Panduan Ugd
Panduan Ugd
PENDAHULUAN
1. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) Suatu pertolongan yang cepat dan
tepat untuk mencegah kematian maupun kecatatan. Berasal dari istilah critical ill
patient (pasien kritis/gawat) dan emergency patient (pasien darurat).
2. Penderita Gawat Darurat Penderita yang mendadak berada dalam keadaan gawat dan
terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat
pertolongan secepatnya. Contoh : AMI, Fraktur terbuka, trauma kepala.
3. Penderita Gawat Tidak Darurat Penderita yang memerlukan pertolongan “ segera”
tetapi tidak terancam jiwanya/menimbulkan kecacatan bila tidak mendapatkan
pertolongan segera, misalnya kanker stadium lanjut.
4. Penderita Darurat Tidak Gawat Penderita akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi
tidak mengancam nyawa dan anggota badannya, misanya luka sayat dangkal.
5. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat Penderita yang menderita penyakit yang tidak
mengancam jiwa/kecacatan, Misalnya pasien dengan DM terkontrol, flu, maag dan
sebagainya.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Triage
Tindakan memilah-milah korban sesuai dengan tingkat kegawatannya untuk
memperoleh prioritas tindakan. Pembagian golongan pada musibah masal/ bencana :
a. Gawat darurat – merah Kelompok pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan
gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya
(akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
b. Gawat tidak darurat – putih Kelompok pasien berada dalam keadaan gawat tetapi
tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut.
c. Tidak gawat, darurat – kuning Kelompok pasien akibat musibah yang datang tiba-
tiba, tetapi tidak mêngancam nyawa dan anggota badannya, misanya luka sayat
dangkal.
d. Tidak gawat, tidak darurat – hijau, Kelompok pasien yang tidak luka dan tidak
memerlukan intervensi medic.
e. Meninggal – hitam
2. Penanganan Pasien.
Melakukan Primary Survey, tanpa dukungan alat bantu diagnostik kemudian
dilanjutkan dengan Secondary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen
segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan
dari Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera
masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey
antara lain (Fulde, 2009) :
a. Airway maintenance dengan cervical spine protection
b. Breathing dan oxygenation
c. Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
d. Disability-pemeriksaan neurologis singkat
e. Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary survey bahwa setiap
langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan langkah berikutnya hanya
dilakukan jika langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap
anggota tim dapat melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota
yang telah dialokasikan peran tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga akan
sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan mereka
(American College of Surgeons, 1997).
Primary survey perlu terus dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal
manajemen. Kunci untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah,
kemudian diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkajian
ulang melalui pendekatan AIR (assessment, intervention, reassessment).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert., D’Souza., &
Pletz, 2009) :
a. General Impressions
1) Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
2) Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
3) Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
b. Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas
pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya
sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka
jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin
memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang belakang leher harus
dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala,
leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi
lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain:
1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas?
2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
Sianosis
Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
3) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
a) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang
berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
b) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien
sesuai indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask
Airway
Lakukan intubasi
d. Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma.
Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea,
hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan
produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan
salah satu alasan yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan
dan langsung mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan
pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah:
tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan
anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui
paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson &
Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
1) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
2) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
3) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian
penekanan secara langsung.
4) Palpasi nadi radial jika diperlukan:
a) Menentukan ada atau tidaknya
b) Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
c) Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
d) Regularity
1. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia
(capillary refill).
2. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
Ditetapkan di : Bima
Pada tanggal : 23 Rabiul Akhir 1439 H
Tepat tanggal : 11 Januari 2018
Direktur,
RS PKU Muhammadiyah Bima