing 10 mL)
Volume total pemberian = 1040 mL
Konsentrasi aminofilin = 4 ampul x 240 mg/mL = 960 mg/4 ampul
Konsentrasi aminofilin dalam infus = 960 mg/1040 mL = 0.9231 mg/mL
Ramino = 1040 mL/24 jam
= 43,333 mL/jam : 60
= 0.7222 mL/menit x 20 tetes/ml(macrodrip)
= 14,4444 tetes/menit  15 tetes/menit
Jadi, infus yang digunakan sebanyak :
Ramino = 15 tetes/menit x 60
= 900 tetes/jam : 20 tetes (macrodrip)
= 45 mL/jam
Infus aminofilin akan dipasang selama 24 jam, sehingga infus 1000 mL
1040 ml
akan habis dalam: = 23.1111 jam/pasang
45 ml/jam
24 jam
Jumlah infus yang disiapkan adalah = 1.0385 pasang  2
23.1111 jam

pasang.

Jumlah Habis dalam Jumlah


Kemasan R aminofilin
tetesan waktu Infus
100 ml 6 mL/jam 2 tetes/menit 23.33 jam/pasang 2 pasang

250 ml 15 mL/jam 5 tetes/menit 19.33 jam/pasang 2 pasang

500 ml 24 mL/jam 8 tetes/menit 22.5 jam/pasang 2 pasang


1000 mL 45 mL/jam 15 tetes/menit 23.11 jam/pasang 2 pasang

c. Loading Dose
Untuk menentukan suatu obat perlu loading dose atau tidak, maka perlu
diketahui waktu untuk mencapai steady state obat tersebut. Apabila waktu

16
untuk mencapai steady state tersebut lama, maka perlu diberikan loading dose,
sehingga keadaan steady state dapat langsung tercapai.
 T90% = 3,32 x t1/2
= 3,32 x 8 jam
= 26,56 jam
 T95% = 4,32 x t1/2
= 4,32 x 8 jam
= 34,56 jam
 T99% = 6,65 x t1/2
= 6,65 x 8 jam
= 53,2 jam
Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat diketahu waktu steady state
(Tss) yang dibutuhkan sangat lama, yaitu lebih dari 24 jam, maka perlu
diberikan loading dose supaya efek terapi dapat dicapai dengan segera.
 DL (teofilin) = Cpss x Vd
= 10 mg/L x 31,95 L
= 319,5 mg
100%
 DL (aminofilin) = x DL teofilin
85%
100%
= x 315,9= 375,88 mg
85%
375,88 mg
= = 15,66 ml ∞ 16 ml
24mg/ml

Maka, disiapkan 2 ampul.


Dilakukan Pengecekan Ulang
2 ampul x 240 mg/ampul = 480 mg aminofilin
85%
 DL teofilin = 100% x DL aminofilin
85%
= 100% x 480 mg

= 408 mg
DL (teofilin)
 Cpss teofilin = Vd
408 mg
= 31,95 L = 12,77 mg/L masuk MEC (10 – 20 µg/mL)

17
Jadi, untuk loading dose diambil 20 ml aminofilin (2 ampul).

d. Dosis Teofilin tablet pada saat keluar RS (KRS), aturan pakai dan
perhitungannya
Tablet teofilin yang tersedia di pasaran (Indonesia) adalah (MIMS ed 16,
2015):
- Tablet selaput Euphyllin Retard Mite 125 mg (F= 0.91) Rp 181.500,-/100
tab
- Tablet selaput Euphyllin Retard 250 mg (F=0.84) Rp 291.500,-/100 tab
MEC = 10-20 µg/mL
Cp max = 19 mg/L
Cp min = 10,5 mg/L
- Aturan pakai tablet Teofilin
Cp max 1
=
Cp min e−kτ
19 mg/L 1
= −0.0866.τ
10,5 mg/L e

e-0,0866.τ = 0.552631578
-0.0866.τ = -0.593063722
τ = 6.8483 jam

Interval waktu yang didapat (6,8483 jam) kemudian disesuaikan menjadi


beberapa angka yang bisa digunakan untuk mengatur interval waktu pemberian
selama 24 jam yaitu 6 jam, 8 jam, dan 12 jam.

τ = 6 jam
Cp max∞ 1
= −k.τ
Cp min e
Cp max∞ 1
= −k.6
10,5 mg/L e
Cp max∞ = 17,6542 mg/L (masuk rentang MEC)

18
τ = 8 jam
Cp max∞ 1
= −k.τ
Cp min e
Cp max∞ 1
= −k.8
10,5 mg/L e
Cp max∞ = 20.9927 mg/L (tidak masuk rentang MEC)

τ = 12 jam
Cp max∞ 1
= −kτ
Cp min e
Cp max∞ 1
= −k.12
10,5 mg/L e
Cp max∞ = 29.683 mg/L (tidak masuk rentang MEC)

Pemilihan Dosis Tablet Teofilin yang ada di pasaran, yaitu:


- Tablet selaput Euphyllin Retard Mite 125 mg (F=0.91) Rp 181.500,-/100
tab.
- Tablet selaput Euphyllin Retard 250 mg (F=0.84) Rp 291.500,-/100 tab
(MIMS ed 16, 2015).

Tablet selaput Euphyllin Retard Mite 125 mg (F = 0,91)


F.Do 1
Cp max = ×( )
Vd 1−e−k.τ
0,91 x Do 1
17,6452 mg/L = ×( )
28,7478 L 1−e−0,0866.6

Do teofilin = 225,8935 mg setiap 6 jam.

Dihitung Cpmax, Cpmin, dan Cav yang ada di pasaran, yaitu:


F × Do 1
Cpmax =
Vd
(1−e−k.t)
0,91 × 125 mg 1
=
28,7478 L
(1−e−0,0866.6 )
= 9,7641 mg/L (tidak memenuhi rentang MEC)

19
Cpmin = Cpmax x e−k.t

= 9,7641 mg/L x e−0,0866.6


= 5,8073 mg/L (tidak memenuhi rentang MEC)
F × Do
Cav =
Vd x k x τ
0,91 × 125 mg
=
28,7478 L x 0,0866/jam x 6 jam

= 7,6151 mg/L (tidak memenuhi rentang MEC)

Tablet selaput Euphyllin Retard 250 mg (F = 0,84)


F.Do 1
Cp max = ×( )
Vd 1−e−k.τ
0,84 x Do 1
17,6452 mg/L = ×( )
28,7478 L 1−e−0,0866.6

Do teofilin = 244,718 mg setiap 6 jam

Dihitung Cpmax, Cpmin, dan Cav yang ada di pasaran, yaitu:


F × Do 1
Cpmax =
Vd
(1−e−k.t)
0,84 × 250 mg 1
=
28,7478 L
(1−e−0,0866.6 )
= 18,0261 mg/L (memenuhi rentang MEC)

Cpmin = Cpmax x e−k.t

= 18,0261 mg/L x e−0,0866.6


= 10,7212 mg/L (memenuhi rentang MEC)
F × Do
Cav =
Vd x k x τ
0,84 × 250 mg
=
28,7478 L x 0,0866jam x 6 jam

= 14,0587 mg/L (memenuhi rentang MEC)

e. Rekomendasi

20
Pasien Tn. Z diberikan tablet selaput Euphyllin Retard dengan dosis 250
mg karena pada perhitungan dosis 250 mg Cpmax, Cpmin dan Cav memenuhi
rentang MEC. Sedangkan jika menggunakan dosis 125 mg, Cpmax tidak
memenuhi dosis pada rentang MEC. Jika MEC tidak tercapai, maka efek terapi
juga tidak maksimal. Oleh karena itu, kami memilih tablet teofilin dengan
dosis 250 mg yang diberikan dengan interval 6 jam.

DAFTAR PUSTAKA

21
Aberg et al., 2009, Drug Information Handbook 17th Edition, Ohio: Lexi-Comp,
Page 6762
BNF, 2015, British National Formulary 70th Edition, London: Pharmaceutical
Press, Page 239
BNF, 2017, British National Formulary 73 Edition, London: Pharmaceutical
Press, Page 257
Dipiro et al., 2009, Pharmacotherapy Handbook Seventh Edition, United States
:The McGraw-Hill Companies, Inc, Page 906-907, 916
Inoue et al., 2000, The Asis-Pasific Perspective Redifining Obesity and Its
Treatment, World Health Organization: Australia, page 17
MIMS Indonesia, edisi 16, 2015, PT. Medidata Indonesia, Jakarta
Pedersen et al., 2017, GINA: Global Strategy for Asthma Management &
Prevention, P.14
Shargel L, Wu-Pong S, Yu ABC, 2012, Biofarmasetika & Farmakokinetika
Terapan, Edisi Kelima, Airlangga University Press, Surabaya
Sweetman, Sean C., 2009, Martindale : The Complete Drug Reference Third
Edition, UK: Pharmaceutical Press, Page 1114, 1140, 1145-1146, 1716
Tjay & Rahardja, 2007, Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek
Sampingnya, edisi ke-6, PT Elex Media Komputindo, Jakarta,p 50
USP, 2008, United States Pharmacopoeia 32 Edition, US: United Stated
Pharmacopoial Convention, Page 194

22

Anda mungkin juga menyukai