Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyaluran energi listrik di wilayah Panjer dan Sidakarya, disuplai oleh
jaringan penyulang Sidakarya yang bersumber dari Gardu Induk Sanur. Penyulang
ini terdiri dari 35 buah transformator distribusi. Salah satu dari transformator
distribusi yang terdapat pada penyulang Sidakarya adalah transformator distribusi
DS 0587. Trafo ini terletak di Jl. Tukad Batang Hari yang menyuplai pelanggan
PLN di wilayah Jl. Tukad Batang Hari dan sekitarnya. Transformator distribusi
DS 0587 mempunyai dua jurusan dengan konfigurasi Jaringan Tegangan Rendah
(JTR) tipe Radial, yang menyuplai 116 pelanggan PLN tegangan rendah dengan
karakteristik beban yang berbeda-beda.
Pemakaian energi listrik yang tidak merata pada jaringan tegangan
rendah, menyebabkan ketidakseimbangan beban di setiap fasanya. Akibat dari
pembebanan yang tidak seimbang tersebut akan menimbulkan beberapa faktor,
yang salah satunya adalah efisiensi dari transformator yang semakin rendah, dan
akan mengalirnya arus pada penghantar netral pada transformator distribusi. Arus
yang mengalir pada penghantar netral ini akan menyebabkan terjadinya losses
(rugi-rugi). Dengan adanya losses tersebut, maka efisiensi transformator akan
semakin rendah.
Berdasarkan permasalah tersebut di atas, maka dalam penelitian ini perlu
dilakukan kajian mengenai pengaruh ketidakseimbangan beban terhadap rugi-rugi
daya pada jaringan tegangan rendah tranformator distribusi DS 0587. Hasil dari
analisis yang didapat selanjutnya akan dibandingakan dengan kondisi beban
seimbang dengan bantuan perangkat lunak ETAP Power Station 7.5. Dengan
demikian dapat diketahui perbandingan saat beban seimbang dan tidak seimbang
pada jaringan tegangan rendah transformator distribusi DS 0587, untuk menjaga
kestabilan dan kontinuitas sistem kelistrikan di kawasan jalan Tukad Batang Hari.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat
diangkat untuk usulan tugas akhir ini adalah berapakah besarnya rugi-rugi daya
pada jaringan tegangan rendah gardu distribusi DS 0587 akibat
ketidakseimbangan beban.

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penyusunan usulan tugas akhir ini adalah untuk
mengetahui besarnya rugi-rugi daya pada jaringan tegangan rendah gardu
distribusi DS 0587 akibat ketidakseimbangan beban.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penyusunan usulan tugas akhir ini adalah :
1. Dapat menambah wawasan bagi penulis dan pembaca tentang
ketidakseimbangan beban pada jaringan distribusi.
2. Sebagai bahan masukan bagi penyedia layanan tenaga listrik (PLN Distribusi
Bali) untuk memperbaiki ketidakseimbangan beban pada transformator-
transformator distribusi dan jaringan tegangan rendah yang ada.

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah


Melihat luasnya permasalahan yang ada, maka dalam penyusunan
usulan tugas akhir ini akan dibatasi permasalahannya sebagai berikut :
1. Analisis pada tranformator dalam kondisi normal.
2. Beban yang dianalisis adalah beban pada kondisi seimbang dan pada kondisi
tidak seimbang saat Luar Waktu Beban Puncak dan saat Waktu Beban Puncak.
3. Tidak membahas jenis konfigurasi jaringan tegangan rendah.
4. Analisis menggunakan perangkat lunak ETAP Power Station 7.5 .

1.6 Sistematika Penulisan


Adapun sistem penulisan usulan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN

2
Menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan, manfaat dan sistematika pembahasan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Memuat tentang teori-teori dasar yang menunjang dalam membahas
permasalahan.
BAB III : METODE
Memuat tentang tempat dan waktu penelitian, data-data yang
digunakan, sumber serta jenis data, metode analisis, alur analisis, dan
alur penelitian.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Memuat hasil – hasil yang didapat dari penelitian ini dan selanjutnya
dianalisis.
BAB V : PENUTUP
Merupakan rangkuman dari apa yangn dibahas sebelumnya serta saran
yang ditujukan untuk penelitian yang lebih lanjut.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Mitakhir


Beberapa penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, terkait dengan
ketidakseimbangan beban pada jaringan distribusi antara lain:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Aprilian P. Kawihing, Maichel Tuegeh, ST.,
MT., Lily S. Patras, ST., MT., Ir. Marthinus Pakiding, MT., yang berjudul
“Pemerataan Beban Transformator Pada Saluran Distribusi Sekunder” pada
tahun 2013. Pada penelitian ini permasalahan yang dihadapi adalah kurang
diperhatikannya pola penyebaran beban antara ketiga fasa pada
penyambungan pada gardu distribusi MH 40 yang berlokasi di Perumahan
Restika Permai. Hasil dari penelitian yang didapat menunjukkan bahwa,
dampak dari ketidakseimbangan beban yang terjadi, menyebabkan kerugian
daya pada jaringan. Dari pengamatan yang dilakukan, kerugian daya pada
siang hari adalah 15.738,624 Watt, dan kerugian daya pada malam hari
mencapai 32.078,529 Watt.
2. Penelitian yang dilakukan Yoakim Simamora dan Panasur S. M. L. Tobing
pada tahun 2014 yang berjudul “Analisis Ketidakseimbangan Beban
Transformator Distribusi Untuk Identifikasi Beban Lebih Dan Estimasi Rugi-
rugi Pada Jaringan Tegangan Rendah”. Permasalahan yang dihadapi pada
penelitian ini adalah, perencanaan beban suatu transformator pada sisi R, S,
dan T pada umumnya dirancang dalam kondisi seimbang. Tetapi pada
kenyataan yang terjadi di lapangan, pembagiannya tidak seimbang. Apabila
hal ini terjadi dalam waktu lama, maka akan berdampak negatif pada kinerja
transformator itu sendiri. Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan melalui
perhitungan dan simulasi diperoleh persentasi pembebanan tertinggi yang
mencapai 127,02% pada transformator ML227, dan rugi-rugi jaringan
tegangan rendah adalah sebesar 1,0 kW dan 13,0 kVAR pada transformator
ML 059.

4
3. Penelitian yang dilakukan oleh Moh. Dahlan yang berjudul “Akibat
Ketidakseimbangan Beban Terhadap Arus Netral Dan Losses pada
Transformator Distribusi”. Dalam penelitian ini menitik beratkan
permasalahan yang menyebabkan ketidakseimbangan beban pada beban-
beban satu fasa pelanggan tegangan rendah. Akibat dari ketidakseimbangan
ini, akan menimbulkan arus yang mengalir pada penghantar netral
transformator, yang menyebabkan terjadinya losses(rugi-rugi). Dari analisis
dan perhitungan yang dilakukan menunjukkan bahwa persentase pembebanan
pada Waktu Beban Puncak mencapai 55,31% dengan persentase ketidak
seimbangan beban sebesar 28,7%. Sehingga menyebabkan losses akibat
adanya arus netral yang mengalir pada penghantar netral sebesar 9,62 kW.
Total prosentase losses yang terjadi adalah 8,62%.

2.2 Tinjauan Pustaka


2.2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik
Sistem distribusi tenaga listrik merupakan semua bagian dari sistem
tenaga listrik antara sumber listrik besar (Gardu Induk) hingga jaringan pelayanan
pelanggan(Parsons dan Barnett, 1950).
Secara garis besar mengenai sistem distribusi daya listrik dapat dilihat
pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.1 Sisten Distribusi Tenaga Listrik


(Sumber : NAVFAC, 1990)

5
2.2.2 Jaringan Distribusi Primer
Sistem jaringan distribusi primer adalah bagian dari sistem tenaga listrik
yang terletak diantara Gardu Induk (GI) dan Gardu Distribusi. Pada umumnya
jaringan distribusi primer terdiri dari jaringan tiga fasa, dengan jumlah kawatnya
tiga atau empat.
Jaringan distribusi primer mempunyai tegangan kerja sebesar 20 kV,
yang biasa dikenal dengan Jaringan Tegangan Menengah (JTM). Saluran yang
digunakan untuk menyalurkan daya listrik pada masing-masing beban disebut
penyulang (feeder). Pada setiap penyulang diberi nama sesuai dengan daerah
beban yang dilayani, hal ini bertujuan untuk memudahkan mengingat dan
menandai jalur-jalur yang dilayani oleh penyulang tersebut. Sistem penyaluran
daya listrik pada sistem distribusi primer dibagi menjadi tiga berdasarkan
penghantar yang dipergunakan :
1. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM)
Jenis konduktor yang digunakan adalah penghantar telanjang (tanpa isolasi)
seperti AAAC (All Aluminium Alloy Conduktor), ACSR (Aluminium Cable
Stell Reinforced), dan yang saat ini banyak digunakan adalah AAACs (All
Alluminium Alloy Conductor XPLE sheated).
2. Saluran Kabel Udara Tegangan Menengah (SKUTM)
Jenis konduktor yang digunakan adalah kabel berisolasi seperti MVTIC
(Medium Voltage Twisted Insulated Cable).
3. Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM)
Jenis penghantar yang digunakan adalah kabel tanam berisolasi PVC (Poly
Venyl Clorida), XLPE ( Crosslink Polyethelene).

2.2.3 Konfigurasi Jaringan Distribusi Primer


Sistem distribusi jaringan tegangan menengah memiliki beberapa jenis
konfigurasi, dimana masing-masing konfigurasi mempunyai kelebihan dan
kekurangan.
Berdasarkan bentuk dan polanya, tipe sistem jaringan distribusi primer
dapat dibagi menjadi empat, yaitu :

6
1. Sistem Radial
2. Sistem Lingkar (loop/ring)
3. Sistem Gugus (mesh)
4. Sistem Spindle

2.3.1.1 Sistem Radial


Sistem jaringan distribusi primer tipe radial hanya memiliki satu sumber
pengisian. Bila terjadi gangguan pada salah satunya (baik sumber ataupun
penyulangnya), maka semua beban yang dilayani oleh jaringan ini akan terkena
imbasnya yaitu padam.
Kelebihan konfigurasi sistem distribusi radial adalah polanya yang
sederhanya dan nilai investasinya yang murah. Sedangkan kekurangan dari sistem
radial adalah kontinuitas pelayanan yang kurang baik yang berdampak pada
keandalan yang relatif rendah.

Keterangan :
PMT : Pemutus/CB
Gambar 2.2 Jaringan Distribusi Primer Tipe Radial
(Sumber : Kadir, 2000)

2.3.1.2 Sistem Lingkar


Sistem jaringan distribusi primer tipe lingkar (loop/ring) ini merupakan
gabungan/perpaduan dari dua buah jaringan sistem radial. Secara umum, sistem
jaringan tipe ini sudah mempunyai sistem keandalan dan kontinuitas yang lebih

7
baik dibandingkan dengan jaringan tipe radial. Hal ini dikarenakan jumlah sumber
dan penyulang yang ada pada suatu jaringan adalah lebih dari satu buah.
Keunggulan dari sistem saluran ini adalah kontinyuitas penyaluran daya
listrik cukup tinggi serta tingkat keamanan dan keandalan yang lebih baik.
Sedangkan kelemahan dari sistem saluran ini adalah biaya invastasi dan
pemeliharaan yang relatif mahal.

Gambar 2.3 Jaringan Distribusi Tipe Lingkar (Loop)


(Sumber : Kadir, 2000)

2.3.1.3 Sistem Gugus


Sistem jaringan distribusi primer tipe gugus (mesh) ini merupakan variasi
dari sistem spindle. Perbedaanya hanyalah terletak pada penyulang cadangan
(express feeder). Sistem ini mempunyai tingkat keandalan dan kontinuitas yang
lebih baik dibandingkan dengan sistem lingkar ataupun radial. Sistem ini jarang
dipergunakan pada sistem jaringan distribusi primer tegangan menengah. Pada
umumnya sistem ini diterapkan pada sistem transmisi tegangan tinggi yang sering
disebut sebagai sistem interkoneksi.
Keunggulan dari sistem jaringan tipe gugus adalah, mempunyai tingkat
keandalan yang cukup tinggi, dapat mengikuti pertumbuhan dan perkembangan
beban, kualitas tegangan baik dan rugi daya kecil. Sedangkan kelemahannya
adalah pengoperasiannya yang sulit serta biaya investasi yang sangat mahal.

8
Gambar 2.4 JaringanDistribusi Tipe Mesh
(Sumber : Kadir, 2000)

2.3.1.4 Sistem Spindle


Sistem jaringan distribusi primer sistem spindle merupakan modifikasi
dari sistem lingkar (loop/ring) yang terdiri dari beberapa sistem radial. Sistem ini
terdiri dari beberapa penyulang, masing-masing penyulang berpangkal pada satu
gardu induk dan ujung-ujungnya akan terhubung di gardu hubung (GH).
Penyulang-penyulang tersebut dabagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Penyulang kerja/working feeder
Merupakan penyulang yang dioperasikan untuk mengalirkan daya listrik dari
sumber sampai ke konsumen, sehingga penyulang ini dioperasikan dalam
keadaan bertegangan dan sudah dibebani.
2. Penyulang cadangan/express feeder
Merupakan penyulang yang menghubungkan gardu induk langsung ke gardu
hubung, dan tidak dibebani oleh gardu-gardu distribusi. Pada operasi normal,
penyulang ini tidak dialiri arus-arus beban dan hanya berfungsi sebagai
penyulang cadangan untuk menyuplai penyulang yang mengalami gangguan
melalui gardu hubung.

9
Gambar 2.5 Jaringan Distribusi Tipe Spindle

2.2.4 Jaringan Distribusi Sekunder


Jaringan distribusi sekunder atau biasa disebut dengan Jaringan
Tegangan Rendah (JTR) merupakan bagian dari jaringan distribusi primer,
dimana jaringan ini berhubungan langsung dengan sisi beban/konsumen. Pada
jaringan distribusi sekunder, sistem tegangan distribusi primer 20 kV diturunkan
menjadi sistem tegangan rendah 380/220 V dengan menggunakan transformator
penurun tegangan yang terdapat pada gardu distribusi. Pada umumnya konfigurasi
sitem jaringan distribusi sekunder adalah tipe radial. Karena jaringan tersebut
mempunyai satu buah sumber yaitu gardu distribusi.
Sistem penyaluran daya listrik pada JTR dapat dibedakan menjadi dua
yaitu sebagai berikut:
1. Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR)
Jenis konduktor yang dipakai adalah kabel telanjang (tanpa isolasi) seperti
AAAC, dan ACSR.
2. Saluran Kabel Udara Tegangan Rendah (SKUTR)
Jenis konduktor yang dipakai adalah kabel berisolasi seperti LVTC (Low
Voltage Twisted Cable). Ukuran kabel LVTC adalah : 3 x 35 mm2, 3 x 50
mm2 dan 3 x 70 mm2.

10
Penyambungan JTR menurut SPLN No. 74 tahun 1987 yaitu,
sambungan JTR adalah sambungan rumah (SR) penghantar di bawah tanah atau di
atas tanah termasuk peralatannya mulai titik penyambungan tiang JTR sampai alat
pembatasa dan pengukur (APP). Jenis kabel yang digunakan untuk jaringan SR
adalah NFA2X dengan ukuran 2x10 mm2, 2x16 mm2, dan 4 x 25 mm2.

2.2.5 Impedansi Saluran


Sebuah konduktor selalu mempunyai resistansi dan reaktansi. Untuk
perhitungan jatuh tegangan, resistansi dan reaktansi perlu diperhitungkan.
Kombinasi antara resistansi dan reaktansi disebut dengan impedansi yang
dinyatakan dalam satuan ohm. Impedansi dapat dihitung dengan persamaan
(Renaldi, 2011) :

Z = R + jX ................................................................................... (2.1)

maka :

Z = √R2 + X 2 ………………………………………………… (2.2)

dimana :
Z = Impedansi saluran (ohm)
R = Tahanan saluran (ohm)
X = Reaktansi (ohm)

2.2.6 Resistansi
Tiap konduktor memberi perlawanan atau tahanan terhadap mengalirnya
arus listrik dan hal ini dinamakan resistansi. Resistansi atau tahanan dari suatu
konduktor (kawat penghantar) diberikan oleh :

l
R=ρ ………………………………………………………… (2.3)
A

11
dimana :
R = Resistansi (ohm)
ρ = Tahanan jenis penghantar
l = Panjang kawat (m)
A = Luas penampang kawat (mm2)

2.2.7 Reaktansi
Sebuah konduktor yang dilalui arus listrik dikelilingi oleh garis – garis
magnetik yang berbentuk lingkaran – lingkaran konsentrik. Dalam hal ini arus
bolak – balik medan sekeliling konduktor tidaklah konstan melainkan berubah –
ubah dan saling mengait dengan konduktor itu sendiri maupun dengan konduktor
– konduktor lain yang terletak berdekatan. Oleh karena adanya kaitan – kaitan
fluks tersebut, saluran memiliki sifat induktansi.
Reaktansi penghantar untuk jaringan distribusi pada umumnya terdiri
dari induktansi, maka reaktansinya disebut induktif (XL) yang dapat dihitung
dengan rumus :

XL = 2 π f L .............................................................................. (2.4)

dimana :
XL = Reaktansi jaringan (ohm)
f = Frekwensi (HZ)
L = Induktansi (Henry)

2.2.8 Sistem Tiga Fasa


Secara umum, sebuah sistem kelistrikan dibangun dengan sistem tiga
fasa. Alasan – alasan ekonomi dan kestabilan aliran daya pada beban yang
menjadi dasarnya. Alasan ekonomi dikarenakan, sistem tiga fasa untuk
penggunaan penghantar transmisi lebih sedikit. Sedangkan alasan teknis tentang
kestabilan dikarenakan pada sistem tiga fasa daya mengalir sebagai layaknya tiga

12
buah sistem fasa tunggal, sehingga aliran daya pada sistem akan lebih stabil jika
dibandingakan dengan sistem fasa tunggal.
Sistem tiga fasa atau sistem fasa banyak lainnya, secara umum akan
memunculkan sistem yang lebih kompleks, akan tetapi secara prinsip tetap mudah
untuk dianalisis dan dilaksanakan.
Sistem tiga fasa dapat digambarkan dengan suatu sistem yang terdiri dari
tiga fasa tunggal, sebagai berikut :

Gambar 2.6 Sistem Tiga Fasa


(Sumber : Sukmadi, 2009)

Sistem tiga fasa mempunyai beda fasa antar tegangan sebesar 120°
Van = ǀVǀ ∠0°
Vbn = ǀVǀ ∠-120°
Vcn = ǀVǀ ∠-240°
Tegangan fasa antara satu dengan yang lainnya mempunyai ber bedaan
fasa sebesar 120°. Pada umumnya fasa dengan sudut fasa 0° disebut dengan fasa
R, fasa dengan besar sudut fasa 120° disebut fasa S, dan fasa dengan besar sudut
fasa 240° disebut fasa T.
Sedangkan bentuk gelombang dari sistem tiga fasa yang merupakan
fungsi waktu ditunjukan pada gambar berikut :

13
Gambar 2.7 Bentuk Gelombang pada Sistem Tiga Fasa
(Sumber : Sukmadi, 2009)

2.2.9 Keadaan Seimbang dan Tidak Seimbang


Sumber penyedia atau suplai daya pada sistem fasa banyak, selalu
merupakan sistem yang seimbang baik tegangan maupun arusnya. Apabila
tegangan atau arus ini pada suatu sistem tidak seimbang, maka jumlah vektor-
vektornya tidak sama dengan nol. Dan ini berarti bahwa akan ada arus yang
mengalir pada saluran netral (pada sistem empat kawat). Sistem tidak seimbang
terjadi terutama pada keadaan sistem operasi yang tidak normal yaitu saat terjadi
gangguan.
Yang dimaksud dengan keadaan seimbang adalah suatu keadaan di mana
(Setiadji, 2006) :
a) Ketiga vektor arus / tegangan sama besar.
b) Ketiga vektor saling membentuk sudut 120º satu sama lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan tidak seimbang adalah
keadaan dimana salah satu atau kedua syarat keadaan seimbang tidak terpenuhi.
Kemungkinan keadaan tidak seimbang ada tiga yaitu (Setiadji, 2006) :
a) Ketiga vektor sama besar tetapi tidak membentuk sudut 120º satu sama lain.
b) Ketiga vektor tidak sama besar tetapi membentuk sudut 120º satu sama lain.
c) Ketiga vektor tidak sama besar dan tidak membentuk sudut 120º satu sama
lain.

14
Gambar 2.8 Vektor Diagram Arus
(Sumber : Setiadji, 2006)

Gambar 2.7(a) menunjukkan vektor diagram arus dalam keadaan


seimbang. Disini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya (IR, IS, IT)
adalah sama dengan nol sehingga tidak muncul arus netral (IN). Sedangkan pada
Gambar 2.7(b) menunjukkan vektor diagram arus yang tidak seimbang. Di sini
terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya (IR, IS, IT) tidak sama dengan
nol sehingga muncul sebuah besaran yaitu arus netral (IN) yang besarnya
bergantung dari seberapa besar faktor ketidakseimbangannya.

2.2.10 Sistem Bintang (Y) dan Delta (Δ)


Sistem bintang (Y) merupakan sistem sambungan pada sistem tiga fasa
yang menggunakan empat kawat, yaitu R, S, T, dan N. Sedangkan sistem delta
(Δ), hanya menggunakan phasa R, S, dan T untuk sistem sambungan dari sumber
ke beban. Kedua sistem ini seperti pada gambar berikut :

Gambar 2.9 Sistem hubung bintang (Y) dan sistem hubung delta (Δ)
(Sumber :Grainger dan Stevenson, 1994)

15
2.2.10.1 Beban Seimbang Terhubung Bintang (Y)
Pada transformator distribusi, pusat beban terhubung langsung dengan
transformator. Secara umum transformator distribusi terhubung bintang (Y). Arus
transformator tiga fasa dengan kumparan yang dihubungkan secara bintang yaitu
IA, IB, dan IC yang masing – masing mempunyai perbedaan sudut fasa sebesar
120°. Sedangkan arus pada penghantar netral IN, sama dengan nol. Untuk bebean
seimbang seperti terlihat pada gambar 2.3 sebagai berikut :

IN = IA + IB + IC
VAB = VAN – VBN
VBC = VBN – VCN
VCA = VCN - VAN

Gambar 2.10 Hubung Bintang


(Sumber : Sukmadi, 2009)

Dari gambar 2.9 (a) dan 2.9 (b), diketahui untuk hubungan bintang berlaku :
VAB = √3 VAN atau
VP = √3 VL
IP = IL
Jadi daya untuk hubungan bintang :
= 3 VP IP
= 3 (VL / √3) IL
= √3 VL IL ............................................................................. .... (2.5)

16
2.2.10.2 Beban Seimbang Terhubung Delta (Δ)
Hubung delta (Δ) digunakan apabila jarak sumber dengan beban pendek.
Tegangan transformator tiga fasa dengan kumparan yang dihubungkan secara
delta yaitu, VAB, VBC, dan VCA, masing-masing berbeda fasa sebesar 120°.

VAB + VBC + VCA = 0


Untuk beban seimbang :
IA = IAB – ICA
IB = IBC – IAB
IC = ICA – IBC

Gambar 2.11 Hubungan Delta


(Sumber : Sukmadi, 2009)

Dari vektor diagram gambar 2.9 (b), diketahui bahwa arus IA(arus jala-jala) adalah
√3 IAB (arus fasa). Tegangan jala-jala dalam hubungan delta sama dengan
tegangan fasanya.
Jadi daya untuk hubungan bintang :

= 3 VP IP
= 3 VL (IL / √3)
= √3 VL IL .................................................................................... (2.6)

17
2.2.10.3 Beban Tidak Seimbang Terhubung Bintang (Y)
Beban hubung bintang dengan saluran netral merupakan yang paling
mudah analisisnya, karena sistem ini dapat dirinci menjadi beban tiap fasa yang
disuplai oleh tegangan antara fasanya dengan netral. Pada suplai tiga fasa, sistem
ini biasa disebut juga sistem empat kawat.
Pada sistem hubung bintang, masing-masing fasa akan mengalirkan arus
yang tidak seimbang menuju titik netral (pada sistem empat kawat). Sehingga arus
fasa merupakan penjumlahan secara vektor arus yang mengalir dari masing-
masing fasa. Pada sistem empat kawat akan berlaku :

Gambar 2.12 Beban Tidak Seimbang Terhubung Bintang Empat Kawat


(Sumber : Aprilian, 2013)

IR = VRN / ZR
IS = VSN / ZS
IT = VTN / ZT
IN = IR + IS + IT

2.2.10.4 Beban Tidak Seimbang Terhubung Delta (Δ)


Penyelesaian masalah pada beban tidak seimbang, tidaklah sama dengan
penyelesaian pada beban seimbang. Penyelesaian akan menyangkut perhitungan
masing-asing fasa dan selanjutnya dengan hukum arus Kirchhoff akan didapatkan
arus-arus saluran pada masing-masing fasa.

18
Gambar 2.13 Beban Tidak Seimbang Terhubung Delta
(Sumber : Aprilian, 2013)

IRS = VRS / ZRS IR = IRS – ITR


ITR = VTR / ZTR IS = IST – IRS
IST = VST / ZST IT = ITR – IST

2.2.11 Transformator Distribusi


Transformator merupakan suatu alat untuk memindahkan dan
mengubah energi listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik
yang lain melalui gandengan magnet berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik
(Zuhal,1991).Transformator terdiri atas sebuah inti, yang terbuat dari besi berlapis
dan dua buah kumparan, yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder.
Transformator distribusi adalah transformator yang berfungsi mengubah
tegangan listrik arus bolak – balik dari tegangan menengah 20 kV menjadi
tegangan rendah 380/220 V untuk melayani kebutuhan tenaga listrik pada
konsumen dengan frekuensi tetap.
Sesuai dengan kebutuhan besarnya daya yang akan disalurkan serta
keadaan faktor – faktor lingkungan dimana transformator distribusi yang
terpasang pada gardu distribusi yang dilaksanakan sebagai gardu pasangan luar
dalam bentuk gardu bangunan dan gardu tiang. Gardu tiang umumnya dipakai
bagi penyaluran tenaga listrik di suatu daerah dimana daya yang disalurkan ke
konsumen relatif kecil atau juga dimana kepadatan beban di daerah penyaluran

19
rendah. Landasan tempat transformator umumnya diperhitungkan kekuatannya
untuk pemasangan transformator distribusi. Gardu bangunan dipergunakan untuk
daerah penyaluran dengan kepadatan yang tinggi. Oleh karena itu transformator
distribusi yang terpasang umumnya dengan daya yang besar.
Transformator distribusi 20 kV memiliki kapasitas 25, 50, 100, 160, 200,
250, 315, 400, 555, 630, 800, 1000, 1250, 1600, 2000, 2500 kVA (SPLN 50,
1997).

2.2.11.1 Prinsip Kerja Transformator


Transformator terdiri atas dua buah kumparan (primer dan sekunder)
yang bersifat induktif. Kedua kumparan ini terpisah secara elektris namun
berhubungan secara magnetis melalui jalur yang memiliki relukstansi (reluctance)
rendah.
Apabila kumparan primer dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-
balik maka fluks bolak-balik akan muncul di dalam inti yang dilaminasi, karena
kumparan tersebut membentuk jaringan tertutup maka mengalirlah arus primer.
Akibat adanya fluks dikumparan primer maka kumparan primer akan terjadi
induksi (self induction) dan terjadi pula induksi di kumparan sekunder karena
pengaruh induksi dari kumparan primer atau disebut sebagai induksi bersama
(mutual induction) yang menyebabkan timbulnya fluks magnet di kumparan
sekunder, maka mengalirlah arus sekunder jika rangkaian sekunder dibebani, dan
sehingga energi listrik dapat disalurkan keseluruhan (secara magnetisasi).

2.2.11.2 Arus Beban Penuh Transformator


Daya transformator apabila ditinjau dari sisi tegangan tinggi (primer)
dapat dirumuskan sebagai berikut (Setiadji, 2006):

S = √3. V. I …………………………………………………… (2.7)

dimana :
S : daya transformator (kVA)

20
V : tegangan sisi primer transformator (kV)
I : arus jala-jala (A)
Sehingga untuk menghitung arus beban penuh (full load) dapat
menggunakan rumus (Setiadji, 2006):

S
IFL = ……………………………………………….... (2.8)
√3.V

dimana :
IFL : arus beban penuh (A)
S : daya transformator (kVA)
V : tegangan sisi sekunder transformator (kV)

IR + IS + IT
Irata-rata = …………………………..……………… (2.9)
3

dimana :
Irata-rata : arus ketiga fasa (A)
IR : arus fasa R (A)
IS : arus fasa S (A)
IT : arus fasa T (A)

Prosentase pembebanan transformator dapat dihitung dengan menggunakan


rumus:

Irata−rata
= x 100% ………………………………………….. (2.10)
IFL

dimana :
Irata-rata : arus ketiga fasa (A)
IFL : arus beban penuh (A)

21
2.2.12 Penyaluran dan Rugi-rugi Daya
Misalnya daya sebesar P disalurkan melalui suatu saluran dengan
penghantar netral. Apabila pada penyaluran daya ini arus-arus fasa dalam keadaan
seimbang, maka besarnya daya dapat dinyatakan sebagai berikut :

P = 3. [V] . [I] . cos φ ............................................ ................ (2.11)

dimana :
P = daya pada ujung kirim (Watt)
V = tegangan pada ujung kirim (V)
I = arus pada ujung kirim (A)
cos φ = faktor daya

Daya yang sampai pada ujung terima, akan lebih kecil dari P karena
terjadinya rugi-rugi dalam saluran.
Jika [I] adalah besaran arus fasa dalam penyaluran daya sebesar P pada
keadaan seimbang, maka pada penyaluran daya yang sama tetap dengan keadaan
tak seimbang besarnya arus-arus fasa dapat dinyatakan dengan koefisien a, b, dan
c sebagai berikut :

[IR] = a [I]
[IS] = b [I]
[IT] = c [I]

dengan IR, IS, dan IT berturut-turut adalah arus di fasa R, S, dan T.


Bila faktor daya diketiga fasa dianggap sama walaupun besarnya arus
berbeda, besarnya daya yang disalurkan dapat dinyatakan sebagai berikut
(Setiadji, 2006):

P = (a+b+c) . [V] . [I] . cos φ ......................................... ......... (2.12)

22
Koefisien a, b, dan c dapat diketahui besarnya, dimana besarnya arus fasa
dalam keadaan seimbang (I) sama dengan besarnya arus rata-rata (Irata) dapat
dirumuskan sebagai berikut (Setiadji, 2006):

IR
IR = a . Irata-rata maka : a = ............……….…. (2.13)
Irata−rata
Is
IS = b. Irata-rata maka : b = ..............…………. (2.14)
Irata−rata
IT
IT = c. Irata-rata maka : c = .............................. (2.15)
Irata−rata

Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a, b, dan c adalah 1.


Dengan demikian rata-rata ketidak seimbangan beban (dalam %) adalah (Setiadji,
2006):

{ǀa−1ǀ+ ǀb−1ǀ+ ǀc−1ǀ}


= x 100 % ..................................... ……. (2.16)
3

2.2.13 Rugi-rugi Daya pada Jaringan Distribusi


Rugi – rugi daya adalah besarnya daya yang hilang pada suatu jaringan,
besarnya rugi – rugi daya satu fasa dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut
(Tanjung, 2010) :

ΔP = I2 . R ……………...……………………………………... (2.17)

dimana:
ΔP = rugi – rugi daya pada jaringan (watt)
I = arus beban pada jaringan (A)
R = tahanan murni (Ω)

Besarnya rugi – rugi daya pada jaringan tergantung pada besarnya


tahanan dan arus beban pada jaringan tersebut. Untuk mengetahui besarnya rugi-

23
rugi daya pada jaringan tiga fasa dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut :

ΔP = 3. I2 . R ……………………………….……………………. (2.18)

2.2.14 Simulasi Ketidakseimbangan Menggunakan Program ETAP


ETAP (Electrical Transient Analysis Program) PowerStation adalah
perangkat lunak untuk power system yang bekerja berdasarkan plant (project).
ETAP PowerStation dapat melakukan penggambaran single line diagram secara
grafis, dimana setiap plant harus menyediakan modeling peralatan dan alat-alat
pendukung yang berhubungan dengan analisa yang akan dilakukan, misalnya
generator, data motor, data kabel, dan lain-lain.
ETAP PowerStation dapat melakukan penggambaran single line diagram
secara grafis dan mengadakan beberapa analisa/studi yakni Short Circuit (hubung
singkat), Load Flow (aliran daya), motor starting, harmonisa, transient stability,
protective device coordination, dan cable derating.

Gambar 2.14 Toolbar pada Edit Mode ETAP 7.5

24
ETAP PowerStation juga menyediakan fasilitas Library yang akan
mempermudah desain suatu sistem kelistrikan. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam bekerja dengan ETAP PowerStation adalah:
1. One Line Diagram, menunjukkan hubungan antar komponen atau peralatan
listrik sehingga membentuk suatu sistem kelistrikan.
2. Library, informasi mengenai semua peralatan yang akan dipakai dalam sistem
kelistrikan. Data elektris maupun mekanis dari peralatan yang detail atau
lengkap dapat mempermudah dan memperbaiki hasil simulasi atau analisa.
3. Standar yang dipakai, biasanya mengacu pada standar IEC dan ANSI, frekuensi
sistem dan metode-metode yang dipakai.
4. Study Case, berisikan parameter-parameter yang berhubungan dengan metode
studi yang akan dilakukan dan format hasil analisa.

25
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di pelanggan PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan,
yang disuplai oleh jaringan distribusi sekunder yang bersumber dari gardu
distribusi DS 0587 yang terletak di Jl. Tukad Batanghari. Waktu penelitian
dilakukan pada bulan November 2015.

3.2 Data
3.2.1 Sumber Data
Data – data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari PT. PLN
(Persero) Area Bali Selatan, serta hasil pengukuran langsung ke lokasi tempat
melakukan penelitian yaitu pelanggan listrik yang bersumber dari Gardu
Distribusi DS 0587.
3.2.2 Jenis Data
Data yang dipakai dalam analisis ini adalah sebagai berikut :
1. Data Primer
Merupakan data yang didapat dari pengukuran langsung pada konsumen
listrik yang bersumber dari Gardu Distribusi DS 0587, yaitu data beban tiap
pelanggan.
2. Data Sekunder
Merupakan data yang didapat dari PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan yaitu,
data rekap pelanggan, spesifikasi teknis Gardu Distribusi DS 0587, nilai
impedansi penghantar JTR Distribusi DS 0857, dan diagram segaris jaringan
distribusi sekunder.

26
3.3 Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Alat Penelitian
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Digital Clam
Meter Merk Kyoritsu Model 2007A.

3.3.2 Cara Pengambilan Data


1. Metode Observasi
Melakukan metode pengumpulan data dengan cara pengukuran langsung ke
masing-masing pelanggan PLN yang disuplai oleh jaringan distribusi sekunder
yang bersumber dari gardu distribusi DS 0587, serta pengumpulan data yang
didapat dari PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan, Rayon Denpasar.
2. Penelaahan Kepustakaan
Merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca
literatur – literatur yang berkaiatan dengan analisis ketidakseimbangan beban
pada jaringan distribusi.

3.4 Metode Analisis Data


Analisis dalam penyusunan usulan proposal tugas akhir ini dilakukan
dalam bebarapa tahapan sebagai berikut :
1. Pengumpulan data-data yang diperlukan berupa panjang jaringan tegangan
rendah, panjang jaringan SR, impedansi konduktor, daya kontrak pelanggan
yang disuplai oleh jaringan distribusi sekunder yang bersumber dari gardu
distribusi DS 0587.
2. Menghitung prosentase pembebanan Transformator menggunakan persamaan
(2.8).
3. Menghitung ketidakseimbangan beban pada jaringan tegangan rendah dengan
menggunakan persamaan (2.13), (2.14), (2.15) dan (2.16).
4. Menghitung rugi-rugi daya pada kondisi seimbang dan kondisi tidak seimbang
dengan menggunakan persamaan (2.17) dan (2.18).
5. Membandingkan hasil dari perhitungan rugi-rugi daya.

27
3.5 Alur Analisis
Alur analisis (flowchart) yang digunakan dalam penelitian ini seperti
gambar berikut :

MULAI

Pengambilan Data :
1. Data pembebanan masing-masing pelanggan PLN
2. Panjang, diameter, jenis, impedansi saluran JTR dan SR

Analisis Perhitungan :
1. Prosentase ketidakseimbangan beban
2. Rugi-rugi daya beban seimbang
3. Rugi-rugi daya beban tidak seimbang

Penarikan Kesimpulan :
1. Prosentase ketidakseimbangan beban
2. Rugi-rugi daya beban seimbang
3. Rugi-rugi daya beban tidak seimbang

SELESAI

Gambar 3.1 Alur Analisis

28

Anda mungkin juga menyukai