Anda di halaman 1dari 73

LOG BOOK

GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL

FRAKTUR TULANG

Dosen pengampu : Ns. Fiora Ladestiva, M.Kep. Sp.Kep. MB

Disusun oleh :

Kelas Keperawatan medikal bedah III Tutor F

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN JAKARTA

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PRODI S1 KEPERAWATAN

2019
1. Anatomi dan Fisiologi beserta Klasifikasi
 Sistem muskuloskeletal

Sistem muskuloskeletal tersusun atas


tulang dan sistem skeletal, kartilago
(jaringan ikat), ligament, tendon, dan otot
serta sendi skeletal. Tulang bertindak
sebagai kerangka tubuh dan untuk
perlekatan otot, tendon, dan ligament.
Inervasi oleh sistem saraf, kontraksi dan
relaksasi otot memungkinkan gerakan
sendi.

 Jenis rangka

Skeletal atau rangka dibagi menjadi dua


bagian besar, yaitu :

1. Rangka aksial yang membentuk sumbu


tubuh, meliputi tengkorak, kolumna
vertebrata, serta toraks
2. Rangka apendikular yang meliputi ekstremitas superior dan inferior.

 Struktur Tulang
Sel tulang mencakup osteoblast (sel yang membentuk tulang), osteosit (sel yang
mempertahankan matriks tulang), osteoklas (sel yang meresorpsi tulang), dan sel
osteoprogenitor (sumber semua sel tulang kecuali osteoklas). Matriks tulang
adalah elemen ekstraseluler jaringan tulang; tulang terdiri atas serabut kolagen,
mineral (terutama kalsium dan fosfat) , protein, karbohidrat,dan (substansi dasar).
Substansi dasar adalah bahan gelatin yang memfasilitasi difusi gizi, sampah dan
gas antara pembuluh darah dan jaringan tulang. Tulang ditutupi dengan
periosteum, jaringan ikat berlapis ganda. Lapisan luar periosteum mengandung
pembuluh darah dan saraf; lapisan dalam menjangkarkan tulang.
Tulang tersusun atas jaringan ikat kaku yang disebut jaringan oseus, ada dua
jenis, yaitu tulang laminar (tulang kuat dan matur pada skeleton orang dewasa)
dan tulang beranyam (yang memberikan kerangka sementara untuk menyokong
dan diemukan pada fetus yang berkembang, sebagai bagian penyembuhan
fraktur, dan pada area sekitar tumor dan infeksi tulang). Ada dua jenis tulang
matur: tulang padat dan tulang kanselosa (berongga). Tulang padat membentuk
kulit luar tulang, sedangkan tulang kanselosa ditemukan dibagian dalam tulang.
Tulang kanselosa tersusun atas struktur seperti kisi-kisi (trabekula), dilapisi
dengan sel osteogenik dan diisi dengan sumsum tulang nerah atau kuning (Porth
& Matfin, 2009).
Unit struktur dasar tulang laminar adalah sistem havers (juga dikenal sebagai
osteon). Sistem havers terdiri atas kanal sentral, disebut kanal havers; lapisan
konsentrik matriks tulang, disebut lamella; ruang antara lamella, disebut kanalikuli.
Bagian berongga pada tulang panjang dan tulang pipih mengandung jaringan
untuk hematopoiesis. Pada orang dewasa, bagian ini deisebut rongga sumsum
tulang merah, ada di pusat berongga tulang pipih (khususnya sternum) dan hanya
pada dua tulang pipih yaitu humerus dan kepala femur.

A. Bentuk tulang

Berdasarkan bentuk dan ukurannya, tulang dapat dibagi menjadi beberapa


penggolongan:

1. Tulang panjang (ossa longa). Bentuknya bulat panjang dengan rongga besar di
bagian tengah seperti sebuah pipa. Contohnya tulang lengan atas, tulang lengan
bawah, tngan, tungkai, dan kaki. Badan tulang ini disebut diafisis, sedangkan
ujungnya disebut epifisis.
2. Tulang pendek (ossa brevia). Bentuknya bulat pendek. Contohnya tulang
pergelangan tangan, tulang pergelangan kaki, ruas-ruas tulng belakang, dan
tulang tempururng lutut.
3. Tulang pipih (ossa plana). Bentuknya pipih atau gepeng. Contohnya tulang
belikat, tulang dada, tulang rusuk, tulang panggul, dan tulang-tulang tengkorak.
4. Tulang tidak beraturan (ossa irregular). Contohnya tulang wajah.
5. Tulang berongga (ossa pneumatika). Contohnya tulang maxilla.
6. Tulang rawan (kartilago). Tulang rawan berkembang dari mesenkim membentuk
sel kondrosit yang kemudian menempati rongga kecil pada matriks dengan bentuk
seperti gel. Jenis-jenis tulang rawan, yaitu :
a. Hialin cartilago, berwarna putih-biru transparan, berserat elastic dengan elastisitas
tinggi. Terletak pada endi, aluran pernapasan, ujung tulang rusuk.
b. Elastic cartilgo, berwarna kuning, berserat elastik dengan elastisitas tinggi, dan
terletak pada telinga, laring, dan epiglotis.
c. Fibrokartilago, berwarna gelap keruh, berserat kolagen dengan elastisitas yang
rendah dan terletak pada antar tulang belakang.

B. Sistem skeletal

Jumlah tulang dalam sistem skeletal manusia yang saling berhubungan yaitu
sekitar 206 buah tulang dan dibagi dalam beberapa bagian, yakni :

1. 8 buah os.neurokranial / tengkorak kepala


2. 14 buah os.splanknokranial / tengkorak wajah
3. 6 buah tulang telinga dalam
4. 1 buah os.hyodeous / tulang lidah
5. 25 buah tulang kerangka dada (thoraks)
6. 26 buah kolumna vertebrata / tulang belakang dan gelang pinggul
7. 64 buah ekstremitas superior / tulang anggota gerak atas
8. 62 buah ekstremitas inferior / tulang anggota gerak bawah.

 Kranium / Tulang tengkorak

Tulang tengkorak adalah tulang yang menyusun kerangka kepala yang terdiri dari
8 buah tulang yang menyusun kerangka kepala dan 14 buah tulang yang
menyusun kerangka wajah. Tulang-tulang tersebut dihubungkan oleh sendi mati
sehingga bersifat sutura( tidak dapat digerakan). Fungsi utama tulang tengkorak
adalah melindungi otak.
1. Os. Neurokranium / Tulang tengkorak bagian kepala terdiri dari :
a. Tulang frontal,
pembentuk bagian dahi
dan rongga mata atas
b. Tulang parietal, tulang
yang menutup bagian
sisi hingga ke atas
c. Tulang temporal,
bagian tulang samping
kiri kanan kepala dekat
teling
d. Tulang oksipital,
bagian belakang
tengkorak
e. Tulang spenoid, tulang
di sekitar rongga mata
f. Tulang ethmoid, tulang
penyusun rongga
hidung.
2. Os.splanknokranium / Tulang tengkorak bagian wajah, terdiri dari :
a. Tulang mandibula, pembentuk rahang bawah yang posisinya menempel pada
tulang temporal
b. Tulang maksila, pembentuk rahang atas, menyusun sebagian dari hidung, dan
langit-langit mulut
c. Tulang palatinum, tulang yang menyusun sebagian hidung dan atap mulut
d. Tulang zigomatik, tulang pipi
e. Tulang hidung
f. Tulang lakrimal, sekat tulang hidung.

 Os. hyoid

Tulang hyoid merupakan tulng


berbentuk huruf U yang terdapat
diantara laring dan mandibula dan
hanya ada dalam tubuh manusia.
Berfungsi sebagai tempat pelekatan
beberapa otot mulut dan lidah
sehingga berperan penting dalam
berbicara dan menelan. Tulang hyoid
juga melindungi jaringan rapuh dari
laring dan faring.

 Kolumna vertebratae /
Tulang belakang

Tulang belakang berfungsi


untuk menegakkan badan
dan menjaga keseimbangan.
Ruas-ruas tulang belakang
bertugas menyokong kepala
dan tangan, serta menjadi
tempat melekatnya otot
tulang rusuk, dan beberapa
organ lain.
Pada tulang belakang terjadi perlengkungan yangberfungsi untuk menyangga
berat dan memungkinkan tubuh berbagai gerakan dan posisi.

Ruas-ruas tulang belakang terdiri dari 33 buah tulang dengan bentuk tidak
beraturan, yaitu :

1. Tujuh ruas pertama disebut tulang leher. Ruas pertama disebut tulang atlas dan
ruas kedua berupa tulang pemutar atau poros.
2. Dua belas ruas berikutnya membentuk tulang punggung dan tempat melekatnya
tulang rusuk.
3. Lima ruas berikutnya merupakan tulang pinggang.
4. Lima ruas tulang kelangkangan (secrum) yang menyatu, berbentuk segitiga dan
terletak dibawah rua-ruas tulang pinggang.
5. Tulang ekor (coccyx) yang tersusun atas 3—5 ruas tulang belakang yang
menyatu.

 Thorax / Tulang dada


1. Tulang dada (thorax)
Tulang dada (bersama tulang rusuk) membentuk pelindung organ-organ yang
terdapat di dada, seperti jantung, paru-paru, dan pembuluh darah besar. Terletak
di bagian tengah ada dengan sisi yang terdapat tempat lekat untuk tulang rusuk.
Tulang dada tersusun atas tiga jenis tulang, yaitu :

a. Manubrium atau tulang hulu, terletak di bagian atas tulang dada dan tempat
melekatnya tulang rusuk pertama dan kedua
b. Gladiolus atau tulang badan, terletak di bagian tengah dan tempat melekatnya
tulang rusuk ketiga sampai ketujuh serta gabungan tulang rusuk kedelapan
sampai sepuluh
c. Xipoid atau tulang taju pedang, terletak di bagian bawah dan terbentuk dari tulng
rawan.
2. Os. Costae / Tulang rusuk
Tulang rusuk berbentuk tipis, pipih, dan melengkung. Tulang rusuk dibedakan
menjadi tiga bagian yaitu:

a. Costa vera / Tulang rusuk sejati (7 pasang)

Tulang rusuk yang pada


bagian belakang
berhubungan dengan ruas-
ruas tulang belakang dan
ujung depannya
berhubungan dengan tulang
dada dengan perantara
tulang rawan.

b. Costa spuria / Tulang rusuk


palsu (3 pasang)

Tulang rusuk yang pada


bagian belakang
berhubungan dengan ruas-
ruas tulang belakang
sedangkan ketiga ujung
bagian depan disatukan oleh tulang rawan dan melekatkannya pada satu titik di
tulang dada.

c. Costa fluitantes / Tulang rusuk melayang (2 pasang)

Tulang rusuk yang agian belakang berhubungan dengan ruas-ruas tulang


belakang sedangkan ujung depannya bebas.

 Tulang bahu (pectoral girdle)


1. Tulang selangka (klavikula)

Berbentuk seperti huruf S dan


berhubungan dengan tulang lengan
atas untuk membentuk persendian.
Ujung yang satu berhubungan
dengan tulang dada sedangkan ujung
lainnya berhubungan dengan tulang
belikat.

2. Tulang belikat (skapula)

Tulang ini berukuran besar,


berbentuk segitiga, dan pipih,
terletak pada bagian belakang
tulang rusuk. Berfungsi sebagai
tempat melekatnya sejumlah otot
yang memungkinkan terjadinya
gerakan pada sendi.

 Tulang anggota gerak atas (ekstremitas superior)


1. Tulang pangkal lengan (humerus)

Termasuk dalam kelompok tulang


panjang, ujung atasnya besar, halus, dan
dikelilingi oleh tulang belikat. Pada
bagian bawah mempunyai dua lekukan
tempat tulang radius dan ulna.

2. Tulang pegumpil (radius) dan tulang


hasta (ulna)

Tulang ulna berukuran lebih besar


daripada tulang radius, dan melekat kuat
pada humerus. Tulang radius memiliki
kontribusi yang ebsar untuk gerakan
lengan bawah dibandingkan tulang ulna.

3. Tulang pergelangan tangan (karpal)


Tersusun atas 8 buah tulang yang saling dihubungkan oleh ligamen.

4. Tulang telapak tangan (metakarpal)

Tersusun atas 5 buah tulang. Pada bagian atas berhubungan dengan tulang
pergelangan tangan sedangkan bagian bawah berhubungan dengan tulang jari.

5. Tulang jari (palanges)

Tersusun atas 14 buah


tulang. Setiap jari tersusun
atas 3 buah tulang kecuali
ibu jari yang hanya
tersusun atas dua buah

tulang.

 Os. Koksa / Gelang panggul

Gelang panggul adalah


penghubung antara badan
dan anggota tubuh bawah.
Terdiri dari dua buah tulang
pinggul yang berfungsi untuk
mendukung berat badan
bersama-sama dengan ruas
tulang belakang, dan
bertugas melindungi dan
mendukung organ-organ
bawah seperti kandung
kemih, organ reproduksi, dan
sebagai tempat tumbuhnya
janin.

Tulang panggul memiliki tiga


bagian yaitu illium (tulang usus), ischum (tulang duduk), dan pubis (tulang
kemaluan).

 Tulang anggota gerak bawah (ekstremitas


inferior)
1. Tulang paha (femur)
Termasuk kelompok tulang panjang, terletak mulai dari gelang panggul sampai ke
lutut.

2. Tulang kering (tibia) dan tulang betis (fibula)

Bagian pangkal berhubungan dengan lutut bagian ujung dan berhubungan


dengan pergelangan kaki. Ukuran tulang kering lebih besar dibandingkan tulang
betis karena berfungsi untuk menahan beban atau berat tubuh. Tulang betis
merupakan tempat melekatnya otot.

3. Tempurung lutut (patela)

Terletak antara femur dan tibia,


berbentuk segitiga dan berfungsi
melindungi sendi lutut serta
memberikan kekuatan pada tendon
yang membentuk lutut.

4. Tulang pergelangan kaki (tarsal)

Termasuk tulang pendek, dan


tersusun atas 8 tulang dengan salah
satunya adalah tulang tumit.

5. Tulang telapak kaki (metatarsal)

Tersusun atas 5 buah tulang mendatar

1. Anatomi & Fisiologi


Kartilago

Skeleton terdiri dari kartilago dan tulang. Kartilago adalah suatu bentuk
semikaku, menyerupai karet pada jaringan ikat yang membentuk bagian-bagian
skeleton yang memerlukan lebih banyak fleksibilitas misalnya, tempat cartilago
costalis menempelkan costae ke sternum. Selain itu, artikulasi permukaan tulang
yang berpartisipasi dalam suatu sendi synovial juga ditutupi kartilago artikularis
yang menyebabkan permukaan luncur, friksi rendah, dan halus untuk gerakan
bebas. Pembuluh darah tidak masuk ke dalam kartilago (disebut avascular);
akibatnya, sel mendapatkan oksigen dan zat makanan melalui difusi.
Perbandingan tulang dan kartilago pada skeleton berubah sesuai pertumbuhan
tubuh; semakin muda usia seseorang, maka lebih banyak kartilago yang dimiliki
orang tersebut. Tulang-tulang bayi baru lahir sifatnya lunak dan fleksibel karena
sebagian besar terdiri dari kartilago. (Lemone Priscilla, 2016)

Kartilago adalah tipe jaringan penghubung yang padat (kolagen tipe II)
yang terdapat di semua bagian sistem musculoskeletal. Kartilago dapat menahan
tekanan dan kompresi dengan ketahanan yang besar. Berwarna semi-opaque
(putih kebiruan atau abu-abu) dan memiliki suplai saraf dan darah yang terbatas.
Sebagian besar dari rangka pada embrio adalah kartilago yang kemudian secara
bertahap menjadi tulang (osifikasi). (Black, 2014)

Tulang rawan bersifat lentur (elastis). Pada orang dewasa tulang rawan
terdapat pada telinga, ujung hidung, dan ruas antartulang belakang. Tulang rawan
disusun oleh sel-sel tulang rawan yang disebut kondrosit. Kondrosit yang matang
dibentuk dari sel-sel tulang rawan muda yang disebut kondroblas. Tulang rawan
diselubungi oleh selaput yang disebut perikondrium. (Irianto, 2012)

Kondrosit merupakan sel-sel bulat yang besar dengan sebuah nukleus


bening dan dua buah atau lebih nukleolus (anak inti sel). Kondrosit terdapat dalam
ruang-ruang di dalam tulang rawan yang disebut lakuna. Selama hidupnya sel-sel
tulang rawan menempati semua lakuna. Dinding lakuna menebal membentuk
kapsula rawan. Suatu ruang yang bening terlihat di antara kapsula dan dinding sel
diakibatkan karena adanya penyusutan kondrosit selama hidupnya yang segera
dipecah untuk membentuk kondrosit-kondrosit yang matang.

Di dalam suatu lakuna, pada umumnya terdapat dua buah sel tulang
rawan. Namun, terkadang terdapat tiga, empat, atau lebih sel-sel dalam sebuah
lakuna. Kumpulan sel-sel seperti ini disebut sarang-sarang sel atau sel-sel
isogenik. Sel-sel di dalam sebuah lakuna merupakan sel-sel bersaudara dari
turunan satu sel kondroblas tunggal. (Irianto, 2012)

Tulang rawan dibedakan menjadi tulang rawan hialin, serat (fibrosa), dan
elastin.
Tulang rawan hialin berwarna putih kebiru-biruan dan pada keadaan segar terlihat
bening. Kondrosit terletak di dalam lakuna yang berdinding licin pada matriks
tulang. Tulang rawan hialin terdapat pada semua rangka janin yang belum
menjadi tulang, tulang rawan iga, tulang rawan sendi dari persendi-sendian, dan
tulang-tulang rawan pada saluran pernapasan.

Tulang rawan fibrosa berwarna buram keputihan dan bersifat keras. Jumlah
selnya lebih sedikit dan berdiri sendiri atau mengelompok. Tulang rawan ini
dikelilingi oleh sebuah kapsul dari matriks tulang rawan. Tulang rawan fibrosa
dapat dijumpai pada ruas tulang belakang.

Tulang rawan elastin berwarna buram kekuningan, serta bersifat fleksibel dan
elastis. Sel-sel sama dengan sel-sel tulang rawan hialin dan dapat berdiri sendiri
atau berkelompok. Tulang rawan elastin terdapat pada telinga bagian luar dan
epiglotis (katup tulang rawan yang menutup celah menuju trakea). (Irianto, 2012)

1. OTOT
System muscular terdiri dari semua otot tubuh. Jenis lain jaringan otot
membentuk komponen penting organ pada system lain, termasuk kardiovaskular,
pencernaan, genitouria, dan system integument. ( Moore, L. Keith, 2013)
a. Jenis Otot
Otot dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan ciri khas yang berbeda berkaitan
dengan ;
 Apakah secara normal dapat terkontrol dengan sengaja (volunteer vs involunter)
 Apakah tampak berlurik atau tidak bila dilihat di bawah mikroskop (berlurik vs
polos).
 Apakah terletak pada dinding tubuh dan ekstremitad atau membentuk organ
berongga (viscera) rongga tubuh atau pembuluh darah (somatic vs visceral) (
Moore, L. Keith, 2013)

Tiga jenis otot dijelaskan sebagai berikut .


Sebagian otot diberi nama berdasarkan fungsinya atau tulang yang menjadi
tempat pelekatannya. Misalnya, musculus sternocleidomasteideus yang
menempel dengan sternum dan clavicula di inferior serta dengan processus
mastoideus ossis temporalis sebelah superior. Otot lain diberi nama berdasarkan
posisinya (medial, lateral, anterior, posterior) atau Panjang (brevis, pendek;
longus, Panjang). ( Moore, L. Keith, 2013)
b. Kontraksi Otot

Fungsi otot rangka adalah dengan kontraksi; otot rangka menarik dan tidak
pernah mendorong. Pelekatan otot sering dideskripsika sebagai origo dan insersi ;
origo biasanya ujung proksimal otot, tetap terfiksasi selama kontraksi otot, dan
insersi biasanya ujung distal otot, yang berubah saat berkontraksi dan dapat
digerakkan. ( Moore, L. Keith, 2013)
c. Unit structural

Unit struktral suatu otot adalah serabut otot lurik skeletal, unit fungsional
suatu otot adalah unit motoric, yang terdiri dari neuron motoric dan serabut otot
yang dikontrolnya. Banyak serabut berbeda-beda dari satu sampai beberapa
ratus. Banyak serabut berbeda-beda berdasarkan ukuran dan fungsi otot. (
Moore, L. Keith, 2013)
d. Fungsi otot

Otot memiliki fungsi spesifik dalam menggerakkan dan memposisikan tubuh


1. Penggerak atau agonis utama
Yaitu berperan menghasilkan suatu Gerakan tubuh tertentu. Otot tersebut
berkontraksi secara konsentris untuk menghasilkan Gerakan yang diinginkan,
melakukan sebagian besar kerja (mengeluarkan sebagian besar energi) yang
diperlukan. Pada sebagian besar Gerakan, terdapat pengggerak utama tunggal,
tetapi beberapa gerangan melibatkan dua penggerak utama yang bekerja dengan
tindakan yang sama.
2. Fikasator yaitu menjaga bagian proksimal ekstremitas (dekat ke pusat) melalui
kontraksi isometric saat pergerakan terjadi pada bagian distal
3. Sinergis. Melengkapi kerja penggerak utama. hubungan antara otot-otot yang
cara kerjanya secara bersamaan/saling mendukung/bekerja sama menimbulkan
gerakan yang searah. Contohnya Otot antara tulang rusuk yang saling bekerja
sama ketika kita menarik nafas.
4. Antagonis merupakan otot yang bekerja secara berlawanan, yaitu ketika salah
satu otot sedang berkontraksi maka otot yang lainnya akan berelaksasi. Gerakan
ini akan menimbulkan beberapa jenis sebagai berikut:
a. Fleksi dan ekstensi

Fleksi atau fleksor adalah gerakan membengkok atau menekuk. Sedangkan


ekstensi atau ekstensor merupakan gerakan lurus atau meluruskan. Misalnya,
gerakan yang terjadi ketika kita menekuk lengan atau siku, lutut, ruas-ruas jari,
dan bahu.

b. Addukasi dan abdukasi

Addukasi atau adduktor adalah gerakan mendekati tubuh. Sedangkan abdukasi


atau abduktor yaitu gerakan menjauhi tubuh. Misalnya, gerak yang terjadi ketika
kita melakukan gerakan merentangkan tangan, membuka tungkai kaki, serta
gerakan mengacungkan tangan.
c. Elevasi dan depresi

Elevasi atau elevator yaitu gerakan mengangkat. Sedangkan depresi atau


depresor merupakan gerakan menurunkan. Misalnya, gerakan ini terjadi jika kita
menengadahkan dan menundukkan kepala.

d. Supinasi dan pronasi

Supinasi atau supinator gerak menelentangkan. Sedangkan pronasi atau pronator


adalah gerak menelungkupkan. Gerakan ini terjadi misalnya, ketika kita
melakukan gerakan menelentangkan dan menelungkupkan telapak tangan.
e. Inversi dan eversi

Inversi yaitu gerakan memutar kaki sehingga sisi dalam telapak kaki akan
terangkat ke dalam. sedangkan eversi adalah gerakan memutar kaki sehingga sisi
luar telapak kaki kan terangkat ke luar. Misalnya, ketika kita memiringkan atau
membuka telapak kaki ke araah dalam tubuh maka akan menimbulkan gerak
inversi. Contoh lainnya ketika kita memiringkan atau membuka telapak kaki ke
arah luar tubuh, maka akan menimbulkan gerak eversi.

1. Artikulasi (sendi)
Sendi atau artikulasi adalah area tempat dua tulang atau lebih bertemu.
Sendi menahan tulang skeleton bersama saat memungkinkan tubuh untuk
bergerak. (Pricillia, 2011)
Artikulasi (sendi) adalah tempat bertemunya dua atau lebih tulang. Tidak
semua sendi dapat melakukan pergerakan. Sendi dapat bersifat synovial, fibrosa,
atau kartilago. (Black, 2014)

Tiga macam sendi berdasarkan fungsi:


a. Sinartrosis adalah sendi yang tidak dapat digerakkan, misalnya adalah sendi pada
tulang tengkotak.

b. Amfiartrosis, seperti sendi pada vertebra dan simfisis pubis, memungkinkan


Gerakan terbatas. Tulang dipisahkan oleh tulang rawan fibros.
c. Diartrosis adalah sendi yang mampu digerakkan secara bebas.

Macam sendi berdasarkan struktur:

a. Sendi synovial
Sebagian besar sendi dalam tubuh adalah sendi synovial. Mereka dapat bergerak
bebas, memungkinkan terjadinya perubahan posisi dan gerak. Sendi synovial
mampu untuk berbagai jenis pergerakan, bergantung pada tipe sendi. Sendi
synovial memiliki empat karakteristik.
1) Tiap sendi dilapisi oleh kapsul articular, mengakibatkan adanya celah sendi
2) Membrane synovial menghasilkan cairan synovial yang mengisi celah untuk
lubrikasi dan pemberian nutrisi pada kartilago
3) Permukaan tulang pada sendi dilapisi oleh kartilago hialin (kartilago articular)
4) Sendi synovial memiliki karakteristik pendukung tambahan. Ligament dan tendon
menguatkan kapsul dan membantu membatasi pergerakan. Lempeng articular
berlokasi di antara tulang-tulang pada beberapa sendi synovial untuk menahan
benturan keras.

Tulang dalam sendi synovial tertutup oleh rongga yang berisi cairan synovial,
filtrate plasma darah. Sendi synovial bebas bergerak memungkinkan banyak jenis
gerakan. Cairan synovial mengisi ruang bebas kapsula sendi, meningkatkan
gerakan halus pada tulang yang berartikulasi. (Pricillia, 2011)

b. Sendi Fibrosa
Sendi fibrosa merupakan artikulasi di mana tulang disatukan oleh jaringan
penghubung fibrosa. Hanya sedikit material yang memisahkan pangkal tulang dan
pergerakan yang minimal mungkin dilakukan.
Sendi fibrosa memungkinkan sedikit atau tidak ada gerakan, karena artikulasi
tulang digabungkan oleh serabut jaringan ikat pendek yang mengikat tulang
secara bersamaan, seperti pada sutura tengkorak, atau dengan korda pendek
jaringan fibrosa disebut ligament, yang memungkinkan gerakan sedikit, tetapi
bukan gerakan nyata.
c. Sendi Sutura
Sendi sutura termasuk tulang pada tengkorak dan terkadang sutura di antara
tulang illium, iskium dan pubis. Pada saat lahir, tulang-tulang pada tengkorak
terpisah untuk memfasilitasi proses kelahiran. Tulang-tulang ini biasanya menyatu
pada saat anak berusia 2 tahun. Ujung-ujung tulang ini memiliki lekukan
(interdigitasi) yang pas satu dengan lainnya dan terlihat seperti jahitan.

d. Sendi sindesmosis
Sendi sindesmosis (ligamentus) digabung oleh ligament (pita-pita jaringan fibrosa)
atau membrane. Sendi sindesmosis memungkinkan terjadinya gerakan elastis di
mana tulang dapat meregang dan kembali ke bentuk semua. persendian pada
ujung distal dari tibia dan fibula adalah contoh dari sendi sindesmosis.
e. Sendi kartilago
Tulang disatukan oleh kartilago (jaringan penghubung yang padat). Pergerakan
yang terbatas memungkinkan dilakukan di persendian ini.
Terdapat dua tipe persendian: sinkondrosis dan simfisis.
a. Sinkondrosis
Sinkondrosis disatukan oleh kartilago hialin. Persendian di antara epifisis dan
diafisis pada tulang panjang digantikan oleh tulang pada saat maturitas. Pada
tulang rusuk, bentuk kartilago ini juga bersifat sementara dan pada akhirnya akan
digantikan oleh tulang. Pada kartilago kostal, sinkondrosis di antara tulang rusuk
dan sternum biasanya tidak digantikan oleh tulang.

b. Simfisis
Simfisis adalah permukaan articular yang memiliki bantalan atau lempeng
fibrokartilago yang menghubungkan sambungan tulang. Pergerakan yang terbatas
dapat dilakukan. Pada sendi, permukaan berperan sebagai penyerap gesekan.
Tulang belakang dari pubis dipisahkan oleh simfisis.
2. Ligamen
Ligamen adalah ikatan dari jaringan fibrosa yang menghubungkan tulang
pada sendi dan memberikan stabilitas selama pergerakan. Beberapa ligament
yang sering kali mengalami cedera adalah ligament korakohumeral dan
glenohumeral, yang mendukung lutut. (Black, 2014)
Ligament membatasi atau meningkatkan gerakan, memberikan stabilitas
sendi, dan meningkatkan kekuatan sendi. (Pricillia, 2011)

3. Tendon
Bursae adalah kantung kecil yang sejajar dengan membrane synovial dan
berisi cairan synovial. Mereka berperan sebagai bantalan antarstruktur terutama
di mana otot dan tendon melintas di antara tulang-tulang. Tubuh memiliki ratusan
bursae. Beberapa diantaranya bersifat subkutan, berada diantara tulang dan kulit.
Sarung tendon merupakan struktur synovial silinder yang mirip dengan bursue.
Mereka ditemukan di mana tendon bersilangan dengan sendi dan mungkin
menyebabkan terjadinya gesekan yang konstan, seperti pada terowongan karpal
(carpal tunnel). Sarung tersebut melapisi di sekeliling tendon, membentuk
bantalan berisi cairan di mana tendon dapat melintas. (Black, 2014)
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa yang menghubungkan otot ke
periosteum tulang dan memungkinkan tulang bergerak ketika otot skeletal
berkontraksi. Ketika otot berkontraksi peningkatan tekanan menyebabkan tendon
menarik, mendorong, atau memutar tulang yang berkaitan. (Pricilia, 2011)

2. Penatalaksanaan Medis Gangguan Sistem Muskuloskeletal


 Nyeri Punggung Bawah

Gambar (nyeri punggung bawah)

Penatalaksanaan:
1. Nyeri punggung dapat hilang sendiri dan akan sembuh sekitar 6 minggu
dengan tirah baring, pengurangan stress dan relaksasi.
2. Pasien harus tetap berada di tempat tidur dengan matras yang padat dan
tidak membal selama 2 sampai 3 hari.
3. Pasien di anjurkan untuk tidak beraktivitas di luar tempat tidur.
4. Posisi pasien dibuat sedemikian rupa sehingga fleksi lumbal lebih besar ,
yang dapat mengurangi tekanan pada serabut saraf lumbal. Bagian
kepala tempat tidur di tinggikan 30 derajat dan pasien sedikit menekuk
lututnya atau berbaring miring dengan lutut dan panggul ditekuk (posisi
melingkar) dengan diletakan bantal diantara lutut dan tungkai dan sebuah
bantal di bawah kepala. Posisi tengkurap dihindari karena akan
memperberat lordosis.

Gambar (posisi untuk memperbaiki fleksi lumbal)


5. Dilakukan fisioterapi untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.
Terapi bisa meliputi:
 Terapi pendinginan (mis. Dengan es)
 Pemanasan sinar inframerah
 Kompres lembab panas
 Gelombang ultra
 Diatermi
 Kolam bergolak
 Traksi

Penatalaksanaan perawatan di rumah:

1. Penatalaksanaan nyeri
Mendiskusikan dengan pasien mengenai metode peredaan nyeri:
 Tirah baring terbatas dengan lutut fleksi untuk mengurangi ketegangan
pada pada punggung
 Pendekatan nonfarmakologis: distraksi, relaksasi, imajinasi, intervensi
termal (mis.es atau panas) pengurangan stress.
 Pendekatan farmakologis: agens antiinlamasi non-steroid, analgetik,
relaksasi otot.
2. Latian
 Mendorong pasien melakukan latihan punggung untuk meningkatkan
fungsi, penekanan pada peningkatan bertahap waktu dan
pengulangannya: peregangan, pelenturan dan penguatan
3. Mekanika tubuh
Menginstruksikan pasien untuk:
 Mempraktikan postur yang baik
 Menghindari memutar tubuh
 Mengangkat beban:
- Menjaga bebab tetap mendekati tubuh
- Melipat lutut dan menegangkan otot abdomen
- Menghindari menjangkau benda yang terlalu jauh
- Menggunakan penyokong dengan dasar luas
- Menggunakan brace untuk melindungi punggung
4. Modifikasi pekerjaan
Mendoron pasien untuk:
 Menyesuaikan area pekerjaan untuk menghindari stress pada pinggang
 Menyesuaikan tinggi kursi dan meja
 Menggunakan penyangga lumbal saat duduk di kursi
 Menghindari berdiri lama dan tugas berulang ulang
 Menghindari mengangkat benda yang berat
Gambar (posisi dalam bekerja)

 Syndrome Nyeri Bahu


1. Tendonitis dan henosinovitis supraspinatus
Gambar (tendonitis dan henosinovitis supraspinatus)

Penatalaksanaan:
 Pemberian kompres dingin/ hangat intermiten
 Latihan pendulum
 Diberikan obat antiinflamasi-salisilat (aspirin)
 Diberikan injeksi kortikosteroid atau anestesi ke dalam sendi bahu
2. Tendonitis kalsifikan

Gambar (tendonitis)
Penatalaksanaan:
 Melakukan infiltrasi daerah subakromial dan aspirasi deposit
 Diberikan analgetik untuk nyeri
 Diberikan agens antiinflamasi (aspirin, fenilbutason, indometasin)
 Pemberian kompres dingin/ hangat
 Diberikan injeksi dengan bahan anestesi dan kortikosteroid
 Diperlukan tindakan pembedahan untuk mengeksisi deposit berkalsifikasi

3. Robekan dan Ruptur Rotator Cuff


Gambar robekan rupture rotator cuff

Penatalaksanaan:
 Mengkonfirmasi defek dengan MRI atau artrogram
 Diberikan obat antiinflamasi
 Dilakukan infiltrasi dengan anestesi local untuk mengurangi nyeri
 Melakukan tindakan bedah untuk rupture komplet
4. Sindrom bisipital (lesi pada kaput longgus otot biseps) tendonitis
dantenosinovitis
Penatalaksanaan:
 Mengistirahatkan ekstremitas salisilat
 Kompres dngin/hangat intermiten
 Melakukan latihan lembut sejauh masih ditoleransi
 Menghindari gerakan yang meregangkan tendo biseps

 Osteoporosis
gambar (osteoporosis)
Penatalaksanaan:
1. Diet kaya kalsium dan vitamin D, terdiri atas tiga gelas vitamin D susu
skim atau susu penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis. Keju
swis, brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari.
2. Pada menopause, terapi penggantian hormone (HRT= HORMONE
REPLACEMENT THERAPY) dengan estrogen dan progesterone dapat
diresepkan untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah
terjadinya patah tulang yang diakibatkannya.
3. Obat-obat lain yang diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk
kalsitonin, natrium fluoride, dan natrium etidronat. Kalsitonin secara
primer menekan kehilangan tulang dan diberikan secara injeksi subkutan
atau intramuscular. Efek samping (mis. Gangguan gastrointestinal, aliran
panas, frekwensi urine). Natrium fluoride memperbaiki aktivitas
osteoblastik dan pembentukan tulang; namun, kualitas tulang yang baru
masih dalam pengkajian. Natrium etidronat, yang menghalangi resorpsi
tulang osteoklastik, sedang dalam penelitian untuk efisiensi
penggunaanya sebagai terapi osteoporosis.

 Osteomalasia
Gambar (osteomalasia)

Penatalaksanaan:
1. Bila osteomalasia akibat kesalahan diet, maka perlu diberikan diet kaya
protein dan kalsium dan vitamin D tinggi. Suplemen vitamin D harus
diresepkan. Vitamin D akan meningkatkan konsentrasi kalsium dan fosfor
dalam cairan ekstra sel dan maka tersedia ion kalsium dan fosfor untuk
mineralisasi tulang
2. Pemantauan jangka panjang pasien diperlukan untuk meyakinkan
stabilisasi atau kekambuhan osteomalasia. Berbagai deformitas ortopedik
persisten mungkin perlu ditangani dengan brace atau pembedahan (
dapat dilakukan osteotomy untuk mengoreksi deformitas tulang panjang)
 Osteomyelitis
Gambar (osteomyelitis)
Penatalaksanaan:
1. Daerah yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi
ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur.
2. Diberikan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari
untuk meningkatkan aliran darah.
3. Kultur darah dan swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi
organisme dan memilih antibiotika yang terbaik.
4. Setelah specimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi
antibiotika intravena. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum aliran
darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya thrombosis. Bila
infeksi tampak telah terkontrol, antibiotika dapat diberikan per oral dan
dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral,
jangan diminum bersama makanan. Bila pasien tidak menunjukan
respons terhadap terapi antiotika, tulang yang terkena harus dilakukan
pembedahan, jaringan purulent dan nekrotik diangkat itu diirigasi secara
lansung dengan larutan salin fisigis steril. Terapi antibiotika dilanjutkan.

 Artritis septik (infeksius)


Gambar (artritis septik)

Penatalaksanaan:
1. Diberikan antibiotika seperti nafsilin, sefoperazone, dan gentamisin, harus
dimulai segera secara intravena
2. Dilakukan aspirasi sendi dengan jarum untuk mengambil cairan sendi
yang berlebihan, eksudat, dan debris. Untuk meningkatkan kenyamanan
selain mengurangi destruksi sendi akibat kerja enzim proteolitik dalam
cairan purulent.
3. Perlu dilakukan artroskopi untuk mendrainase sendi dan membuang
jaringan mati
4. Sendi yang mengalami inflamasi disokong dan diimobilisasi pada posisi
fungsional menggunakan bidai yang dapat memperbaiki kenyamanan
5. Diberikan kodein untuk mengontrol nyeri. Setelah infeksi berespons
terhadap antibiotika yang sesuai, dapat diberikan NSAID.
6. Memantau nutrisi dan cairan pasien untuk mempercepa penyembuhan.
Dan latihan rentang gerak progresif dilakukan bila infeksi sudah
menghilang

Penatalaksaan Trauma Muskuloskeletal

 Konstusi, Strain dan Spain

Penanganan Konstusi, Strain dan spain meliputi istirahat,


meninggikan bagian yang sakit, pemberian kompres dingin, dan
pemasangan balut tekan. Istirahat akan mencegah cedera tambahan dan
mempercepat penyembuhan. Peninggian akan mengontrol
pembengkakan. Kompres dingin basah atau kering diberikan secara
intermiten 20 sampai 30 menit selama 24-48 Jam pertama setelah cedera
dapat menyebabkan vasokontriksi, yang akan mengurangi perdarahan,
edema dan ketidaknyamanan. Balut tekan elastis dapat mengontrol
perdarahan, mengurangi edema, dan menyokong jaringan yang cedera.
Bilas sprain cukup berat, mungkin perlu dilakukan perbaikan bedah atau
imobilisasi gips sehingga sendi tidak akan kehilangan stabilitasnya.

Selama fase penyembuhan, otot, ligament, atau tendon yang


cedera harus diistirahatkan dan memperbaiki diri.Setelah stadium
inflamasi akut (mis. Setelah 24 sampai 48 jam stelah cedera) dapat
diberikan kompres panas secara intermiten (selama 15 sampai 30 menit,
4 kali sehari) untuk mengurangi spasme otot dan memperbaiki
vasodilatasi, absorpsi dan perbaikan. Tergantung beratnya cedera,
latihan aktif dan pasif progresif boleh dimulai dalam 3-5 hari. Sprain yang
berat mungkin perlu diimobalisasi 1 sampai 3 minggu sebelum latihan
dengan perlindungn dimulai. Latihan awal yang berlebihan dalam
perjalanan terapi dapat memperlama penyembuhan. Strain dan sprain
memerlukan berbulan-bulan sampai berminggu-minggu untuk sembuh.
Pembidaian mungkin diperlukan untuk mencegah cedera ulang.
 Dislokasi sendi

Sendi yang terkena harus diimobalisasi saat pasien


dipindahkan.Dislokasi reduksi (mis.Bagian yang bergeser dikembalikan
ke tempat semula yang normal), biasanya dibawah anestesia.Kaput
tulang yang mengalami dislokasi harus dimanipulasi dikembalikan ke
rongga sendi.Sendi kemudian diimobalisasi dengan pembalut, bidai, gips,
atau traksi dan dijaga dalam posisi stabil.Beberpa hari sampai minggu
setelah reduksi, gerakan aktif lembut tiga atau empat kali sehari dapat
mengembalikan kisaran gerak sendi.Sendi harus tetap disangga di antara
dua saat latihan.

 Cedera Olahraga

Umumnya cedera musculoskeletal perlu diketahui dan ditangani


segera untuk memungkinkan penyembuhan dan meminimalkan sisa
kecacatan.Kebanyakan cedera jaringan lunak ditangani dengan RICE
(rest, ice, compression, elevation). Kompres es diberikan selama 20-30
menit secara intermiten selama 24 jam untuk mengontrol pembengkakan
dan mengurangi nyeri. Daerah yang sakit dibalut dengan balutan
kompresi elastic untuk meminimalkan efusi, menyangga daerah tersebut,
dan memberikan rasa nyaman.Balutan tidak boleh terlalu ketat atau
menjerat.Pemantauan status neurovaskuler ekstremitas merupakan
fungsi keperawatan yang sangat penting.Ekstremitas yang mengalami
cedera ditinggikan sampai setinggi jantung untuk mengontrol
pembengkakan dan memungkinkan istirahat.

 Fraktur

Penatalaksaan Kedaruratan

Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai


sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat
dengan kencang.Imobilasisi tulang panjang ektremitas bawah dapat juga
dilakukan dengan membebat keduai tungkai bersamaa, dengan
ekstremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ektremitas yang
cedera. Pada cedera ekstremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada,
atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal
cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer.

Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril)


untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam.Jangan skali-kali
melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar
melalui luka.Psanglah bidai sesuai yang diteangkan diatas.

Prinsip penanganan Fraktur

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan


pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.

1. Reduksi Fraktur
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang
pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
a. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan
dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya
saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara
gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan
menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan
tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmne tulang
telah dalam kesejajaran yang benar.
b. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna
dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat
digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
2. Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan.Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau
eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan gips, bidai, traksi
kontinu, pin dan teknik gips atau fiksator eksterna. Implant logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur.
3. Mempertahankan dan Mengembalikan fungsi
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan
lunak.Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai
kebutuhan.Status neurovaskuler (mis.Pengkajian peredaran darah, nyeri,
perabaan, gerakan) dipantau.Kegelisahan, ansietas dan
ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan
(mis.Meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk
analgetika).Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.
 Amputasi

Penatlaksanaan sisa tungkai

Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi,


menghasilkan sisa tungkai (punting) yang tidak nyeri tekan dengan kulit
yang sehat untuk penggunaan prostesis.Lansia mungkin mengalami
kelambatan penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan masalah
kesehatan lainnya.Penyembuhan dipercepat dengan penanganan lembut
terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan
kompres lunak atau rigid dan menggunakan gteknik aspetik dalam
perawatan luka untuk menghindari infeksi.

a. Balutan Rigid tertutup


Balutan rigid tertutup sering digunakan untuk mendapatkan kompresi
yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri, dan
mencegah kontraktur. Segera setelah pembedahan balutan gips rigid
dipasang. Kaus kaki steril dipasang pada sisi anggota.Bantalan dipasang
pada daerah peka tekanan. Punting kemudian dibalut dengan balutan
gips elastis yang ketika mengeras akan mempertahankan tekanan yang
merata. Gips diganti dalam sekitar 10 sampai 14 hari. Bila ada
peningkatan suhu tubuh, nyeri, atau gips yang mulai longgar.
b. Balutan lunak
Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila
diperlukan inspeksi berkala puntung sesuai kebutuhan.Bidai imobilisasi
dapat dibalutkan dengan balutan.Hematoma (luka) puntung dikontrol
dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi.
c. Amputasi bertahap
Amputasi bertahap biasa dilakukan bila ada gangren atau infeksi.
Pertama-tama dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua
jaringan nekrosis dan sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan
mongering.Sepsis ditangani dengan antibiotika.Dalam beberapa hari,
ketika infeksi telah terkontrol dan pasien telah stabil, dilakukan amputasi
definitf dengan penutupan kulit.
 Penatalaksanaan pasien dengan Gips

Tujuan pemakaian gips adalah untuk mengimobilisasi bagian tubuh


dalam posisi tertentu dan mmberikan tekanan yang merata pada jaringan
lunak yang terletak didalamnya. Dapat digunakan untuk meimobilisasi
fraktur yang telah direduksi, mengoreksi deformitas, memberikan tekanan
merata pada jaringan lunak dibawahnya atau memberikan dukungan dan
stabilitas bagi sendi yangmengalami kelemhan.Secara umum, gips
memungkinkan mobilisasi pasien sementara membatasi gerakkan pada
bagian tubuh tertentu.

Bahan-bahan Gips:

1. Plaster
Gips tradisional dibuat dari bahan gips. Gips pembalut dapat mengikuti
kontur tubuhsecara halus.gulungan crinoline diimpregnasi dengan serbuk
kalsium sulfat (Kristal gipsun).Bila basah, terjadi reaksi kristalisasi dan
mengeluarkan panas (reaksi eksotermis).
Panas yang dihasilkan selama reaksi ini sering menganggu
kenyamanan.Maka air yang digunakan harus dingin.
Gips harus ditempatkan ditempat terbuka agar dapat keluar secara
maksmimal. Kebanyakn gips sudah dingin selama 15 menit.
Gips memerlukan 24-72 jam untuk mengering, tergantung ketebalan dan
kondisi kelembaban lingkungan.
2. Non Plaster
Secara umum berarti gips fiberglas, bahan poliuretan yang diaktivasi air
ini mempunyai sifat ynag sama dengan gips san mempunyai kelebihan
karena lebih ringan dan lebih kuat, tahan air dan tidak mudah pecah.
Dibuat dari serat rajutan terbuka tak menyerap yang diimpregnasi dengan
bahan pengeras yang dapat mencapai kekuatan kaku penuhnya hanya
dalam beberapa menit.
3. Bebat dan brace
Bebat plaster yang dibentuk sesuai kontur atau bahan termoplastik yang
dapat dilekuk, dapat digunakan pada keadaan yang tidak memerlukan
imobilisasi kaku atau untuk keadaan dimana kemungkinan terjadi
pembengkakan. Bebat harus diberi bantalan yang memadai untuk
mencegah tekanan, abrasi kulit, dan luka kulit.
Untuk penggunaan jangka panjang, brace digunakan untuk memberikan
dukungan, mengontrol gerakan dan mencegah cedera lebih lanjut.

3.Gangguan Muskuloskeletal
a. Fraktur
1) Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan


sesuai jenis dan luasnya. (Brunner & Suddarth, 2013).

Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari


suatu tulang. (Black, 2014).

2) Klasifikasi
 Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang
dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi
normal).
 Fraktur tidak komplet adalah patah yang terjadi pada sebagian
garis tengah tulang.
 Fraktur tertutup (fraktur simpel) adalah fraktur yang tidak
menyebabkan robeknya kulit.
 Fraktur terbuka (fraktur kompleks) adalah fraktur yang dicirikan
oleh robeknya kulit di atas cedera tulang. Kerusakan jaringan
dapat sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi
berdasarkan tingkat keparahannya:
 Derajat 1. Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal.
 Derajat 2. Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang.
 Derajat 3. Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan
luas pada jaringan lunak, saraf, dan tendon, kontaminasi
banyak

Berikut ini adalah berbagai jenis khusus fraktur berdasarkan


penampakannya:

 Transversal,fraktur sepanjang garis tulang terjadi pada sudut


90o.
 Linear, garis fraktur masih utuh terjadi akibat gaya minor atau
sedang yang mengenai langsung pada tulang.
 Oblik, fraktur membentuk sudut 45o dengan garis tengah tulang
(lebih tidak stabil dibanding transversal).
 Spiral, garis fraktur akibat gaya puntiran membentuk spiral yang
mengelilingi tulang.
 Greenstick,fraktur inkomplet di mana salah satu sisi tulang
patah sedang sisi lainnya membengkok.
 Kominutif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
fragmen.
 Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
(sering tejadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).

 Kompresi, fraktur di mana tulang melekuk dan akhirnya retak


karena gaya beban yang besar terhadap sumbu longitudinalnya.
 Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit
(kista tulang, metastasis tulang, tumor)
 Segmental, fraktur di mana garis patah lebih dari satu tpi tidak
berhubungan.
 Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon
pada perlekatannya.
 Impaksi, fraktur teleskopik di mana fragmen tulang terdorong ke
dalam fragmen lain.

 Longitudinal, garis fraktur memanjang pada sumbu longitudinal


tulang.

3) Etiologi & Faktor Risiko Fraktur

1) Kekerasan Langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulng pada titik


terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur
terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2) Kekerasan Tidak Langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat


yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya
adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vector
kekerasan. Contoh : tulang klavikula patah karena pada waktu
jatuh tangan lurus menebah lantai.

3) Kekerasan Akibat Tarikan Otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan


dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan
penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan. Contoh :
fraktur pada patella, bila otot kuadrisep mendadak berkontraksi.
(Kholid, 2013)
Fraktur terjadi karena kelebihan beban mekanisme pada suatu
tulang saat tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak
dibandingkan yang mampu ditanggungnya. Jumlah gaya pasti
yang diperlukan untuk menimbulkan suatu fraktur dapat
bervariasi, sebagian bergantung pada karakteristik tulang itu
sendiri. Seorang klien dengan gangguan metabolic tulang, seperti
osteoporosis, dapat mengalami fraktur dari trauma minor karena
kerapuhan tulang akibat gangguan yang telah ada sebelumnya.
Fraktur dapat terjadi karena gaya secara langsung, sepertu saat
sebuah benda bergerak menghantam suatu area tubuh di atas
tulang. Gaya juga dapat terjadi secara tidak langsung, seperti
ketika suatu kontraksi kuat dari otot menekan tulang. Selain itu,
tekanan dan kelelahan dapat menyebabkan fraktur karenan
penurunan kemampuan tulang menahan gaya mekanikal. (Black,
2014)

Dua tipe tulang juga merespons beban dengan cara berbeda.


Tulang kortikal, lapisan luar yang ringkas dan mampu
menoleransi beban di sepenjang sumbunya (longitudinal) lebih
kuat dibandingkan jika beban menembus tulang. Tulang kanselus
atau spons (cancellous, spongy) merupakan materi tulang bagian
dalam yang lebih padat. Tulang ini mengandung bentuk-bentuk
serta rongga seperti sarang laba-laba terisi oleh sumsum merah
yang membuatnya mampu menyerap gaya lebih baik
dibandingkan tulang kortikal. Penonjolan tulang, disebut
trabekula, memisahkan ruangn-ruangan dan tersusun di
sepanjang garis tekanan, sehingga membuat tulang kanselus
lebih kuat.

Predisposes fraktur antara lain berasal dari kondisi biologis


seperti osteopenia (misalnya, karena penggunaan steroid atau
sindroma Cushing) atau osteogenesis imperfekta (penyakit
congenital tulang yangcirikan oleh gangguan produksi kolagen
oleh osteoblas). Tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
Neoplasma juga dapat melemahkan tulang dan berperan pada
fraktur. Kehilangan estrogen pascamenopause dan malnutrisi
protein juga menyebabkan penurunan massa tulang serta
meningkatkan risiko fraktur. Bagi orang dengan tulang yang
sehat, fraktur dapat terjadi akibat aktivitas hobi risiko-tinggi atau
aktivitas terkait pekerjaan (misalnya, berman papan seluncur,
panjat tebing, dan lain-lain). Korban-korban kekerasan dalam
rumah tangga juga sering dirawat karena cedera traumatic.

4) Manifestasi Klinis

Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien,


riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis. Beberapa fraktur
sering langsung tampak jelas beberapa lainnya terdeteksi hanya
dengan rontgen (sinar-x)
Pengkajian fisik dapat menemukan beberapa hal berikut

 Deformitas.

Pembengkakan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan


deformitas pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan
pemendekan tungkai. Deformitas rotasional, atau angulasi.
Dibandingkan yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki deformitas
yang nyata
 Pembengkakan.
Edema dapat muncul segera sebagai akibat dari akumulasi cairan
serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan
sekitar
 Memar (ekimosis)

Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur


 Spasme otot

Sering mengiringi fraktur, spasme otot involuntary sebenarnya


berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan lebih lanjut
dari fragmen fraktur
 Nyeri.
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi
fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada
masing masing klien. Nyeri biasanya terus menerus, meningkat jika
fraktur tidak diimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen
fraktur yang bertindihan, atau cedera pada struktur sekitarnya
 Ketegangan.
Ketegangan di atas lokasi fraktur yang disebabkan oleh cedera yang
terjadi
 Kehilangan fungsi (Functio laesa)
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau
karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang
terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf
 Gerakan abnormal dan krepitasi.

Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau
gesekan antar fragmen fraktur yang menciptakan sensasi dan suara
deritan. Krepitasi tulang adalah suara-suara yang dihasilkan oleh
gesekan-gesekan dari segmen-segmen tulang
 Perubahan neurovaskular.
Cedera neurovascular terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau
struktur vascular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas
atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari
fraktur.

 Syok.
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar
atau tersembunyi dapat menyebabkan syok.
(Joyce M.Black, Jane Hokanson Hawks. 2014. Keperawatan Medikal
Bedah – manajemen klinis untuk hasil yang diharapkan. Edisi 8 buku
1 bab27 ;Elsevier)

Fraktur seringkali disertai dengan cedera jaringan lunak yang


melibatkan otot, arteri saraf atau kulit. Derajat keterlibatan jaringan
lunak bergantung pada jumlah energy atau kekuatan yang diberikan
ke area. Berikut manifestasi fraktur

Manifestasi Patofisiologi
Deformitas Posisi abnormal tulang akibat
fraktur dan menarik otot pada
tulang yang mengalami fraktur
Pembengkakan Edema dari lokalisasi cairan
serosa dan perdarahan
Nyeri/nyeri tekan Spasme otot, trauma jaringan
langsung, tekanan saraf dan
gerakan tulang yang mengalami
fraktur
Baal Kerusakan saraf atau penjeratan
saraf
Melindungi Nyeri
Krepitus Memarut tulang atau masuknya
udara pada fraktur terbuka
Syok hipovolemik Perdarahan atau cedera terkait
Spasme otot Kontraksi otot atau cedera
terkait
Ekimosis Ekstravasasi darah ke dalam
jaringan subkutan
(Joyce M.Black, Jane Hokanson Hawks. 2014. Keperawatan Medikal
Bedah – manajemen klinis untuk hasil yang diharapkan. Edisi 8 buku
1 bab39 ;Elsevier)

5) Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan


gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang maka terjadilah
trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputus
nya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur,periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow dan jaringan
lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklahhematoma di rongga medula
tulang. ( kholod, 2013 )

Jaringan tulang di sekitar lokasi fraktur akan mengalami


nekrosis yang menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi edema nyeri kehilangan fungsi
eksudasi plasma dan leukosit serta infiltrasi sel darah putih.
Responpatofisiologis ini juga merupakan tahap awal dari
penyembuhan tulang. ( Black, 2014 )

6) Penatalaksanaan Medis
 Medikasi

Sebagian besar pasien yang mengalami fraktur pada


awalnya memerlukan analgesia untuk meredakan nyeri. Pada
kasus fraktur multiple ataufraktur tulang panjang, opioid
diberikan pada awalnya. NSAID diprogramkan untuk
mengurangi inflamasi dan suplemen analgesia. Antibiotik dapat
diberikan secara profilaksis, terutama untuk pasien yang
mengalami fraktur terbuka atau kompleks. Antikoagulan dapat
diprogramkan untuk mencegah DVT, terutama jika
pembedahan atau imobilisasi lama diperlukan. Pelunak feses
dapat diberikan untuk mengurangi resiko konstipasi akibat
narkotik dan imobilitas. Pasien yang mengalami trauma terus-
menerus sering kali ditempatkan pada medikasi antiulkus atau
antacid.

 Terapi

Sebelum tulang yang mengalami fraktur distabilisasi


untuk penyembuhan, fraktur direduksi atau dikembalikan
kekesejajaran normal. Pada reduksi tertutup, tulang diposisikan
kembali menggunakan manipulasi eksternal. Anastesia lokal
atau regional atau sedasi kesadaran biasanya diberikan
sebelum reduksi tertutup. Fraktur kemudian diimobilisasi
dengan belat, gips, atau traksi. Sinar-x dapat dilakukan untuk
memverifikasi posisi yang tepat, dan nadi, gerakan serta
sensasi dikaji distal kefraktur. Reduksi terbuka dilakukian pada
pembedahan. Tulang dipajankan dan disejajarkan kembali
:paku atau mur dapat digunakan untuk mempertahankan
posisinya.

 Traksi

Spasme otot biasanya menyertai fraktur dan dapat


memindahkan kesejajaran tulang. Traksi memberikan kekuatan
untuk meluruskan atau menarik guna mengembalikan atau
mempertahankan tulang yang mengalami fraktur pada posisi
yang normal. Jenis traksi adalah sebagai berikut :

 Traksi manual :memberikan dorongan secara fisik pada


ekstremitas. Biasanya digunakan untuk mereduksi fraktur atau
dislokasi.
 Traksi kulit :juga dikenal traksi lurus digunakan untuk
mengendalikan spasme otot dan untuk mengimobilisasi bagian
tubuh selama memindahkan atau sebelum pembedahan,
dengan traksi mencengkram dan menarik melalui kulit pasien.
Traksi kulit merupakan tindakan non invasive dan relative
nyaman untuk pasien. Traksi buck biasa digunakan untuk
mengimobilisasi tungkai sebelum pembedahan untuk
memperbaiki pinggul atau fraktur femur proksimal. Traksi Buck
menggunakan pita traksi atau foam boot yang diberikan ke
tungkai bawah dan melekat kepenyangga yang tergantung
bebas untuk mengimobilisasi tungkai.
 Traksi keseimbangan suspensi :melibatkan lebih dari satu
kekuatan menarik untuk meninggikan dan menyokong
ekstremitas yang cedera pada tempat tidur dan
mempertahankan kesejajarannya. Traksi keseimbangan
suspensi meningkatkan mobilitas seraya mempertahankan
posisi tulang. Traksiinijugamempermudahuntukmengganti linen
danmelakuikanperawatanpunggung.
 Traksi skeletal :kekuatan menarik diberikan secara langsung
melalui pin yang dimasukan kedalam tulang. Traksi skeletal
memungkinkan lebih banyak beban digunakan untuk
mempertahankan kesejajaran anatomic yang tepat. Akan
tetapi, risiko infeksi lebih besar dan dapat menyebabkan lebih
banyak ketidaknyamanan.
 Gips

Gips merupakan alat kaku yang digunakan


mengimobilisasi tulang yang mengalami cedera dan
meningkatkan penyembuhan. Gips mengimobilisasi sendi
diatas dan sendi dibawah tulang yang mengalami fraktur
sehingga tulang tidak akan bergerak selama penyembuhan.
Fraktur pertama kali direduksi secara manual dan gips
dipasang. Gips dipasang padda pasien yang memiliki fraktur
yang relative stabil. (Keperawatan Medikal Bedah :LeMone
Priscilla, Karen, Geren, 2016)

Gips yang dapat terbuat dari plester atau fiberglas,


diberikan diatas bantalan tipis lapisan dan dibentuk untuk
kontur normal tubuh. Gips harus tetap kering sebelum semua
tekanan yang diberikan: melakukan palpasi sederhana gips
yang basah dengan ujung jari akan meninggalkan lekukan
yang dapat menyebabkan ulku stekan. Gips plester dapat
memerlukan waktu hingga 48 jam untuk kering, sedangkan
gips fiberglass kering dalam hitungan jam. Jenis gips yang
diberikan ditentukan berdasarkan lokasi fraktur.

 Pembedahan

Diindikasikan untuk memerlukan visualisasi langsung dan


perbaikan, fraktur dengan komplikasi jangka panjang yang
umum, atau fraktur yang remuk hebat dan mengancam suplai
vaskuler.
Jenis pembedahan tersederhana adalah pemasangan
alatfik satorekternal. Fiksatoreksternal terdiri atas kerangka
yang dihubungkan ke pin yang dipasang perpendipular keaksis
panjang tulang. Jumlah pin yang dipasang beragam dengan
jenis dan tempat fraktur: secaraumum, jumlah pin yang sama
dipasang diatas dan dibawah garis fraktur. Pin memerlukan
perawatan yang serupadengan yang diberikanuntuk pin traksi
skeletal.

Fiksasi internal diselesaikan melalui prosedur


pembedahan yang disebut reduksi terbuka dan fiksasi
internal (open reduction and internal fiksation, atau ORIF).
Pada prosedur ini, fraktur direduksi diletakkan pada kesejajaran
anatomic yang tepat dan paku, sekrup, lempeng, atau pin
dimasukkan untuk menahan tulang pada tempatnya. Fraktur
terbuka pada ekstremitas paling sering diperbaiki dengan cara
ini. Fraktur pinggul pada pasien lansia sering kali diperbaiki
dengan ORIF untuk mencegah komplikasi yang memungkinkan
rehabilitasi dini.

7) Pemeriksaan Fisik danDiagnostik Sistem Muskuloskleteal


a) Pemeriksaan Fisik Muskuloskletal

Teknik untuk mengkaji sistem muskuloskletal adalah inspeksi,


palpasi ,dan pengukuran massa otot dan rentang gerak sendi
(Range of Motion, ROM).

Rangkaian pemeriksaan muskuloskletal sebagai berikut :

1. Mulai pemeriksaan dengan pengkajian gaya berjalan dan


postur. Observasi cara pasien berjalan,duduk, dan/atau
bergerak disekitar tempat tidur
2. Inspeksi dan palpasi tulang untuk semua deformitas yang
nyata atau perubahan dalam hal ukuran atau bentuk. Palpasi
juga akan menunjukan nyeri tekan atau nyeri.
3. Ukur panjang dan lingkar ekstremitas. Sebelum melakukan
pengukuran,pastikan pasien berbaring pada posisi yang
nyaman.
4. Kaji masa otot dengan pertama kali menginspeksi
peningkatan atau penurunan ukuran yang nyata. Kaji dan
dokumentasikan kekuatan otot pada skala 0 hingga 5
5. Kaji sendi untuk pembengkakan, nyeri,
kemerahan,hangat,krepitus, dan ROM. Hanya kaji ROM pada
setiap sendi jika pasien memiliki masalah muskuloskletal
khusus: akan tetapi, mengkaji satu sendi atau lebih
merupakan bagian umum asuhan keperawatan.

Teknik nya sebagai berikut :

Pengkajian gaya berjalan dan postur tubuh

1. Inspeksi postur tubuh dan gaya berjalan.Postur tubuh harus


tegak ; gaya berjalan harus halus dan mantap
2. Inspeksi spina untuk kurvatura.
Minta pasien untuk berdiri dan bungkuk secara perlahan sejauh
mungkin, bengkokan secara perlahan ke kanan dan
kemudian ke kiri pada gerakan memutar, dan bungkuk
kedepan secara perlahan dan coba untuk menyentuh jari
hingga jari kaki. Ketika ddilihat dari belakang, tulang servikal
dan lumbal konkaf, tulang toraks konveks, dan spina lurus.

Pengkajian sendi

1. Inspeksi sendi mengenai adanya degormatis, pembengkakan


dan kemerahan. Seharusnya tidak ada deformitas yang
tampak, pembengkakan atau kemerahan sendi.
2. Palpasi sendi untuk nyeri
tekan,kehangatan,krepitasi,konsistensi, dan massa otot.
Sendi seharusnya tidak nyeri dan konsisten secara bilateral
dan tanpa hangat, krepitasi atau massa berlebihan yang
tampak atau terpalpasi.

Pengkajian rentang gerak sendi

1. Kaji ROM sendi dengan meminta pasien untuk melakukan


aktivitas spesifik untuk setiap sendi, seperti
berikut ini
 Sendi temporomandibular :” buka mulut anda
lebar-lebar dan kemudian tutup mulut”. (
karena pasien membuka dan menutup mulut,
palpasi sendi tersebut dengan jari telunjuk
dan tengah).

 Spina servikal :
 Fleksi 45 derajat : sentuh dagu ke dada anda
 Ekstensi 55 derajat : lihta langit-langit
 Menekuk lateral 38 derajat : coba untuk menyentuh telinga
kanan hingga bahu kanan anda
 Rotasi 70 derajat : coba untuk menyentuh dagu anda untuk
setiap bahu
 Spina lumbar
 Fleksi 75 hingga 90 derajat : sentuh jari kaki anda dengan jari
tangan
 Ekstensi 30 derajat : tekuk ke belakang secara perlahan
 Tekuk lateral 35 derajat : tekuk kanan dan kiri
 Rotasi 30 derajat : pelintir bahu anda ke kanan dan kiri

 Jari
 Fleksi : membuat kepalan tangan
 Ekstensi : membuka tangan anda
 Abduksi : buka jari anda
 Adduksi : rapatkan jari anda
 Pergelangan tangan
 Fleksi 90 derajat : tekeuk pergelangan tangan ke bawah
 Ekstensi 70 derajat : tekuk pergelangan tangan ke atas
 Deviasi ulna 55 derajat : tekuk pergelanagan tangan ke arah
jari kelingking
 Deviasi radial 20 derajat : tekuk pergelanagn tangan ke arah
ibu jari
 Siku
 Fleksi 160 derajat : sentuh tangan hingga bahu anda
 Ekstensi 180 derajat : luruskan siku anda
 Supinasi 90 derajat : tekuk siku anda 90 derajat ,dan putar
telapak tangan ke atas
 Pronasi 90 derajat : tekuk siku anda 90 derajat dan turunkan
kepalan tangan ke bawah
 Bahu
 Fleksi 180 derajat : tahan lengan anda lurus ke atas dan
keluar
 Hiperekstensi 50 derajat : letakkan lengan lurus anda di
belakang punggung
 Rotasi internal 90 derajat : letakan lengan bawah di belakang
punggung bawah
 Abduksi 180 derajat : angkat lengan luruh ke atas dan keluar
sisi
 Adduksi 50 derajat : letakan lengan lurus anda melewati dada
 Jari kaki
 Fleksi 90 derajat : berjalan dengan jari kaki anda
 Pergelangan kaki
 Dorsi fleksi 20 derajat : arahkan kaki anda ke langit-langit
 Plantar fleksi 45 derajat : arahkan kaki anda ke lantai
 Inversi 30 derajat : berjalan pada sisi luar kaki anda
 Eversi 20 derajat : berjalan pada sisi dalam kaki anda
 Lutut
 Fleksi 130 derajat : tekuk lutut
 Ekstensi 180 derajat : duduk dan tahan kaki kurus di depan
anda
 Pinggul (pasien berbaring)
 Fleksi 120 derajat : tekuk lutut hingga menyentuh dada
 Hiperekstensi 30 derajat :berbaring telentang dan angkat satu
kaki
 Abduksi 45 derajat : tahan tungkai anda tetap lurus dan
pindahkan ke samping
 Rotasi internal 38 derajat : tekuk lutut dan putar ke arah
tungkai anda yang lain
 Rotasi eksternal 45 derajat : tekuk lutut dan putar ke samping
luar

Pengkajian khusus :

1. Lakukan pemeriksaan phalen.


Minta pasien untuk menahan pergelangan tangan pada posisi
fleksi akut selama 60 detik

2. Periksa sedikit cairan pada lutut dengan melakukan


pemeriksaan pembengkakan (bulge).
Peras ke atas pada sisi medial lutut dan kemudian tekuk sisi
lateral patela

3. Periksa untuk jumlah cairan yang banyak dengan melakukan


pemeriksaan ballottement untuk mendeteksi cairan yang
banyak dilutut.
Beri tekanan ke bawah pada lutut dengan satu tangan seraya
menekan patela ke belakang melawan femur dengan tangan
yang lain

4. Lakukan pemeriksaan McMurray.


Ketika berbaring, minta pasien untuk menurunkan lutut yang
fleksi ke arah pusat tubuh. Stabilkan lutut dengan satu
tangan, dan berikan tekanan pada tungkaibawah dengan satu
tangan lain
5. Lakukan pemriksaan thomas. Minta pasien untuk berbaring
dan melakukan ekstensi satu tungkai seraya membawa lutut
tungkai yang berlawanan ke dada

b) Pemeriksaan diagnostik sistem musuloskeletal

Nama pemeriksaan Tujuan dan deskripsi Intervensi keperawatan


terkait
Artrosentesis Prosedur ini dilakukan Setelah prosedur beri
untuk mendapatkan balut tekan dan beri
cairan sinovial dan tahu untuk melaporkan
sendi untuk diagnosis semua perdarahan dan
(seperti infeksi) atau kebocoran cairan
menegeluarkan penyedia asuhan
kelebihan cairan. kesehatan
Jarum dimemasukkan
(Gambar arterosentesis dari gramha.net )
melalui kapsula sendi
dan cairan diaspirasi
Artoskopi Pemeriksaan Jika digunakan
endoskopik anestesia umum
permukaan interior bertahu pasien untuk
sendi, artoskopi tidak makan atau
digunakan untuk minum cairan setelah
melakukan tengan malam sebelum
pembedahan dan prosedur. Setelah
diagnosis penyakit prosedur kaji
pada patella, perdarahan dan
meniskus dan sinovial pembengkakan, berikan
serta membran es ke area jika
ekstrasinovial. Selain diprogramkan, dan
itu, cairan dapat instruksiakan untuk
didrain dari sendi dan mnghindari
jaringan yang diangkat penggunaan sendi
untuk biopsi. secara berlebihan untuk
Endoskopi feberoptik 2-3 hari
(Gambar artoskopi dari www.alodokter.com) dimakuskan ke sendi,
baik menggunakan
anestesia lokal atau
anestesia umum.
Artografi (pemeriksaan
sinar X pada sendi )
dilakukan sebelum
artoskopi.
Kepadatan tulang ( blood Pemeriksaan Instruksikan pasien
density, BD) kepadatan tulang untuk melepaskan
 Absorpsiometri sinar X dilakukan untuk semua benda logam
dual energy (dual energy mengevaluasi dari area yang
x-ray absorptiometri , kepadatan mineral dilakukan scan (seperti
DEXA ) tulang dan untuk perhiasan, ikat
 Ultrasonografi kuantitatif mengevaluasi derajat pinggang, resleting ).
(quantitative ultrasound, osteoporosis, DEXA
QUS) dapat menghitung
 Kepadatan mineral tulang ukuran dan kepadatan
( bone minerale density, tulang. Osteoporosis
BMD) didiagnosa jika kadar
 Absorpsiometri tulang massa tulang puncak
dibawah <2,5 standar
deviasi.
Nilai normal : 1
standar deviasi
dibawah puncak
massa tulang
Computed tomography (CT) CT tulang panjang dan Jika pewarna kontras
Scan tulang panjang dan sendi, sendu memberikan digunakan, kaji adanya
spina gambaran tiga dimensi alergi terhadap iodine,
yang digunakan untuk makanan laut atau
mengevaluasi trauma pewarnaan sinar X
muskuloskletal (banyak mengandung
(fraktur) dan iodine ). Kaji medikasi :
abnormalitas tulang agens hipoglikemi oral
(Gambar CT scan dari hipwee.com) (seprti tumor ), CT dikontraindikasikan
Spina dapat untuk digunakan
mengidentifikasi dengan kontras
tumor, kista teriodinasi. Lakukan
malforsimasi vaskuler pemeriksaan sinar X
dan herniasi diskus yang tersedia, jika
intervertebrata. dijadwalkan
(Gambar hasil CT scan dari mielogramerlenih
hipwee.com)
dahulu . Setelah
pemeriksaan, jika
digunakan konras
monitor reaksi alergi
terlambat (ruam, gatal,
sakit kepala, muntah )
dan instruksikan pasien
untuk meningkatkan
asupan cairan.
Elektromiogram (EMG) EMG mengukur Beritahu pasien untuk
aktivitas kelistrikkan tidak meminum
pada otot skeletal minuman yang
pada saat istirahat dan mengandung kafein
selama kontraksi; atau merokok selama 3
informasi ini berguna ja sebelum
dalam mendiagnosis pemeriksaan dan untuk

(Gambar EMG dari


penyakit tidak mengonsumsi
www.hopkinsmedicine.org) neuromuskular .jarum medikasi seperti
elektroda dipasang relaksan otot,
kedalam otot skeletal antikolinergik atau
seperti pada tungkai kolinergik. Jika enzim
dan aktivitas serum, seperti SGOT,
kelistrikan dapat CPK atau LDH
didengar, dilihat pada diprogramkan spesimen
osiloskop dan dapat harus diambil sebelum
dicatat pada kertas EMG atu 5-10 hari
grafik. Normalnya setelah EMG.
tidak ada aktifitas
kelistrikan pada saat
istirahat
MRI MRI struktur tulang Informasikan kepada
digunakan dalam pasien untuk tetap
diagnosis dan evaluasi berbaring selama
nekrosis avaskular, pemeriksaan. Kaji untuk
osteomielitis, tumor. setap implan logam
Abnormalitas diskus, (seperti pacemaker, klip
dan robekan pada pada anurisma otak,
ligament atau tindikan ditubuh, tato,
kartilago. Pemeriksaan shrapnel). Jika ada
ini menggunakan beritahu dokter yang
gelombang radio dan melakukan MRI .tanya
bidang magnet apakah pasien hami;
:gadolinium dapat jika hamil pemeriksaan
(Gambar hasil MRI dari
hipwee.com) diinjeksikan untuk tidak dilakukan. Tanya
meningkatkan mengenai klaustrofobia
visualisasi tulag atau jika masalah
sruktur otot. mengharuskan pasien
untuk medikasi
perelaks untuk
dikonsumsi sebelum
MRI.
Sinar-X skeletal Sinar X dilakukan Tanyakan apakah
untuk mengidentifikasi pasien sedang hami;
dan mengevaluasi sinar X harus dihindari
kepadatan dan pada kehamilan
struktur tulang trimester 1

(Gambar hasil Sinar X dari hipwee.com)

somatosensory evoked potential Mengukur konduksi Tidak ada persiapan


(SSEP) saraf sepanjang jaras khusus
untuk mengevaluasi
pemicu potensial
kontraksi otot.
Digunakan untuk
mengidentifikasi
disfungsi neuromotorik

(Gambar CT SSEP dari bawah dan juga


www.slideshare.net ) penyakit otot.
Elektroda transtaneus
atau perkutaneus
diletakkan dikulit dan
memberi catatan.
Scan tulang Selama scan tulang, Beritahu pasien untuk
derajat ambilan meningkatkan cairan
radioisotope oral setelah
(berdasarkan pada pemeriksaan untuk
suplai darah ke tulang membantu
) diukur dengan mengeluarhan
penghitung geiger dan radioisotope.
catat pada kertas.
(Gambar hasil scan tulang dari
Ambilan meningkat
www.rssiagaraya.com )
pada ostelomielitis ,
osteoporosis, kanker
tulang dan pada
beberapa fraktur.
Ambilan menurun
pada nekrosis
avaskular

Pemeriksaan darah dengan tujuan spesifik untuk sistem muskuloskeletal

Nama Pemeriksaan Tujuan Nilai normal


Alkali fosfatase (ALP) Untuk mengidentifikais 42-136 unit/L ALP
penyakit tulang meningkat 20-136 unit/L ALP
pada kanker tulang, Meningkat sedikit pada
penyakit paget, penuaan
penyembuhan fraktur,
artritis reumatoid,
osteoporosis
Kalsium (Ca) Untuk memonitor kadar 4,5 -5,5 mEq/L atau 9-
kalsium dan mendeteksi 11mg/dL serum
ketidakseimbangan
kalsium. Menurun dengan
kekurangan asupan vit. D
dan malabsorpsi dari
saluran gastrointestinal.
Meningkat pada kanker
tulang dan fraktur multiple
Fosfor (P) fosfat (PO4) Untuk mengkaji kadar 1,7- 2,6 mEq/L tau 2,5-4,5
fosfor, emningkat dengan mg/dL
tumor tulang dan
penyembuhan fraktur
Faktor reumatoid (RF) Untuk mendiagnosis artritis < 1:20 titer
reumatoid (RA) (positif
untuk RA pada >1:80 )
juga meningkat lupus
eritematosus dan
scleroderma
Asam urat Untuk mendiagnosis dan Pria : 3,5-8,0 mg/dL
emonitor terapi gout. Wanita : 2,8-6,8 mg/dL
Tingkat panik dianggap
>12mg/dL
Antigen leukosit manusia Untuk mendiagnosis Sesuai atau tidak sesuai,
penyakit seperti RA tidak ada nilai normal HLA
juvenile atau spondilitis
ankilosa
Kreatinin kinase Untuk mendiagnosis 94%-100%
(creatinine kinase , CK) trauma atau penyakit otot.
Meningkat pada distrofi
muskular dan cedera
traumatis (khususnya
isoenzim CPK-MM).
(LeMone, Priscilla, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguian
Respirasi Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: EGC)

.
8) Komplikasi
1. Komplikasi awal fraktur
A. Kerusakan

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya


nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.

B. Kompartement Syndrom Kompartement

Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena


terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan
parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan
otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar
seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.

C. Fat Embolism Syndrom Fat Embolism Syndrom (FES)

adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur


tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.

D. Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.


Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,
tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.
E. Avaskuler Nekrosis Avaskuler Nekrosis (AVN)

terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang


bisa menyebabkan nekrosis tulangdan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia

F. Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya


permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

2. Komplikasi Dalam Waktu Lama

A. Nonunion Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi


dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil
setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan
yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang.

B. Malunion Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai


dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.

C. Kakusendi / artritis traumatic

Setelah cedera atau imobilisasi jangka panjang, kekakuan sendi


dapat terjadi dan dapat menyebabkan kontaktur sendi, pengerasan
ligament atau atrofi otot. Latihan gerak sendi aktif-pasif dapat
dilakukan untuk menurunkan risiko kekakuan sendi. Penggunaan
asetamiofen atau NSAID dapat mengurangi ketidaknyamanan pada
sendi.

D. Penyatuan terhambat

Penyatuan terhambat terjadi ketika penyembuhan melambat tapi


tidak benar-benar berhenti ,mungkin karena adanya ditraksi pada
fragmen fraktur atau adanya penyebab sistemik seperti infeksi.
Dugaan penyatuan terhambat jika klien mengeluhkan nyeri tulang
yang terus menurus atau meningkat serta ketegangan melebihi
masa penyembuhan yang telah diperkirakan sebelumnya
berdasarkan derajat trauma (3 bulan hingga satu tahun).

E. Nekrosis avascular (AVN)

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ketulang


rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia

9) Kasus

Asuhan Keperawatan

Seorang klien dirawat diruangan perawatan umum dirumah sakit pemerintah. Klien
dirawat dengan keluhan patah tulang pada femur sinistra dan luka terbuka sehingga
tulang keluar dari kulit, nyeri hebat, dan perdarahan. Seorang perawat melakukan
anamnesa, didapatkan hasil sebagai berikut: klien mengatakan sakitnya karena
kecelakaan ditabrak motor, saat kecelakaan klien menyatakan sadar akan kejadian,
dan tungkai sinistra sakit untuk digerakkan. Dari hasil pemeriksaan fisik didapat
data: tingkat kesadaran composmentis, TTV: TD 100/60 mmHG, HR 112 x/menit,
Suhu 37 oC, RR 20 x/menit, palpasi daerah farktur ada bagian tulang yang menonjol
dan ada krepitus di femur sisnistra, tulang keluar dari permukaan kulit, perdarahan.
Dari hasil pemeriksaan laboraturium Hb 12 gr/dl, Ht 40%, Lekosit 12.000, GDS 125,
Hasil Rontgen Femur Sinistra: Fraktur Kominutif. Tindakan sementara klien
terpasang spalk dan akan direncanakan dilakukan ORIF, klien terpasang Infus RL
28 tts/menit, dan mendapat antibiotik Cefizox 1 gr/IV. Diagnosa medis klien Fraktur
Terbuka Kominutif Sinistra. Perawat dan dokter serta paramedic lainnya yang terkait
melakukan perawatan secara integrasi untuk menghindari / mengurangi resiko
komplikasi lebih lanjut.

Data Fokus

Data Subjektif Data Objektif


 Klien mengatakan sakitnya karena  Klien dirawat diruang perawatan
kecelakaan ditabrak motor umum rumah sakit pemerintah
 Klien mengatakan sadar akan  Klien patah tulang pada femur
kejadian sinistra
 Klien mengatakan tungkai sinistra  Luka klien terbuka sehingga
sakit untuk digerakkan tulang keluar dari kulit
 Klien mengatakan nyeri hebat  Terlihat perdarahan
 Hasil pemeriksaan fisik:
- Tingkat kesadaran
composmentis
- TD: 100/60 mmHG,
- HR: 112 x/menit,
- Suhu: 37 oC,
- RR: 20 x/menit
- Palpasi daerah farktur ada
bagian tulang yang menonjol
dan ada krepitus di femur
sisnistra
- Tulang keluar dari permukaan
kulit, perdarahan
 Hasil pemeriksaan laboraturium
- Hb 12 gr/dl
- Ht 40%
- Lekosit 12.000
- GDS 125
 Hasil Rontgen Femur Sinistra:
Fraktur Kominutif
 Klien terpasang spalk dan akan
direncanakan dilakukan ORIF
 Klien terpasang Infus RL 28
tts/menit
 Klien mendapat antibiotik Cefizox
1 gr/IV
 Diagnosa medis klien Fraktur
Terbuka Kominutif Sinistra

Analisa Data

No. Data Fokus Masalah Etiologi


Keperawatan
1. Ds: Nyeri Akut Agen Cedera Fisik
- Klien mengatakan nyeri hebat (NANDA, 00132)
- Klien mengatakan sakitnya
disebabkan oleh kecelakaan
ditabrak motor

Do:
- Klien dirawat dengan patah
tulang pada femur sinistra
- Luka terbuka sehingga tulang
keluar dari kulit
- Tingkat kesadaran
composmentis
- TD: 100/60 mmHG,
- HR: 112 x/menit,
- Suhu: 37 oC,
- RR: 20 x/menit
- Palpasi daerah fraktur ada
bagian tulang yang menonjol,
ada krepitus di femur sinistra
- Tulang keluar dari permukaan
kulit
- Hasil Rontgen Femur Sinistra:
Fraktur Kominutif
- Terpasang spalk dan
direncanakan ORIF
- Diagnosa medis klien Fraktur
Terbuka Kominutif Sinistra

2. Ds: Hambatan Gangguan


- Perdarahan mobilitas Fisik Integritas Kulit

Do:
- Klien dirawat dengan patah
tulang pada femur sinistra
- Luka terbuka sehingga tulang
keluar dari kulit
- Tingkat kesadaran
composmentis
- TD: 100/60 mmHG,
- HR: 112 x/menit,
- Suhu: 37 oC,
- RR: 20 x/menit
- Palpasi daerah fraktur ada
bagian tulang yang menonjol,
ada krepitus di femur sinistra
- Tulang keluar dari permukaan
kulit
- Hb 12 gr/dl
- Ht 40%
- Lekosit 12.000
- GDS 125
- Hasil Rontgen Femur Sinistra:
Fraktur Kominutif
- Terpasang spalk dan
direncanakan ORIF
- Klien mendapat antibiotik
Cefizox 1gr/IV
- Diagnosa medis klien Fraktur
Terbuka Kominutif Sinistra
3. Ds: Hambatan Kerusakan
- Klien mengatakan sakitnya Mobilisasi Fisik Integritas Struktur
karena kecelakaan ditabrak (NANDA, 00085) Tulang
motor
- Klien mengatakan tungkai
sinistra sakit untuk digerakkan

Do:
- Klien dirawat dengan patah
tulang pada femur sinistra
- Hasil Rontgen Femur Sinistra:
Fraktur Kominutif
- Terpasang spalk dan
direncanakan ORIF
- Diagnosa medis klien Fraktur
Terbuka Kominutif Sinistra

Diagnosa Keperawatan berdasarkan NANDA:

1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Cedera Fisik (trauma)


2. Risiko Infeksi berhubungan dengan Gangguan Integritas kulit
3. Hambatan Mobilisasi Fisik berhubungan dengan Kerusakan Integritas
Struktur Tulang

Rencana Keperawatan berdasarkan NIC dan NOC:

N Diagnosa Intervensi Tujuan dan kiteria Rasional


o hasil

Nyeri akut 1. Pertahankan imobilasasi  Tujuan : nyeri  Mengurangi nyeri


1 berhubunga bagian yang fraktur dengan dapat berkurang dan mencegah
n dengan tirah baring, gips, bebat dan atau hilang malformasi.
agen cedera atau traksi  Mengurangi nyeri
fisik 2. Tinggikan posisi ekstremitas Kriteria Hasil : dan mencegah
yang terkena. -Nyeri berkurang atau malformasi.
3. Lakukan dan awasi latihan
hilang  Meningkatkan
gerak pasif/aktif. aliran balik vena,
-Klien tampak tenang.
4. Lakukan tindakan untuk mengurangi
- klien melaporkan
meningkatkan kenyamanan edema/nyeri.
skala nyeri berkurang
(masase, perubahan posisi)  Mempertahankan
5. Ajarkan penggunaan teknik menjadi 3-4
kekuatan otot dan
manajemen nyeri (latihan meningkatkan
napas dalam, imajinasi sirkulasi vaskuler.
visual, aktivitas dipersional)  Meningkatkan
6. Lakukan kompres dingin sirkulasi umum,
selama fase akut (24-48 jam menurunakan
pertama) sesuai keperluan. area tekanan lokal
7. Kolaborasi pemberian dan kelelahan
analgetik sesuai indikasi. otot.
Evaluasi keluhan nyeri (skala,  Mengalihkan
petunjuk verbal dan non perhatian
verbal, dlll) terhadap nyeri,
8. Monitor TTV meningkatkan
kontrol terhadap
nyeri yang
mungkin
berlangsung
lama.
 Menurunkan
edema dan
mengurangi rasa
nyeri.
Menurunkan nyeri
melalui
mekanisme
penghambatan
rangsang nyeri
baik secara
sentral maupun
perifer. Menilai
perkembangan
masalah klien.

Resiko 1. Lakukan perawatan pen steril  Tujuan : infeksi tidak  Mencegah infeksi
2 Infeksi dan perawatan luka sesuai terjadi / terkontrol. sekunderdan
berhubunga protokol Kriteria hasil : - tidak mempercepat
n dengan 2. Ajarkan klien untuk ada tanda-tanda penyembuhan
Gangguan mempertahankan sterilitas infeksi seperti pus. luka.
Integritas insersi pen. - luka bersih tidak  Meminimalkan
Kulit 3. Kolaborasi pemberian kontaminasi.
lembab dan tidak
antibiotika dan toksoid
kotor.  Antibiotika
tetanus sesuai indikasi. spektrum luas
- Tanda-tanda vital
4. Analisa hasil pemeriksaan atau spesifik
laboratorium (Hitung darah dalam batas normal
dapat digunakan
5. lengkap, LED, Kultur dan atau dapat
secara profilaksis,
sensitivitas ditoleransi. mencegah atau
luka/serum/tulang) mengatasi infeksi.
6. Observasi tanda-tanda vital  Toksoid tetanus
dan tanda-tanda peradangan untuk mencegah
lokal pada luka. infeksi tetanus.
 Leukositosis
biasanya terjadi
pada proses
infeksi, anemia
dan peningkatan
LED dapat terjadi
pada
osteomielitis.
 Kultur untuk
mengidentifikasi
organisme
penyebab infeksi.
 Mengevaluasi
perkembangan
masalah klien.
Hambatan 1. Pertahankan pelaksanaan  Tujuan : pasien akan  Memfokuskan
3 Mobilitas aktivitas rekreasi terapeutik menunjukkan tingkat perhatian,
Fisik (radio, koran, kunjungan mobilitas optimal. meningkatakan
berhubunga teman/keluarga) sesuai Kriteria hasil : - rasa kontrol
n dengan keadaan klien. penampilan yang diri/harga diri,
Kerusakan 2. Bantu latihan rentang gerak seimbang.. membantu
Integritas pasif aktif pada ekstremitas menurunkan
- melakukan
Struktur yang sakit maupun yang isolasi sosial.
pergerakkan dan
Tulang sehat sesuai keadaan klien.  Meningkatkan
perpindahan.
3. Berikan papan penyangga sirkulasi darah
kaki, gulungan - mempertahankan
muskuloskeletal,
trokanter/tangan sesuai mobilitas optimal mempertahankan
indikasi. yang dapat di tonus otot,
4. Bantu dan dorong perawatan toleransi, dengan mempertahakan
diri (kebersihan/eliminasi) karakteristik : gerak sendi,
sesuai keadaan klien. 0 = mandiri penuh mencegah
5. Ubah posisi secara periodik 1 = memerlukan kontraktur/atrofi
sesuai keadaan klien. alat Bantu. dan mencegah
6. Dorong/pertahankan asupan 2 = memerlukan reabsorbsi
cairan 2000-3000 ml/hari. bantuan dari orang kalsium karena
7. Berikan diet TKTP. lain untuk bantuan, imobilisasi.
8. Kolaborasi pelaksanaan pengawasan, dan  Mempertahankan
fisioterapi sesuai indikasi. pengajaran. posis fungsional
9. Evaluasi kemampuan ekstremitas.
3 = membutuhkan
mobilisasi klien dan program
bantuan dari orang  Meningkatkan
imobilisasi kemandirian klien
lain dan alat Bantu.
4= dalam perawatan
diri sesuai kondisi
ketergantungan;
keterbatasan
tidak berpartisipasi
klien.
dalam aktivitas.
 Menurunkan
insiden komplikasi
kulit dan
pernapasan.
 Mempertahankan
hidrasi adekuat,
mencegah
komplikasi
urinarius dan
konstipasi.
 Kalori dan protein
yang cukup
diperlukan untuk
proses
penyembuhan
dan
mempertahankan
fungsi fisiologis
tubuh.
 Kerjasama
dengan
fisioterapis perlu
untuk menyusun
program aktivitas
fisik secara
individual.
 Menilai
perkembangan
masalah klien
DAFTAR PUSTAKA

Black joyce. M & Jane Hokanse Hawks, (2014). Medical Surgical Nursing vol
1. Jakarta: SalembaMedika
Black J.M., Hawks J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis
untuk hasil yang diharapkan (3-vol set). Edisi Bahasa Indonesia 8. Elsevier
Pte. Ltd

Black, M. Joyce&Hawks J. H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Buku 1.


Singapore: Elsevier

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume

3. Jakarta EGC

Bulechek, M.G dkk.(2013). Nursing Interventions Classification (NIC), 6 th Indonesian


edition. Indonesia: Mocomedia

Irianto, K. (2012). Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa. Bandung: Alfabeta.

LeMone, Priscilla, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguian
Respirasi Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: EGC

Moorhead Sue, dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), 5 th Indonesian


edition. Indonesia: Mocomedia.
Nanda. (2015).Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi10
editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru.Jakarta: EGC.

Rosyidi, Kholid. 2013. Muskuloskeletal. Jakarta : CV. Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai