Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PEMELIHARAAN AL-QUR’AN (2)


Rasm Utsmaniy Dan Penyempurnaan Penulisan Alquran Setelah Masa Khulafaur-Rasyidin
(Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an)

DOSEN PENGAMPU :
Dedi Fachrudin
DISUSUN OLEH :
Nama : Achmad Noer Fadjri (11190510000232)
Kelas KPI-1E

KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat limpahan rahmat, karunia dan nikmat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Pemeliharaan Al-Qur’an (Rasm Utsmaniy dan
Penyempurnaaan Rasmul Qur’an setelah Masa Khulafa’ul-Rasyidin)” ini. Shalawat serta salam semoga
tetap tercurah kepada Nabi akhir zaman, Nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan keluargaNya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu yang telah banyak membantu serta teman-
teman yang telah memberikan dukungan kepada kami hingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya, Makalah bertema “Pemeliharaan Al-Qur’an (Rasm Utsmaniy dan Penyempurnaaan
Rasmul Qur’an setelah Masa Khulafa’ul-Rasyidin)” ini telah selesai kami susun guna memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Ulumul Qur’an. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi khalayak pembaca pada
umumnya dan penulis khususnya. Kritik dan saran sangat kami harapkan dalam upaya perbaikan dalam
membuat makalah selanjutnya. Terimakasih. Selamat membaca.

Ciputat, 03 Oktober 2019

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………………………………………..1
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….…………..……....2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….…….…………3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang……………………………………………………………………..………..……..4
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………….…………..….4
C. Tujuan………………………………………………………………………………….………….4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Rasm Al-Qur’an………………………………………………………….………...…..5
B. Kaidah-Kaidah……………………………………………………………………….………..……5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………………………………..10
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………11

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an secara etimologi berarasal dari bahasa Arab yang berarti “bacaan”. Sedangkan secara
terminologi, Al-Qur’an dapat di simpulkan yaitu kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW sebagai mu’jizat yang diwahyukan kepadanya melalui perantara malaikat jibril. Dari pengertian
tersebut, bahwa Al-Qur’an memiliki keistimewahan sejarah yang luar biasa mulai dari penurunan nya
sampai ke tangan umat islam hingga saat ini.
Tiada satu bacaan pun seperti Al-Qur’an yang di pelajari redaksinya bukan hanya dari segi
penepataan kata demi kata tetapi juga kandungan nya yang tersurat, tersirat bahkan sampai pada kesan-
kesan yang ditimbulkan oleh pembacanya. Dengan demikian Al-Qur’an telah terpelihara keotentikannya,
tidak ada satu surat, satu ayat, atau satu huruf pun yang berubah dari redaksi aslinya sejak di turunkan
kepada nabi Muhammad sampai sekarang.
Pada saat pemeliharaan Al-Qur’an pada zaman sahabat nabi, terjadi permasalahan akibat banyak nya
macam qiraat sehingga menimbulkan umat islam saling menyalahkan dan mengalami perselisihan. Sampai
akhirnya Usman bin Affan berinisiatif untuk melakukan standarisasi Al-Qur’an untuk menyatukan
penulisan Al-Qur’an yang sampai saat ini kita gunakan dan dikenal dengan sebutan Mushaf Utsamani atau
Rasm Utsmani.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian rasm al-qur’an
2. Kaidah-kaidah rasm utsmani
3. Penyempurnaan penulisan al-Qur’an setelah masa khulafaur rasyidin
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Rasm Al-Qur’an
2. Untuk mengetahui kaidah-kaidah rasm utsmani
3. Untuk mengetahui penyempurnaan penulisan al-Qur’an setelah masa kulafaur rasyidin

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Rasm Al-Qur’an


Rasm berasal dari kata ‘rasama yarsamu’ yang berarti menggambarkan atau melukis. Rasm Al-
Qur’an adalah tulisan al-Qur’an, baik dalam hal penulisan lafaznya maupun dalam penulisan hurufnya.
Istilah rasm dalam ulumul al-Qur’an diartikan sebagai pola penulisan al-Qur’an yang digunakan Utsman
bin Affan dan sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan al-Qur’an. 1 Kemudian pola penulisan
tersebut dijadikan standar dalam penulisan kembali atau penggandaan mushaf al-Qur’an. Pola penulisan ini
kemudian lebih populer dengan rasm utsmani.2
Adapun definisi rasm al-utsmani adalah sebagai berikut : ketentuan atau gaya yang digunakan oleh
Utsman dan sahabat-sahabat yang lain dalam menulis al-Qur’an dan menuliskan huruf-hurufnya yang
terdapat dalam mushaf-mushaf yang dikirim ke beberapa penjuru dan kota serta mushaf al-imam yang
berada dalam tangannya sendiri. 3 Pada umumnya, tulisan Arab sesuai dengan pengucapannya, tanpa ada
penambahan, pengurangan, penggantian, dan perubahan. Namun, tidaklah demikian dengan Rasm al-
Qur’an yang sebagiannya tidak selalu sesuai dengan pengucapannya.
Rasm al-Qur’an ada dua macam4 : pertama, ar-Rasm al-mushhaf yang disebut juga dengan Rasm
Usmani yakni rasm yang digunakan tim yang dibentuk oleh Usman untuk menulis al-Qur’an pada masa
kekhalifahannya. Kedua, rasm qiyasi yang disebut juga dengan rasm ishtilahi atau imla’i sebagai khat
(tulisan) yang mukhtara (diciptakan) yang huruf-hurufnya ditulis sesuai dengan bunyi lafaznya dan selaras
dengan kaidah-kaidah imla’ (penulisan) yang ditetapkan para pakar bahasa setelah penulisan mushaf-
mushaf Usman, sesuai dengan perkembangan kebahasaan.

B. Kaidah- Kaidah Rasm Utsmani


Pada masa Khalifah Utsman bin Affan umat islam telah tersebar keberbagai penjuru dunia sehinnga
pemeluk agama islam bunya hanya orang-orang Arab saja. Pada saat itu muncul perdebatan tentang
pembaan Al-Qur’an yang masing-masing pihak mempunyai dialek yang berbeda. Sangat disayangkan
masing-masing pihak merasa bahwa bacaan yang digunakannya adalah yang terbaik. Kemudian seorang
sahabat bernama Huzaifah mengajukan usul kepada Khalifah Usman bin Affan untuk menulis mushaf yang
dapat diterima oleh semua pihak (seluruh umat islam). 5

1
Prof. Dr. M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulumul Qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008) hlm. 91.
2
Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah, Bulhuts Qur’aniyyah, (Mesir: Al-Syarkah al-Mishriyyah, 1971) hlm. 150.
3
Alimin Mesra, M. Ag, dkk, Ulumul Qur’an, (Jakarta : Pusat Studi Wanita UIN Jakarta, 2005) hlm. 128-129.
4
Dr. Naqiyah Mukhtar, M. Ag., Ulumul Qur’an, (Purwokerto: STAIN Press, 2013) hlm. 37.
5
Drs.H. Ahmad Syahdali, M.A , Drs.H Ahmad Rofi’i, Ulumul Quran 2 (Bandung:Pustaka Setia, 2000) hlm 2.

5
Maka dibentuklah tim khusus untuk menulis mushaf Al-Qur’an sebagai yang diharapkan. Tim
khusus ini di ketuai oleh Zaid bin Tsabit dengan para anggota; Abdullah bin Zubair, Abdurrahman bin
Haris bin Hisyam dan Sayyid bin Asy’ats. Mereka menulis al-Qur’an dengan berpedoman pada mushaf
yang terdapat pada Khafsoh serta hafalan para sahabat. Kemudian Usman berpesan: “jika terjadi perbedaan
diantara kalian mengenai Al-Qur’an, maka tulislah menurut dialek Quraisy, karena Al-Qur’an diturunkan
dalam bahasa mereka. 6Penulisan al-Qur’an ini sering disebut mushaf utsmani atau rasmul utsmani.
Setelah itu penulisan ini diperbanyak menjadi 4 yang kemudian dikirim ke Kufah, Basrah, Syam,
dan ditangan khalifah sendiri. Untuk naskah-naskah lainnya ditiadakan (dengan dibakar) karena
dikhawatirkan akan timbul perbedaan. Di dalam bahasa Arab digunakan tiga macam metode penulisan,
yakni penulisan mushaf utsmani, penulisan Arud (ilmu untuk menimbang syair) dan penulisan biasa yaitu
tata cara penulisan yang biasa digunakan dalam tulis menulis harian.
Ciri-ciri mushaf al-Qur’an yang ditulis pada masa Khalifah Usman binAffan ialah : ayat-ayat Al-
Qur’an yang tertulis didalam nya seluruhnya berdasarkan riwayat mutawatir, dan surah-surah maupun
ayat-ayatnya disusun dengan tertib sebagaimana mushaf yang dapat kita saksikan sekarang.7
Mengenai kedudukan penulisan mushaf Usmani (rasm Utsmani) terdapat beberapa pendapat ulama.
Sebagian mengatakan bahwa rasm tersebut bersifat tawqifi. Golongan ini berpendapat bahwa dalam
menggandakan Al-Qur;an kita wajib meniru rasm usmani. Segolongan ulama lainnya berpendapat bahwa
rasm usmani tidak bersifat tawqifi, sehingga kita dapat saja menyalahi bentuk rasm tersebut. Jumhur ulama
tafsir cenderung mendungan pendapat pertama, dengan alasan untuk konsistensi dan keseragaman cetakan
Al-Qur’an. Sekalipun ada penyimpangan dari rasm yang baku, tetapi ternyata rasm usmani lebih
memperkaya bentuk qiraah dari pada bentuk rasm yang baku.
Kaedah penulisan Alquran dengan Rasm Utsmani, berbeda dengan Rasm Imla-iy. Sebagaimana para
ulama pada umumnya membatasi kaidah-kaidah ar-Rasm al-usmani pada enam pedoman sebagai berikut :8
a. Pengurangan Huruf / Hadzf (‫)ا ْل َح ْذف‬
Hadzf artinya membuang. Misalnya dalam penulisan Al-Qur’an ada beberapa huruf yang dibuang.
 Contoh wau yang dibuang:
ُ ‫ا َ ْلغَاونَ (ا َ ْلغ‬
) َ‫َاو ْون‬
 Contoh ya’ yang dibuang:
)‫ِي ِدي ِْن ( ِد ْينِ ْي‬
َ ‫َول‬
 Contoh lam yang dibuang:
)‫(واللَّ ْي ِل‬
َ ‫َوالَّ ْي ِل‬
b. Penambahan Huruf / Ziyadah (‫)الزيَادَة‬
ِّ
Ziyadah artinya menambah. Maksudnya dalam kaidah imlai huruf-huruf tersebut tidak ada, namun
dalam penulisan di Al-Qur’an dimunculkan walaupun tidak memengaruhi bacaan.

6
Shubhi Shalih, Mabahits fi Ulumu al-qur’an, (Beirut: Dar al-llm al-Malayin, 1997) hml 68.
7
Prof. Dr. M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulumul Qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008) hlm. 32.
8
Dr.Naqiyah Mukhtar, M.Ag. Ulumul Quran (Yogyakarta: penerbit STAIN Press, 2013) hml 37-40.

6
 Contoh penambahan alif:
)ُ ‫(َل َ ْذبَ َحنَّه‬
َ ُ‫أ َ ْو ََلَا ْذبَ َحنَّه‬
 Contoh penambahan wau:
)‫سأ ُ ِر ْي ُك ْم‬ ِ ُ ‫سأ‬
َ ( ‫ور ْي ُك ْم‬ َ
 Contoh penambahan ya’:
)ٍ‫ِبأَيْي ٍد ( ِبأ َ ْيد‬
c. Tentang Huruf Hamzah (‫)ا ْل َه ْم َزة‬
Hamzah yang berharakat sukun ditulis dengan huruf sesuai dengan harakat huruf sebelumnya. jika
َ ْ ‫ْلبَأ‬
huruf sebelumnya berharakat fathah, maka huruf hamzah ditulis dengan َ ‫ أ‬seperti kata . Apabila huruf 9 ِ‫ساء‬
sebelumnya mempunyai harakat dhammah, maka huruf hamzah ditulis dengan ‫ََ ْو‬. Kemudian bila huruf
sebelumnya berharakat kasrah, maka huruf hamzah ditulis dengan ‫ي‬.
d. Penggantian Huruf / Badal (‫)البَدْل‬
Badal artinya mengganti. Adapun maksudnya yaitu mengganti satu huruf dengan huruf yang lain.
 Mengganti alif dengan wau:
َّ ‫صلَوة ُ (ال‬
)ٍ‫ َكمِ ْشكَو ٍة ( َك ِم ْشكَاة‬،)ُ‫ص ََلة‬ َّ ‫ال‬
 Mengganti alif dengan ya’:
َ َ ‫سفَى (يأ‬
)‫سفَا‬ َ َ ‫ يأ‬،)‫ض َحا‬
ُّ ‫ض َحى (ال‬
ُّ ‫ال‬
e. Fashal dan Washal (‫ص ُل َوا ْل َوصْل‬
ْ َ‫)ا ْلف‬
Yang dimaksud fashal / washal adalah pemisahan atau penggabungan dalam penulisan. Istilah
lainnya adalah maqthu’ dan maushul yang maksudnya sama. Contoh:
‫ِإ ْن َّما – ِإ َّما‬ َ – ‫ع ْن َّما‬
‫ع َّما‬ َ 
‫أ َ ْن لَ ْن – أَلَّ ْن‬ ‫مِ ْن َّما – مِ َّما‬ 
‫أ َ ْن ََّّل – أ َ ََّّل‬ ‫أ َ ْم َّم ْن – أ َ َّم ْن‬ 

6. Kalimat yang mengandung dua bacaan (qiraat) dan ditulis salah satunya.
Apabila ada kata yang dibaca berbeda oleh para ahli qiraat, maka penulisannya hanya satu saja
diambil dari yang paling banyak menggunakan.
Contoh:
‫ِين‬
ِ ‫َملِكِ يَ ْو ِم الد‬
Kata ( ِ‫ ) َملِك‬pada mimnya tidak terdapat alif walaupun dibaca panjang dalam riwayat Imam Hafsh
karena kebanyak qiraat membacanya dengan pendek.
ُ ‫ص‬
َ‫ط َوإِلَ ْي ِه ت ُ ْر َجعُون‬ ُ ِ‫ َوّللاُ يَ ْقب‬...
ُ ‫ض َويَ ْب‬
ُ ‫ص‬
Pada Al-Baqarah 235, kata (‫ط‬ ُ ‫ )يَ ْب‬ditulis dengan shad walaupun dalam riwayat Imam Hafsh dibaca
dengan sin. Hal ini karena kebanyakan qiraat membacanya dengan shad.

9
Q. S. al-An-am : 42

7
C. Penyempurnaan Penulisan Al-Qur'an Setelah Masa Khulafaur-Rasyidin
Sebagaimana diketahui, bahwa bentuk tulisan Alquran dan tulisan-tulisan berbahasa Arab lainnya
pada masa awal (masa Nabi dan Khulafaurrasyidin) ditulis tanpa titik dan baris (syakal). Sejalan dengan
perkembangan agama Islam, semakin banyak orang-orang non-Arab memeluk Islam, maka timbul
persoalan bagi mereka untuk membaca Alquran yang tanpa titik dan baris itu. Bahkan tidak jarang
kesalahan baris (harakat) dalam bacaan Alquran dapat mengakibatkan perubahan makna yang sangat
fundamental. Sebagai contoh, suatu ketika Abul-Aswad ad-Du’ali mendengar seorang qari membaca Surat
at-Taubah ayat 3, ‫ﺳﻮﻟر و ﻟﻤﺸﺮﻛﯿﻦا ﷲ ﺑﺮﯾﺊ ﻣﻦ ُُأن ﮫ‬. Ayat ini seharusnya dibaca dengan tanda dhammah pada
huruf lam lafazh ُ‫ ﺳﻮﻟر ﮫ‬. Akan tetapi oleh qari’ tersebut dibaca ِ‫ ﺳﻮﻟر و ﮫ‬dengan membaca kasrah pada huruf
lam. Hal ini mengejutkan Abul Aswad dan ia berkata: “Maha Tinggi Allah untuk meninggalkan rasul-
Nya”. Kemudian Abul Aswad melaporkan hal ini kepada Ziyad bin Samiyyah, Gubernur Basrah pada masa
pemerintahan Mu’awiyah (661 - 680 M). Lalu Abul Aswad diminta untuk membubuhkan tanda baca
(syakal) guna menghindari kesalahan membaca di kalangan kaum muslimin. Memenuhi permintaan
tersebut Abul Aswad memikirkan dan merumuskan tanda baca berupa : titik satu di atas huruf ( • )
sebagai tanda fathah (bunyi vokal ‘a’); titik satu di bawah huruf ( . ) sebagai tanda kasrah (bunyi vokal ‘i’)
dan titik satu di depan huruf ( ·-- ) sebagai tanda dhammah (bunyi vokal ‘u’). Dalam penulisan mushhaf,
tanda harakat ini diberi warna berbeda dengan tulisan
Pemeliharaan Alquran 5
hurufnya, dan ia tidak dibubuhkan pada setiap huruf melainkan hanya pada huruf terakhir setiap kata
sebagai tanda i’rab.2 Setelah pemberian tanda syakal/harakat tersebut selesai, persoalan lain yang muncul
dalam pembacaan mushhaf Alquran adalah kesamaan bentuk beberapa huruf yang tidak bisa dibedakan
kecuali oleh orang yang sudah terbiasa dengan huruf-huruf tersebut, atau mereka yang sudah hafal
Alquran. Seperti huruf bā’, tā’, tsā’, nūn’, dan yā’ yang dilambangkan dengan bentuk huruf yang sama,
tanpa titik ( ) ‫ ٮ‬untuk kelima macam huruf tersebut. Demikian pula huruf jīm, hā dan Khā yang ditulis
tanpa titik ( ); ‫ ح‬huruf dāl dan dzāl ditulis ‫ ;د‬huruf rā dan zāy ditulis ‫ ; ر‬huruf sīn dan syīn ditulis ‫ ;س‬dan
lain-lainnya. Sehingga tidak bisa dibedakan antara huruf yang satu dengan yang lainnya, kecuali bagi orang
yang sudah hafal atau pernah mempelajarinya secara lisan. Untuk mengatasi kesulitan ini (membedakan
huruf-huruf yang berlambang sama), Gubernur Irak, Al-Hajjaj bin Yusuf (w. 714 M.) menugaskan kepada
Nashr bin Ashim (w. 708 M) dan Yahya bin Ya’mur (w. 747 M) – keduanya adalah murid Abul Aswad
ad-Du’ali – untuk membubuhkan tandatanda pembeda antara huruf-huruf yang bersimbol sama. Dalam
menjalankan tugasnya, Nashr bin Ashim dan Yahya bin Ya’mur membubuhkan titik-titik diakritis untuk
membedakan huruf-huruf yang bersimbol sama. Hasil dari karya mereka berdua maka jadilah bentuk abjad
huruf Arab seperti yang kita kenal sekarang ini. Setelah pembedaan huruf-huruf konsonan yang bersimbol
sama sudah selesai dilakukan, persoalan lain yang muncul adalah, bagaimana membedakan antara tanda
titik yang menunjukkan syakal (yang dibuat oleh Abul Aswad Ad-Du’ali) dengan tanda titik diakritis yang
menunjukkan jenis huruf (yang dibuat oleh Nashr bin Ashim dan Yahya bin Ya’mur)? Untuk mengatasi
masalah ini, maka Al-Khalil bin Ahmad (718 – 786 M.),3 melakukan penyempurnaan terhadap karya Abul

8
Aswad Ad-Du’ali dengan mengganti tanda titik yang menunjukkan bunyi vokal ‘a’, ‘i’ dan ‘u’, masing-
masing diganti dengan huruf-huruf layyin (alif, yā’ dan wāw). Huruf-huruf tersebut ditulis dalam bentuk
kecil pada posisi titi-titik tanda vokal yang digantikannya. Sehingga untuk bunyi vokal ‘a’ diberi tanda alif
kecil di atas huruf ( - - ‫) ا‬, untuk bunyi vokal ‘i’ diberi tanda huruf ya’ kecil di bawah huruf ( -- ) ‫ ى‬, dan
untuk bunyi vokal ‘u’ diberi tanda huruf waw kecil di depan huruf ( - ).‫ و‬Dalam perkembangan
selanjutnya, tanda vokal dalam bentuk huruf alif, yā’ dan wāw dipandang kurang efisien, maka digantilah
huruf-huruf tersebut dengan tanda baris seperti yang kita kenal sekarang ini.4

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rasm Al-Qur’an adalah tulisan al-Qur’an, baik dalam hal penulisan lafaznya maupun dalam
penulisan hurufnya. Rasm al-Qur’an ada dua macam10 : pertama, ar-Rasm al-mushhaf yang disebut juga
dengan Rasm Usmani. Kedua, rasm qiyasi yang disebut juga dengan rasm ishtilahi atau imla’i sebagai khat
(tulisan).
Rasm al-utsmani adalah pola penulisan atau ketentuan atau gaya yang digunakan oleh Utsman dan
sahabat-sahabat yang lain dalam menulis al-Qur’an. Modifikasi mushaf Al-Qur'an pada masa utsmani tidak
lepas dari dorongan untuk menghindari perbedaan bacaan (qiraat) al-Qur'an yang semakin meruncing
seiring meluasnya kekuasaan Islam. Di antara rumusan kaidah Rasm Usmani yang banyak diikuti oleh para
ulama ada enam kaidah penulisan yaitu, pengurangan huruf, penambahan huruf, tentang huruf hamzah,
penggantian huruf, penggabungan huruf dan kalimat yang mengandung dua qiraat atau bacaan.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari kesempuranaan.
Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasaan
makalah dalam kesimpulan diatas.

10
Dr. Naqiyah Mukhtar, M. Ag., Ulumul Qur’an, (Purwokerto: STAIN Press, 2013) hlm. 37.

10
DAFTAR PUSTAKA

al-Buhuts al-Islamiyah, Majma’. 1971. Bulhuts Qur’aniyyah. Mesir: Al-Syarkah al-Mishriyyah.


Mesra, Alimin, dkk. 2005. Ulumul Qur’an, Jakarta : Pusat Studi Wanita UIN Jakarta.
Mukhtar, Naqiyah. 2013. Ulumul Quran. Yogyakarta: penerbit STAIN Press.
Shalih, Shubhi. 1997, Mabahits fi Ulumu al-qur’an. Beirut: Dar al-llm al-Malayin.
Shihab, Quraish, dkk. 2008. Sejarah dan Ulumul Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Syahdali, Ahmad, Ahmad Rofi’i. 2000. Ulumul Quran 2. Bandung:Pustaka Setia.

11

Anda mungkin juga menyukai