Go Private Hukum Perusahaan
Go Private Hukum Perusahaan
Dosen Pengampu :
NIM : 1704551014
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
A. Definisi Go Private Perusahaan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Foley & Lardner LLP, alasan suatu
perusahaan terbuka melakukan go private adalah karena merasa terbebani oleh biaya-biaya
yang harus dikeluarkan dan kewajiban-kewajiban sebagai perusahaan terbuka. Adapun biaya
dan kewajiban tersebut antara lain adalah tingginya biaya konsultan hukum dan akuntansi,
biaya penyelenggaraan RUPS, kewajiban memenuhi peraturan pasar modal, kesibukan
melayani analis surat berharga, dan keterbatasan untuk melakukan transaksi dengan pihak
afiliasi. Beberapa dari alasan tersebut tentunya mengundang perdebatan karena justru hal-hal
itulah yang merupakan penunjang pelaksanaan prinsip good corporate governance.
Pada umumnya, perusahaan yang memilih go privat adalah perusahaan yang sangat
sehat, likuid, dan mampu menghasilkan kenaikan profit yang berkesinambungan. Karena
perusahaan sudah dalam kondisi yang mapan, perusahaan memilih untuk go privat, karena
dengan menjadi perusahaan tertutup perusahaan tidak perlu melaporkan kewajiban-kewajiban
dan pengungkapan kepada publik. Selain itu, perusahaan juga tidak diwajibkan untuk
membayar dividen pada pemegang saham.
Selain dua faktor utama di atas, terdapat faktor-faktor lain yang melatarbelakangi
sebuah perusahaan untuk melakukan go privat. Adapun faktor lain tersebut antara lain;
Pertama, menjadi perusahaan terbuka tidaklah mudah di dalam menjalankan seluruh
ketentuan Bapepam-LK dan Bursa Efek Indonesia. Kedua, selain itu juga banyaknya
laporan-laporan yang harus dipenuhi oleh emiten atau perusahaan publik, Khususnya laporan
keuangan, yaitu empat kali dalam tahun, termasuk harus melakukan keterbukaan informasi
setiap peristiwa yang material kepada publik dalam jangka dua hari kerja.
Untuk itu, maka keinginan emiten atau perusahaan publik untuk kembali menjadi
perusahaan tertutup (go private) adalah sebagai salah satu strategi emiten atau perusahaan
publik mencari jalan keluar terhadap kedua masalah tersebut. Di Indonesia, go private
pertama kali dilakukan pada tahun 1996, yaitu pada tindakan go private PT Praxair Indonesia
Tbk. Setelah PT Praxair Indonesia, Tbk, beberapa perusahaan terbuka lain yang melakukan
go private antara lain adalah PT Pfizer Indonesia, Tbk. (2002), PT Miwon Indonesia, Tbk.
(2002), PT Indocopper Investama Tbk. (2002), PT Bayer Indonesia, Tbk. (2003), PT Central
Proteinaprima Tbk. (2004), PT Surya Hidup Satwa, Tbk. (2004), PT Indosiar Visual Mandiri
Tbk. (2004), PT Multi Agro Persada, Tbk. (2005), dan PT Komatsu Indonesia, Tbk. (2005).
Hingga saat ini belum ada pengaturan khusus go private. Namun demikian, di terdapat
beberapa ketentuan yang dapat dijadikan landasan hukum melakukan go private, di antaranya
adalah :
a. UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas [UUPT]. Pasal 21 ayat (2) huruf g
menentukan bahwa status perseroan yang tertutup dapat menjadi perseroan terbuka atau
sebaliknya. Untuk itu, maka perseroan harus mendapatkan persetujuan dari RUPS dan
dengan persetujuan Menteri Kehakiman RI [Pasal 19 ayat (1) juncto Pasal 21 ayat (1)
UUPT]. UU PT melalui pasal 37 ayat (1) UUPT juga mengatur ketentuan tentang
larangan modal dan kekayaan perseroan yang digunakan go private akan menjadi lebih
kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah
disisihkan. Masalah perlindungan terhadap para pemegang saham yang merasa dirugikan
dengan adanya go private telah juga diatur dalam pasal 61 dan pasal 62 UUPT sebagai
dasar pijakan hukumnya. Dengan adanya ketentuan ini semuanya telah menunjukkan
bahwa memang secara normatif kemungkinan mengubah badan hukum dari terbuka
menjadi tertutup dan impilikasinya telah diakomodasi dengan baik oleh UUPT.
c. Peraturan Bursa Efek Indonesia. Sebagai emiten atau perusahaan publik yang telah
tercatat di Bursa Efek Indonesia, maka dalam hal terjadi go private berlaku juga ketentuan
yang diatur dalam peraturan Bursa Efek Indonesia. Ketentuan yang berlaku dalam go
private adalah delisting. Peraturan I-I tentang Penghapusan Pencatatn [Delisting] dan
Pencatatan Kembali [Relisting] Saham di Bursa. Delisting adalah penghapusan
pencatatan dari daftar saham di bursa dikarenakan tidak memenuhi ketentuan-ketentuan
di bursa tersebut. Pada saat perusahaan melakukan go private akan diikuti dengan
tindakan delisting oleh Bursa Efek Indonesia. Pada saat perusahaan yang berstatus
terbuka mengubah statusnya menjadi perusahaan terutup, maka saham perusahaan yang
tadinya tercatat di bursa dihapuskan dari daftar saham yang dapat diperdagangkan.
Delisting itu sendiri adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh bursa efek untuk
mengeluarkan emiten dari bursa. Untuk itulah, maka harus ada permohonan dari
perusahaan tercatat kepada Bursa Efek Indonesia. Bursa Efek Indonesia dapat dilakukan
dengan syarat-syarat: (1). Delisting dapat dilakukan jika telah tercatat di Bursa setelah
tercatat sekurang-kurangnya 5 tahun; (2). Rencana delisting tersebut telah memperoleh
persetujuan RUPS perusahaan tercatat; dan (3). Perusahaan tercatat atau pihak lain yang
ditunjuk, wajib membeli saham yang tidak menyetujui keputusan RUPS.
Syarat ini adalah wajar ada, karena waktu pertama kali emiten atau perusahaan publik
berubah menjadi perusahaan terbuka yang membeli dan menjadikannya adalah juga pihak
pemegang saham independen, maka sama halnya dalam hal tertutup, maka yang berhak untuk
menentukan go private adalah juga seharusnya pemegang saham independen. Sebuah
keadilan keputusan RUPS yang berusaha ditegakkan oleh regulator Bapepam-LK yang di
dalamnya terkandung kesetaraan perlakuan melalui RUPS yang berpihak kepada penentu
awal dan pengadil akhir berubahnya bentuk badan hukum tersebut yaitu pemegang saham
independen.
D. Prosedur Go Private
Apabila setelah penawaran tender masih terdapat pemegang saham yang tidak setuju
dengan proses go private perusahaan, maka sebagaimana disyaratkan dalam Undang-Undang
No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas pasal 55 angka 1, Perusahaan wajib
mengusahakan untuk membeli saham yang dimiliki pemegang saham tersebut. Pembelian
tersebut dapat dilakukan oleh pemegang saham utama dan dapat pula oleh perusahaan
sendiri. Apabila perusahaan memilih untuk membeli sendiri saham tersebut maka wajib
mengikuti peraturan yang terkait dengan pembelian kembali saham. Demikianlah gambaran
singkat mengenai peraturan yang terkait dengan proses go private.
Satu hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses go private adalah bagaimana
menentukan batasan bahwa suatu perusahaan sudah menjadi perusahaan tertutup. Undang-
Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal memberikan definisi mengenai emiten dan
perusahaan publik, namun Undang-Undang tersebut belum memberikan definisi yang jelas
mengenai perusahaan tertutup ataupun perusahaan terbuka. Batasan mengenai perusahaan
tertutup atau perusahaan terbuka sangat diperlukan untuk menentukan kapan kewajiban dari
suatu perusahaan sebagai perusahaan terbuka akan berakhir.
Daftar Pustaka
Surat Edaran Sehubungan dengan Rencana Delisting dan Perubahan Status PT Komatsu
Indonesia Tbk dari Perusahaan Terbuka menjadi Perusahaan Tertutup
Ary Suta, I Putu Gede, 2002, Menuju Pasar Modal Modern, Yayasan Sad Satria Bakti,
Jakarta