Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH EPIDEMIOLOGI

ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2 :

Adetya Septi Salsabilah 18.02.002

Dapatiana 18.02.008

Intan Sari Utami 18.02.018

M. Agus Sofyan 18.02.023

Muliati 18.02.029

DOSEN PENGASUH :

Fitri Apriyanti, SST.,M.Kes

STIKES ABDI NUSA PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Alhamdulillahi Rabbil Alamin. Puji syukur kita panjat kehadirat Allah SWT
karena atas segala Rahmat dan Karunia-Nya, kami bisa menyelesaikan Makalah yang

berudul “ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)”.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dalam Mata Kuliah
Epidemiologi ini pada semester tiga dan untuk membuka wawasan Mahasiswa.

Kami menyadari dalam makalah ini masih banyak terdapat kekeliruan dan
kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan
untuk perbaikan demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamualaikum wr.wb.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................…………………………….…………...............i
DAFTAR ISI....................................….................................…………………............ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................…............……..........................…….……….....1
1.2 Rumusan Masalah...........................….......…..................…………………….............2
1.3 Tujuan Penulisan.................. ...........………............…………………............….........2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian ISPA………………………..……........……………………………...…..3
2.2 Penyebab Penyakit ISPA……………...………………………...……………………4
2.3 Masa Inkubasi dan Penularan ISPA…………………….……………………………4
2.4 Gejala dan Tanda Penyakit Serta Cara Diagnosis ISPA…………..…………………5
2.5 Riwayat Alamiah Penyakit ISPA…………………………………………………….8
2.6 Pengobatan Penyakit ISPA…………………………………….……………………10
2.7 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit ISPA…….……………….……11
2.8 Cara Pencegahan ISPA……………………………………….………………….….14

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan...........……......................……………...………...................……….....17
3.2 Saran……….……………………………………………………………………….18

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….………19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan
yang dapat berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan
gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dengan
berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Infeksi saluran pernafasan akut merupakan
kelompok penyakit yang komplek dan heterogen, yang disebabkan oleh 300 lebih
jenis virus, bakteri, serta jamur. Virus penyebab ISPA antara lain golongan
miksovirus yang meliputi virus influensa, virus pra-influensa dan virus campak.
Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005
menempatkan ISPA sebagai penyebab kematian terbesar di Indonesia dengan
persentase 22,30% dari seluruh kematian. Bukti bahwa ISPA merupakan
penyebab utama kematian adalah banyaknya penderita ISPA yang terus
meningkat. Menurut WHO, ISPA merupakan peringkat keempat dari 15 juta
penyebab pada setiap tahunnya. Jumlah tiap tahun kejadian ISPA di Indonesia
150.000 kasus atau dapat dikatakan seorang meninggal tiap 5 menitnya.
Berdasarkan DEPKES (2006) juga menemukan bahwa 20-30% kematian
disebabkan oleh ISPA.
Faktor penting yang mempengaruhi ISPA adalah pencemaran udara.
Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme
pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernapasan.
Tingginya tingkat pencemaran udara menyebabkan ISPA memiliki angka yang
paling banyak diderita oleh masyarakat dibandingkan penyakit lainnya. Selain
faktor tersebut, peningkatan penyebaran penyakit ISPA juga dikarenakan oleh
perubahan iklim serta rendahnya kesadaran perilaku hidup bersih dan sehat dalam
masyarakat. Dalam rangka memahami lebih jauh tentang ISPA maka di dalam
makalah ini akan dijabarkan secara lengkap semua hal yang berkaitan dengan
ISPA.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu ISPA?

2. Penyebab penyakit ISPA?

3. Bagaimana masa inkubasi dan penularan ISPA?

4. Apa saja gejala dan tanda penyakit serta cara diagnosis ISPA?

5. Bagaimana riwayat alamiah penyakit ISPA?

6. Bagaimana cara pengobatan penyakit ISPA?

7. Apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit ISPA?

8. Cara pencegahan penyakit ISPA?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Sebagai wawasan dan informasi tentang ISPA bagi pembaca agar dapat
terhindar dari penyakit ISPA sehingga membantu menurunkan prevalensi
ISPA.
2. Sebagai wadah aplikasi ilmu penulis dalam rangka studi tentang penyakit
khususnya ISPA.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian ISPA


ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah infeksi akut saluran
pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah beserta
adenaksanya (Depkes RI, 1993).
ISPA adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang berlangsung
sampai 14 hari lamanya. Saluran pernafasan adalah organ yang bermula dari
hidung hingga alveoli beserta segenap adneksanya seperti sinus-sinus, rongga
telinga tengah dan pleura. Sedangkan yang dimaksud dengan infeksi adalah
masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh dan berkembang biak
sehingga menimbulkan penyakit (Depkes, 2000).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis,
fharingitis, dan otitis serta saluran pernafasan bagian bawah seperti laryngitis,
bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia, yang dapat berlangsung selama 14 hari.
Batas waktu 14 hari diambil untuk menentukan batas akut dari penyakit tersebut.
Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli beserta organ
seperti sinus, ruang telinga tengah dan pleura (Depkes RI, 2008).
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan
keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit
mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh
dalam keadaan kegagalan pernafasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam
kegagalan pernafasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit,
meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang
ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong
dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernafasan (Depkes RI, 2008).
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah suatu penyakit yang
terbanyak di diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di
negara maju dan sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit
karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada
masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa
dewasa. (Suprajitno, 2004)

3
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses inflamasi yang
disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikroplasma), atau aspirasi substansi
asing yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran pernapasan (Wong,
2003).
Infeksi saluran pernapasan akut adalah infeksi yang terutama mengenai
struktur saluran pernapasan diatas laring, tetapi kebanyakan, penyakit ini
mengenai bagian saluran atas dan bawah secara simultan atau berurutan.
Gambaran patofisioliginya meliputi infiltrat peradangan dan edema mukosa,
kongesti vaskuler, bertambahnya sekresi mukus, dan perubahan dan struktur
fungsi siliare (Behrman, 1999).

2.2 Penyebab Penyakit ISPA


Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih
dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah
frekuensinya lebih kecil. Penyakit ISPA bagian atas mulai dari hidung,
nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh
viral, sedangkan ISPA bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh bakteri. Saat
ini telah diketahui bahwa penyakit ISPA melibatkan lebih dari 300 tipe antigen
dari bakteri maupun virus tersebut (WHO, 1986). WHO (1986), juga
mengemukakan bahwa kebanyakan penyebab ISPA disebabkan oleh virus dan
mikoplasma, dengan pengecualian epiglotitis akut dan pneumonia dengan
distribusi lobular. Adapun virus-virus (agen non bakterial) yang banyak
ditemukan pada ISPA bagian bawah pada bayi dan anak-anak adalah Respiratory
Syncytial Virus (RSV), adenovirus, parainfluenza, dan virus influenza A & B.

2.3 Masa Inkubasi dan Penularan ISPA


1. Masa inkubasi
ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai
14 hari, dimana secara klinis suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang
terjadi di setiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan
dengan saluran pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Batas 14
hari diambil untuk menunjukkan berlangsungnya proses akut.

4
2. Penularan
Pada umumnya ISPA termasuk ke dalam penyakit menular yang
ditularkan melalui udara. Sumber penularan adalah penderita ISPA yang
menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk
droplet. Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab ISPA
ke dalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup, disamping itu
terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan droplet yang
dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di
sekitar penderita, trasmisi langsung dapat juga melalui ciuman,
memegang/menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan
penderita (Azwar, 1985).

2.4 Gejala dan Tanda Penyakit serta Cara Diagnosis ISPA


1. Gejala dan Tanda Penyakit ISPA
Penyakit ISPA meliputi hidung, telinga, tenggorokan (pharinx),
trachea, bronchioli dan paru. Tanda dan gejala penyakit ISPA pada anak
bermacam-macam seperti batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan,
pilek, demam dan sakit telinga (Depkes RI, 1993).
Sebagian besar dari gejala saluran pernapasan hanya bersifat ringan
seperti batuk dan pilek tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik.
Namun sebagian anak akan menderita radang paru (pneumonia) bila infeksi
paru ini tidak diobati dengan anti biotik akan menyebabkan kematian
(Depkes RI, 1993).
a. Tanda dan gejala ISPA dibagi menjadi dua yaitu golongan umur 2
bulan sampai 5 tahun dan golongan umur kurang dari 2 bulan
(Depkes RI, 1993)
1) Tanda dan gejala ISPA untuk golongan umur 2 bulan sampai 5
tahun
a) Pneumonia berat, bila disertai napas sesak yaitu ada tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada
saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak
menangis/meronta).

5
b) Pneumonia, bila disertai napas cepat, batas napas cepat adalah untuk
umur 2 bulan sampai < 12 bulan sama dengan 50 kali permenit atau
lebih, untuk umur 1-5 tahun sama dengan 40 kali permenit atau
lebih.
c) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa), bila tidak ditemukan tarikan
dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.
2) Tanda dan gejala ISPA untuk golongan umur kurang dari 2 bulan
a) Pneumonia berat, bila disertai tanda tarikan kuat dinding dada
bagian bawah atau napas cepat. Atas napas cepat untuk golongan
umur kurang dari 2 bulan yaitu 60 kali permenit atau lebih.
b) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa), bila tidak ditemukan tanda
tarikan kuat dinding dada bagia bawah atau napas cepat.
b. Tanda dan gejala ISPA berdasarkan tingkat keparahan (WHO,
2002):
1) Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika
ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
a) Batuk
b) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
(misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
c) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
d) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37⁰C.
2) Gejala dari ISPA Sedang
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai
gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai
berikut :
a) Pernafasan cepat (fast breating) sesuai umur yaitu : untuk kelompok
umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau
lebih dan kelompok umur 2 bulan - <5 tahun : frekuensi nafas 50
kali atau lebih untuk umur 2 – <12 bulan dan 40 kali per menit atau
lebih pada umur 12 bulan – <5 tahun.
b) Suhu lebih dari 39⁰C (diukur dengan termometer).
c) Tenggorokan berwarna merah.
d) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.

6
e) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
f) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
3) Gejala dari ISPA Berat
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai
gejal-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut:
a) Bibir atau kulit membiru.
b) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
c) Pernafasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah.
d) Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas.
e) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
f) Tenggorokan berwarna merah.

2. Cara Diagnosis
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan
adalah biakan virus, serologis, diagnostik virus secara langsung. Sedangkan
diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum,
biakan darah, biakan cairan pleura (Halim, 2000).
Diagnosis etiologi pnemonia pada balita sulit untuk ditegakkan karena
dahak biasanya sukar diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi
belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri
sebagai penyebab pnemonia, hanya biakan spesimen fungsi atau aspirasi paru
serta pemeriksaan spesimen darah yang dapat diandalkan untuk membantu
menegakkan diagnosis etiologi pnemonia.
Pemeriksaan cara ini sangat efektif untuk mendapatkan dan menentukan
jenis bakteri penyebab pnemonia pada balita, namun disisi lain dianggap
prosedur yang berbahaya dan bertentangan dengan etika (terutama jika semata
untuk tujuan penelitian). Dengan pertimbangan tersebut, diagnosa bakteri
penyebab pnemonia bagi balita di Indonesia mendasarkan pada hasil penelitian
asing (melalui publikasi WHO), bahwa Streptococcus, Pnemonia dan
Hemophylus influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada
penelitian etiologi di negara berkembang. Di negara maju pnemonia pada
balita disebabkan oleh virus.

7
Diagnosis pnemonia pada balita didasarkan pada adanya batuk dan atau
kesukaran bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai
umur. Penentuan nafas cepat dilakukan dengan cara menghitung frekuensi
pernafasan dengan menggunkan sound timer. Batas nafas cepat adalah :
a. Pada anak usia kurang 2 bulan frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per
menit atau lebih.
b. Pada anak usia 2 bulan - <1 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali
per menit atau lebih.
c. Pada anak usia 1 tahun - <5 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 40 kali
per menit atau lebih.
Diagnosis pneumonia berat untuk kelompok umur kurang 2 bulan
ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60
kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding dada
sebelah bawah ke dalam. Rujukan penderita pnemonia berat dilakukan dengan
gejala batuk atau kesukaran bernafas yang disertai adanya gejala tidak sadar
dan tidak dapat minum. Pada klasifikasi bukan pneumonia maka diagnosisnya
adalah batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis, otitis atau
penyakit non-pnemonia lainnya.

2.5 Riwayat Alamiah Penyakit ISPA


Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus
dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran pernafasan bergerak ke
atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus
oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan
lapisan mukosa saluran pernafasan (Colman, 1992).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran
pernafasan, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal.
Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga
pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk. (Colman,
1992).

8
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap
infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada
saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza
dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder
bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat
saluran pernafasan sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk
yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan
adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran pernafasan dapat menimbulkan
gangguan gizi akut pada bayi dan anak. Virus yang menyerang saluran
pernafasan atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh,
sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga menyebar ke saluran
pernafasan bawah. Dampak infeksi sekunder bakteri pun menyerang saluran
pernafasan bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan
dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat
menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Colman,
1992).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan
aspek imunologis saluran pernafasan terutama dalam hal bahwa sistem imun di
saluran pernafasan yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan
sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran pernafasan yang
terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas sistem
imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa imunoglobulin A (IgA)
memegang peranan pada saluran pernafasan atas sedangkan imunoglobulin G
(IgG) pada saluran pernafasan bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA sangat
berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran pernafasan (Colman,
1992).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi
menjadi empat tahap, yaitu:
1) Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.

9
2) Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan
sebelumnya memang sudah rendah.
3) Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.
Timbul gejala demam dan batuk.
4) Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat
meninggal akibat pneumonia.

2.6 Pengobatan Penyakit ISPA


ISPA mempunyai variasi klinis yang bermacam-macam, maka timbul
persoalan pada diagnostik dan pengobatannya. Sampai saat ini belum ada obat
yang khusus antivirus. Idealnya pengobatan bagi ISPA bakterial adalah
pengobatan secara rasional dengan mendapatkan antimikroba yang tepat sesuai
dengan kuman penyebab. Untuk itu, kuman penyebab ISPA dideteksi terlebih
dahulu dengan mengambil material pemeriksaan yang tepat, kemudian dilakukan
pemeriksaan mikrobiologik, baru setelah itu diberikan antimikroba yang sesuai
(Halim, 2000).
Kesulitan menentukan pengobatan secara rasional karena kesulitan
memperoleh material pemeriksaan yang tepat, sering kali mikroorganisme itu
baru diketahui dalam waktu yang lama, kuman yang ditemukan adalah kuman
komensal, tidak ditemukan kuman penyebab. Maka sebaiknya pendekatan yang
digunakan adalah pengobatan secara empirik lebih dahulu, setelah diketahui
kuman penyebab beserta anti mikroba yang sesuai, terapi selanjutnya
disesuaikan.
Di dalam referensi yang lain berikut ini disebutkan macm-macam
pengobatan untuk para penderita Pneumonia.
1. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigen dan sebagainya.
2. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu
ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

10
3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di
rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk
lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,
dekstrometorfan dan antihistamin.

2.7 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit ISPA


Faktor resiko ISPA:
1. Faktor Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Berat badan lahir rendah ditetapkan sebagai suatu berat lahir yang
kurang dari 2500 gram. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian bayi karena bayi rentan
terhadap kondisi-kondisi infeksi saluran pernapasan bagian bawah
(Ngastiyah, 1997).
Menurut Sulistyowati dalam Djaja (2000) bayi dengan berat badan
lahir rendah mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi berat
badan lebih dari 2500 gram saat lahir selama satu tahun pertama
kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab terbesar kematian akibat infeksi
pada bayi yang baru lahir dengan berat badan rendah, bila dibandingkan
dengan bayi yang beratnya diatas 2500 gram.
2. Faktor umur
Faktor resiko ISPA juga sering disebutkan dalam literature adalah
faktor umur. Adanya hubungan antara umur anak dengan ISPA mudah
dipahami, karena semakin muda umur balita, semakin rendah daya tahan
tubuhnya. Menurut Tupasi et al. (1998), resiko terjadi ISPA lebih besar pada
bayi berumur kurang dari satu tahun, sedangkan menurut Sukar et al. (1996),
anak berumur kurang dari dua tahun memiliki resiko lebih tinggi untuk
terserang ISPA. Depkes (2000), menyebutkan resiko terjadinya ISPA yaitu
pneumonia terjadi pada umur lebih muda lagi yaitu kurang dari dua bulan.
3. Faktor Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil SDKI tahun 1997 menunjukkan adanya perbedaan
prevalensi 2 minggu pada balita dengan batuk dan napas cepat (yang
merupakan ciri khas pneumonia) antara anak laki-laki dengan perempuan,
dimana prevalensi untuk anak laki-laki adalah 9,4% sedangkan untuk anak
perempuan 8,5% (Depkes RI, 1997).

11
Ada kecendrungan anak laki-laki lebih sering terserang infeksi dari
pada anak perempuan, tetapi belum diketahui faktor yang mempengaruhinya
(Soetjiningsih, 1995).
4. Faktor Vitamin
Diketahui adanya hubungan antara pemberian vitamin A dengan resiko
terjadi ISPA. Anak dengan xerophthalmia ringan memiliki resiko 2 kali
untuk menderita ISPA. Depkes (2000), menyebutkan bahwa keadaan
defisiensi vitamin A merupakan salah satu faktor resiko ISPA. Defisiensi
vitamin A dapat menghambat pertumbuhan balita dan mengakibatkan
pengeringan jaringan epitel saluran pernafasan. Gangguan pada epitel ini
juga menjadi penyebab mudahnya terjadi ISPA.
5. Faktor Gangguan Gizi (Malnutrisi)
Malnutrisi dianggap bertanggungjawab terhadap ISPA pada balita
terutama pada Negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini mudah
dipahami karena keadaan malnutrisi menyebabkan lemahnya daya tahan
tubuh anak. Hal tersebut memudahkan kemasukan agen penyakit ke dalam
tubuh. Malnutrisi menyebabkan resistensi terhadap infeksi menurun oleh
efek nutrisi yang buruk. Menurut WHO (2000), telah dibuktikan bahawa
adanya hubungan antara malnutrisi dengan episode ISPA.

6. Status Imunisasi
Telah diketahui secara teoritis, bahwa imunisasi adalah cara untuk
menimbulkan kekebalan terhadap berbagai penyakit (Kresno, 2000). Dari
penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Sebodo (1996), didapatkan proporsi
kasus balita penderita ISPA terbanyak terdapat anak yang imunisasinya tidak
lengkap (10,25%).
7. Status Sosioekonomi
Diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang
rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat.
Sebuah penelitian di Filipina telah membuktikan bahwa sosiaoekonomi
orang tua yang rendah akan meningkatkan resiko ISPA pada anak usia
kurang dari 1 tahun (Tupasi et al., 1988).

12
8. Faktor Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
Penelitian-penelitian yang dilakukan pada sepuluh tahun terakhir ini
menunjukkan bahwa ASI kaya akan faktor antibodi cairan tubuh untuk
melawan infeksi bakteri dan virus. Penelitian di Negara-negara sedang
berkembang menunjukkan menunjukkan bahwa ASI melindungi bayi
terhadap infeksi saluran pernapasan berat (Djaja, 2000).
Jika produksi ASI cukup, pertumbuhan bayi umur 4-5 bulan pertama
akan memuaskan, pada umur 5-6 bulan berat badan bayi menjadi 2 kali lipat
dari pada berat badan lahir, maka sampai umur 4-5 bulan tidak perlu
memberi makanan tambahan pada bayi tersebut (Pudjiadi, 2000).
Lemahnya koordinasi menelan pada bayi umur dibawah 4 bulan dapat
menimbulkan aspirasi kedalam saluran pernapasan menjadi pemicu untuk
terjadinya infeksi saluran pernapasan (Ngastiyah, 1997).
9. Faktor Pencemaran Udara Dalam Lingkungan
Pencemaran udara di dalam rumah selain berasal dari luar ruangan
dapat pula berasal dari sumber polutan di dalam rumah terutama aktivitas
penghuninya antara lain, penggunaan biomassa untuk memasak maupun
pemanas ruangan, asap dari sumber penerangan yang menggunakan bahan
bakar, asap rokok, penggunaan obat anti nyamuk, pelarut organik yang
mudah menguap (formaldehid) yang banyak dipakai pada peralatan perabot
rumah tangga dan sebagainya (Mukono, 1997).
Menurut soesanto (2000) yang dikutip dari Samsuddin (2000), rumah
dengan bahan bakar minyak tanah baik untuk memasak maupun sumber
penerangan memberikan resiko terkena ISPA pada balita 3,8 kali lebih besar
dibandingkan dengan bahan bakar gas.
Asap rokok dalam rumah juga merupakan penyebab utama terjadinya
pencemaran udara dalam ruangan. Hasil penelitian yang dilakukan Charles
(1996), menyebutkan bahwa asap rokok dari orang yang merokok dalam
rumah serta pemakaian obat nyamuk bakar juga merupakan resiko yang
bermakna terhadap terjadinya penyakit ISPA.
Penggunaan obat anti nyamuk bakar sebagai alat untuk menghindari
gigitan nyamuk dapat menyebabkan gangguan saluran pernapasan karena
hasilnya asap dan bau yang tidak sedap. Adanya pencemaran udara di
lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru sehingga

13
mempermudah timbulnya gangguan pernapasan. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Indra Chahaya pemakaian obat nyamuk bakar
mempunyai exp (B) 19,97 yang berarti faktor pemakaian obat nyamuk bakar
mempunyai 19 kali beresiko terhadap terjadiya ISPA.
Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernapasan
dapat menyebabkan terjadinya:
a. Iritasi pada saluran pernapasan, hal ini dapat menyebabkan pergerakan
silia menjadi lambat, bahkan berhenti, sehingga mekanisme pembersihan
saluran pernapasan menjadi terganggu.
b. Peningkatan produksi lendir akibat iritasi bahan pencemar.
c. Produksi lendir dapat menyebabkan penyempitan saluran pernapasan.
d. Rusaknya sel pembunuh bakteri saluran pernapasan.
e. Pembengkakan saluran pernapasan dan merangsang pertumbuhan sel
sehingga saluran pernapasan menjadi menyempit.
f. Lepasnya silia dan lapisan sel selaput lendir

2.8 Cara Pencegahan ISPA


Cara pencegahan berdasarkan level of prevention:
1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Ditujukan pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan
(health promotion) dan pencegahan khusus (spesific protection) terhadap
penyakit tertentu. Termasuk disini adalah :
c. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini
diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal
yang dapat meningkatkan faktor resiko penyakit ISPA. Kegiatan
penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI
Eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan
anak, penyuluhan kesehatan lingkungan, penyuluhan bahaya rokok.
d. Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi angka
kesakitan ISPA.
e. Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi mal nutrisi.
f. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir
rendah.

14
g. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani
masalah polusi di dalam maupun di luar rumah.
2. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Dalam penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan dan
diagnosis sedini mungkin. Dalam pelaksanaan program P2 ISPA, seorang
balita keadaan penyakitnya termasuk dalam klasifikasi bukan pneumonia
apabila ditandai dengan batuk, serak, pilek, panas atau demam (suhu tubuh
lebih dari 370C), maka dianjurkan untuk segera diberi pengobatan.
Upaya pengobatan yang dilakukan terhadap klasifikasi ISPaA atau
bukan pneumonia adalah tanpa pemberian obat antibiotik dan diberikan
perawatan di rumah. Adapun beberapa hal yang perlu dilakukan ibu untuk
mengatasi anaknya yang menderita ISPA adalah :
a. Mengatasi panas (demam).
b. Untuk balita, demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan
kompres dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu
air es).
c. Pemberian makanan dan minuman
Memberikan makanan yang cukup tinggi gizi sedikit-sedikit tetapi
sering, memberi ASI lebih sering. Usahakan memberikan cairan (air putih,
air buah) lebih banyak dari biasanya.

3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)


Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita yang bukan pneumonia
agar tidak menjadi lebih parah (pneumonia) dan mengakibatkan kecacatan
(pneumonia berat) dan berakhir dengan kematian.
Upaya yang dapat dilakukan pada pencegahan Penyakit bukan
pneumonia pada bayi dan balita yaitu perhatikan apabila timbul gejala
pneumonia seperti nafas menjadi sesak, anak tidak mampu minum dan sakit
menjadi bertambah parah, agar tidak bertambah parah bawalah anak kembali
pada petugas kesehatan dan pemberian perawatan yang spesifik di rumah
dengan memperhatikan asupan gizi dan lebih sering memberikan ASI.

15
15
Cara Pencegahan Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain:
1. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita
atau terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA.
Misalnya dengan mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, banyak
minum air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup,
kesemuanya itu akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh
yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan semakin meningkat, sehingga
dapat mencegah virus / bakteri penyakit yang akan masuk ke tubuh kita.

2. Imunisasi
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun
orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita
supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh
virus / bakteri.
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan
mengurangi polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah, sehingga
dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang bisa menyebabkan
terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi
udara (atmosfer) agar tetap segar dan sehat bagi manusia.
4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri
yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara
yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa
virus / bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol (anatu suspensi yang
melayang di udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa dari
sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan
melayang di udara), yang kedua duet (campuran antara bibit penyakit).

16
16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Penyakit ISPA bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis
sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA
bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh bakteri.
2. ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14
hari.
3. Pada umumnya ISPA termasuk ke dalam penyakit menular yang ditularkan
melalui udara.
4. Tanda dan gejala penyakit ISPA pada anak bermacam-macam seperti batuk,
kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit telinga.
5. Riwayat alamiah ISPA dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala
demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal
akibat pneumonia.
6. Pengobatan ISPA oleh virus belum ditemukan sedangkan pengobatan bagi
ISPA bakterial adalah pengobatan secara rasional dengan mendapatkan
antimikroba yang tepat sesuai dengan kuman penyebab.
7. Faktor yang berpengaruh terhadap ISPA antara lain:
a. Faktor Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
b. Faktor umur
c. Faktor Jenis Kelamin
d. Faktor Vitamin

17
e. Faktor Gangguan Gizi (Malnutrisi)

17
f. Status Imunisasi
g. Status Sosioekonomi
h. Faktor Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
i. Faktor Pencemaran Udara Dalam Lingkungan
j. Ventilasi
k. Kepadatan Hunian
8. Cara pencegahan ISPA berdasarkan level of prevention:
a. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
1) Penyuluhan
2) Imunisasi
3) Usaha di bidang gizi
4) Program KIA Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP)
b. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Dalam penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan
dan diagnosis sedini mungkin.
c. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Memperhatikan apabila timbul gejala pneumonia dan supaya tidak
bertambah parah maka membawa anak pada petugas kesehatan dan
pemberian perawatan yang spesifik di rumah dengan memperhatikan
asupan gizi dan lebih sering memberikan ASI.
9. Penyakit ISPA adalah penyakit yang dapat menyerang semua kelompok usia
dari bayi, anak-anak dan sampai orang tua dan merupakan salah satu masalah
kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju.

3.2 Saran

ISPA merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang siapa saja. Oleh
karena itu dalam rangka menghindari ISPA, upaya inti seperti perbaikan kualitas
lingkungan sangat perlu dilakukan. Selain itu, hal-hal lain yang terkait upaya
pencegahan ISPA juga perlu dilakukan agar proteksi terhadap penularan ISPA
semakin baik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, A. 2002. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit


Mutiara
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/ISPA.pdf
(Diakses: 13 April 2013)
DepKes RI. 1991. Bimbingan Ketrampilan Dalam Penatalaksanaan Infeksi
Saluran Pernapasan Akut Pada Anak. Jakarta
DepKes RI. 1992. Direktorat Jendral PPM & PLP. Pedoman
Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ispa). Jakarta
DepKes RI. 2000. Pedoman Pemberantasan Infeksi Saluran Pernapasan
Akut untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta
DepKes RI. 2001. Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA. Jakarta
DepKes RI. 2002. Pedoman Pemberantasan Infeksi Saluran Pernapasan
Akut untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta
IGN Ranuh, (1997). Masalah ISPA dan Kelangsungan Hidup Anak. .
Surabaya : Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak
Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. 2011. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada Anak
Balita, Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta : Pustaka Obor Populer
Mukono. 1997. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan
Pernapasan. Jakarta
Rasmaliah. 2004. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan
Penanggulangannya. Fakultas Kesehatan Masyrakat Universitas Sumatera
Utara. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rasmaliah9.pdf (Diakses: 13
April 2013)

19

Anda mungkin juga menyukai