Anda di halaman 1dari 25

PANDUAN

ASESMENT AWAL GAWAT DARURAT


RUMAH SAKIT UMUM SATITI PRIMA HUSADA
2019

RUMAH SAKIT UMUM SATITI PRIMA HUSADA


DS.BALESONO-NGUNUT TULUNGAGUNG
TELP (0355) 591637
i
KATA PENGANTAR

Pelayanan kesehatan model tradisional menempatkan dokter sebagai


pusat/sentral pelayanan kesehatan, dengan dibantu oleh perawat, apoteker,
fisioterapi, radiographer, analis, ahli gizi, dan tenaga kesehatan lainnya sebagai
pemberi pelayanan kesehatan (PPK). Namun model pelayanan kesehatan
tradisional ini tidak menjamin keselamatan pasien (patient safety). Model
Pelayanan Kesehatan Berfokus pada Pasien (Patient-Centered Care/PCC) yang
telah diterapkan dengan cepat di banyak RS di seluruh dunia telah menggeser
semua PPK menjadi di sekitar pasien, dan menempatkan pasien sebagai fokus
pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan yang akan diberikan kepada pasien harus dilakukan
dengan melakukan kajian/skrining terlebih dahulu untuk menentukan dan
memenuhi kebutuhan pelayanan pasien secara tepat dan benar. Asesmen pasien
merupakan kegiatan penilaian terhadap seorang pasien secara menyeluruh dan
terintegrasi, yang meliputi pengumpulan informasi, analisis informasi dan
penyusunan rencana pelayanan/pengobatan.
Paradigma PCC menuntut asesmen pasien dilakukan oleh para pemberi
asuhan terhadap pasien bersama-sama secara terintegrasi melakukan asesmen
awal dan menentukan rencana pelayanan pasien serta
melaksanakan/mengimplementasikan rencana pelayanan tersebut untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan pasien. Oleh karena itu perlu disusun suatu
panduan asesmen pasien yang akan dipergunakan oleh para PPK secara bersama-
sama.
Panduan Asesmen Pasien ini akan memberikan gambaran kegiatan
asesmen awal yang dilakukan oleh dokter, perawat, apoteker, fisioterapi,
radiographer, analis, ahli gizi, dan PPK lainnya untuk menegakkan diagnosis awal
dan menentukan rencana pelayanan. Setelah dilakukan implementasi atas rencana
pelayanan tersebut, dilakukan asesmen ulang untuk menentukan respon terhadap
pengobatan dan merencanakan pengobatan lanjutan serta rencana pemulangan
pasien (discharge planning).

ii
Diharapkan Panduan ini dapat digunakan sebagai acuan baku bagi para PPK untuk
memberikan pelayanan kesehatan dengan pasien sebagai fokus/sentral pelayanan
kesehatan. Penyempurnaan dan perbaikan Panduan ini akan dilakukan secara
periodik dengan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan di lapangan.

iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. TUJUAN............................................................................................. 1
B. DEFINISI............................................................................................. 1
BAB II RUANG LINGKUP........................................................................... 3
A. UNIT KERJA TERKAIT PELAKSANAAN ASESMEN PASIEN.... 3
B. KEWENANGAN PELAKSANA........................................................ 3
C. WAKTU PELAKSANAAN................................................................. 3
D. KATEGORI ASESMEN PASIEN....................................................... 4
E. ISI MINIMAL ASESMEN AWAL...................................................... 6
F. ASESMEN ULANG............................................................................. 7
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG.......................................................... 7
BAB III TATA LAKSANA............................................................................. 9
A. TATA LAKSANA SKRINING INFORMASI...................................... 9
B. TATA LAKSANA ASESMEN MEDIS................................................ 9
C. TATA LAKSANA ASESMEN KEPERAWATAN.............................. 10
D. TATA LAKSANA ASESMEN GIZI..................................................... 10
E. TATA LAKSANA ASESMEN MALNUTRISI..................................... 14
F. TATA LAKSANA ASESMEN PASIEN DENGAN NYERI................ 14
G. TATA LAKSANA ASESMEN RESIKO JATUH.................................. 15
H. TATA LAKSANA ASESMEN TAHAP TERMINAL............................ 15
I. TATA LAKSANA ASESMEN PRA BEDAH........................................ 16
BAB IV DOKUMENTASI................................................................................. 20
JENIS FORM ASESMEN
A. FORM RAWAT JALAN
B. FORM GAWAT DARURAT
C. FORM RAWAT INAP
D. FORM POLI SPESIALIS

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Tujuan
Asesmen awal dari seorang pasien, baik pasien gawat darurat, pasien rawat jalan,
maupun pasien rawat inap dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien dan
untuk memulai proses pelayanan. Asesmen awal memberikan informasi untuk:
1. Mengumpulkan data yang komprehensif untuk menilai kondisi dan masalah
pasien.
2. Memahami pelayanan apa yang dicari pasien
3. Memiih jenis pelayanan yang terbaik bagi pasien
4. Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa
5. Melakukan intervensi segera
6. Menetapkan diagnosis awal
7. Memahami respon pasien terhadap pengobatan sebelumnya

B. Definisi
1. Asesmen Pasien adalah tahapan dari proses dimana dokter, perawat, dietisien
mengevaluasi data pasien baik subyektif maupun obyektif untuk membuat
keputusan terkait :
a. Status kesehatan pasien
b. Kebutuhan perawatan
c. Intervensi
d. Evaluasi
2. Asesmen AwalPasien Rawat Inap adalah tahap awal dari proses dimana
dokter, perawat, dietisien mengevaluasi data pasien dalam 24 jam pertama
sejak pasien masuk rawat inap atau bisa lebih cepat tergantung kondisi
pasien dan dicatat dalam rekam medis
3. Pelaksanaan pasien rawat jalan dengan penyakit akut/non kronis, asesmen
awal diperbaharui setelah 1(satu) bulan
4. Untuk pelaksanaan pasien rawat jalan dengan penyakit kronis, asesmen awal
diperbaharui setelah 3(tiga) bulan
5. Asesmen Awal Pasien Rawat Jalan adalah tahap awal dari proses dimana
dokter mengevaluasi data pasien baru rawat jalan, bidan melakukan
pengkajian awal kebidanan dan menentukan rencana pelayanan kebidanan
selanjutnya.

1
6. Asesmen Awal Pasien Gawat Darurat adalahpengumpulan informasi
(anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang diagnostik) oleh
dokter, perawat, dan bidan untuk menentukan rencana pelayanan
kegawatdaruratan selanjutnya.
7. Asesmen Ulang Pasien adalah tahap lanjut dari proses dimana dokter,
perawat, bidan, dietisien mengevaluasi ulang data pasien atas adanya
perubahan yang signifikan atas kondisi klinisnya berdasarkan pelayanan
klinis yang telah diberikan sebelumnya.
8. Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien
9. DPJP adalah seorang dokter / dokter gigi yang bertanggung jawab atas
pengelolaan asuhan medis seorang pasien. DPJP juga bertanggung jawab
terhadap kelengkapan, kejelasan dan kebenaran serta ketepatan waktu
pengembalian dari rekam medis pasien tersebut
10. Keperawatan adalah seluruh rangkaian proses asuhan keperawatan &
kebidanan yang diberikan kepada pasien yang berkesinambungan yang di
mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki
ataupun memelihara derajat kesehatan yang optimal
11. Ahli gizi/dietisien adalah seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan
wewenang secara penuh oleh Direktur RS untuk melakukan kegiatan teknis
fungsional di bidang pelayanan gizi, makanan dan dietetic di RS.

2
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Unit Kerja Terkait Pelaksanaan Asesmen Pasien


1. Unit Gawat Darurat
2. Unit Rawat Jalan
3. Unit Bedah & Steriliasi
4. Unit Rawat Inap
5. Unit Laboratorium
6. Unit Radiologi
7. Unit Gizi

B. Kewenangan Pelaksana
1. Dokter
Dokter adalah dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis lulusan fakultas atau
Universitas yang terakreditasi. Dokter dapat melakukan asesmen berupa anamnesis,
pemeriksaan fisik dan permintaan pemeriksaan penunjang berdasarkan
kompetensinya, dan berdasarkan Panduan Praktik Klinis masing-masing.
2. Perawat/Bidan
Perawat/Bidan yang bekerja di RSU satiti prima husada yang di lengkapi dengan SIK,
STR yang berlaku sesuai kebijakan yang telah ditentukan. Perawat/Bidan dapat
melakukan asesmen berupa anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai dengan
kompetensinya berdasarkan Standar Asuhan Keperawatan/Kebidanan yang telah
ditetapkan
3. Apoteker
Apoteker dapat melakukan asesmen berupa pengelolaan obat, pelayanan obat atas
resep dokter, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan distribusi obat.
4. Ahli gizi
Ahli gizi melakukan asesmen nutrisi terhadap pasien rawat jalan (di Poli Gizi) dan
pasien rawat inap yang mendapatkan instruksi diet khusus dari dokter DPJP dan juga
dari hasil skrining status gizi pasien dengan menggunakan MST (malnutrition
screening tools) dan pasien diketahui berisiko atas nutrisinya

C. Waktu Pelaksanaan
1. Asesmen awal pasien dilakukan pada saat kontak pertama Pemberi Pelayanan
Kesehatan dengan pasien, di setiap unit pelayanan. Asesmen awal pasien
3
rawat inap harus sudah selesai dilakukan dan dicatat dalam berkas rekam
medis pasien selambat-lambatnya 24 jam sejak pasien masuk rumah sakit.
2. Pelaksanaan pasien rawat jalan dengan penyakit akut/non kronis, asesmen
awal diperbaharui setelah 1(satu) bulan
3. Untuk pelaksanaan pasien rawat jalan dengan penyakit kronis, asesmen awal
diperbaharui setelah 3(tiga) bulan
4. Kerangka waktu untuk melakukan assesmen awal keperawatan IGD antara 15
s/d 30 menit. Apabila di perlukan pemeriksaan penunjang atau konsultasi
spesialistik maka assesmen dapat dilakukan dalam waktu 2 jam.
5. Asesmen yang sebagian atau seluruhnya dibuat di luar rumah sakit, maka
segera dilakukan penilaian ulang atau verifikasi pada saat masuk sebagai
pasien rawat inap, antara lain:
a. Temuan yang bersifat penting sesuai dengan kompleksitas pasien, rencana
pelayanan dan pengobatan
b. Kejelasan diagnosis,
c. Adanya foto radiologi yang diperlukan untuk operasi,
d. Adanya perubahan kondisi pasien, seperti pengendalian gula darah,
identifikasi hasil laboratorium yang penting dan perlu diperiksa ulang.
6. Asesmen yang dibuat di luar RS, apabila pasien masuk rumah sakit melebihi
30 hari, maka asesmen tersebut harus dinilai ulang dan diverifikasi pada saat
pasien masuk rawat inap, untuk memperbarui atau mengulang bagian-bagian
dari asesmen yang sudah lebih dari 30 hari.
7. Asemen ulang dilakukan pada saat pasien masuk rumah Sakit lewat rawat
jalan dan Unit Gawat Darurat, berdasarkan kebutuhan dan kondisinya.

D. Kategori Asesmen Pasien


1. Asesmen Medis
2. Asesmen Keperawatan/Kebidanan
3. Asesmen Gizi
4. Asesmen Pra Anestesi
5. Asesmen Pra Bedah
6. Asesmen Nyeri
7. Asesmen Risiko Jatuh
8. Asesmen Akhir Kehidupan
Komponen utama dari proses pelayanan pasien rawat inap dan rawat jalan adalah
asesmen pasien untuk memperoleh informasi terkait status medis pasien. Khusus
pasien rawat inap, asesmen pasien terkait status kesehatan, intervensi, kebutuhan

4
keperawatan, dan gizi. Untuk dapat berhasil memberikan terapi / asuhan yang
berorientasi kepada pasien, dalam prakteknya, dokter, perawat dan dietisien harus
memiliki pengetahuan dan keahlian dalam melakukan asesmen pasien. Asesmen
pasien diperoleh dari pasien dan sumber-sumber lain (misalnya: profil terapi obat,
rekam medis, dan lain-lain). Asesmen pasien dibutuhkan dalam membuat keputusan-
keputusan terkait: (a) status kesehatan pasien; (b) kebutuhan dan permasalahan
keperawatan; (c) intervensi guna memecahkan permasalahan kesehatan yang sudah
teridentifikasi atau juga mencegah permasalahan yang bisa timbul dimasa mendatang;
serta (d) tindak lanjut untuk memastikan hasil-hasil yang diharapkan pasien
terpenuhi.
Proses asuhan kepada pasien saling berhubungan/ terjadi kolaborasi antara dokter,
perawat dan gizi. Sulit untuk dimengerti bahwa dokter dapat menyembuhkan pasien
tanpa bantuan asuhan keperawatan dan terapi gizi.

ASESMEN
PASIEN

ASESMEN ASESMEN
ASESMEN GIZI
KEPERAWATAN MEDIS

RENCANA TERAPI BERSAMA

MENGEMBANGKAN
RENCANA ASUHAN

MELAKUKAN EVALUASI

MELAKUKAN ASESMEN ULANG BILA TERJADI


PERUBAHAN SIGNIFIKAN TERHADAP KONDISI
KLINIS PASIEN

Dalam asesmen, pasien dan keluarga harus diikutsertakan dalam seluruh proses,
agar asuhan kepada pasien menjadi optimal. Pada saat evaluasi, bila terjadi
perubahan yang signifikan terhadap kondisi klinis pasien, maka harus segera
dilakukan asesmen ulang. Bagian akhir dari asesmen adalah melakukan evaluasi,
umumnya disebut monitoring yang menjelaskan faktor-faktor yang akan
menentukan pencapaian hasil-hasil nyata yang diharapkan pasien.

5
E. Isi Minimal Asesmen Awal
a. Asesmen AwalKeperawatanIGD
1) Identitas Pasien
2) Alergi reaksi
3) Riwayat sakit dan kesehatan
a) Keluhan utama
b) Riwayat penyakit saat ini
c) Riwayat penyakit sebelumnya
d) Riwayat penyakit keluarga
e) Riwayat alergi
f) Status ekonomi
g) Psiko-sosio-spritual
h) Kultural
i) Biologis
j) Resiko cidera jatuh
k) Kebutuhan privasi pasien
l) Status fungsional
4) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
b) Pernafasan
c) Kardiovaskuler
d) Persyarafan
e) Penginderaan
f) Perkemihan
g) Pencernaan
h) Muskulos skeletal
i) Lokasi luka
j) Endokrin
k) Risiko nutrisional
l) Personal higienes
m) Resiko cidera jatuh
n) Kebutuhan privasi pasien
o) Status fungsional
p) Asesmen nyeri
q) Kebutuhan edukasi
r) Discharge planing
s) Terapi
6
t) Pemeriksaan penunjang
u) Masalah keperawatan
Asesmen Awal Keperawatan dicatat pada berkas rekam medis

F. Asesmen Ulang
Asesmen ulang didokumentasikan pada lembar SOAP (Subyektif, Obyektif ,
Asesmen, Planning).
1. Bagian subyektif ( S ) : berisi informasi tentang pasien yang meliputi
informasi yang diberikan oleh pasien, anggota keluarga, orang lain yang
penting, atau yang merawat. Jenis informasi dalam bagian ini meliputi:
a. Keluhan/gejala-gejala atau alasan utama pasien datang ke rumah sakit,
menggunakan kata-katanya sendiri (keluhan utama).
b. Riwayat penyakit saat ini yang berkenaan dengan gejala-gejala (riwayat
penyakit saat ini).
c. Riwayat penyakit dahulu (pada masa lampau).
d. Riwayat pengobatan, termasuk kepatuhan dan efek samping (dari pasien,
bukan dari profil obat yang terkomputerisasi).
e. Alergi.
f. Riwayat sosial dan/atau keluarga.
g. Tinjauan/ulasan sistem organ
2. Bagian objektif ( O ) : berisi informasi tentang pemeriksaan fisik, tes – tes
diagnostik dan laboratorium dan terapi obat
3. Bagian asesmen ( A ) : menilai kondisi pasien untuk diterapi.
4. Bagian plan ( P ) : berisi rencana pemeriksaan tambahan yang dibutuhkan,
rencana terapi yang akan diberikan dan rencana pemantauan khusus yang
akan dilakukan untuk menili perkembangan kondisi pasien.
Dengan format dokumentasi yang sistematik, konsisten dan seragam tersebut maka
lembar SOAP akan menjadikan rencana berbagai asuhan pasien menjadi lebih
efisien. Catatan SOAP adalah format yang akan digunakan pada keseluruhan tindakan
medik, keperawatan dan gizi dalam rencana terapi / terapeutik serta asuhan pasien.
Asesmen ulang keperawatan tersebut dicatat dalam berkas rekam medis

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Penunjang gawat Darurat
Dokter yang berwenang di unit Gawat Darurat membuat permintaan untuk segera
dilaksanakan pemeriksaan penunjang (cito) meliputi pemeriksaan Laboratorium (
darah lengkap ) dan radiodiagnostik (rontgen,USG) sesuai keperluan. Semua catatan
hasil pemeriksaan penunjang tersebut harus disimpan dalam rekam medis pasien
7
Pemeriksaan Penunjang Rawat Inap
DPJP membuat permintaan untuk dilaksanakan pemeriksaan penunjang
termasuk didalamnya pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, kimia klinik, dll),
pemeriksaan radiodiagnostik (rontgen, USG) sesuai yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosa medis. Semua catatan hasil pemeriksaan penunjang tersebut
harus disimpan dalam rekam medis pasien

8
BAB III
TATA LAKSANA

A. Tata Laksana Skrining Informasi


Kegiatan skrining dilakukan pada saat kontak pertama pasien dengan petugas RS,
dengan mengajukan serangkaian pertanyaan kepada pasien untuk menentukan
kebutuhan pelayanan pasien dan disesuaikan dengan kemampuan RS dalam
memenuhi kebutuhan pelayanan pasien tersebut.
1. Tempat Pendaftaran Pasien
Petugas pendaftaran pasien gawat darurat dan rawat jalan menanyakan:
a. Tujuan pasien datang ke RS
b. Identitas Pasien
Indentitas pasien meliputi didalamnya nama,umur, jenis kelamin, pekerjaan, cara
bayar, alamat, dan telepon
c. Petugas pendaftaran membuat nomor registrasi medik pasien yang
bersangkutan.
d. Mencatat waktu dan tanggal kunjungan tersebut
2. Unit Gawat Darurat
3. Unit Rawat Jalan
4. Unit Rawat Inap

B. Tata Laksana Asesmen Medis


1. DPJP secara menyeluruh dan sistematis mengumpulkan informasi dan data
klinis pasien, menganalisis, dan menentukan diagnosis kerja serta menetapkan
rencana pelayanan.
2. Asesmen Medis rawat jalan dibuat sesuai format, dicatat dalam berkas rekam
medis
3. Asesmen Medis Gawat Darurat dibuat sesuai format, dicatat dalam berkas
rekam medis
4. DPJP wajib membuat dan menyelesaikan asesmen medis rawat inap selambat-
lambatnya 1 x 24 jam sejak pasien masuk rumah sakit.
5. Pelaksanaan pasien rawat jalan dengan penyakit akut/non kronis, asesmen
awal diperbaharui setelah 1(satu) bulan
6. Untuk pelaksanaan pasien rawat jalan dengan penyakit kronis, asesmen awal
diperbaharui setelah 3(tiga) bulan
7. Surat Permintaan Rawat Inap berdasarkan asesmen medis yang dibuat lebih
dari 30 hari (oleh dokter RSU satiti prima husada atau dokter luar RS), wajib
9
dinilai ulang dengan melakukan asesmen medis berdasarkan kondisi saat ini,
dengan melakukan verifikasi.
8. Semua asesmen medis dicatat dalam berkas rekam medis, dengan
mencantumkan tanggal dan jam pelaksanaan, serta menuliskan nama dan
tanda tangan staf medis yang bersangkutan.
C. Tata Laksana Asesmen Keperawatan
1. Asesmen awal keperawatan rawat inap merupakan serangkaian proses yang
berlangsung saat pasien masuk rawat inap untuk dilakukan pemeriksaan
secara sistematis untuk mengidentifikasi masalah keperawatan pada pasien.
2. Perawat secara menyeluruh dan sistematis mengumpulkan informasi dan data
pasien berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, untuk selanjutnya
menganalisis, dan dicatat dalam berkas rekam medis Form
3. Perawat yang berwenang selanjutnya menentukan diagnosis keperawatan serta
menetapkan rencana keperawatan, dicatat dalam berkas rekam medis
Asesmen ulang keperawatan keperawatan dibuat sesuai format SOAP, dicatat
dalam berkas rekam medis
D. Tata Laksana Asesmen Gizi
1. Asesmen Gizi Rawat Jalan
a. Tahapan pelayanan gizi rawat jalan diawali dengan adanya rujukan
dokter dari pasien poli umum.
b. Langkah berikutnya dilakukan Proses Asuhan Gizi Terstandart
(PAGT)
1) Identitas Pasien: Dietisien menanyakan dan mencatat identitas pasien
2) Riwayat Gizi : Pola Makan, Alergi, Asupan Makanan : Dietisien
menanyakan pola makan pasien sebelum sakit, ada atau tidak
mempunyai alergi terhadap makanan tertentu, dan jumlah asupan
makanan sehari sebelum datang ke RS yang meliputi jumlah dan jenis
makanan yang dikonsumsi.
3) Riwayat Personal: Dietisien menanyakan riwayat penyakit yang
pernah diderita dan keluarga pasien.
4) Antropometri : Dietisien mengukur antropometri pasien meliputi BB,
TB, kemudian menentukan status gizi (IMT).
5) Biokimia: Dietisien mencatat hasil pemeriksaan laboratorium yang
berhubungan dengan gizi, apabila ada.
6) Fisik/Klinis: Dietisien mencatat hasil pemeriksaan fisik/klinis yang
berhubungan dengan gizi, apabila ada.

10
7) Diagnosis Gizi: Dietisien menetapkan diagnosis gizi dari data-data
yang diperoleh. Diagnosis gizi diuraikan atas komponen masalah gizi
(problem), penyebab masalah (Etiologi) dan tanda-tanda atau gejala
adanya masalah (Signs dan Symptoms).
8) Intervensi : Dietisien memberikan intervensi gizi berupa edukasi dan
konseling gizi yang meliputi makanan yang boleh dan tidak boleh
dikonsumsi sesuai dengan diagnosis yang telah ditetapkkan
2. Asesmen Gizi Rawat Inap
a. Identitas Pasien: Dietisien menanyakan dan mencatat identitas pasien
b. Skrining Gizi:
1) Ahli gizi mengukur tinggi badan pasien baru dengan mengukur tinggi
badan yang terdapat pada timbangan. Posisi pasien berdiri tegak.
2) Ahli gizi menimbang berat badan pasien dengan timbangan yang
terdapat diruangan.
3) Resiko malnutrisi pasien baru ditentukan dengan perangkat MST (
Malnutrition Screening Tool) yaitu memberikan 2 pertanyaan yang
berhubungan dengan riwayat perubahan berat badan dan asupan
makanan.
a) Langkah pertama : menanyakan apakah ada penurunan berat badan yang tidak
direncanakan, apabila ada diberi skor 2, dan apabila tidak ada diberi skor 0.
Apabila ada penurunan BB sebanyak : 1-5 kg diberi skor 1, 6-10 kg diberi
skor 2, 11-15 kg diberi skor 3, > 15 kg diberi skor 4, tidak yakin diberi skor 2.
Bila pasien tidak tahu atau tidak yakin apakah berat badannya turun, tetapi
baju menjadi lebih longgar / tampak lebih kurus, maka skor 2. Bila pasien
tidak tahu / tidak yakin berat dan turun dan tidak ada perubahan pada
tubuhnya maka skor 0.
b) Langkah kedua : menanyakan apakah ada penurunan nafsu makan. Apabila
ada diberi skor 1, dan apabila tidak ada diberi skor 0.
c) Langkah ke tiga: Menanyakan kepada pasien apakah pasien menderita
penyakit yang meningkatkan kebutuhan gizi karena stress metabolik seperti
salah satu diagnosis penyakit seperti : penyakit kronis dengan komplikasi
diabetes, penyakit ginjal kronik, sirosis hati, PPOK, HD, kanker, strok,
pneumonia, transplantasi sumsum tulang, cedera kepala berat, luka bakar,
bedah digestif, patah tulang pinggul, dll. Apabila ada yang berisiko malnutrisi
di beri skor 2, dan apabila tidak ada di beri skor 0
d) Langkah ke empat : jumlahkan nilai skor 3 pertanyaan diatas, dan menentukan
tingkat resiko malnutrisi.
11
e) Skor < 2 : berarti pasien tidak berisiko malnutrisi
f) Skor >2 :berarti pasien berisiko malnutrisi

3.Skrining asesmen gizi pasien obstetri/kehamilan/nifas


a. Langkah pertama apakah asupan makanan berkurang karena tidak
nafsu makana, apabila asupan makan berkurang skor 1 apabila tidak
skor 0.
b. Langkah kedua apakah pertambahan BB yang kurang atau lebih
selama kehamilan apabila ada pertambahan BB yang kurang atau
lebih skor 2 apabila tidak ada skor 0.
c. Langkah ke tiga apabila nilai HB <10g/dl atau HCT <30% di beri skor
1 apabila tidak skor 0
d. Langkah ke empat apabila ada gangguan metabolism/ kondisi khusus
(penyakit DM,gangguan fungsi tiroid,infeksi kronis, HIV/AIDS, TB
lupus, dll) diberi skor 2, apabila tidak diberi skor 0.
e. Langkah ke lima : jumlahkan nilai skor ke 4 pertanyaan diatas, dan
menentukan tingkat resiko malnutrisi.
f. Skor < 2 : berarti pasien tidak berisiko malnutrisi
g. Skor >2 :berarti pasien berisiko malnutrisi
4.Asesmen Gizi Pasien Anak
Asesmen gizi pada anak dilakukan berdasarkan kriteria STRONG-kids.
a. Langkah pertama : pada tahap ini melihat pasien apakah tampak kurus.
Dikategorikan menjadi : pasien tampak kurus diberi skor 1, pasien tidak
tampak kurus diberi skor 0.
b. Langkah kedua : pada tahap ini menanyakan kepada orang tua pasien apakah
terdapat penurunan BB selama 1 bulan terakhir. Dikategorikan menjadi : ada
penurunan BB selama 1 bulan diberi skor 1, dan apabila tidak ada penurunan
diberi skor 0.
(Berdasarkan penilaian obyektifitas data BB bila ada atau penilaian subyektifitas
orang tua pasien atau untuk bayi < 1 tahun BB tidak naik selama 3 bulan terakhir ).
c. Langkah ketiga : pada tahap ini menanyakan apakah terdapat salah satu dari
kondisi tersebut, ( diare >5 kali/hari dan/atau muntah > 3 kali/hari dalam
seminggu terakhir atau asupan makanan berkurang selama 1 minggu terakhir).
Apabila ada salah satu diatas diberi skor 1, dan apabila tidak ada diberi skor 0.
d. Langkah keempat : pada tahap ini menanyakan kepada orang tua apakah
terdapat penyakit atau keadaan yang mengakibatkan pasien beresiko
mengalami malnutrisi. (penyakit : diare kronis, HIV, hepatoma, ginjal, lain-
12
lain). Apabila ada penyakit yang beresiko mengalami malnutrisi diberi skor 2,
dan apabila tidak ada diberi skor 0.
e. Langkah kelima : tambahkan skor yang diperoleh dari langkah 1,2,3, dan 4
untuk menilai adanya resiko malnutrisi.
f. Skor < 2 : berarti pasien tidak berisiko malnutrisi
g. Skor >2 :berarti pasien berisiko malnutrisi

5.Pasien yang beresiko masalah gizi dilakukan pengkajian gizi lebih lanjut
dengan mengisi formulir asuhan gizi. Langkah – langkahnya adalah sebagai
berikut :
a. Riwayat Gizi : pola makan, alergi, asupan makanan : Dietesien
menanyakan pola makan pada pasien sebelum sakit, ada atau tidak
mempunyai alergi terhadap makanan tertentu, dan jumlah asupan
makanan sehari sebelum datang ke RS yang meliputi jumlah dan jenis
makanan yang dikonsumsi.
b. Riwayat personal : Dietesien menanyakan riwayat penyakit yang
pernah diderita dan keluarga pasien.
c. Antropometri :Dietesien mengukur berat badan dan tinggi badan , atau
LILA dan tinggi lutut , kemudian disimpulkan status gizinya.
d. Biokimia : Dietesien mencatat hasil pemeriksaan laboratorium yang
berhubungan dengan gizi, apabila ada.
e. Fisik/klinis : Dietesien mencatat hasil pemeriksaan fisik/klinis yang
berhubungan dengan gizi, apabila ada.
f. Diagnosis Gizi : Dietesien menetapkan diagnosis gizi dari data – data
yang diperoleh. Diagnosis gizi diuraikan atas komponen masalah gizi
(problem), penyebab masalah (Etiologi) dan tanda – tanda atau gejala
adanya masalah (Signs dan Symptoms).
g. Intervensi : Dietesien memberikan intervensi gizi berupa terapi diet
penyediaan makanan (Jenis diet, Bentuk Makanan,frekuensi
pemberian).
h. Monitoring evaluasi: kegiatan monitoring dan evaluasi gizi yang di
lakukan untuk mengetahui respon pasien/ klien terhadap intervensi
dan tingkat keberhasilnnya.
i. Edukasi Gizi :Dietesien melakukan penyuluhan atau konsultasi gizi
pada pasien beresiko malnutrisi maupun pada pasien yang tidak
beresiko malnutrisi.

13
E. TATA LAKSANA ASESMEN ULANG MAL NUTRISI
Asesmen ulangdidokumentasikan pada lembar CATATAN PEREKEMBANGAN
GIZI (Antropometri , Biokimia , Fisik/klinis , Diet , Asupan intake makanan )
1. Antropometri : Berat badan , tinggi badan , tinggi lutut ( apabila dalam
kondisi tinggi badan tidak dapat diukur ) , lingkar lengan atas (LILA) ,
2. Biokimia : Data biokimia merupakan hasil pemeriksaan laboratorium ,
pemeriksaan yang berkaitan dengan status gizi , status metabolik , dan
gambaran fungsi organ yang berpengaruh terhadap timbulnya masalah
gizi.
3. Fisik klinis : Pemeriksaan fisik klinis dilakukan untuk mendeteksi adanya
kelainan fisik klinis yang berkaitan dengan gangguan gizi.
4. Diet : Pemberiaan Diet Sesuai dengan Intervensi gizi.
5. Asupan Intake makanan : Merupakan gambaran asupan zat gizi melalui
food recall selama 24 jam . Kemudian dilakukan analisis zat gizi yang
merujuk pada DKBM dan nutrysurvey.
F. TATA LAKSANA ASESMEN PASIEN DENGAN NYERI
1. Asesmen Nyeri pada Pasien Dewasa
a. Asesmen Nyeri meliputi:
1) Intensitas nyeri menggunakan NRS (Numeric Rating Scale) dengan
skala 0 -10 dimana 0 menunjukkan tidak nyeri sama sekali dan 10
adalah nyeri tak tertahankan. 0-3 (ringan) , 4-6 (sedang) , 7-10 (berat)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2) Penjalaran nyeri
3) Karakter nyeri
4) Faktor yang menstimulasi nyeri
2. Asesmen Nyeri pada Pasien Anak

14
G. TATA LAKSANA ASESMEN RESIKO JATUH
1. Penilaian awal dilakukan dirawat jalan/IGD untuk pasien yang akan MRS oleh
perawat yang bertugas dengan menggunakan “ Asesmen Resiko Jatuh Skala
Moorse “ dan pasien anak-anak menggunakaan skala Humpty dumpty. Asesmen
harus sudah ditetapkan dalam waktu selambat-lambatnya 24jam sejak pasien
dirawat di rumah sakit. Asesmen dilakukan oleh dokter penanggungjawab pasien
(DPJP) dan atau perawat (minimal penanggungjawab shift/kepala tim) dengan
menentukan skor resiko jatuh berdasarkan skala.
2. Apabila hasil total skore pasien termasuk resiko sedang atau tinggi, dibuat
masalah keperawatan untuk mencegah terjadinya pasien jatuh.
3. Perawat IGD khususnya pasien yang akan dilakukan rawat inap, rawat jalan pada
pasien yang akan di rawat inap dan ruangan bersalin/ VK akan memasang
penanda berupa kancing berwarna kuning.
4. Setiap pasien harus dilakukan assesmen ulang, bila mengalami perubahan kondisi
fisik atau status mental

H. TATA LAKSANA ASESMEN TAHAP TERMINAL


1. Perawat harus memahami apa yang dialami pasien dengan kondisi akhir
kehidupan agar dapat memberikan dukungan dan bantuan sehingga pada saat
terakhir dalam hidup bisa bermakna, dan akhirnya dapat meninggal dengan
tenang dan damai.
2. Pasien dalam kondisi akhir kehidupan akan mengalami masalah fisik,
psikologis maupun sosial-spiritual, meliputi problem oksigenasi, problem
eliminasi, problem tanda-tanda vital, proble nutrisi dan cairan, problem suhu,
problem sensori, problem nyeri, problem penglihatan kabur, problem kulit dan
mobilitas, dsb.
3. Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada pasien,
yang kemungkinan timbul berbagai gejala selama berbulan-bulan sebelum
terjadi kematian.
4. Perawat harus mengetahui terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara
menanyakan tentang kondisinya atau prognosis dan pasien dapat
mengekspresikan perasaan-perasaannya.
5. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi karena hal itu akan
menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan pasien dalam
pemeliharaan diri.

15
6. Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien,
mengenali dari ekspresi wajah yang ditunjukkan, sedih, depresi atau marah,
dan kehilangan harga diri dan harapan.
7. Perawat harus mengkaji interaksi pasien, karena pada kondisi ini psaien
cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi dan
sering bertanya tentang kondisi penyakitnya, ketidakyakinan dan
keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi
8. Perawat harus bisa mengenali tanda pasien mengisolasi diri, pemberian
dukungan sosial dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu
menemani klien.
9. Perawat harus mengkaji keyakinan pasien akan proses kematian dengan cara
mendekatkan diri kepada Tuhan, memberikan ketenangan melalui keyakinan-
keyakinan spiritualnya.

I. TATA LAKSANA ASESMEN PRA BEDAH


Asesmen pra bedah dilakukan pada pasien yang telah bersedia untuk dilakukan
tindakan operasi. Asesmen tersebut dilakukan untuk menentukan kebutuhan pasien
dan kebutuhan staf medis dalammelakukan tindakan pembedahan. Asesmen ini
dibagi untuk 2 kategori pembedahan elektif atau terencana dan emergensi.
1. Bedah elektif dikerjakan pada waktu yang cocok bagi pasien serta tim RSU
Satiti Prima Husada. Dokter akan menjelaskan operasi yang dimaksud selama
konsultasi rawat jalan dengan rincian mengenai manfaat dan risiko operasi.
Penyelidikan dan penilaian masalah-masalah medis diatasi pada tahap ini,
termasuk rujukan ke spesialis yang relevan termasuk spesialis anestesi. Dokter
bedah melakukan pemeriksaan- pemeriksaan yang diperlukan dan disesuaikan
dengan kasus bedahnya termasuk pemeriksaan laboratorium dan radiologi.
Bedah elektif pada pasien dengan penyakit menahun sebaiknya hanya
dikerjakan bila kondisi medis pasien telah dioptimalkan dan risiko minimal.
Persiapan untuk bedah elektif, dilakukan untuk pasien yang sudah siap
operasi. Setelah pasien berada di ruang rawat inap, dokter bedah
menyampaikan kembali tentang prosedur bedah yang akan dikerjakan di
kamar operasi. Dokter melakukan penandaan lokasi operasi:
a. Penandaan dilakukan pada semua kasus termasuk sisi(laterality),multiple
struktur (jari tangan, jari kaki, lesi),atau multiple level (tulang belakang).
b. Penandaan selalu melibatkan pasien dan keluarga pasien
c. Penandaan menggunakan penanda yang tidak mudah luntur terkena air/
alcohol/betadin.
16
d. Mudah dikenali.
e. Digunakan secara konsisten di RSU satiri prima Husada.
f. Penandaan dibuat oleh operator/ orang yang melakukan tindakan.
g. Dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan dan harus
terlihat sampai saat akan disayat.
Dokter bedah mendokumentasikan seluruh persiapan pasien termasuk menuliskan
diagnose pre operasi dan nama tindakan atau prosedur operasi yang akan dilakukan
serta pernyataan persetujuan pasien untuk dilakukan pembedahan dalam berkas
rekam medis pasien.
2. Bedah emergensi. Pasien yang menghadapi bedah emergensi berbeda dari
pasien yang dijadualkan. Diagnosis yang mendasari mungkin tidak diketahui
dan operasi yang direncanakan tidak pasti. Kontak secepat mungkin dengan
spesialis anestesi akan menghasilkan rencana tindakan untuk periode pra
bedah. Setelah diskusi, operasi kadang-kadang dianjurkan untuk ditunda
untuk memungkinkan pengobatan medis memperbaiki keadaan umum pasien.
Pada situasi tertentu dibutuhkan operasi segera. Perawatan pra bedah dari
pasien – pasien emergensi:
a. Anamnesis: lakukan anamnesis terhadap pasien dan/atau keluarganya.
Tanyakan secara spesifik tentang terapi obat terakhir dan kepatuhan
pasien. Apakah pasien memiliki alergi atau mengalami masalah dengan
pembiusan dahulu?
b. Rekam medis: periksa rekam medis dan catatan laboratorium untuk
melihat bukti kelainan medis yang bermakna. Sampai 50% pasien dengan
riwayat infark miokard aktual atau dicurigai akan menceritakan riwayat
penyakit dengan tidak akurat pada 5 tahun sesudahnya. Pasien mungkin
yakin mengalami serangan jantung ketika sebenarnya tidak, dan
begitupula sebaliknya.
c. Pemeriksaan fisik
d. Penyelidikan: kebanyakan pasien membutuhkan pemeriksaan hematologi
dan biokimia rutin serta uji silang darah. Kirim sampel darah segera
mungkin. EKG dan X-foto toraks perlu dilakukan bila ada kecurigaan
patologi. Pasang pulse oximetry pada pasien dispnea dan cek gas darah
arteri.
e. Hipotensi : paling sering disebabkan oleh hipovolemia akibat kehilangan
darah atau cairan tubuh lain. Pasien usia lanjut yang syok tidak selalu
takikardia. Pasien hipertensi mungkin mengalami hipotensi bila tekanan
sistoliknya 100 mmHg.
17
f. Obati nyeri
g. Penggantian cairan: harus dilakukan segera dengan pemantauan ketat
untuk menilai respons terhadap pengisian beban cairan. Volume cairan
yang besar harus terlebih dahulu dihangatkan. Kateter urin harus dipasang.
Kadang-kadang hipotensi disebabkan atau diperburuk oleh gagal jantung
atau sepsis. Jika respons terhadap terapi cairan tidak adekuat, pemantauan
CVP dibutuhkan. Jangan biarkan kepala pasien jatuh ketika memasang
infus vena sentral.
h. Syok: setiap pasien hipotensi yang tidak memberi respons dengan
pergantian volume memiliki risiko serius dan harus dikelola di ICU.
Sebagai alternatif, pasien bisa dirujuk ke kamar operasi. Pasien-pasien
perdarahan aktif memerlukan operasi penyelamatan jiwa dan kamar
operasi harus dipersiapkan segera. Persediaan darah yang telah diuji silang
harus diusahakan. Kalau bisa darah sampai ke kamar operasi sekaligus
dengan pasien, dan pada pasien yang kehabisan darah, darah dari
golongan sama dan belum diuji silang harus sudah ada segera.
i. Terapi cairan berlebihan: bisa mengakibatkan edema paru atau
hemodilusi. Ini bisa dicegah dengan pemantauan imbang cairan setiap jam
dan CVP.
j. Beri oksigen kepada pasien hipotensi dan setiap pasien dengan saturasi
oksigen (SpO2) kurang dari 95% pada pulse oximetry. Pemeriksaan fisik
dan radiologi biasanya akan menentukan penyebab hipoksia. Pada pasien
kritis, dispnea bisa disebabkan oleh asidosis metabolik. Asidosis laktat
yang disebabkan hipoksia jaringan sering akan memberi respons terhadap
resusitasi umum, walaupun sebab-sebab lain dari asidosis harus dicari.
k. Koreksi metabolik: elektrolit harus dikoreksi seefektif waktu yang
tersedia. Hipokalemia dan hipomagnesemia bisa mencetuskan aritmia
jantung. Kendalikan diabetes dengan insulin dan infus dekstrosa.
l. Pasang selang nasogastrik pada pasien obstruksi usus untuk mengurangi
kembung dan mengurangi risiko aspirasi. Pastikan bahwa pasien dengan
penurunan kesadaran memiliki jalan napas tidak tersumbat, dan menerima
oksigen serta dalam posisi sesuai. Pada pasien dengan riwayat refluks
asam, berikan omeprazole 40 mg oral (atau ranitidine 50 mg iv jika
penyerapan usus jelek) tepat sebelum operasi.
m. Komunikasi: pasien dan keluarganya terus diberitahu mengenai rencana
tindakan dan minta persetujuan untuk setiap prosedur yang direncanakan.
Bahas risiko spesifik yang berkaitan dengan operasi atau kondisi medis
18
pasien. Jika operasi memiliki risiko kematian, pastikan bahwa ini
dipahami. Jangan anggap semua pasien (khususnya usia lanjut)
menginginkan operasi.

19
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Rekam Medis
Mendokumentasikan pemeriksaan pasien merupakan langkah kritikal dan penting
dalam proses asuhan pasien. Hal ini umumnya dipahami pelaksana praktek
kedokteran bahwa “ jika anda tidak mendokumentasikannya, anda tidak
melakukannya”. Dokumentasi adalah alat komunikasi berharga untuk pertemuan di
masa mendatang dengan pasien tersebut dan dengan tenaga ahli asuhan kesehatan
lainnya. Saat ini, beberapa metode berbeda digunakan untuk mendokumentasikan
asuhan pasien dan PCP, dan beragam format cetakan dan perangkat lunak komputer
tersedia untuk membantu farmasis dalam proses ini. Dokumentasi yang baik adalah
lebih dari sekedar mengisi formulir; akan tetapi, harus memfasilitasi asuhan pasien
yang baik. Ciri-ciri yang harus dimiliki suatu dokumentasi agar bermanfaat untuk
pertemuan dengan pasien meliputi: Informasi tersusun rapi, terorganisir dan dapat
ditemukan dengan cepat

Daftar lampiran form rekam medis Asesmen Pasien :

20
21

Anda mungkin juga menyukai