Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Kata arsitektur dalam bahasa Yunani ’archi’ yang berarti kepala, ketua dan
tecton yang berarti tukang, sehingga architecton berarti kepala tukang, merujuk
kepada profesi, kemahiran dan keahlian menukang dalam hal bangunan. Pekerjaan
merancang dengan memperhitungkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
rancang bangun, sehingga menjadikan arsitektur sebagi ilmu pengetahuan yang
menggabungkan seni dan teknologi. Arsitektur adalah cerminan dari kebudayaan,
oleh Karena itu, dari sebuah karya arsitektur, kita dapat mengetahui latar belakang
budaya satu bangsa, Hidayatun (2005).

Kata arsitektur dalam bahasa Yunani ’archi’ yang berarti kepala, ketua dan
tecton yang berarti tukang, sehingga architecton berarti kepala tukang, merujuk
kepada profesi, kemahiran dan keahlian menukang dalam hal bangunan. Pekerjaan
merancang dengan memperhitungkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
rancang bangun, sehingga menjadikan arsitektur sebagi ilmu pengetahuan yang
menggabungkan seni dan teknologi. Arsitektur adalah cerminan dari kebudayaan,
oleh Karena itu, dari sebuah karya arsitektur, kita dapat mengetahui latar belakang
budaya satu bangsa, Hidayatun (2005).

Arsitektur adalah konsep dari ide yang menggunakan bangunan sebagai


medium, proses atau teknik untuk berkomunikasi. Louis Hellman menyebut arsitektur
berkomunikasi lewat berbagai bentuk stimuli Budaya, Visual, Aural, Sensual, Tactile,
Atmospheric, Spatial Bangunan tanpa arsitektur seperti dunia tanpa musik. Bukan
tempat yang indah untuk ditinggali.

Arsitektur kolonial merupakan sebutan singkat untuk langgam arsitektur yang


berkembang selama masa pendudukan Belanda di tanah air. Masuknya unsur Eropa
ke dalam komposisi kependudukan menambah kekayaan ragam arsitektur di
nusantara. Seiring berkembangnya peran dan kuasa, kamp-kamp Eropa semakin
dominan dan permanen hingga akhirnya berhasil berekspansi dan mendatangkan
tipologi baru. Semangat modernisasi dan globalisasi (khususnya pada abad ke-18 dan
ke-19) memperkenalkan bangunan modern seperti administrasi pemerintah kolonial,
rumah sakit atau fasilitas militer. Bangunan – bangunan inilah yang disebut dikenal
dengan bangunan kolonial.Sejarah mencatat, bahwa bangsa Eropa yang pertama kali

1
datang ke Indonesia adalah Portugis, yang kemudian diikuti oleh Spanyol, Inggris dan
Belanda. Pada mulanya kedatangan mereka dengan maksud berdagang. Mereka
membangun rumah dan pemukimannya di beberapa kota di Indonesia yang biasanya
terletak dekat dengan pelabuhan.Dinding rumah mereka terbuat dari kayu dan papan
dengan penutup atap ijuk. Namun karena sering terjadi konflik mulailah dibangun
benteng. Hampir di setiap kota besar di Indonesia. Dalam benteng tersebut, mulailah
bangsa Eropa membangun beberapa bangunan dari bahan batu bata. Batu bata dan
para tukang didatangkan dari negara Eropa. Mereka membangun banyak rumah,
gereja dan bangunan-bangunan umum lainnya dengan bentuk tata kota dan arsitektur
yang sama persis dengan negara asal mereka. Dari era ini pulalah mulai berkembang
arsitektur kolonial Belanda di Indonesia. Setelah memiliki pengalaman yang cukup
dalam membangun rumah dan bangunan di daerah tropis lembab, maka mereka mulai
memodifikasi bangunan mereka dengan bentuk-bentuk yang lebih tepat dan dapat
meningkatkan kenyamanan di dalam bangunan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Perkembangan Arsitektur

Sebelum memasuki pembahasan tentang perkembangan arsitektur kolonial di


Indonesia dan untuk mengetahui perkembangan arsitektur secara umum, kita dapat
mengelompokkannya ke dalam dua bagian, yaitu arsitektur dalam budaya barat dan
arsitektur dalam budaya timur.

A. Arsitektur dalam Budaya Barat

Arsitektur dalam budaya barat merupakan arsitektur yang didasari dari


pemikiran-pemikiran arsitektur klasik yang berasal dari bangsa Yunani dan Romawi
selanjutnya berkembang yaitu masa Renaissance yang merupakan kelahiran kembali
arsitektur klasik.

Para pemikir barat memandang berbagai hal termasuk arsitektur merupakan


ilmu yang perlu dikaji dan dipelajari, sehingga menciptakan berbagai pandangan baru
tentang arsitektur, tidak lain didukung dengan kemanjuan teknolgi dalam masa
revolusi industri sekitar abad ke 18.

Arsitektur pasca Renaissance terjadi pencampuran antara gaya arsitektur


klasik. Hal ini menandakan adanya perubahan mendasar dalam arsitektur.
Percampuran ini terjadi selain karena perubahan kebudayaan, pola pikir, juga
disebabkan banyaknya pilihan bentuk. Zaman ini juga dalam sejarah perkembangan
arsitektur disebut zaman neoklasik.

Pada abad ke 19 meskipun elemen dan bentuk klasik masih mendominasi


karya-karya arsitektur, tetapi konsep dasar tidak diterapkan lagi. Masa akhirnya
arsitektur klasik terjadi sejak revolusi industri sekitar abad ke 18 di Inggris
menimbulkan perubahan sosial, ekonomi, budaya dan ilmu pengetahuan yang sangat
besar termasuk seni dan arsitektur. Perubahan mendasar di bidang arsitektur antara
lain elemen, ornamen yang ditempatkan lebih bebas dibandingkan dengan struktur
dan ruang. Ornamen keindahan dalam arsitektur klasik masih tetap menjadi aspek

1
penting pada masa itu. Akan tetapi percampuran berbagai bentuk, konsep, dan
ornamen sangat menonjol.

Akhirnya, arsitektur klasik terbentuk dengan bentuk dan fungsi yang berbeda
sehingga timbulah gaya arsitektur ekletik yang berarti menambil elemen-elemen
terbaik, di gabung dan di konstruksi ulang sehingga menghasilkan bentuk tersendiri.
Setelah masa itu ilmu arsitektur berkembang lebih cepat dimulai dari moderenisme
awal, moderenisme fungsional, kubisme, internasional, hingga post modern.

B. Arsitektur Dalam Budaya Timur

Arsitektur yang berkembang dalam budaya timur banyak dipengaruhi oleh


pandangan dan pemikiran tentang hal-hal seperti budaya dan tradisi.

Pandangan Budaya

Arsitektur yang terjadi di dunia timur, sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai, sikap
hidup dan pandangan masyarakat timur itu sendiri. Pembahasan arsitektur secara
substansial tidak dibagi dalam urutan waktu, akan tetapi lebih ditekankan pada aspek
yang berpengaruh secara mendasar terhadap terbentuknya arsitektur. Dunia timur
yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah kawasan yang dipengaruhi oleh
kebudayaan kebudayaan-kebudayaan besar terutama negara-negara yang terletak di
Benua Asia seperti India, Jepang, China, Indonesia dan sebagainya hingga ke daerah
Timur Tengah perbatasan Eropa seperti Arab, Turki, Mesir dan sebagainya.

Pandangan Terhadap Ruang dan Bentuk

Pemikir yang sangat berpengaruh dalam meletakkan dasar pemikiran mengenai


ruang adalah Lao Tzu yang hidup pada tahun 550 SM. Ia menyatakan bahwa ruang
yang terkandung di dalam adalah hakiki dari pada materialnya. Hal ini terlihat dari
bukunya yang tertulis Tao The Thing, Lao Tzu menyatukan Being (yang ada) dan
Non-Being (yang tiada). Lao Tzu menekankan pada batas antara ruang internal dan
ruang eksternal, yakni adanya dinding pemisah. Pandangan terhadap ruang dan bentuk
juga bisa diartikan sebagai sebuah interprestasi batas sebagai kesinambunagan ruang,
menggeser tekanan ruang didalam terhadap bagian-bagian banguanan yang
menerjemahkan ruang internal menjadi ruang ekternal. (Van de ven, 1991)

1
Berarsitektur bukan hanya berbicara tentang bentuk fisik jasmani saja. Melainkan
merupakan penampakkan batin dari dalam ke luar. Sebagai adanya manusia, untuk
tubuh dan roh merupakan kesatuan yang tak terpisahkan. Begitu pula arsitektur yang
selalu memiliki makna entah secara gamblang maupun tersirat di dalamnya.

Pandangan Estetika

Pandangan orang timur tentang estetika yang tetuang dalam bentuk, irama
proporsi, pemakaian material, dan lain-lain hal ini lebih disebabkan pengaruh kosmis,
mistis, dan agama. Oleh sebab itu asas rohaiah yang menghendaki bentuk ornamen,
simbol, demi keselamatan keluarga dan lingkungan. Sebagai contoh pembagian
proporsi yang harmonis pada candi kerajaan bukan karena pemikiran geometris
semata, melankan lebih dipengaruhi oleh kosmologi, pembagian dunia atas, tengah
dan dunia bawah, yang mengandung makna tersendiri.

Cita rasa sederhana dan polos pada estetika Jepang lebih berdasarkan pada
pemahaman dan persyaratan orang-orang Jepang terhadap Shinto. Demikian juang
etnis-etinis lainnya di Indonesia lebih bermakna simbolik terhadap pemujaan kepada
sang kuasa demi terciptanya keselarasan hidup dengan alam.

Kolonialisme Belanda

Kolonialisme di Indonesia dan bangsa Belanda dimulai ketika ekspedisi


Cornelis de Houtman berlabuh di pantai utara Jawa guna mencari rempah-rempah.
Pada perkembangan selanjutnya terjadi hubungan dagang antara bangsa Indonesia
dengan orang-orang Belanda. Hubungan perdagangan tersebut lambat laun berubah
drastis menjadi hubungan antara penjajah dan terjajah, terutama setelah didirikannya
VOC. Penjajahan Belanda berlangsung sampai tahun 1942, meskipun sempat
diselingi oleh Inggris selama lima tahun yaitu antara 1811-1816. Selama kurang lebih
350 tahun bangsa Belanda telah memberi pengaruh yang cukup besar terhadap
kebudayaan Indonesia.

Kolonialisme Belanda di Indonesia depat dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu :

1. Fase Awal (1602-1800) : yaitu fase ketika Belanda dengan VOC


menggalakkan handels kapitalisme.

1
2. Fase Paruh Pertama (1800-1850) : fase ini diselingi oleh penjajahan Inggris,
pada masa ini Belanda menciptakan dan melaksanakan cultuurstelsel.

3. Fase Tengah (1850-1870): cultuurstelsel dihapus diganti oleh politik liberal


kolonial.

4. Fase Akhir (1900an) : makin bertambah perusahaan asing yang ada di


Indonesia akibat politik open door negeri Belanda.

Selain melakukan imperialisme di bidang ekonomi Belanda juga melakukan


imperialisme di bidang kebudayaan. Hal ini terbukti dengan adanya politik etis Van
Deventer. Van Deventer dalam Tweede Kamer 1912 menyatakan bahwa Humanisme
Barat (maksudnya politik etisnya) telah memberi keuntungan besar, ialah dapat
memungkinkan adanya asosiasi kebudayaan antar timur dan barat. Dengan kata lain
dapat dikatakan bahwa dalam politik etis Van Deventer terutama program edukasinya
merupakan pelaksaanan dari politik asosiasi. Politik asosiasi berarti bangsa penjajah
berupaya menghilangkan jurang pemisah antara penjajah dengan bangsa terjajah
dengan melenyapkan kebudayaan bangsa terjajah diganti dengan kebudayan penjajah.
Politik asosiasi memungkinkan Belanda untuk memasukkan nilai-nilai
kolonialismenya pada kebudayaan Indonesia, baik yang bersifat rohani, maupun yang
terkait dengan produk fisik kebudayaan.

Prawidyarto (2004), mengungkapkan kolonialisme Belanda memiliki ciri-ciri


pokok sebagai berikut:

1. Membeda-bedakan warna kulit (color line).

2. Menjadikan tempat jajahan sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan


ekonomi negara induk.

3. Perbaikan sosial amat sedikit.

4. Jarak sosial yang jauh antara bangsa terjajah dengan penjajah.

2. Arsitektur Kolonial Belanda

Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia mengalami pengaruh Occidental (Barat)


dalam berbagai segi kehidupan termasuk dalam tata kota dan bangunan. Para
pengelola kota dan arsitek Belanda banyak menerapkan konsep lokal atau tradisional

1
dalam perencanaan dan pengembangan kota, permukiman dan bangunan-bangunan.
(Wardani, 2009)

Adanya pencampuran budaya, membuat arsitektur kolonial di Indonesia menjadi


fenomena budaya yang unik. Arsitektur kolonial di berbagai tempat di Indonesia
apabila diteliti lebih jauh, mempunyai perbedaan-perbedaan dan ciri tersendiri antara
tempat yang satu dengan yang lain.

Arsitektur kolonial lebih banyak mengadopsi gaya neo-klasik, yakni gaya yang
berorientasi pada gaya arsitektur klasik Yunani dan Romawi. Ciri menonjol terletak
pada bentuk dasar bangunan dengan trap-trap tangga naik (cripedoma). Kolom-kolom
dorik, ionik dan corinthian dengan berbagai bentuk ornamen pada kapitalnya. Bentuk
pedimen, yakni bentuk segi tiga berisi relife mitos Yunani atau Romawi di atas
deretan kolom. Bentuk-bentuk tympanum (konstruksi dinding berbentuk segi tiga atau
setengah lingkaran) diletakkan di atas pintu dan jendela berfungsi sebagai hiasan.

Arsitektur kolonial merupakan arsitektur yang memadukan antara budaya


Barat dan Timur. Arsitektur ini hadir melalui karya arsitek Belanda dan
diperuntukkan bagi bangsa Belanda yang tinggal di Indonesia, pada masa sebelum
kemerdekaan. Arsitektur yang hadir pada awal masa setelah kemerdekaan sedikit
banyak dipengaruhi oleh arsitektur kolonial disamping itu juga adanya pengaruh dari
keinginan para arsitek untuk berbeda dari arsitektur kolonial yang sudah ada. (Safeyah,
2006)

Arsitektur klonial Belanda adalah gaya desain yang cukup popular di


Netherland tahun 1624-1820. Ciri-cirinya yakni (1) facade simetris, (2) material dari
batu bata atau kayu tanpa pelapis, (3) entrance mempunyai dua daun pintu, (4) pintu
masuk terletak di samping bangunan, (5) denah simetris, (6) jendela besar berbingkai
kayu, (7) terdapat dormer (bukaan pada atap). (Wardani, 2009)

Arsitektur kolonial adalah arsitektur cangkokan dari negeri induknya Eropa ke


daerah jajahannya, Arsitektur kolonial Belanda adalah arsitektur Belanda yang
dikembangkan di Indonesia, selama Indonesia masih dalam kekuasaan Belanda sekitar
awal abad ke 17 sampai tahun 1942. (Soekiman,2011)

Eko Budihardjo (1919), menjelaskan arsitektur kolonial Belanda adalah


bangunan peninggalan pemerintah kolonial Belanda seperti Benteng Vastenburg, Bank

1
Indonesia di Surakarta dan masih banyak lagi termasuk bangunan yang ada di Karaton
Surakarta dan Puri Mangkunegaran.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa arsitektur kolonial Belanda merupakan


bangunan peninggalan pemerintah Belanda dan bagian kebudayaan bangsa Indonesia
yang merupakan aset besar dalam perjalanan sejarah bangsa.

Kebudayaan kolonial Belanda

Elemen-elemen penyusun bangunan merupakan sebuah simbol yang memiliki


makna tersendiri, dan dapat dipahami dan dipelajari melalui kajian
arsitektural.Soekiman (2011) memperjelas bahwa, orang-orang Belanda, pemilik
perkebunan, golongan priyayi, dan penduduk pribumi yang telah mencapai
pendidikan tinggi merupakan masyarakat papan atas pada saat itu. Mereka ikut serta
dalam penyebaran kebudayaanBelanda, lewat gaya hidup yang serba
mewah.Kebijakan pemerintah Belanda menjadikanbentuk arsitekturhindia
Belandasebagai standar dalam pembangunan gedung-gedung, baik milik pemerintah
maupun swasta. Bentuk tersebut ditiru oleh mereka yangbersatus sosial cukup baik,
terutama para pedagang dari etnis tertentu, dengan harapan agar memperoleh kesan
pada status sosial yang sama dengan para penguasa dan priyayi.

Bangunan kolonial Belanda juga merupakan bangunan yang tercipta dari


kebudayaan bangsa Belanda, baik secara murni, maupun yang sudah dipadukan
dengan budaya tradisional, dan kondisi lingkungan sekitar. Bangunan kolonial
memiliki makna dan simbol-simbol yang dapat dilihat dari fungsi, bentuk, maupun
gaya arsitekturnya.

2. 1 Aspek Arsitektur Kolonial Nusantara

Widyati (2004) mengklasifikasikan arsitektur bangunan bersejarah yang tidak


akan terlepas dari fungsi, material dan style atau gaya. Hal ini diperkuat oleh teori
Barry yang menekankan pada empat komponen utama yang perlu analisis atau diteliti
studi terhadap fasade bangunan yaitu: pattern, alligment, size dan shape dalam
melakukan klasifikasi arsitektur bersejarah. Arsitektur kolonial di nusantara
merupakan arsitektur yang berkembang dengan langgam neoklasik.

Di Indonesia, arsitektur neoklasik ini diperkenalkan oleh Herman Willen


Daendels saat dia bertugas sebagai gubernur jendral hindia belanda (1808-1811).

1
Daendels saat itu merupakan bekas perwira Louis Napoleon dari Perancis (saat itu
Belanda dikuasai Perancis). Setelah revolusi Perancis, timbul gerakan baru neoklasik
di Perancis yang disebut dengan "Empire Style". Jadi saat Daendels datang ke Hindia
Belanda, ia langsung menerapkan dan mengubah bangunan-bangunan indisch menjadi
bangunan yang dikenal dengan sebutan "Indische Empire Style".

Handinoto menyebutkan bahwa hal-hal pokok yang perlu dibahas dalam


arsitektur kolonial Belanda adalah sebagai berikut:

a. Periodesasi

Handinoto (1996) membagi periodisasi perkembangan arsitektur kolonial Belanda di


Indonesia dari abad ke 16 sampai tahun 1940-an menjadi empat bagian, yaitu:

Abad 16 sampai tahun 1800-an

Pada waktu ini Indonesia masih disebut sebagai Nederland Indische (Hindia
Belanda) di bawah kekuasaan perusahaan dagang Belanda yang bernama VOC
(Vereenigde Oost Indische Compagnie). Selama periode ini arsitektur kolonial
Belanda kehilangan orientasinya pada bangunan tradisional di Belanda serta tidak
mempunyai suatu orientasi bentuk yang jelas. Yang lebih buruk lagi,
bangunan-bangunan tersebut tidak diusahakan untuk beradaptasi dengan iklim dan
lingkungan setempat.

Tahun 1800-an sampai tahun 1902

Ketika pemerintah Belanda mengambil alih Hindia Belanda dari perusahaan


dagang VOC. Setelah pemerintahan Inggris yang singkat pada tahun 1811-1815.
Hindia Belanda kemudian sepenuhnya dikuasai oleh Belanda. Indonesia waktu itu
diperintah dengan tujuan untuk memperkuat kedudukan ekonomi negeri Belanda.
Oleh sebab itu, Belanda pada abad ke-19 harus memperkuat statusnya sebagai kaum
kolonialis dengan membangun gedung-gedung yang berkesan grandeur (megah).
Bangunan gedung dengan gaya megah ini dipinjam dari gaya arsitektur neo-klasik
yang sebenarnya berlainan dengan gaya arsitektur nasional Belanda waktu itu.

Tahun 1902-1920-an

Antara tahun 1902 kaum liberal di negeri Belanda mendesak apa yang dinamakan
politik etis untuk diterapkan di tanah jajahan. Sejak itu, pemukiman orang Belanda

1
tumbuh dengan cepat. Dengan adanya suasana tersebut, maka “indische architectuur”
menjadi terdesak dan hilang. Sebagai gantinya, muncul standar arsitektur yang
berorientasi ke Belanda. Pada 20 tahun pertama inilah terlihat gaya arsitektur modern
yang berorientasi ke negeri Belanda.

Tahun 1920 sampai tahun 1940-an

Pada tahun ini muncul gerakan pembaruan dalam arsitektur, baik nasional
maupun internasional di Belanda yang kemudian mempengaruhi arsitektur kolonial di
Indonesia. Hanya saja arsitektur baru tersebut kadang-kadang diikuti secara langsung,
tetapi kadang-kadang juga muncul gaya yang disebut sebagai ekletisisme (gaya
campuran). Pada masa tersebut muncul arsitek Belanda yang memandang perlu untuk
memberi ciri khas pada arsitektur Hindia Belanda. Mereka ini menggunakan
kebudayaan arsitektur tradisional Indonesia sebagai sumber pengembangannya.

b. Gaya bangunan

Gaya berasal dari bahasa Latin stilus yang artinya alat bantu tulis, yang
maksudnya tulisan tangan menunjukan dan mengekspresikan karakter individu.
Dengan melihat tulisan tangan seseorang, dapat diketahui siapa penulisnya. Gaya bisa
dipelajari karena sifatnya yang publik dan sosial. (Wardani, 2009)

Gaya desain ini timbul dari keinginan dan usaha orang Eropa untuk menciptakan
negara jajahan seperti negara asal mereka. Pada kenyataannya, desain tidak sesuai
dengan bentuk aslinya karena iklim berbeda, material kurang tersedia, teknik di
negara jajahan, dan kekurangan lainnya. Akhirnya, diperoleh bentuk modifikasi yang
menyerupai desain di negara mereka, kemudian gaya ini disebut gaya kolonial.
(Wardani, 2009)

Gaya atau langgam adalah suatu hal yang tampak dan mudah dikenali dalam
desain arsitektur, seperti bentuk (wujud), tampak, elemen-elemen dan ornamen yang
biasa menyertainya.

1) Bentuk

Arti kata bentuk secara umum, menunjukkan suatu kenyataan jumlah, tetapi
tetap merupakan suatu konsep yang berhubungan. Juga disebutkan sebagai dasar
pengertian kita mengenai realita dan seni.dalam arsitektur, arti kata bentuk

1
mempunyai pengertian berbeda-beda, sesuai dengan pandangan dan pemikiran
pengamatnya. (Suwondo, 1982)

Bentuk adalah wujud dari organisasi ruang yang merupakan hasil dari suatu
proses pemikiran. Proses didasarkan atas pertimbangan fungsi dan usaha
pernyataan diri (ekspresi). Menurut Mies van der Rohe dalam Sutedjo (1982)
bentuk adalah wujud dari penyelesaian akhir dari konstruksi yang pengertiannya
sama. Benjemin Handler mengatakan, bentuk adalah wujud keseluruahan dari
fungsi-fungsi yang bekerja secara bersamaan, yang hasilnya merupakan susunan
suatu bentuk.

Bentuk merupakan ekspresi fisik yang berupa wujud dapat diukur dan
berkarakter karena memeilki tekstur berupa tampak baik berupa tampak tiga
dimensi maupun tampak dua dimensi.

2.) Fasade/Tampak bangunan

Fasade bangunan merupakan elemen arsitektur terpenting yang mampu


menyuarakan fungsi dan makna sebuah bangunan. Akar kata fasade (façade)
diambil dari kata latin facies yang merupakan sinonim dari face (wajah) dan
appearance (penampilan). Oleh karena itu, membicarakan wajah sebuah
bangunan, yaitu fasade, yang kita maksudkan adalah bagian depan yang
menghadap jalan. (Juanda, 2011)

Fasade adalah representasi atau ekspresi dari berbagai aspek yang muncul
dan dapat diamati secara visual. Dalam konteks arsitektur kota, fasade bangunan
tidak hanya bersifat dua dimensi saja akan tetapi bersifat tiga dimensi yang dapat
merepresentasikan masing-masing bangunan tersebut dalam kepentingan public
kota atau sebaliknya.

Selanjutnya menurut Krier (2001), wajah bangunan juga menceritakan dan


mencerminkan kepribadian penghuni bangunannya, memberikan semacam
identitas kolektif sebagai suatu komunitas bagi mereka, dan pada puncaknya
merupakan representasi komunitas tersebut dalam publik. Aspek penting dalam
wajah bangunan adalah pembuatan semacam pembedaan antara elemen
horizontal dan vertikal, dimana proporsi elemen tersebut harus sesuai terhadap
keseluruhannya.

1
3.) Elemen arsitektur

Pengaruh budaya barat terlihat pada pilar-pilar besar, mengingatkan kita pada
bentuk arsitektur klasik Yunani dan Romawi. Pintu termasuk terletak tepat
ditengah, diapit dengan jendela-jendela besar pada kedua sisinya. Bangunan
bergaya kolonial adalah manifestasi dari nilai-nilai budaya yang ditampilkan
bentuk atap, dinding, pintu, dan jendela serta bentuk ornamen dengan kualitas
tinggi sebagai elemen penghias gedung.

Elemen-elemen pendukung wajah bangunan menurut Krier (2001), antara


lain adalah sebagai berikut:

a) Atap

Jenis atap ada bermacam-macam. Jenis yang sering dijumpai saat ini adalah atap
datar yang terbuat dari beton cor dan atap miring berbentuk perisai ataupun pelana.
Secara umum, atap adalah ruang yang tidak jelas, yang paling sering dikorbankan
untuk tujuan eksploitasi volume bangunan. Atap merupakan mahkota bagi bangunan
yang disangga oleh kaki dan tubuh bangunan, bukti dan fungsinya sebagai
perwujudan kebanggaan dan martabat dari bangunan itu sendiri.

Secara visual, atap merupakan sebuah akhiran dari wajah bangunan, yang
seringkali disisipi dengan loteng, sehingga atap bergerak mundur dari pandangan
mata manusia. Perlunya bagian ini diperlakukan dari segi fungsi dan bentuk, berasal
dari kenyataan bangunan memiliki bagian bawah (alas) yang menyuarakan hubungan
dengan bumi, dan bagian atas yang memberitahu batas bangunan berakhir dalam
konteks vertikal.

b) Pintu

Pintu memainkan peranan penting dan sangat menentukan dalam menghasilkan


arah dan makna yang tepat pada suatu ruang. Ukuran umum pintu yang biasa
digunakan adalah perbandingan proporsi 1:2 atau 1:3. ukuran pintu selalu memiliki
makna yang berbeda, misalnya pintu berukuran pendek, digunakan sebagai entrance
ke dalam ruangan yang lebih privat. Skala manusia tidak selalu menjadi patokan
untuk menentukan ukuran sebuah pintu. Contohnya pada sebuah bangunan
monumental, biasanya ukuran dari pintu dan bukaan lainnya disesuaikan dengan
proporsi kawasan sekitarnya.

1
Posisi pintu ditentukan oleh fungsi ruangan atau bangunan, bahkan pada
batasan-batasan fungsional yang rumit, yang memiliki keharmonisan geometris
dengan ruang tersebut. Proporsi tinggi pintu dan ambang datar pintu terhadap
bidang-bidang sisa pada sisi-sisi lubang pintu adalah hal yang penting untuk
diperhatikan. Sebagai suatu aturan, pengaplikasian sistem proporsi yang menentukan
denah lantai dasar dan tinggi sebuah bangunan, juga terhadap elemen-elemen pintu
dan jendela. Alternatif lainnya adalah dengan membuat relung-relung pada dinding
atau konsentrasi suatu kelompok bukaan seperti pintu dan jendela.

c) Jendela

Jendela dapat membuat orang yang berada di luar bangunan dapat


membayangkan keindahan ruangan-ruangan dibaliknya, begitu pula sebaliknya. Krier
(2001), mengungkapkannya sebagai berikut: “...dari sisi manapun kita memasukkan
cahaya, kita wajib membuat bukaan untuknya, yang selalu memberikan kita
pandangan ke langit yang bebas, dan puncak bukaan tersebut tidak boleh terlalu
rendah, karena kita harus melihat cahaya dengan mata kita, dan bukanlah dengan
tumit kita: selain ketidaknyamanan, yaitu jika seseorang berada di antara sesuatu dan
jendela, cahaya akan terperangkap, dan seluruh bagian dari sisa ruangan akan gelap...”
Pada beberapa masa,evaluasi dan makna dari tingkat-tingkat tertentu diaplikasikan
pada rancangan jendelanya. Susunan pada bangunan-bangunan ini mewakili
kondisi-kondisi sosial, karena masing-masing tingkat dihuni oleh anggota dari kelas
sosial yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan jendela pada
wajah bangunan, antara lain adalah sebagai berikut; proporsi geometris wajah
bangunan, penataan komposisi, yaitu dengan pembuatan zona wajah bangunan yang
terencana, memperhatikan keharmonisan proporsi geometri. Jendela dapat bergabung
dalam kelompok-kelompok kecil atau membagi wajah bangunan dengan
elemen-elemen yang hampir terpisah dan membentuk simbol atau makna tertentu.

d) Dinding

Dinding juga memiliki peranan yang tidak kalah pentingnya dengan jendela
dalam pembentukan wajah bangunan. Penataan dinding apat diperlakukan sebagai
bagian dari seni pahat sebuah bangunan, bagian khusus dari bangunan dapat
ditonjolkan dengan pengolahan dinding yang unik, yang bisa didapatkan dari
pemilihan bahan, ataupun cara finishing dari dinding itu sendiri, seperti warna cat,

1
tekstur, dan juga tekniknya. Permainan kedalaman dinding juga dapat digunakan
sebagai alat untuk menonjolkan wajah bangunan.

Kajian Tipologi

1. Tipologi berdasarkan bentukan atap

Jenis atap yang paling banyak dipakai pada rumah yang diteliti adalah jenis
atap perisai. Atap perisai cenderung digunakan pada rumah awal orang kolonial
Belanda sehingga pada perkembangannya bentukan tersebut menjadi bentukan atap
mayoritas. Dari lima rumah yang diteliti terdapat satu rumah yang memiliki
penggabungan atap perisai dan gevel.

Atap perisai yang ada cenderung memiliki ketinggian yang cukup tinggi,
ketinggian atap ini merupakan penyesuaian pada iklim tropis. Hellen Jessup membagi
4 periode perkembangan arsitektur kolonial Belanda di Indonesia. Pada tahun 1902
Hellen Jessup mengatakan perkembangan Indische Architecture atau dikenal dengan
nama Landhuise yang merupakan tipe rumah tinggal diseluruh Hindia Belanda pada
masa itu memiliki karakter arsitektur seperti :

1. Denah simetris dengan satu lantai, terbuka, pilar diserambi tengah yang menuju
keruang tidur dan kamar-kamar lainnya.

2. Pilar menjulang keatas (Gaya Yunani) dan terdapat gevel atau mahkota di atas
serambi depan dan belakang.

3. Menggunakan atap perisai.

Jenis atap perisai digunakan sejak tahun 1902 pada rumah-rumah Hindia
Belanda. Rumah yang diteliti ini dibangun pada sekitar tahun 1930, itu berarti atap
perisai yang digunakan pada rumah ini merupakan pengaruh dari perkembangan
arsitektur kolonial Belanda di Indonesia pada awal tahun 1920.

1
Rumah penelitian yang kelima menggunakan penggabungan atap perisai dan
gevel. Kaum Liberal Belanda pada masa antara 1902 mendesak politik etis diterapkan
di tanah jajahan. Sejak itu pemukiman orang belanda di Indonesia tumbuh dengan
cepat.

Indishe Architecture menjadi terdesak dan sebagai gantinya muncul standard


Arsitektur Modern yang berorientasi ke Belanda (Marcus Gartiwa, 2011). Ciri dan
karakter Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia pada tahun 1900-1920-an yaitu :

1. Menggunakan Gevel (gable) pada tampak depan bangunan. Bentuk gable sangat
bervariasi seperti curvilinear gable, stepped gable, pediment (dengan entablure)

2. Penggunaan tower pada bangunan, mulanya digunakan pada bangunan gereja,


namun kemudian diterapkan pada bangunan umum dan menjadi model pada
Arsitektur Kolonial Belanda pada abad ke 20

3. Penggunaan Dormer pada bangunan

4. Penyesuaian bangunan terhadap iklim tropis : Ventilasi yang lebar dan tinggi, serta
serambi sepanjang bangunan sebagai antisipasi dari hujan dan sinar matahari.

Rumah penelitian yang kelima ini termasuk pada Arsitektur Kolonial Belanda
Modern karena penggunaan gevel pada tampak depan bangunan dan bentuk gevel ini
termasuk pada curvilinear curve.

2. Tipologi berdasarkan elemen pada dinding Pintu

Pintu adalah salah satu elemen yang penting pada fasade bangunan. Pada
kasus rumah penelitian penataan pintu dan jendela utama (fasade) dijumpai memiliki
kecenderungan dominan, yaitu bersifat simetris. Jenis pintu dan jendela utama yang
cenderung dominan pada fasade rumah adalah pintu ganda, tapi ada dua rumah juga
yang menggunakan jendela dan pintu rangkap ganda.

Kecenderungan daun pintu/jendela lapis depan menggunakan panil masif dari


kayu jati. Panil masif kayu jati digunakan pada bagian lapis depan karena bahan ini
kuat dan kokoh sebagai pelindung pertama rumah.

Pada bagian lapis dalam kecenderungan dominan daun pintu/ jendela


menggunakan kombinasi perpaduan antara panil masif kayu dengan kaca. Pada pintu
rangkap ganda, bahan yang digunakan pada lapis terluar berupa pintu dari tralis besi

1
sedangkan lapisan dalamnya berupa kayu masif. Pada gambar rumah yang kedua,
pintu rangkap pada lapis terluar berupa kisi-kisi kayu dan lapisan dalamnya berupa
kusen kayu dengan kaca.

Pemakaian pintu ganda ditemui pada tiga rumah, biasanya disamping pintu
terdapat jendela disisi kiri dan kanan pintu. Susunan kaca pada daun pintu
memberikan dampak langsung pada ruangan yang ada didalam. Kaca-kaca pada
rumah ini berfungsi untuk mempermudah masuknya cahaya kedalam ruangan
sehingga ruangan tersebut mendapatkan pencahayaan yang cukup.

Jendela dan lubang angin

Bentuk pintu dan jendela rumah tinggal ini memiliki bentuk-bentuk yang
geometris dan simetris. Ciri bentuk yang sering digunakan pada rancangan pintu/
jendela adalah tata-susun bentuk-bentuk persegi. Bentuk daun jendelanya dan
bukaannya memiliki bentuk yang bervariasi, misalnya ada jendela yang terdiri dari
dua buah daun jendela, adapula jendela yang hanya terdiri dari satu daun jendela saja.
Model bukaannya berupa bukaan ayun.

1
Lubang angin yang terdapat pada beberapa rumah yang diteliti terbagi dari 3
jenis yaitu berbentuk persegi, persegi panjang dan bermotif. Besarnya lubang angin
rata-rata pada setiap rumah tidaklah terlalu besar, karena pada waktu itu kondisi udara
masih bersih, kendaraan yang ada belum banyak dan masih terdapat banyak
pepohonan disekitar.

Tipologi berdasarkan elemen pada lantai

Lantai menggunakan penutup dari teraso yang bias menyerap panas, sehingga
ruang yang ada didalamnya cenderung lebih dingin, selain itu juga ubin kedap air dan
keras. Perbedaan ketinggian lantai luar dengan lantai dalam pada rumah tinggal
dimaksudkan untuk dapat mengurangi debu yang terbawa dari angin luar. Rata-rata
ketinggian lantai dari permukaan adalah 30-60 cm.

1
B. Perubahan Fungsi Ruang Dalam

Fungsi rumah tinggal pada masa kolonial yang masih dapat ditemui sampai
saat ini, umumnya memiliki fungsi sebagai rumah tinggal sejak awal dibangun. Pada
rumah tinggal, ditemukan adanya klasifikasi ruangan sebagai berikut :

• Terdapat ruang–ruang dengan fungsi utama pada bangunan, yang berupa ruang tidur.
Hal ini ditunjukkan oleh keberadaan ruang tersebut di dalam rumah tinggal sangat
dibutuhkan oleh penghuni, sehingga sangat memungkinkan bahwa fungsi ruang tidur
banyak mengalami penambahan.
• Terdapat ruang–ruang bersama meliputi ruang rumah, namun fungsi ruang
sebagai area berkumpual selalu ada di setiap rumah

semipublik dan publik. Ruang– ruang ini

ditemukan berupa ruang tamu, ruang keluarga,

dan ruang makan. Keberadaan ruang–ruang

tersebut tidak mutlak selalu ada pada setiap

• Terdapat ruang–ruang dengan fungsi servis. Ruang–ruang ini terdiri atas dapur,
kamar mandi, gudang, dan ruang pembantu. Ruang–ruang ini ditemukan pada rumah–
rumah kolonial, dengan peran ruang yang jelas bagi rumah. Sebagai fungsi penunjang,
keberadaan ruang–ruang tersebut penting untuk ada.

Perubahan fungsi ruang yang terjadi pada rumah tinggal adalah penambahan
fungsi rumah tinggal dengan fungsi usaha. Penambahan fungsi rumah sebagai fungsi
usaha ini terjadi pada ruang–ruang memiliki akses langsung dengan lingkungan
sekitar, dalam arti berada di bagian depan bangunan.

1. Perubahan Fungsi Ruang Dalam Rumah Tinggal Menjadi Tempat Usaha


Rumah Kopi

1
1.1 Perubahan Fungsi Ruang Dalam

Rumah ini dibangun pada tahun 1936 dan merupakan rumah tinggal pribadi,
sampai pada tahun 2015 rumah ini akhirnya dijadikan tempat usaha rumah kopi. Tata
letak rumah yang strategis dan dekat dengan kantor walikota serta beberapa gedung
perkantoran pemerintah yang akhirnya membuat pemilik rumah ini menjadikan rumah
pribadinya menjadi tempat usaha dan pemiliknya sendiri memilih untuk pindah dari
rumah tersebut sejak peristiwa banjir bandang yang melanda Kota Manado pada tahun
2014.

Beberapa ruangan mengalami beberapa perubahan fungsi yang bisa dilihat dari
gambar diatas yaitu, ruangan tidur depan,ruangan tamu, dan ruang keluarga beralih
fungsi menjadi ruangan untuk kafe dan tempat minum kopi. Ruang makan beralih
fungsi menjadi dapur bersih, serta dua kamar tidur utama dibagian tengah sekarang
menjadi kamar tidur pembantu. Perubahan juga terjadi pada pintu kamar depan yang
tidak dipakai lagi sehingga terjadi penggabungan 2 ruangan yang dulunya ruang tidur
dan ruang tamu sekarang menjadi ruangan kafe.

1.2 Perubahan Zonasi Ruang

1
Pada bagian depan rumah yang dulunya kamar tidur sebagai Zona Private
sekarang setelah menjadi tempat usaha maka ruangan itu dijadikan sebagai ruangan
untuk usaha sehingga terjadi perubahan zonasi dari Zona Private menjadi Zona
Public. Zona yang kedua yang mengalami perubahan adalah ruang makan (Zona
Private) menjadi dapur bersih (Zona Service). Gambar dibawah ini menunjukkan
gambaran ruangan yang telah mengalami perubahan zonasi.

2. Perubahan Fungsi Ruang Dalam Rumah Tinggal Menjadi Tempat Usaha


Bridal

2.1 Perubahan Fungsi Ruang Dalam

Rumah ini dibangun pada sekitar tahun 1960an. Dulunya rumah ini berfungsi
hanya sebagai rumah tinggal pribadi. Pada tahun 2012 rumah ini bertambah fungsi
sebagai tempat usaha bridal. Letak rumah yang strategis dan dekat dengan pusat kota
menjadikan pemilik rumah ini menjadikan rumah tinggal ini menjadi tempat usaha.

1
Beberapa ruangan mengalami perubahan fungsi, ruangan yang mengalami
perubahan fungsi adalah kamar bagian tengah menjadi tempat display baju-baju
pengantin, ruang keluarga menjadi tempat lokasi foto indoor pengantin, ruang makan
pada bagian belakang berfungsi ganda sebagai tempat makan dan tempat menjahit
pakaian.

Pada bagian tengah ruangan terdapat ruangan yang dulunya berfungsi sebagai ruang
keluarga, tapi saat sekarang ini berubah fungsinya menjadi ruangan display dan
tempat berfoto pengantin. Penghuni rumah saat ini berjumlah empat orang, pemilik
rumah dan tiga orang pengerjanya. Karena pemilik rumah ini tidak memiliki keluarga
yang ada dalam rumah tersebut maka ruang keluarga tidak diperlukan lagi

2.2 Perubahan Zonasi Ruang

Berubahnya fungsi ruangan dan pola aktivitas yang ada dalam rumah
berdampak langsung pada perubahan zonasi ruang yang ada. Ketambahan fungsi
tempat usaha membuat susunan zonasi rumah tinggal berubah dari sebelumnya.
Ruangan yang dulunya bersifat private sekarang berubah menjadi ruang yang bersifat
publik.

1
Perubahan zoning terjadi pada bagian tengah rumah. Tidak banyak terjadi
perubahan zonasi pada rumah tinggal kali ini, berbeda dengan kasus rumah
sebelumnya yang mengalami beberapa perubahan zonasi ruangan.

1
KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan kata arsitektur dalam bahasa


Yunani ’archi’ yang berarti kepala, ketua dan tecton yang berarti tukang, sehingga
architecton berarti kepala tukang, merujuk kepada profesi, kemahiran dan keahlian
menukang dalam hal bangunan. penelitian yang sudah dilakukan tentang kajian
tipologi arsitektur kolonial Belanda pada lima rumah tinggal di kawasan Tikala maka
dapat ditarik kesimpulan tentang karakteristik Tipologi Arsitektur Kolonial Belanda
pada rumah tinggal di kawasan Tikala dan perubahan fungsi ruang dalam pada
bangunan rumah tinggal tersebut. Arsitektur adalah konsep dari ide yang
menggunakan bangunan sebagai medium, proses atau teknik untuk berkomunikasi.

Arsitektur kolonial lebih banyak mengadopsi gaya neo-klasik, yakni gaya yang
berorientasi pada gaya arsitektur klasik Yunani dan Romawi. Ciri menonjol terletak
pada bentuk dasar bangunan dengan trap-trap tangga naik (cripedoma). Kolom-kolom
dorik, ionik dan corinthian dengan berbagai bentuk ornamen pada kapitalnya. Bentuk
pedimen, yakni bentuk segi tiga berisi relife mitos Yunani atau Romawi di atas
deretan kolom. Bentuk-bentuk tympanum (konstruksi dinding berbentuk segi tiga atau
setengah lingkaran) diletakkan di atas pintu dan jendela berfungsi sebagai hiasan.

Karakteristik Tipologi terbagi menjadi

1 Tipologi Atap

2 Tipologi Pintu

3 Tipologi Jendela dan Lubang Angin

4. Tipologi Lantai

1
DAFTAR PUSTAKA

Ching, D.K.F., 1989. Bentuk Ruang dan Susunannya Carmona, Mathew. 2003, Public
Places, Urban Spaces: The Dimensions Of Urban

Hadinoto. 2010. Arsitektur dan Kota-kota di Jawa pada Masa Kolonial.


GrahaIlmu.Yogyakarta.
Handinoto, 1994, Indisch Empire Style gorontalo.

Handinoto, Daendels dan Perkembangan Arsitektur di Hindia Belanda Abad 19

http://en.wikipedia.org/wiki/Neoclassical_architecture

http://en.wikipedia.org/wiki/Herman_Willem_Daendels

skyscrapercity.com

http://library.gunadarma.ac.id/

http://nuharifiandi.blogspot.com/2012/03/arsitektur-kolonial-belanda.html

D.Suryo. 1986. Sejarah Kota Manado 1945-1979. Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek
Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.

Rahardjo, S. 2007. Kota-kota Prakolonial Indonesia–Pertumbuhan dan Keruntuhan.


Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Jakarta

Sumalyo, Y., 1993. Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia, Gadjah Mada


University Press

Sutedjo,S., 1982. Pencerminan Nilai Budaya dalam Arsitektur di Indonesia, Penerbit


Djambatan.
Zula, A. 2015. PERKEMBANGAN ARSITEKTUR KOLONIAL DI INDONESIA.
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya

Anda mungkin juga menyukai