Anda di halaman 1dari 4

Sistem Manajemen Keamanan Pangan yang umum di implementasikan oleh perusahaan dalam sektor

pangan ini antara lain :

1. HACCP

Sistem keamanan pangan yang termasuk paling sederhana dan lebih mudah untuk mendapatkan
sertifikasi adalah HACCP, disamping GMP (Good Manufacturing Practices). Untuk industri yang baru
“coba-coba” atau “sekedar ingin memenuhi persyaratan pelanggan” tapi menginginkan sertifikasi yang
bisa dijadikan “marketing tool”, maka HACCP masih menjadi pilihan untuk diterapkan. Beberapa
restoran, industri kecil, ataupun retail masih memilih “HACCP saja” untuk diterapkan dan sudah memiliki
banyak manfaat secara internal maupun secara marketing. Dengan memiliki HACCP yang tersertifikasi,
maka akan menjadi pondasi yang bisa dikembangkan dengan lebih mudah ke depannya jika ada
kebutuhan untuk menerapkan ISO 22000, BRC, FSSC, dll.

2. ISO 22000

Standar ini diterbitkan pertama kali di bulan September 2005. Tahun 2006 perusahaan di Indonesia
sudah mulai menerapkannya. Standar ini lebih tinggi dari HACCP, di mana HACCP dan GMP (atau dalam
ISO 22000 disebut PRP – Prerequisite Program) merupakan dua dari empat elemen kunci dalam standar
ini. Artinya, di dalam ISO 22000 sudah otomatis terdapat HACCP dan GMP. Sampai saat ini semakin
banyak industri pangan yang menerapkan ISO 22000. Kesan “berbau international” dari kata-kata “ISO“
membuat industri tertentu lebih percaya diri ketika memiliki ISO 22000 dibanding HACCP. Ini menjadi
pilihan yang baik bagi industri yang sudah menerapkan HACCP untuk meng-“upgrade” sistem
manajemennya ataupun bagi perusahaan yang baru pertama kali menerapkan sistem dan ingin
dipercaya oleh pelanggan serta ingin merapikan sistem manajemen internalnya.

3. FSSC 22000 (Food Safety System Certification)

Peran industri besar multinasional terhadap perkembangan sistem manajemen keamanan pangan
memang tidak bisa diabaikan. Beberapa perusahaan multinasional pangan (seperti Unilever, Nestle,
Danone, Kraft, dll) berkumpul sehingga melahirkan standar yang lebih baik untuk PRP (Prerequisite
Program) yang ada dalam ISO 22000. Standar yang mereka lahirkan bernama PAS 220 (sekarang sudah
diadopsi oleh ISO menjadi ISO/TS 22002-1). PAS 220 ditujukan untuk pabrik (manufakturing) pangan
yang diterapkan bersama ISO 22000. Gabungan antara ISO 22000 dengan PAS 220 ini disebut FSSC
22000. Standar ini pertama terbit di tahun 2008. Sejak tahun 2010, supplier-supplier dari perusahaan
multinasional tersebut (seperti produsen flavor, gula, tepung, dll) yang berlokasi di Indonesia sudah
mulai menerapkan FSSC 22000. Caranya bisa mulai membangun dari awal, ataupun meng-“upgrade” ISO
22000 yang sudah mereka miliki. Pada perkembangannya saat ini, indusri yang memproduksi produk
pangan untuk ritel pun menerapkan standar ini.

4. Integrasi Sistem Mutu dan Keamanan Pangan

Penerapan sistem manajemen keamanan pangan yang baik akan lebih kokoh jika didampingi oleh
penerapan sistem manajemen mutu. Karena bagi industri pangan, satu tanpa lainnya belumlah lengkap.
Ada beberapa pesyaratan dalam sistem manajemen mutu yang belum tercakup di dalam sistem
manajemen keamanan pangan. Untungnya, standar sistem manajemen keamanan pangan seperti ISO
22000 paling mudah diintegrasikan dengan standar sistem manajemen mutu. Mengapa? Karena
memang ISO 22000 dibuat agar mudah diintegrasikan dengan ISO 9001. Karenanya, banyak perusahaan
yang sudah sebelumnya menerapkan ISO 9001, menambahkan penerapan ISO 22000 dalam sistemnya.
Demikian juga sebaliknya. Hasilnya, perusahaan tetap menerapkan satu sistem di mana sistem ini sudah
memenuhi persyaratan dari kedua standar tersebut. Selain ISO 22000, sistem yang juga mudah dan
mulai banyak diintegrasikan dengan ISO 9001 di Indonesia adalah FSSC 22000 (karena dasar FSSC adalah
ISO 22000 juga). Ke depannya, baik tersertifikasi keduanya atau salah satu saja, tren penerapan integrasi
manajemen sistem ini akan semakin besar. Bahkan bukan hanya integrasi sistem manajemen mutu dan
keamanan pangan, tetapi beberapa perusahaan di Indonesia sudah mulai mengintegrasikan juga sistem
tersebut dengan sistem manajemen lingkungan (ISO 14001) ataupun kesehatan dan keselamatan kerja
(OHSAS 18001).

5. Standar-Standar BRC (British Retail Consostium)

BRC menerbitkan beberapa standar. Di antaranya yang paling banyak diterapkan di Indonesia adalah
BRC Global Standard for Food Safety. Saat ini, standar tersebut sudah direvisi sampai issue ke-6. Standar
ini terutama diterapkan oleh industri yang berorientasi ke pasar ekspor, terutama ke UK sebagai negara
asal BRC. Di Indonesia, penerapannya banyak dilakukan oleh perusahaan pengolahan makanan laut
untuk diekspor. Standar BRC lain yang juga mulai dilirik industri di Indonesia adalah BRC Packaging and
Packaging Materials Standard yang merupakan standar untuk diterapkan oleh industri kemasan pangan.

6. GFSI Standard

GFSI (Global Food Safety Initiatives) sebenarnya tidak mengeluarkan standar. Organisasi Internasional ini
dibentuk untuk melakukan pembandingan (benchmarking) terhadap standar-standar sistem manajemen
keamanan pangan yang sudah banyak diterapkan di internasional. Hasilnya, GFSI mengeluarkan daftar
standar yang sudah mereka “approved” atau “recognized”, yaitu standar-standar yang dianggap terbaik
untuk Sistem Manajemen Keamanan Pangan. Di antara standar-standar tersebut, yang banyak
diterapkan di Indonesia adalah FSSC dan BRC. Standar lain yang sudah “recognized” oleh GFSI, tapi tidak
terlalu banyak atau tidak diterapkan di Indonesia adalah IFS, SQF, Canadian GAP, GlobalG.A.P. , Global
Red Meat Standard, dll.

9. Audit Supplier

Salah satu bagian dari penerapan sistem manajemen keamanan pangan adalah memastikan bahwa
supplier yang digunakan juga memiliki standar sistem keamanan panganyang baik. Cara yang sejak lama
sudah dilakukan oleh perusahaan multinasional adalah dengan audit supplier. Perusahaan lokal di
Indonesia pun sudah mulai beberapa tahun belakangan ini menerapkan audit ke suppliernya, meskipun
masih belum banyak yang memiliki sistem audit seketat perusahaan multinasional. Audit bisa dilakukan
dengan auditor internal perusahaan atau meminta bantuan pihak ketiga. Kebanyakan perusahaan
(terutama persahaan multinasional) menyusun sendiri checklist yang digunakan pada saat mengunjungi
supplier untuk diaudit. Namun, sebenarnya, bisa juga digunakan checklist yang mengacu pada standar-
standar yang berlaku secara umum, misalnya standar sistem manajemen keamanan pangan yang
disebutkan di atas.

10. Penerapan Sistem Manajemen Keamanan Pangan di Jasa Boga (Food Service)

Seperti disinggung di atas, industri jasa boga (food service) seperti restoran, catering, café, hotel, dll
mulai melirik penerapan sistem manajemen keamanan pangan. Dikarenakan jenis industrinya (dengan
jumlah orang terbatas serta jumlah proses dalam satu dapur yang bisa lebih banyak dari pabrik), maka
penerepannya perlu dilakukan dengan cara yang lebih sederhana daripada penerapan di pabrik.
Berbeda dengan pabrik yang umumnya hampir tidak pernah dikunjungi konsumen, penerapan sistem di
food service seringnya mudah terlihat oleh konsumen secara langsung di fasilitasnya. Untuk itu, sistem
manajemen apapun yang diterapkan, perlu melibatkan sudut pandang konsumen/pelanggan dalam
memantau sistemnya. Penggunaan “mata pelanggan” untuk menilai penerapan sistem terkait mutu
servis maupun higiene (keamanan pangan) bisa menjadi cara yang efektif untuk memastikan sistem
berjalan dengan baik.

Integrasi dengan pekerjaan sehari hari, hal yang sangat penting dalam penerapan sistem manajemen
keamanan pangan adalah bagaimana sistem itu tidak menjadi beban ketika diterapkan. Pada
perusahaan yang sudah lama berdiri, kemudian baru mulai menerapkan sistem, terkadang masih ada
pemikiran yang memisahkan antara “pekerjaan sehari-hari” yang memang sudah selalu dilakukan
dengan “sistem yang baru”. Sehingga yang terjadi adalah pekerjaan HACCP/ISO/dll tidak pernah
disentuh. Form-form HACCP/ISO terpisah dari form harian yang digunakan dan hanya diisi secara
mendadak ketika akan menghadapi audit. Ini butuh pemahaman dari mulai level manajemen puncak.
Kemudian komunikasi ke bawah juga harus sangat jelas. Pada penyusunannya, semua dokumen seperti
prosedur, instruksi kerja, form, dll perlu dipastikan tidak ada yang dobel (misalnya, ada “form lama” dan
ada “form ISO”). Pada penerapannya, pemantauan perlu dilakukan secara terus menerus untuk
memastikan pemahaman yang benar serta implementasi yang efektif. Caranya adalah dengan
menggunakan hasil audit internal maupun eksternal sebagai bahan masukan untuk menilai implementasi
dan melakukan improvement.

Integrasi Antar Management System

Untuk mengintegrasikan beberapa sistem manajemen dalam satu perusahaan, penyusunan bisa
dilakukan secara bertahap. Terapkan satu standar dulu sampai mendapatkan sertifikasi, kemudian
disusul dengan penerapan standar berikutnya

Integrasi Manajemen sistem di industri pangan yang paling umum adalah integrasi antara sistem
manajemen mutu dan sistem manajemen keamanan pangan. Di Indonesia, paling umum adalah ISO
9001 dengan ISO 22000 (atau sekarang sudah mulai banyak juga yang mengintegrasikan dengan FSSC

Anda mungkin juga menyukai