Anda di halaman 1dari 62

Kementerian Kesehatan RI

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan
tahun 2010
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI
DI SARANA KESEHATAN / PITC

PEDOMAN PENERAPAN

Kementerian Kesehatan RI
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
Tahun 2010
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

KATA PENGANTAR

Peningkatan epidemi HIV telah terjadi di Indonesia sejak 10 tahun terakhir ini. Penularan
terutama terjadi akibat penggunaan jarum suntik bersama pada pengguna narkotika suntik
dan hubungan seks. Hasil Pemodelan epidemi di Indonesia memproyeksikan jumlah ODHA
usia 15-49 tahun dari 277,700 pada tahun 2008 akan meningkat menjadi 501,400 pada
tahun 2014. Hasil tersebut dengan asumsi bahwa tidak ada perubahan yang signifikan
dari upaya pengendalian HIV dan AIDS pada kurun waktu tersebut.
Pengobatan dengan ARV di Indonesia yang didukung oleh dana pemerintah sejak
tahun 2005 telah berhasil menurunkan kematian ODHA dari 46% pada tahun 2006
menjadi 17% pada tahun 2008. Jelas bahwa upaya percepatan perluasan cakupan
pengobatan ARV dengan pendekatan kesehatan masyarakat telah memberikan dampak
pada peningkatan kualitas hidup ODHA. Tetapi sebagian ODHA masih belum terjangkau
oleh pengobatan tersebut. Tantangan yang dihadapi antara lain adalah masih rendahnya
cakupan orang yang mengetahui status HIV-nya, sehingga menghambat upaya untuk
meningkatkan akses terhadap layanan pencegahan maupun pengobatan. Oleh karenanya
layanan yang memfasilitasi ODHA untuk mengetahui status infeksinya harus terus
ditingkatkan, diantaranya adalah dengan konseling dan testing HIV atas prakarsa petugas
kesehatan /PITC pada pasien yang datang ke rumah sakit dengan gejala dan tanda klinis
terkait dengan HIV.
Pedoman ini disusun melalui adaptasi dari pedoman PITC WHO, dan kontribusi IDI
untuk memberikan panduan bagi petugas kesehatan dalam memberikan layanan konseling
dan testing HIV. Prinsip pelaksanaan harus tetap menjunjung tinggi azas “3 C” yaitu
dengan mendapatkan pesetujuan pasien (informed consent), menjaga konfidensialitas
(confidentiality), dan disertai dengan konseling pasca tes yang memadai (counseling),
dan tidak terjebak ke dalam tes HIV mandatory.
Penghargaan kepada tim penyusun dan para kontributor yang telah memberikan
sumbang saran sehingga pedoman ini dapat diterbitkan. Semoga pedoman ini dapat
bermanfaat.

Direktur Jendral PP & PL, Kemenkes RI

Prof. dr. Tjandra Y. Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE


NIP 195509031980121001

PEDOMAN PENERAPAN i
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

KATA PENGANTAR KETUA UMUM PB IDI

Masalah HIV/AIDS di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan nasional yang
memerlukan penanganan bersama secara komprehensif. Sejak 10 tahun terakhir, jumlah
kasus AIDS di Indonesia mengalami lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut perhatian
semua pihak, terutama para tenaga kesehatan yang memberikan layanan kesehatan bagi
pasien HIV/AIDS. Salah satu bentuk layanan tersebut adalah konseling dan tes HIV yang
bertujuan tidak hanya untuk menegakkan diagnosis namun juga memberikan konseling
untuk mendapatkan terapi dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh pasien.
Layanan testing dan konseling HIV saat ini masih dilakukan dalam bentuk Konseling
dan Testing HIV Sukarela (Voluntary HIV Counselling and Testing/VCT), yang dilakukan di
sarana kesehatan (RS, Puskesmas dan Klinik) maupun di LSM peduli AIDS. Hingga tahun
2009 terdapat 262 layanan klinik VCT aktif yang ada di 133 kabupaten/kota di seluruh
Indonesia.
Jumlah cakupan layanan tersebut masih tergolong rendah untuk menjangkau populasi
berisiko dan mengetahui status HIV mereka. peran tenaga kesehatan (dokter, perawat
dan bidan) dalam melakukan deteksi HIV menjadi semakin penting karena banyak ODHA
yang membutuhkan layanan medis dan belum diketahui status HIV-nya. Layanan PITC
(Provider Initiated Testing and Counselling) memudahkan dan mempercepat diagnosis,
penatalaksanaan, dan sudah berkembang luas di sejumlah negara dengan tingkat epidemi
HIV yang tinggi.
Oleh karena itu Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, IBI, PPNI, ISFI, IAKMI) membantu
Kementerian Kesehatan menyusun panduan yang terintegrasi dalam satu pedoman
ringkas untuk membantu tenaga kesehatan dalam melakukan konseling dan testing HIV
bagi klien atau pasien. Kami berharap melalui pedoman ini, tenaga kesehatan tidak akan
ragu dalam mendorong pasien untuk tes HIV sehingga stigma/diskriminasi tidak lagi ada
dalam pelayanan kesehatan.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
penyusunan pedoman ini dan juga kepada pihak GF-AIDS yang telah mendukung
kegiatan ini.
Ketua Umum PB IDI

Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad(K)

ii PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

TIM EDITOR DAFTAR KONTRIBUTOR IDI

Dr. Sri Pandam Pulungsih, MSc Achmad Firdaus, SIP (Yayasan STIGMA)
Dr. Ratna Mardiati, SpKJ Nelly Yardes, SKp, M.Kes (PPNI Pusat)
Nurjannah, SKM, M.Kes Dr. Astia Murti (LAPAS Salemba)
Dr. Linna Juniar (Puskesmas Jatinegara)
Dr. Ratna Mardiati, Sp.KJ
(Direktur RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan)
DAFTAR KONTRIBUTOR
L.H. Kekek Apriana Dwi H (FHI-ASA)
Dr. Srimpi Indah Z, Sp.KJ
Dr. Ayie Sri Kartika (Lakespra dr. Saryanto)
Arta Saragi
Artini
Dr. Dr. Mulia Pinem (RSAL Dr.Mintohardjo)
Dr. Asik Surya, MPPM Dr. Diah Setia Utami, Sp.KJ, MARS
Ayie Sri Kartika
Dr. (RSKO Cibubur)
Bambang Subagyo, SpPD, MM
Dr. Kwe Lie (IPPI)
Dr. Dasril Nizam Dr. Finnahari (Lapas Narkotika Jakarta)
Dr. Diah Setia Utami, SpKJ DR. Drg. Harum Sasanti, Sp.PM (FKG-UI)
Rizsa
Dr. Ekarini Oktiana, SST (PP IBI)
Grietje
Dr. Endang Budi Hastuti U. Masyitha, SST, SKM, M.Kes (PP IBI)
Hendi
Dr. Endang Lukitosari Muslim (Pokdisus AIDS/UPT HIV RSCM)
M.
Dr. Endang P., M.Epid Sugiharto Isnadi (Yayasan STIGMA)
Ervina Luki Damayanti
Dr. Dedi Supratman, SKM (IAKMI)
Komaria Siregar, SKM, M.Epid Dr. Toha Muhaimin, M.Sc (FKM-UI)

Kurniawan Rachmadi, SKM, MSi Prof. DR. Dr. Sudarto Ronoatmodjo, MPH
Maryono
Dr. (FKM-UI)
Dr. Nirmala Kesumah, MHA Dr. Rudy Rusli (PB IDI)
Nurjannah, SKM, M.Kes Dr. Dyah Agustina Waluyo
Ronald Jonathan
Dr. (PB IDI/RS KRAMAT 128)
Sri Pandam Pulungsih, MSc
Dr. Dr. Pandu Riono, Ph.D, MPH (PB IDI/FKM-UI)

PEDOMAN PENERAPAN iii


TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

Low‐level HIV epidemis Tingkatan epidemi HIV yang rendah, dengan prevalensi
secara tetap tidak pernah lebih dari 5% yang terbatas pada
kelompok tertentu yang berperilaku berisiko seperti penjaja
seks komersial, penasun, LSL.
Concentrated HIV epidemis Tingkatan epidemi HIV terkonsentrasi dengan prevalensi
lebih dari 5% secara tetap, namun terbatas pada kelompok
tertentu yang berperilaku berisiko seperti penjaja seks
komersial, penasun, LSL, namun prevalensi masih kurang
dari 1% pada ibu hamil di daerah perkotaan.
Generalized HIV epidemis Tingkatan epidemi HIV meluas di masyarakat umum, sebagai
proksi dinaytakan apabila ditemukan prevalensi lebih dari
1% secara menetap pada kelompok ibu hamil.
AIDS Acquired Immunodeficiency Syndrome
ANC Ante natal Care (lihat KIA)
ART Antiretroviral Therapy – terapi HIV dengan obat
Antiretroviral
KEMENKES Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
HIV Human Immunodeficiency virus
IMS Infeksi menular secara Seksual
KIA Kesehatan Ibu dan Anak (lihat ANC)
KTS – VCT Konseling dan Testing HIV secara Sukarela (lihat juga VCT).
ODHA Orang dengan HIV/ AIDS
PDP Perawatan Dukungan dan pengobatan HIV
PITC Provider Initiated HIV Testing and Counseling – Layanan Tes
dan konseling HIV terintegrasi di saranan kesehatan, yaitu
tes dan konseling HIV diprakarsai oleh ptugas kesehatan
ketika pasien mencari layanan kesehatan.

iv PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

PMTCT Prevention on Mother to Child Transmission SDM Sumber


Daya Manusia
TB Tuberkulosis
three C Azas dalam penyelenggaraan konseling dan testing HIV yang
harus selalu diterapkan. Tes HIV hanya akan dilaksanakan
setelah mendapatkan informed consent dari klien, disertai
dengan counselling terutama pada saat pemberian hasil tes
HIV dan dengan menjaga confidentiality (hasil tes tidak akan
diungkapkan kepada orang lain yang tidak terkait dengan
perawatan klien tanpa seizing klien).
UNAIDS Joint United Nations Programme on HIV DAN AIDS
UNGASS United Nation General Assembly Special Session
VCT – KTS HIV Voluntary Counseling and Testing (lihat juga KTS)
WHO Worlld Health organization ‐ Organisasi Kesehatan Sedunia

PEDOMAN PENERAPAN v
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i


KATA PENGANTAR KETUA UMUM PB IDI ................................................................. ii
TIM EDITOR ........................................................................................................... iii
DAFTAR KONTRIBUTOR .......................................................................................... iii
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH .......................................................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................................ vi
I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
II. TUJUAN DAN SASARAN ................................................................................ 3
A. TUJUAN UMUM ........................................................................................ 3
B. TUJUAN KHUSUS ...................................................................................... 3
C. SASARAN ................................................................................................. 3
D. RUANG LINGKUP ...................................................................................... 3
III. TERMINOLOGI .............................................................................................. 4
IV. PENERAPAN PITC DI BERBAGAI TINGKAT EPIDEMI ....................................... 6
A. PENERAPAN PITC PADA SEMUA JENIS EPIDEMI .......................................... 6
B. PENERAPAN PITC DI DAERAH EPIDEMI MELUAS ......................................... 6
C. PENERAPAN PITC DI EPIDEMI TERKONSENTRASI ATAU TINGKAT RENDAH .... 7
V. LINGKUNGAN YANG KONDUSIF ................................................................... 8
VI. PROSES PITC DAN UNSUR PENDUKUNGNYA ................................................. 9
A. INFORMASI PRA‐TES HIV DAN PERSETUJUAN PASIEN ................................. 9
1. Informasi minimal sebelum tes HIV ..... ............................................... 9
2. Perhatian khusus bagi perempuan hamil ............................................. 10
3. Perhatian khusus bagi bayi, anak dan remaja ....................................... 10
4. Pasien dengan penyakit berat ............................................................. 10
5. Penolakan untuk menjalani tes HIV ...................................................... 10
B. KONSELING PASCA‐TES HIV ...................................................................... 11
1. Konseling hasil tes HIV negatif ............................................................ 11
2. Konseling hasil tes HIV positif ............................................................. 11
3. Konseling pasca‐tes bagi ibu hamil ...................................................... 12
C. RUJUKAN KE LAYANAN LAIN YANG DIBUTUHKAN ...................................... 13
D. FREKUENSI TES HIV .................................................................................. 13
VII. TEKNIK TES‐HIV ............................................................................................ 14
VIII. PERTIMBANGAN PROGRAM ......................................................................... 16

vi PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

IX. MONITORING DAN EVALUASI ....................................................................... 17


A. JAMINAN MUTU LAYANAN ....................................................................... 18
B. SUMBER DAYA MANUSIA .......................................................................... 18
C. MUTU KONSELING ................................................................................... 18
D. MUTU TES HIV ......................................................................................... 19
X. PEDOMAN PRAKTIS PENYELENGGARAAN TES HIV DAN KONSELING
ATAS PRAKARSA PETUGAS ........................................................................... 20
A. PANDUAN KOMUNIKASI PADA TES HIV DAN KONSELING ATAS
PRAKARSA PETUGAS KESEHATAN .............................................................. 21
B. PEMERIKSAAN LABORATORIUM ................................................................ 36

PEDOMAN PENERAPAN vii


TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

PEDOMAN PENERAPAN KONSELING DAN TES-HIV YANG


TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN

PENDAHULUAN
Data Kementerian Kesehatan yang berasal dari 32 Propinsi dan 214 Kabupaten/kota hingga
akhir Desember 2009, menunjukkan jumlah kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan adalah
19.973 kasus. Sementara itu hasil pemodelan epidemi HIV/AIDS berdasarkan estimasi
tahun 2006 di Indonesia memproyeksikan jumlah ODHA usia 15‐49 tahun terus meningkat
dari 277,100 pada tahun 2008 menjadi 501,400 pada tahun 2014. Guna memperluas
jangkauan layanan HIV yang meliputi perawatan, dukungan dan pengobatan pada waktu
yang tepat dan juga meningkatkan kesempatan ODHA untuk menjangkau informasi serta
sarana mencegah penularan HIV lebih lanjut, maka perlu meningkatkan lebih banyak
orang yang mengetahui status HIVnya. Jangkauan yang luas terhadap layanan konseling
dan tes‐HIV sangat diperlukan dalam mencapai target universal acces terhadap layanan
pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan seperti yang dicanangkan oleh UN
General Assembly pada tahun 2006.
Konseling dan tes‐HIV sukarela (KTS) atas prakarsa klien masih terus didorong dan
ditingkatkan penerapannya, di samping pendekatan lain yang lebih inovatif seperti
konseling dan tes‐HIV yang diprakarsai petugas kesehatan ketika seorang pasien datang
ke saranan kesehatan untuk mendapatakan layanan kesehatan karena berbagai macam
keluhan kesehatannya, yang selanjutnya akan disebut PITC atau Provider Initiated Testing
dan Counseling – PITC. Seperti disadari bahwa sarana kesehatan merupakan sarana utama
untuk menjangkau atau berhubungan dengan ODHA yang jelas membutuhkan layanan
pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan. PITC tersebut merupakan layanan
tes dan konseling HIV yang terintegrasi di sarana kesehatan dan untuk penerapannya
dibutuhkan pedoman atau petunjuk operasional.
Bukti yang tersedia baik dari daerah maju maupun daerah dengan sumber daya
yang terbatas menunjukkan bahwa kesempatan untuk diagnosis ataupun pemberian
konseling tentang HIV di sarana kesehatan seringkali terlewatkan, oleh karenanya perlu
mengitegrasikan layanan tes dan konseling HIV di saranan kesehatan dengan menerapkan
PITC, di mana tes HIV dan konseling merupakan sarana untuk menjangkau diagnosis dan
layanan terkait HIV. Mengingat besarnya kecenderungan akan terjadinya pemaksaan
dalam tes‐HIV sehubungan PITC yang akan memberikan dampak negatif pada pasien maka
perlu pelatihan dan bimbingan, pemantauan dan evaluasi yang memadai dari penerapan
PITC dan program konseling di sarana kesehatan.

PEDOMAN PENERAPAN 1
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

Pedoman layanan tes dan konseling HIV di sarana kesehatan ini menawarkan konseling
dan tes‐HIV dengan pendekatan option‐out di sarana kesehatan, yang meliputi informasi
pra‐tes secara singkat dan sederhana dengan menyesuaikan dengan kaidah‐kaidah
konseling yang berlaku. Dengan demikian tes HIV direkomendasikan sebagai berikut:
1. Ditawarkan kepada semua pasien yang menunjukkan gejala dan tanda klinis
yang mungkin mengindikasikan infeksi HIV, tanpa memandang tingkat epidemi
daerahnya.
2. Sebagai bagian dari prosedur baku perawatan medis pada semua pasien yang
datang di sarana kesehatan di daerah dengan tingkat epidemi yang meluas.
3. Ditawarkan dengan lebih selektif kepada pasien di daerah dengan tingkat epidemi
terkonsentrasi atau rendah.
Jelas bahwa seseorang dapat menolak tes HIV bila mereka tidak bersedia. Penjelasan
tambahan tentang risiko, keuntungan menjalani tes HIV dan pengungkapan hasil tes
serta tentang dukungan sosial yang tersedia dapat diberikan di dalam kelompok terutama
kepada kelompok yang rentan atau berisiko terhadap dampak buruk dari pengungkapan
status HIV‐positf‐nya. Pendekatan option‐in akan lebih menguntungkan bagi kelompok
yang memiliki kerentanan tinggi untuk mendapatkan dampak buruk tersebut.
PITC harus disertai dengan jangkauan pada paket layanan pencegahan, pengobatan,
perawatan dan dukungan yang diterapkan dalam kerangka kerja rencana strategi
nasional untuk mencapai universal access terhadap terapi antiretroviral bagi semua yang
membutuhkannya. Untuk menerapkan PITC maka harus diupayakan bahwa kerangka kerja
dukungan sosial, kebijakan dan dukungan peraturan perundangan yang sudah mapan,
guna mendapatkan hasil yang positif dan meminimalkan dampak buruk pada pasien.
Prakarsa tes‐HIV oleh petugas kesehatan harus selalu didasarkan atas kepentingan
kesehatan pasien. Untuk itu perlu memberikan informasi yang cukup sehingga pasien
mengerti dan mampu mengambil keputusan untuk menjalani tes HIV secara sukarela,
menjaga konfidensialitas, terhubung dengan rujukan konseling pasca‐tes oleh konselor,
dan menyediakan rujukan ke layanan PDP yang memadai. Penerapan PITC bukan berarti
menerapkan tes‐HIV secara mandatori atau wajib sebagai pendekatan dasar kesehatan
masyarakat.
Masalah konfidensialitas tersebut diatur pula dalam Undang‐undang Praktik Kedokteran
No. 29 Tahun 2004 Pasal 48 mengenai rahasia kedokteran (wajib simpan, pembukaan
rahasia kedokteran pada keadaan tertentu).

2 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

TUJUAN dan SASARAN

A. TUJUAN UMUM
Pedoman ini bertujuan untuk memberikan tuntunan kepada para petugas kesehatan
dalam menerapkan layanan tes dan konseling HIV di sarana kesehatan dengan pendekatan
PITC.

B. TUJUAN KHUSUS
Pedoman ini bertujuan untuk menyelaraskan antara etika medis, klinis, kesehatan
masyarakat dan hak‐hak azasi manusia. Hal tersebut meliputi:
1. Memberdayakan ODHA agar mengetahui status HIV mereka dengan penuh kesadaran
dan kesukarelaan untuk mencari dan mendapatkan layanan pencegahan, pengobatan,
perawatan dan dukungan terkait HIV dan terlindung dari stigma, diskriminasi dan dan
kekerasan.
2. Mengoptimalkan hasil pengobatan dan pencegahan.
3. Mendorong hak otonomi, privasi dan konfidensialitas.
4. Mendorong kebijakan dan praktik berbasis‐bukti ilmiah dan memungkinkan lingkungan
untuk penerapannya
5. Meningkatkan peran dan tanggung jawab petugas kesehatan dalam hal menyediakan
akses terhadap tes HIV, konseling dan intervensi lain yang dibutuhkan

C. SASARAN
1. Para pengambil kebijakan,
2. Perencana dan pengelola program pengendalian HIV/AIDS,
3. Petugas layanan kesehatan.

D. RUANG LINGKUP
Lingkup dari pedoman adalah penerapan konseling dan testing HIV atas prakarsa petugas
kesehatan dengan menekankan pemeriksaan kesehatan terkait dengan infeksi oportunistik
dan merujuk pada pelayanan berkelanjutan.
Pedoman tidak membahas konseling secara rinci dan petugas kesehatan diarahkan untuk
merujuk pedoman nasional KTS yang berlaku.
Petugas kesehatan yang dimaksud dalam buku ini adalah dokter yang merawat, perawat
yang diberi wewenang oleh dokter yang bersangkutan serta bidan.

PEDOMAN PENERAPAN 3
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

TERMINOLOGI

Terminologi yang digunakan di dalam pedoman ini adalah sebagai berikut.


Voluntary Counseling and Testing, atau VCT atau Konseling dan tes‐HIV secara sukarela
‐ KTS (atau disebut juga sebagai Client‐initiated HIV testing and counseling) adalah
layanan konseling dan tes HIV yang dibutuhkan oleh klien secara aktif dan individual.
Pada KTS ini biasanya menekankan pengkajian dan penanganan faktor risiko dari klien
oleh konselor, membahas masalah keinginan untuk menjalani tes HIV dan implikasinya
serta pengembangan strategi untuk mengurangi faktor risiko. KTS dilaksanakan dalam
berbagai macam tatanan layanan, yang salah satunya adalah di sarana layanan kesehatan,
klinik KTS mandiri di luar sarana layanan kesehatan, layanan KTS yang diberikan secara
bergerak atau mobile KTS, di masyarakat atau bahkan di rumah.
Provider‐initiated HIV testing and counselling (PITC) adalah suatu tes HIV dan konseling
yang diprakarsai oleh petugas kesehatan kepada pengunjung sarana layanan kesehatan
sebagai bagian dari standar pelayanan medis. Tujuan utamanya adalah untuk membuat
keputusan klinis dan/atau menentukan pelayanan medis khusus yang tidak mungkin
dilaksanakan tanpa mengetahui status HIV seseorang seperti misalnya ART.
Apabila seseorang yang datang ke sarana layanan kesehatan menunjukkan adanya
gejala yang mengarah ke HIV maka tanggung jawab dasar dari petugas kesehatan
adalah menawarkan tes dan konseling HIV kepada pasien tersebut sebagai bagian dari
tatalakasana klinis. Sebagai contoh petugas kesehatan memprakarsai tes dan konseling
HIV kepada pasien TB dan pasien suspek TB, pasien IMS, pasien gizi buruk, pasien dengan
gejala atau tanda IO lainnya.
PITC juga bertujuan untuk mengidentifikasi infeksi HIV yang tidak nampak pada pasien
dan pengunjung sarana layanan kesehatan. Oleh karenannya kadang‐kadang tes dan
konseling HIV juga ditawarkan kepada pasien dengan gejala yang mungkin tidak terkait
dengan HIV sekalipun. Pasien tersebut dapat mendapatkan manfaat dari pengetahuan
tentang status HIV positifnya guna mendapatkan layanan pencegahan dan terapi yang
diperlukan secara lebih dini. Dalam hal ini tes dan konseling HIV ditawarkan kepada semua
pasien yang berkunjung ke sarana layanan kesehatan selama brinteraksi dengan petugas
kesehatan.
Seperti halnya KTS, PITC pun harus mengedepankan “three C’ – informed consent,
counselling and confidentiality atau suka rela, konseling dan konfidensial.
Option‐in adalah pilihan pasien untuk menyatakan persetujuannya secara jelas atas

4 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

pelaksanaan tes HIV setelah menerima informasi pra‐tes. Informed consent yang diberikan
dalam hal tersebut analog dengan yang dipersyaratkan pada tindakan khusus seperti
pemeriksaan atau tindakan klinis invasif.
Dengan pendekatan option‐out berarti pasien harus secara jelas menyatakan penolakan
dilaksanakannya tes HIV setelah menerima informasi pra‐tes apabila dia tidak meinginkan
tes HIV tersebut. Informed consent yang diberikan dalam hal tersebut analog dengan yang
dipersyaratkan pada tindakan umum lain seperti pemeriksaan foto ronsen dada, tes darah
dan pemeriksaan non‐invasif lain. Dalam hal ini petugas kesehatan akan melaksanakan
tindakan tersebut kecuali pasien menolaknya.

PEDOMAN PENERAPAN 5
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

PENERAPAN PITC DI BERBAGAI TINGKAT EPIDEMI

A. Penerapan PITC pada semua Jenis Epidemi


Petugas kesehatan dianjurkan untuk menawarkan tes‐HIV dan konseling sebagai bagian
dari prosedur baku perawatan kepada semua pasien seperti berikut tanpa memandang
tingkat epidemi daerahnya:
• Semua pasien dewasa atau anak yang berkunjung ke sarana kesehatan dengan
gejala dan tanda atau kondisi medis yang mengindikasikan pada AIDS. Seperti
misalnya ‐ meskipun tidak selalu atau terbatas pada tuberkulosis dan kondisi khusus
lainnya terutama kelompok kondisi medis yang ada dalam sistem pentahapan
klinis infeksi HIV (stadium klinis).
• Bayi yang baru lahir dari ibu HIV‐positif sebagai perawatan lanjutan yang rutin
pada bayi tersebut
• Anak yang dibawa ke sarana kesehatan dengan menunjukkan tanda tumbuh
kembang yang kurang optimal atau gizi kurang dan tidak memberikan respon
pada terapi gizi yang memadai.

B. Penerapan PITC di Daerah Epidemi Meluas


Di daerah dengan tingkat epidemi yang meluas dengan lingkungan yang memungkinkan
atau kondusif serta tersedia sumber daya yang memadai termasuk ketersediaan paket
layanan pencegahan, pengobatan dan perawatan HIV, maka petugas kesehatan
memprakarsai tes‐HIV dan konseling kepada semua pasien yang berkunjung/berobat di
semua sarana kesehatan. Hal tersebut diterapkan di layanan medis atau bedah, sarana
pemerintah ataupun swasta, pasien rawat inap atau rawat jalan, dan layanan medis
tetap ataupun bergerak. Tawaran tes‐HIV dan konseling merupakan bagian dari prosedur
layanan baku dari petugas kesehatan kepada pasiennya, tanpa memandang adanya gejala
atau tanda yang terkait dengan AIDS pada pasien yang berobat di sarana kesehatan.
Untuk mengatasi kendala dalam hal sumber daya maka perlu pentahapan dalam
penerapan PITC. Hal berikut perlu dipertimbangkan untuk menentukan urutan prioritas
penerapan PITC:
• Sarana layanan rawat jalan dan rawat inap pasien TB
• Sarana layanan KIA
• Sarana layanan Kesehatan Anak (<10 th)
• Sarana layanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana (KB)
• Sarana layanan dengan tindakan invasif
• Sarana layanan kesehatan remaja
6 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

• Sarana layanan kesehatan bagi kelompok dengan perilaku berisiko tertular HIV
• Saranan layanan hemodialisis
• Sarana kesehatan di lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan

C. Penerapan PITC di Epidemi Terkonsentrasi atau Tingkat Rendah


Di daerah dengan tingkat epidemi rendah atau terkonsentrasi tidak semua pasien ditawari
tes dan konseling HIV, karena pada umumnya orang berisiko rendah untuk tertular HIV.
Di daerah tersebut prioritas ditujukan hanya pada semua pasien dewasa atau anak
yang berobat di sarana kesehatan dengan menunjukkan gejala atau tanda klinis yang
mengindikasikan AIDS, termasuk tuberkulosis dan pada pasien anak yang diketahui
terlahir dari ibu HIV‐positif.
Bila tersedia data yang menunjukkan bahwa prevalensi HIV pada pasien TB sangat rendah,
maka tawaran tes‐HIV dan konseling pada pasien TB pun bukan merupakan prioritas.
Keputusan atau pemilihan sarana kesehatan untuk menerapkan PITC di aerah dengan
tingkat epidemi HIV yang terkonsentrasi atau rendah harus didasarkan atas penilaian
epidemiologi dan konteks sosial. Dapat dipertimbangkan untuk menerapkan PITC di
sarana kesehatan sebagai berikut:
• Klinik IMS
• Layanan kesehatan bagi masyarakat dengan perilaku berisiko
• Layanan KIA
• Layanan TB

PEDOMAN PENERAPAN 7
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

LINGKUNGAN YANG KONDUSIF

PITC harus disertai dengan penyediaan paket layanan yang terkait dengan HIV seperti
layanan pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan. Meskipun tidak semua
layanan harus tersedia di satu tempat yang sama dengan tempat dilaksanakannya tes‐HIV,
namun setidaknya ada sarana kesehatan untuk HIV yang terjangkau dan siap menerima
rujukan dengan penyediaan terapi antiretroviral (ART) bagi yang sudah memerlukannya.
Terapi profilaksis dengan antiretroviral dan infant feeding merupakan komponen penting
pada program pencegahan penularan dari ibu ke anak. Sarana intervensi tersebut harus
tersedia sebagai bagian dari pelayanan standar bagi ibu hamil yang terdiagnosis terinfeksi
HIV melalui PITC.
Upaya yang sama harus juga dilakukan untuk menyakinkan ketersediaan dukungan
psikososial serta kemapanan kebijakan dan peraturan perundangan untuk meoptimalkan
dampak positif dan meminimalkan dampak buruk HIV. Hal tersebut meliputi:
• Kesiapan masyarakat dan mobilisasi sosial.
• Ketersediaan sumber daya dan infrastruktur yang memadai.
• Pelatihan bagi petugas kesehatan.
• Kode etik bagi petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan.
• kesehatan bagi ODHA.
• Sistem monitoring dan evaluasi yang kuat.
Pelaksanaan PITC optimal dalam jangka panjang memerlukan penerapan peraturan
perundangan guna membatasi stigma dan diskriminasi yang muncul akibat status
HIV, perilaku berisiko, dan gender seseorang yang terpantau dan terus didorong untuk
dilaksanakan. Kebijakan nasional harus terus mendorong pengungkapan status HIV
kepada pasangan secara sukarela dan penuh tanggung jawab.
Perlu dikembangkan kebijakan dasar hukum yang jelas tentang;
1. Umur atau alasan tertentu yang menyangkut pemberian persetujuan untuk
tes‐HIV bagi dirinya atau orang lain (perwalian).
2. Cara terbaik untuk mendapatkan persetujuan tes‐HIV dari remaja.

8 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

PROSES PITC DAN UNSUR PENDUKUNGNYA

A. Informasi Pra-Tes HIV dan Persetujuan Pasien


Sesuai dengan kondisi setempat, informasi prates dapat diberikan secara individual,
pasangan atau kelompok. Persetujuan untuk menjalani tes HIV (informed consent) harus
selalu diberikan secara individual, pribadi dengan kesaksian petugas kesehatan.
Undang‐undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004, secara jelas memuatnya dalam
Pasal 45 mengenai Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi. Dalam
pasal 45 Undang‐undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 tersebut dijelaskan
bahwa Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi diberikan setelah pasien
mendapatkan penjelasan secara lengkap.
1. Informasi minimal sebelum tes HIV
Informasi minimal yang perlu disampaikan oleh petugas kesehatan ketika menawarkan
tes‐HIV kepada pasien adalah sebagai berikut:
• Alasan menawarkan tes‐HIV dan konseling
• Keuntungan dari aspek klinis dan pencegahan dari tes‐HIV dan potensi risiko yang
akan dihadapi, seperti misalnya diskriminasi, pengucilan, atau tindak kekerasan.
• Layanan yang tersedia bagi pasien baik yang hasil tes HIV negatif ataupun positif,
termasuk ketersediaan terapi antiretroviral
• Informasi bahwa hasil tes akan diperlakukan secara konfidensial dan tidak akan
diungkapkan kepada orang lain selain petugas kesehatan yang terkait langsung
pada perawatan pasien tanpa seizin pasien
• Informasikan bahwa pasien mempunyai hak untuk menolak menjalani tes‐HIV.
Tes akan dilakukan kecuali pasien menggunakan hak tolaknya tersebut.
• Informasikan bahwa penolakan untuk menjalani tes‐HIV tidak akan mempengaruhi
akses pasien terhadap layanan yang tidak tergantung pada hasil tes HIV.
• Dalam hal hasil tes HIV–positif, maka sangat dianjurkan untuk mengungkapkannya
kepada orang lain yang berrisiko untuk tertular HIV dari pasien tersebut.
• Kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada petugas kesehatan
Pada umumnya dengan komunikasi verbal sudah cukup memadai untuk memberikan
informasi dan mendapatkan informed‐consent untuk melaksanakan tes‐HIV.

PEDOMAN PENERAPAN 9
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

Ada beberapa kelompok masyarakat yang lebih rentan terhadap dampak buruk
seperti diskriminasi, pengucilan, tindak kekerasan, atau penahanan. Dalam hal
tersebut maka perlu diberi informasi lebih dari yang minimal di atas, untuk meyakinkan
informed‐consent nya.
2. Perhatian khusus bagi perempuan hamil
Informasi pra‐tes bagi perempuan yang kemungkinan akan hamil atau dalam kondisi
hamil harus meliputi:
• Risiko penularan HIV kepada bayi yang dikandungnya kelak
• Cara yang dapat dilakukan guna mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke
anaknya, termasuk terapi antiretroviral profilaksis dan konseling tentang makanan
bayi.
• Keuntungan melakukan diagnosis HIV secara dini bagi bayi yang dilahirkan.
3. Perhatian khusus bagi bayi, anak dan remaja
Perlu ada pertimbangan khusus bagi anak dan remaja di bawah umur secara hukum
(pada umumnya <18 tahun). Sebagai individu di bawah umur yang belum punya hak
untuk membuat/memberikan informed‐consent, mereka punya hak untuk terlibat
dalam semua keputusan yang menyangku kehidupannya dan mengemukakan
pandangannya sesuai tingkat perkembangan umurnya. Dalam hal ini diperlukan
informed‐consent dari orang tua atau wali/pengampu.
4. Pasien dengan penyakit berat
Pasien yang mengalami kondisi kritis atau tidak sadarkan diri, tentu tidak mampu
untuk memberikan persetujuan secara pribadi. Dalam keadaan yang demikian, maka
dipertimbangkan betul manfaat tes HIV dan kepentingan pasien. Apabila tes HIV
betul‐betul dibutuhkan atas kepentingan pasien maka persetujuan dapat dimintakan
kepada keluarga semenda (ibu, ayah, anak kandung).
5. Penolakan untuk menjalani tes HIV
Penolakan untuk menjalani tes‐HIV tidak boleh mengurangi kualitas layanan lain
yang tidak terkait dengan status HIVnya. Pasien yang menolak menjalani tes perlu
ditawari untuk menjalani sesi konseling di Klinik KTS di masa yang akan datang jika
memungkinkan. Penolakan tersebut harus dicatat di lembar catatan medisnya agar
diskusi dan tes HIV diprakarsai kembali pada kunjungan yang akan datang.

10 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

B. Konseling Pasca-Tes HIV


Konseling pasca‐tes merupakan bagian integral dari proses tes‐HIV. Semua pasien yang
menjalani tes‐HIV harus mendapatkan konseling pasca‐tes pada saat hasil tes disampaikan,
tanpa memandang hasil tes HIV‐nya. Konseling pasca‐tes harus diberikan secara individual
dan oleh petugas yang sama yang memprakarsai tes HIV semula. Konseling tidak layak
untuk diberikan secara kelompok.
Perlu diingat bahwa tidaklah dapat diterima apabila seorang petugas memprakarsai untuk
tes HIV dan kemudian harus menunda memberikan hasilnya kepada pasien karena tidak
sempat. Meskipun pasien mungkin belum siap untuk menerima hasil, atau menolak untuk
menerima hasil tes, petugas kesehatan harus selalu berusaha dengan berbagai alasan
yang tepat dengan cara simpatik untuk meyakinkan pasien menerima dan memahami arti
hasil tes HIV dan menjaga konfidensialitas.
Setelah dapat ditegakkan diagnosis dan terapi, tujuan lain dari konseling ini adalah
perubahan perilaku klien khususnya terkait perilaku berisiko yang dapat memperburuk
kondisi penyakitnya atau penularan HIV/AIDS dan penyakit infeksi lainnya kepada orang
lain. Sementara perubahan perilaku sehubungan dengan risiko penularan kepada orang
lain dapat dilaksanakan melalui rujukan kepada konselor terlatih.
1. Konseling hasil tes HIV negatif
Konseling bagi yang hasilnya negatif, minimal harus meliputi hal sebagai berikut:
• Penjelasan tentang hasil tesnya, termasuk penjelasan tentang periode jendela,
yaitu belum terdeteksinya antibodi‐HIV dan anjuran untuk menjalani tes kembali
ketika terjadi pajanan HIV.
• Informasi dasar tentang cara mencegah terjadinya penularan HIV
• Pemberian kondom laki‐laki atau perempuan Baik petugas kesehatan maupun
pasien selanjutnya membahas dan menilai perlunya rujukan untuk mendapatkan
konseling pasca‐tes lebih mendalam atau dukungan pencegahan lainnya.
2. Konseling hasil tes HIV positif
Bagi pasien dengan hasil tes‐HIV positif, maka petugas kesehatan menyampaikan hal
sebagai berikut:
• Memberikan informasi hasil tes HIV kepada pasien secara sederhana dan jelas,
dan beri kesempatan kepada pasien sejenak untuk mencerna informasi tersebut.
• Meyakinkan bahwa pasien mengerti akan arti hasil tes HIV
• Memberi kesempatan pasien untuk bertanya
• Membantu pasien untuk mengatasi emosi yang timbul karena hasil tes positif

PEDOMAN PENERAPAN 11
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

• Membahas masalah yang perlu perhatian segera dan bantu pasien menemukan
jejaring sosial yang mungkin dapat memberikan dukungan dengan segera dan
dapat diterima.
• Menjelaskan layanan perawatan lanjutan yang tersedia di sarana kesehatan dan
masyarakat, khususnya ketersediaan layanan pengobatan, PMTCT dan layanan
perawatan serta dukungan.
• Memberikan informasi tentang cara mencegah penularan HIV, termasuk pemberian
kondom laki‐laki ataupun perempuan dan cara menggunakannya.
• Memberikan informasi cara pencegahan lain yang terkait dengan cara menjaga
kesehatan seperti informasi tentang gizi, terapi profilaksis, dan mencegah malaria
dengan kelambu di daerah endemis malaria.
• Membahas kemungkinan untuk mengungkapkan hasil tes‐HIV, waktu dan cara
mengungkapkannya serta mereka yang perlu mengetahui.
• Mendorong dan menawarkan rujukan untuk tes‐HIV dan konseling bagi pasangan
dan anaknya.
• Melakukan penilaian kemungkinan mendapatkan tindak kekerasan atau
kemungkinan bunuh diri dan membahas langkah‐langkah untuk mencegahnya,
terutama pasien perempuan yang didiagnosis HIVpositif
• Merencanakan waktu khusus untuk kunjungan tindak lanjut mendatang atau
rujukan untuk pengobatan, perawatan, konseling, dukungan dan layanan lain
yang diperluklan oleh pasien (misalnya, skrining dan pengobatan TB, terapi
profilaksis untuk IO, pengobatan IMS, KB, perawatan hamil, terapi rumatan
pengguna opioid, akses pada layanan jarum suntik steril – LJSS).
3. Konseling pasca-tes bagi ibu hamil
Konseling bagi perempuan hamil dengan HIV‐positif juga harus meliputi masalah
berikut:
• Rencana persalinan
• Penggunaan antiretroviral bagi kesehatannya sendiri ketika ada indikasi, dan
untuk pencegahan penularan dari ibu ke anak.
• Dukungan gizi yang memadai, termasuk pemenuhan kebutuhan zat besi dan
asam folat.
• Pilihan tentang makanan bayi dan dukungan untuk melaksanakan pilihannya.
• Tes‐HIV bagi bayinya kelak dan tindak lanjut yang mungkin diperlukan.
• Tes‐HIV bagi pasangan.

12 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

C. Rujukan ke Layanan Lain yang Dibutuhkan


Hasil tes‐HIV harus dikomunikasikan dengan penjelasan tentang layanan pencegahan,
pengobatan, perawatan dan dukungan kepada pasien. Program bagi penyakit kronis dan
PDP HIV berbasis masyarakat merupakan sumber penting dan perlu untuk membangun
dan menjaga mekanisme kerja‐sama dengan sumber daya tersebut. Sebagai upaya
minimal maka rujukan haruslah meliputi pemberian informasi tentang pihak yang
dapat dihubungi dan alamatnya, waktu dan cara menghubunginya. Rujukan akan
berjalan efektif bila petugas kesehatan membuat janji terlebih dahulu dengan tujuan
dan membuat jadwal yang dikomunikasikan dengan pasien serta dicatat pada catatan
medis pasien. Petugas dalam jejaring rujukan sebaiknya saling berkomunikasi secara rutin
termasuk bila ada perubahan petugas sehingga rujukan dapat berjalan secara lancar dan
berkesinambungan.

D. Frekuensi Tes HIV


Anjuran untuk melakukan tes‐HIV ulang sangat tergantung pada perilaku berisiko yang
masih terus berlangsung pada pasien. Tes‐HIV ulang setiap 6‐12 bulan mungkin akan
bermanfaat bagi individu berisiko tinggi untuk mendapat pajanan HIV. Perempuan dengan
HIV negatif sebaiknya di tes ulang sedini mungkin pada setiap kehamilan baru. Tes‐HIV
ulangan pada usia kehamilan lanjut sangat dianjurkan pada semua perempuan hamil
dengan HIV negatif di daerah dengan tingkat epidemi meluas.

PEDOMAN PENERAPAN 13
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

TEKNIK TES-HIV

Pada sarana kesehatan dengan sarana laboratorium terbatas sebaiknya menggunakan


tes cepat HIV pada PITC. Tes‐HIV dengan metode tes cepat sangat layak dilakukan dan
memungkinkan untuk mendapatkan hasil secara cepat serta meningkatkan jumlah orang
yang mengambil hasil, meningkatkan kepercayaan akan hasilnya serta terhindar dari
kesalahan pencatatan atau tertukarnya hasil antar pasien. Tes cepat HIV dapat dilakukan
di luar sarana laboratorium, tidak memerlukan peralatan khusus dan dapat dilaksanakan
di sarana kesehatan primer.
Tes ELISA mungkin lebih layak dilakukan di sarana kesehatan dengan sarana laboratorium
yang lengkap dan tenaga yang terlatih dengan jumlah pasien yang lebih banyak dan tidak
perlu hasil tes segera (misalnya untuk pasien rawat inap di rumah sakit) dan laboratorium
rujukan.
Pemilihan antara menggunakan tes cepat HIV atau tes ELISA bagi PITC harus
dipertimbangkan faktor tatanan tempat pelaksanaan tes HIV; biaya dan ketersediaan
perangkat tes, reagen dan peralatan; pengambilan sampel, transportasi serta kesediaan
pasien untuk kembali mengambil hasil.
Dalam melaksakan tes HIV, perlu merujuk pada alur pemeriksaan sesuai dengan pedoman
nasional yang berlaku. Pada tes HIV dengan metode Elisa hampir selalu menggunakan
alur serial sedang pada tes cepat dapat dengan cara serial maupun parallel.
Tes HIV secara serial adalah apabila tes yang pertama memberi hasil non‐reaktif
atau negatif, maka tes antibodi akan dilaporkan negatif. Apabila hasil tes pertama
menunjukkan reaktif, maka perlu dilakukan tes HIV kedua dengan menggunakan antigen
dan/atau dasar pemeriksaan yang berbeda dari yang pertama. Perangkat tes yang persis
sama namun dijual dengan nama yang berbeda tidak boleh digunakan untuk kombinasi
tersebut. Hasil tes kedua yang menunjukkan reaktif kembali maka di daerah atau di
kelompok populasi dengan prevalensi HIV 5% atau lebih dapat dianggap sebagai hasil
yang positif. Di daerah atau kelompok prevalensi rendah yang cenderung memberikan
hasi positif palsu, maka perlu dilanjutkan dengan tes HIV ketiga. WHO, UNAIDS dan dalam
Pedoman Nasional dianjurkan untuk selalu menggunakan alur serial tersebut karena lebih
murah dan tes kedua hanya diperlukan bila tes pertama memberi hasil reaktif saja.
Tes HIV secara parallel lebih dianjurkan ketika menggunakan sampel darah perifer atau
dengan tusukan ujung jari daripada dengan darah vena. Dua tes HIV dilaksanakan secara
bersamaan dengan menggunakan antigen dan/atau dasar pemeriksaan yang berbeda.
Bila keduanya memberikan hasil non‐reaktif atau reaktif maka dapat dilaporkan sebagai

14 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

negatif atau positif. Pada hasil yang berbeda (serial ataupun parallel), yaitu salah satu
reaktif dan yang lain nonreaktif maka disebut diskordan dan perlu dirujuk kepada ahli di
laboratorium rujukan.
Dalam melakukan tes HIV dari kedua alur tersebut direkomendasikan untuk menggunakan
reagen tes HIV sbb:
• Reagen pertama memiliki sensitifitas minimal 99%
• Reagen kedua memiliki spesifisitas minimal 98%.
• Reagen ketiga memiliki spesifisitas minimal 99%.
Kombinasi tes HIV tersebut perlu dievaluasi secara nasional sebelum digunakan
secara luas.
Tes virologi yang lebih canggih dan mahal hanya dianjurkan untuk diagnosis anak umur
kurang dari 18 bulan dan perempuan HIV‐positif yang merencanakan kehamilan. Tes‐HIV
untuk anak umur kurang dari 18 bulan dari ibu HIV‐positif tidak dibenarkan dengan tes
antibodi, karena akan memberikan hasil positif palsu.

PEDOMAN PENERAPAN 15
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

PERTIMBANGAN PROGRAM

Pertimbangan untuk menerapkan PITC sangat tergantung dari penilaian keadaan


epidemiologi HIV dan infeksi oportunistik. Perlu dipastikan ketersediaan infrastruktur
yang terdiri dari sumber dana, sumber daya manusia, ketersediaan layanan standar
bagi pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan. Ketersediaan kerangka kerja
sosial, kebijakan dan peraturan untuk mencegah dampak buruk HIV, seperti diskriminasi,
stigma, dan tindak kekerasan termasuk bagian yang perlu dipertimbangkan. Sebelum
menerapkan PITC perlu mempersiapkan kondisi tersebut di atas. Penerapan di daerah
memerlukan perencanaan strategis yang melibatkan semua pemangku kepentingan yang
ada, termasuk kelompok sosial dan ODHA setempat.

16 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring dan evaluasi sangat esensial pada pelaksanaan PITC. Monev nasional bagi PITC
harus memungkinkan para pengelola program untuk:
• Memantau kemajuan penerapan, termasuk prosedur untuk mendapatkan
informed consent dari pasien dan memastikan terjaganya konfidensialitas serta
pemberian konseling oleh tenaga konselor KTS.
• Mampu mengidentifikasi masalah dan cara mengatasinya demi perbaikan
selanjutnya
• Menilai efektivitas dan dampak dari PITC dalam hal:
- Peningkatan akses pada konseling dan tes HIV serta hasil tesnya
- Peningkatan akses pada pemanfaatan layanan pencegahan, pengobatan,
perawatan dan dukungan HIV.
- Peningkatan kesadaran terhadap HIV dan pengobatannya
- Pengurangan mortalitas dan morbiditas
- Dampak sosial (misalnya: jumlah yang mengungkapkan status HIV semakin
meningkat; stigma dan diskriminasi serta dampak buruk berkurang)
• Menilai efisiensi dan kesinambungan
• Menilai kualitas layanan laboratorium
Rencana monitoring dan evaluasi seharusnya bertujuan untuk memanfaatkan
struktur atau mekanisme yang sudah ada dalam mengumpulkan indikator, dan tidak
mengembangkan sistem baru yang terlepas. Alat pengumpul data yang sederhana dan
baku akan memungkinkan untuk membuat perbandingan antar lokasi dan mengurangi
beban kerja petugas kesehatan. Pelatihan yang memadai dalam hal pengumpulan data
sangat diperlukan dan perlu dirancang bagi petugas kesehatan dan petugas administrasi.
Pada umumnya jumlah data dari monitoring rutin akan sangat terbatas, maka dianjurkan
untuk melakukan monitoring rutin dengan evaluasi yang terfokus pada aspek penerapan
yang spesifik. Sebagai contoh, kendali mutu dilaksanakan ditingkat sarana kesehatan.
Tujuan dari kendali mutu adalah menilai kinerja petugas, kepuasan pelanggan atau
klien, dan menilai ketepatan protokol konseling dan tes HIV yang kesemuanya bertujuan
menjamin ketersediaan layanan bermutu.

PEDOMAN PENERAPAN 17
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

A. Jaminan mutu layanan


Testing HIV dijalankan sesuai dengan standar pelayanan laboratorium kesehatan pemeriksa
HIV dan infeksi oportunistik, terbitan Kementerian Kesehatan tahun 2006 dan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 370/Menkes/Sk/III/2007 tentang Standar
Profesi Ahli Teknologi Laboratorium Kesehatan. Untuk daerah‐daerah terpencil dapat
dilakukan oleh perawat yang terlatih (mengacu pada pedoman VCT terbitan Kementerian
Kesehatan 2005.).
Mutu layanan testing dan konseling diatur melalui beberapa peraturan antara lain:
a. Kepmenkes No. 1507/MENKES/SK/X/2005 mengenai Pedoman Pelayanan Konseling
dan Testing HIV/AIDS Secara Sukarela (Voluntary Counselling and Testing).
b. Kepmenkes No. 241/Menkes/SK/IV/2006 mengenai Standar Pelayanan
Laboratorium Kesehatan Pemeriksa HIV dan Infeksi Oportunistik.
c. Kepmenkes No. 832/Menkes/SK/X/2006 mengenai Penetapan Rumah Sakit Rujukan
Bagi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dan Standar Pelayanan Rumah Sakit Rujukan
Odha dan Satelitnya.

B. Sumber Daya Manusia


a. Pelatihan dan Peningkatan Kapasitas :
Profesi menganjurkan pelatihan bagi tenaga medis dan penyegaran ilmu dan
keterampilan dalam Konseling dan Testing HIV melalui Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan/CPD/CME.
b. Perlindungan SDM:
Tenaga kesehatan yang melakukan konseling dan testing HIV di sarana layanan
kesehatan dilindungi melalui UU Praktek Kedokteran dan prosedur standar layanan
kesehatan setempat Serta Manual Rekam Medis Tahun 2006 dari Konsil Kedokteran
Indonesia (KKI) serta Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan.

C. Mutu Konseling
Perangkat untuk menilai mutu layanan termasuk mengevaluasi kinerja seluruh staf,
penilaian mutu konseling melalui kegiatan supervisi, melakukan pertemuan berkala
dengan para konselor, kotak saran, penilaian oleh pengguna jasa, mengukur seberapa
jauh konselor mengikuti aturan protokol.

18 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

Perangkat jaminan mutu konseling:


− Formulir kepuasan pelanggan
− Syarat Minimal layanan sesuai yang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan dan
WHO.
− Pengamatan langsung ketika proses konseling berjalan seizin pasien/klien.

D. Mutu Tes HIV


Mutu tes HIV dilakukan melalui
− Pemantapan mutu internal bertujuan untuk mencegah kesalahan pemeriksaan
dan mengawasi proses agar mendapatkan hasil pemeriksaan yang tepat dan
benar. Kegiatan ini meliputi tersedianya protap untuk seluruh kegiatan, format
pencatatan, sediaan kontrol sampel.
− Pemantapan mutu eksternal dilakukan secara berjenjang dan berkala, meliputi :
o uji silang (cross check) sampel,
o supervisi dan
o uji profisiensi (panel tes)

PEDOMAN PENERAPAN 19
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

PEDOMAN PRAKTIS PENYELENGGARAAN TES HIV DAN


KONSELING ATAS PRAKARSA PETUGAS
Bagan 1.
Bagan Alur Layanan PITC
Kontak awal antara petugas dan pasien
KIE untuk pasien
Petugas menginformasikan pentinya tes HIV
(optional)
• Banyak pasien tertentu juga mengidap HIV
Edukasi diberikan selama pasien menunggu • Diagnosis HIV untuk kepentingan perawatan medis
giliran, pilih salah satu cara: • Sekarang tersedia obat untuk HIV
• Edukasi kelompok oleh petugas atau
Informasi tentang kebijakan UPK
dengan AVA
• Semua pasien tertentu akan dites HIV nya kecuali
• Poster
pasien menolak
• Brosur
Petugas menjawab pertanyaan pasien

Pasien setuju Tes HIV Pasien menolak Tes HIV


(dengan informed consent) Petugas mengulang informasi ttg pentinya tes HIV
Bila masih menolak juga
Tes Cepat HIV • Sarankan sebagai alternatif untuk ke klinik KTS dan
Tes Cepat HIV dilaksanakan oleh Petugas pulangkan
atau di Laboratorium • Pada kunjungan berikutnya diulangi informasi ttg
pentinya tes HIVpasien menolak

Petugas menyampaikan hasil tes


kepada pasien

Pasien dengan hasil tes HIV negatif Pasien dengan hasil Tes HIV Positif
• Petugas memberikan hasil tes negatif • Petugas informasikan hasil tes HIV positf
• Berikan pesan tentang pencgahan • Berikan dukungan lepada pasien dalam menanggapi
secara singkat hasil tes
• Sarankan untuk ke klinik KTS untuk • Informasikan perlunya perawatan dan pengobatan HIV
konselin pencegahan lebih lanjut • Informasikan cara pencegahan penularan kepada
• Anjurkan agar pasangannya pasangan
mau menjalani tes HIV karen ada • Sarankan agar pasangan di tes HIV
kemungkinan dia positif • Hasil tes dicatat di klinik VCT

Rujukan Rujukan
Beri informasi tentang klinik KTS terdekat • Berikan surat rujukan ke PDP
• Informasikan sumber dukungan yang ada di
masyarakat

20 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

A. Panduan komunikasi pada Tes HIV dan Konseling atas prakarsa Petugas
Kesehatan
Pemberian informasi kunci tentang HIV

Jelaskan cara penularan HIV


HIV adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh. Orang yang terinfeksi HIV
mungkin tidak merasa sakit pada awalnya, tetapi perlahanlahan sistem kekebalan
tubuh akan rusak. Dia akan menjadi sakit dan tidak mampu melawan infeksi. Sekali
seseorang terinfeksi HIV, dia dapat menularkan virus tersebut ke orang lain.
• HIV dapat ditularkan melalui :
• Cairan tubuh yang terinfeksi HIV seperti : semen, cairan vagina atau darah
selama hubungan seksual yang tidak aman.
• Tranfusi darah yang terinfeksi HIV.
• Pengguna napza suntik yang bertukar jarum suntik tidak steril.
• Alat tato / skin piercing.
• Dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya selama:
i. kehamilan;
ii. melahirkan dan persalinan; dan
iii. menyusui
HIV tidak dapat ditularkan lewat berpelukan atau berciuman, atau gigitan
nyamuk.
Pemeriksaan darah khusus (tes HIV) dapat dilakukan untuk mencari tahu
apakah seseorang terinfeksi HIV.

PEDOMAN PENERAPAN 21
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

Tes HIV dan Konseling

Tes HIV dan konseling atas prakarsa petugas kesehatan


terdiri dari 3 tahap :
• Informasi pra‐tes dan edukasi (hal. 23)
• Tes HIV (hal. 36)
• Konseling pasca‐tes. (hal.26)

Saat dan cara menyarankan tes

Perlu ditawarkan tes HIV dan konseling:


• Setiap kali pasien datang dengan gejala atau tanda
yang mengarah pada infeksi HIV, atau
• Setiap pasien yang aktif secara seksual yang belum
diketahui status HIVnya dan akan medapatkan manfaat
dari hasil tes dan konseling HIV.
Dalam situasi klinik ada dua keadaan di mana tes HIV perlu
ditawarkan:
• Pemeriksaan diagnostik sebagai kelengkapan dalam
mendiagnosis pasien
• Penawaran rutin bagi pengunjung klinik untuk layanan
kesehatan selain HIV (ANC, penyakit lain, keluarga
berencana, IMS dsb.)
Pada kedua situasi di atas, setiap pasien berhak untuk
menolak untuk menjalani pemeriksaan lab – disebut
“opt-out”.

22 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

Tes Diagnostik

Tes diagnostik sebagai bagian dari proses klinis dalam menentukan diagnosis
pasien. Bila ada gejala yang sesuai dengan infeksi HIV, jelaskan bahwa akan
dilakukan pemeriksaan HIV dalam rangka menegakkan diagnosis.
Tes diagnostik HIV sebaiknya ditawarkan seperti tersebut diatas kepada semua
pasien dengan kondisi seperti pada “Pertimbangkan Penyakit Terkait – HIV”
(LAMPIRAN 1, halaman 41)
Contoh : “Kami akan mencari penyebab penyakit Anda. Untuk mendiagnosis dan
mengobati penyakit Anda, kami perlu melakukan pemeriksaan infeksi tifoid, TB
dan HIV, kecuali bila Anda keberatan.
Contoh lain: ”penyakit anda mungkin terkait dengan HIV, kalau kita tahu, maka
anda akan mendapat pengobatan yang tepat dan obat HIV tersedia gratis di
Indonesia dan di sarana ini
Atau dengan kalimat yang sesuai dengan budaya dan penerimaan masyarakat setempat yang
intinya serupa dengan yang terkandung dalam kalimat di atas.

Penawaran tes HIV secara rutin

Penawaran tes HIV secara rutin dan konseling berarti menawarkan tes HIV kepada
semua pasien pengunjung layanan medis yang masih aktif secara seksual tanpa
memandang keluhan utamanya.
Contoh : “Salah satu kebijakan di layanan kami adalah menawarkan ke setiap
pasien untuk mendapatkan kesempatan menjalani pemeriksaan HIV agar kami
dapat segera memberikan perawatan dan pengobatan selagi Anda di sini dan
merujuk untuk tindak lanjut setelah Anda pulang, kecuali bila Anda keberatan.
Kami akan memberikan konseling dan menyampaikan hasilnya.

Baik pemeriksaan untuk diagnostik maupun sebagai penawaran


rutin, maka seharusnya pasien selalu diberi informasi pra‐tes di
bawah.
Informasi dapat disampaikan secara individu atau secara kelompok
oleh tenaga kesehatan dan pekerja sosial.

PEDOMAN PENERAPAN 23
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

Informasi pra-tes dan edukasi untuk pasien dewasa*

v Informasi pra‐tes dapat diberikan oleh seorang dokter, perawat, atau konselor.
Informasi dapat disampaikan secara individu atau secara kelompok oleh
tenaga kesehatan.
v Informasi pra‐test sebaiknya terpusat pada tiga komponen di bawah ini:
- Berikan informasi penting HIV/AIDS
- Jelaskan prosedur untuk menjamin konfidensialitas
- Yakinkan kesediaan pasien untuk menjalani tes dan mintalah
persetujuan.
Perlu diinformasikan bahwa apabila diperlukan konseling lebih lanjut
maka akan dirujuk.

1. Memberikan informasi penting HIV


Katakan: “HIV adalah virus atau kuman yang dapat merusak bagian tubuh
manusia yang diperlukan untuk melindungi dari serangan penyakit. Test
HIV dapat menentukan apakah Anda telah terinfeksi oleh virus tersebut.
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan darah sederhana yang dapat
memperjelas diagnosis. Setelah menjalani tes, kami akan memberikan layanan
konseling untuk membahas lebih dalam tentang HIV/AIDS. Bila hasil tes Anda
positif, kami akan memberikan informasi dan layanan untuk mengendalikan
penyakit Anda. Termasuk obat antiretroviral dan atau obat lain untuk mengatasi
penyakit. Di samping itu, kami akan membantu dengan dukungan dalam hal
pencegahan penyakit dan membuka diri.
Bila hasilnya negatif, kami akan lebih memusatkan upaya agar Anda bertahan
tetap negatif.”
2. Penjelasan prosedur untuk menjamin konfidensialitas
Katakan: “Hasil tes HIV ini bersifat rahasia dan hanya Anda dan tim medis
yang akan memberikan perawatan kepada anda yang tahu. Artinya, petugas
kami tidak diizinkan untuk memberi tahukan hasil tes anda kepada orang lain
tanpa seizin anda. Untuk memberitahukannya kepada orang lain sepenuhnya
menjadi hak Anda.

24 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

3. Meyakinkan kesediaan pasien untuk menjalani tes dan meminta


persetujuan pasien (informed consent).
Informed consent artinya pasien telah diberi informasi secukupnya tentang
HIV/AIDS dan Tes HIV, sepenuhnya memahaminya dan karenannya menyetujui
untuk menjalani tes HIV.
• Kami perlu menginformasikan bahwa kami akan mengambil sampel darah
anda untuk tes HIV, bagaimana pendapat anda?
ATAU
• Kami akan melakukan tes HIV hari ini, bila anda keberatan tolong beritahu
kami.
ATAU
• Menurut kami Tes HIV ini akan banyak bermanfaat bagi kami dalam
memberikan perawatan karena itu kami akan mengambil darah anda
kecuali anda keberatan. Apakah anda setuju?
Bila pasien masih mempunyai pertanyaan, berilah informasi yang ia
perlukan.
Bila pasien masih ragu untuk menjalani tes HIV, rujuklah ke sarana KTS
untuk mendapatkan konseling pra‐tes secara lengkap. Sesi konseling
tersebut harus membahas kendala yang dihadapi untuk menjalani tes
dan menawarkannya kembali.
Bila pasien telah siap, maka mintalah persetujuan yang sebaiknya tertulis:
“untuk melakukan tes HIV kami perlukan persetujuan tertulis anda sebagai
dasar kami mengambil tindakan ”
Ingat: pasien berhak untuk menolak menjalani tes HIV karena tes HIV tidak
boleh dipaksakan.

PEDOMAN PENERAPAN 25
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

v Bila pasien perlu informasi tambahan, bahas keuntungan dan pentingnya


mengetahui status HIVnya.
Hal yang perlu disampaikan:
• Hasil tes akan membantu tenaga kesehatan untuk membuat diagnosis
yang lebih tepat dan memastikan terapi tindak lanjut secara efektif.
• Bila hasil tes anda negatif, diagnosis HIV dapat disingkirkan dan
memberikan konseling untuk membantu anda agar tetap negatif.
• Bila hasil anda positif, anda akan dibantu untuk melindungi diri dari
reinfeksi dan mencegah pasangan anda terinfeksi
• Anda akan diberi perawatan dan terapi untuk mengendalikan penyakit, di
antaranya:
- profilaksis kotrimoksasol;
- pemeriksaan berkala dan dukungan;
- pengobatan infeksi; dan
- terapi antiretroviral (ART)‐ jelaskan tempat untuk mendapatkan dan
cara penggunaannya. (Lihat Buku Bagan Perawatan HIV Kronik)
• Anda akan mendapatkan tindakan untuk mencegah penularan dari ibu ke
bayi, dan mendapat penjelasan agar mampu membuat perencanaan yang
tepat tentang kehamilan yang datang.
• Kita juga akan bahas dampak psikologis dan emosional dari infeksi HIV
dan memberikan dukungan untuk membuka status infeksi anda kepada
orang yang menurut anda perlu mengetahuinya.
• Diagnosis dini akan membantu anda menghadapi penyakit ini dan
merencanakan masa depan anda dengan lebih baik.

26 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

Konseling pasca-tes

v Bila hasil tes positif dan telah dikonfirmasi:


• Jelaskan bahwa berarti pasien tersebut telah terinfeksi
• Berikan konseling pasca‐tes dan dukungan
• Tawarkan perawatan berkelanjutan dan rencanakan kunjungan tindak
lanjut
• Berikan nasehat pentinganya melakukan perilaku seks dengan kondom
agar tidak menularkan kepada orang lain dan terhindar dari IMS lain,
dan terhindar dari infeksi virus HIV jenis lain. Buat rencana pengurangan
perilaku berisiko bersama pasien
• Berikan saran kepada pria dewasa untuk tidak melakukan hubungan
seksual di luar nikah, untuk menghindari penularan kepada orang lain.
• Bila perlu, rujuklah pasien untuk mendapatkan layanan pencegahan da
perawatan lebih lanjut, seperti kepada dukungan sebaya dan layanan
khusus untuk kelompok rentan.
v Bila hasil tes negatif
• Berikan kesempatan pada pasien untuk merasa lega atau bereaksi positif
yang lain.
• Berikan konseling tentang pentingnya tetap negatif dengan cara
menggunakan kondom secara benar dan konsisten, atau perilaku seksual
yang lebih aman lainnya.
• Buat rencana pengurangan perilaku berisiko bersama pasien
• Apabila pajanan baru saja terjadi atau pasien termasuk dalam kelompok
risiko tinggi, jelaskan bahwa hasil negative tersebut dapat berarti tidak
terinfeksi HIV atau sudah terinfeksi namun belum sempat terbentuk
antibodi untuk melawan virus (disebut Periode Jendela = “Window Period”,
3‐6 bulan). Tawarkan tes HIV ulang pada 8 minggu kemudian.
• Bila perlu, rujuklah pasien untuk mendapatkan layanan pencegahan dan
perawatan lebih lanjut, seperti kepada dukungan sebaya dan layanan
khusus untuk kelompok rentan.
v Bila pasien belum dites atau telah dites tidak ingin mengetahui hasilnya
atau belum membuka hasilnya
• Jelaskan prosedur yang menjamin kerahasiaan.
• Tekankan kembali pentingnya menjalani tes dan keuntungan untuk
mengetahui hasilnya.
• Gali kembali kendala untuk menjalani tes, mengetahui, dan membuka
status (rasa takut, persepsi yang salah, dan sebagainya).

PEDOMAN PENERAPAN 27
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

Dukungan untuk membuka diri

• Bahas keuntungan mebuka diri.


• Tanya pasien apakah telah mengungkapkan hasilnya atau mau
mengungkapkan hasil tersebut kepada orang lain.
• Bahas kekhawatiran untuk mengungkap status HIV kepada pasangan,
anak dan keluarga lain, atau teman.
• Nilai kesiapan untuk mengungkap status HIV dan kepada siapa (mulai
dengan yang paling rendah risiko). Jajagi jejaring sosial.
• Jajagi ketersediaan dukungan dan kebutuhan sosial (kelompok
dukungan).
• Ajarkan cara mengungkapkan status (dengan peragaan dan latihan).
• Bantu pasien untuk merencanakan pengungkapannya.
• Memotivasi kehadiran pasangan untuk mempertimbangkan tes HIV; gali
hambatan untuk menjalani tes.
• Yakinkan kembali bahwa anda akan menjamin kerahasiaan hasil tes
pasien.
• Bila salah satu risiko pengungkapan hasil adalah kekerasan rumah tangga,
maka bantulah menciptakan lingkungan yang aman.
v Bila pasien tidak ingin mengungkapkan hasil tersebut:
• Yakinkan kembali akan jaminan atas kerahasiaan hasil tes pasien.
• Telusuri kesulitan dan kendal pengungkapan. Atasi kekhawatiran dan
kendala komunikasi ‐ latih pasien berkomunikasi.
• Terus memotivasi. Bahas kemungkinan membahayakan orang lain.
• Hubungkan bantuan tambahan sesuai keperluan (misalnya konselor
sebaya).
v Khusus untuk perempuan, bahas manfaat dan kerugian mengungkap
hasil positif, melibatkan serta menguji HIV pasangan.
Pria dalam keluarga dan masyarakat biasanya sebagai pembuat keputusan,
sehingga keterlibatan mereka akan:
• Memberikan dampak lebih besar dalam hal penerimaan penggunaan
kondom dan praktek seksual yang lebih aman untuk mecegah infeksi.
• Membantu mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.
• Membantu menurunkan risiko kecurigaan dan tindak kekerasan.
• Membantu meningkatkan dukungan pada pasangannya.
• Memotivasi mereka untuk mau menjalani tes HIV.
Kerugian melibatkan dan melakukan tes atas pasangan: bahaya pelimpahan
kesalahan, tindak kekerasan dan pengucilan.

28 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

Bila memungkinkan tenaga kesehatan hendaknya berupaya memberikan


konseling pasangan secara bersama.
v Konseling ini dapat dilakukan oleh konselor di klinik VCT.

Konseling tentang perilaku seksual yang lebih aman dan penggunaan kondom

v Perilaku seksual yang lebih aman adalah semua praktek seksual yang
mengurangi risiko penularan HIV dan IMS lain.
• Perlindungan dapat diperoleh dengan:
- Hindari aktifitas seksual di luar nikah.
- Gunaan kondom dengan benar dan konsisten; kondom harus dipakai
sebelum aktifitas seksual penetratif, bukan hanya sebelum ejakulasi.
- Memilih aktifitas seksual yang tidak memungkinkan semen, cairan
dari vagina atau darah untuk masuk ke mulut, anus atau vagina
pasangan, dan tidak menyentuh kulit pasangan bila ada sayatan atau
luka terbuka.
v Bila HIV positif:
• Jelaskan pada pasien bahwa dia terinfeksi dan dapat menularkan infeksi
tersebut ke pasangannya. Kondom harus digunakan seperti di atas.
• Bila status pasangan tidak diketahui, konsultasikan tentang manfaat
melibatkan dan menguji pasangan (hal. 20‐21).
• Untuk perempuan: jelaskan pentingnya menghindari infeksi selama
kehamilan dan menyusui. Risiko terinfeksi pada bayi adalah lebih tinggi
bila ibunya baru saja terinfeksi.
v Bila HIV negatif ATAU hasilnya tidak diketahui:
• Bahas risiko infeksi HIV dan cara menghindarinya.
• Bila status pasangan tidak diketahui, berikan konseling tentang manfaat
pemeriksaan pasangan.
• Untuk perempuan: jelaskan pentingnya tetap negatif selama kehamilan
dan menyusui. Risiko bayi untuk terinfeksi lebih besar bila ibunya baru
terinfeksi.
Pastikan pasien mengetahui cara menggunakan kondom dan tempat untuk
mendapatkannya. Berikan kemudahan untuk mendapatkan kondom di klinik
dengan cara yang jelas.
Tanyakan: apakah anda dapat menggunakan kondom? Gali hambatannya.

PEDOMAN PENERAPAN 29
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

Pemberian edukasi dan konseling IMS

v Berbicara secara pribadi, dengan cukup waktu, dan pastikan


kerahasiaannya.
v Jelaskan:
• Penyakit tersebut
• Cara penularan penyakit tersebut.
• Cara pencegahannya
• Terapi.
• Bahwa kebanyakan IMS dapat disembuhkan, kecuali HIV, herpes dan kutil
kelamin.
• Perlunya mengobati pasangan (kecuali untuk vaginitis):
- Kemungkinan pasangan seksual terakhir juga terinfeksi tetapi tidak
menyadari.
- Bila pasangan tidak diobati, dapat mengalami komplikasi.
- Hubungan seksual dengan pasangan yang tidak diberi terapi, infeksi
terulang.
- Meskipun tanpa gejala pasangan perlu diterapi, demi kesehatan
pasangan dan pasien.
v Dengarkan pasien: apakah ada stress atau kecemasan terkait dengan
IMS?
v Dorong perilaku seksual yang aman untuk mencegah HIV dan IMS.
• Konseling untuk memiliki pasangan tetap (atau pantangan) dan memilih
pasangan secara cermat.
• Jelaskan cara menggunakan kondom (hal. 28 ).
v Beri pendidikan tentang HIV. Rujuk untuk konseling tentang:
v Sarankan pemeriksaan dan konseling • Perhatian pada herpes (tidak
HIV (hal. 21). ada obatnya)
• Kemungkinan mandul karena
v Pemberitahuan pasangan atau infeksi panggul
suami/istri. • Penilaian perilaku berisiko
• Tanyakan kepada pasien: “dapatkah • Pasien yang bermitra seksual
anda melakukannya?” Tanyakan: multipel
apakah mungkin anda:
- Membicarakan infeksi tersebut kepada pasangan?
- Meyakinkan pasangan anda untuk mendapatkan terapi?
- Membawa/mengirimkan pasangan anda ke sarana kesehatan?

30 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

• Jelaskan peran anda sebagai tenaga kesehatan.


• Strategi untuk membahas dan memperkenalkan penggunaan kondom?
• Risiko kekerasan atau reaksi stigmatisasi dari pasangan dan keluarga.

Pengurangan Dampak Buruk bagi PENASUN

v Ketika berbicara dengan para PENASUSN, pastikan bahwa:


• Berbicara secara pribadi dan jaga konfidensialitas, bila tidak, pasien tidak
akan pernah kembali untuk perawatan selanjutnya. Penggunaan napza
suntikan adalah ilegal dan para penasun biasanya takut bila berhubungan
dengan yang berwajib
• Bersikap tidak menghakimi
• Bangun kepercayaan
• Empati
v Beri edukasi tentang pencegahan
• Konseling dan promosi pemakaian kondom secara konsisten untuk
mencegah penularan HIV, hepatitis viral dan IMS
• Pertimbangkan risiko terhadap infeksi HIV, tawarkan tes dan konseling
HIV
v Jelaskan tentang risiko penggunaan suntikan:
• HIV, hepatitis B dan C dapat ditularkan melalui pemakaian semua jenis
alat suntik – jarum, semprit dan kapas atau pengusap secara bergantian
dengan teman
• Ada banyak penyakit penyerta yang terkait dengan Penasun dan/atau
penggunaan obat lain: termasuk di antaranya adalah infeksi, gangguan
mental, hati, dan ginjal
• Penggunaan napza dapat mempengaruhi kemampuan atau fungsi
anggota tubuh dalam kehidupan sehari‐hari
v Jelaskan tentang risiko penggunaan suntikan:
• Sediakan peralatan suntik steril (jarum, semprit, cairan pelarut) dan
informasi tentang cara peyuntikan yang aman bila tersedia dan mampu,
bila tidak Rujuk ke program yang menawarkan alat suntik steril (jarum,
semprit dan cairan pelarut) dan informasi tentang cara penyuntikan yang
aman
• Cara mensterilkan alat dengan bahan pemutih. Ingat cara ini hanya
ditawarkan bila tidak tersedia alat suntik steril

PEDOMAN PENERAPAN 31
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

• Hindari pemakaian alat suntik, pisau cukur, alat tato, dsb secara
bergantian
• Dorong untuk menghentikan pemakaian napza suntik
v Jelaskan cara penyuntikan yang aman dan cara melindungi pembuluh
vena:
• Lakukan disinfeksi kulit tempat suntikan; hal tersebut akan mengurangi
risiko terjadinya infeksi kulit yang dalam yang dapat mengenai pembuluh
vena
• Pindah tempat suntikan secara reguler
• Gunakan jarum/semprit baru (jarum bekas akan merusak pembuluh
vena)
• Kurangi frekuensi penyuntikan setiap hari/minggu
v Jelaskan cara menghindari terjadinya infeks
Tawarkan dan dorong untuk mengikuti program detoksifikasi/ program terapi
rumatan opioid oral atau Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM)
v Sebelum menawarkan program tersebut di atas harus sudah terjalin hubungan
yang saling percaya antara tenaga kesehatan dengan kliennya yang penasun
– yang mungkin akan memakan beberapa waktu atau kunjungan
v Berikan informasi kepada pasien tentang adanya program yang akan
membantunya berhenti menggunakan napza

Detoksifikasi opioid/ terapi rumatan opioid (PTRM)


v Bila klien penasun tertarik untuk mengikutinya: rujuk ke layanan terkait

32 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

Konseling dasar

Semua petugas dapat melakukan konseling di seputar masalah klinis yang


meliputi:
v Edukasi kepada pasien
v Memberikan dukungan emosional
v Memberikan dukungan kepada pasien yang mengalami gangguan mental
seperti depresi atau ensietas.
v Mencakup berbagai aspek perawatan HIV (tes HIV, pengungkapan status
HIV, perilaku seksual yang lebih aman dan penggunaan kondom, kepatuhan
terhadap perawatan dan terapi)
v Mengatasi situasi krisis
Unsur konseling dasar
v Menjalin hubungan yang baik dengan klien.
v Mencari tahu suasana hati klien saat ini.
v Memberi tanggapan dengan empati.
v Memberikan tanggapan yang membuat pasien memahami kondisinya.
v Memberi informasi.
v Membantu pasien mencari dan mendapatkan bantuan dari teman‐temannya.
v Mengajarkan ketrampilan khusus untuk menghadapi situasinya:
• Teknik relaksasi seperti bernafas dengan dalam atau relaksasi otot secara
progresif atau bayangan positif.
• Pemecahan masalah.
v Memberikan dorongan.
v Memperbesar harapan
v Kiat‐kiat yang bermanfaat dalam konseling:
• Gunakan pertanyaan terbuka.
- Pertanyaan terbuka: Masalah apakah yang mengganggu jadual minum
obat and saat ini?
- Pertanyaan tertutup: Apakah anda sudah minum obat hari ini
• Mendengarkan dengan seksam, memperhatikan komunikasi baik verbal
maupun non‐verbal
• Klarifikasikan sesuatu yang belum anda fahami.
• Gunakan latihan dengan main peran untuk mengasah ketrampilan dan
percaya diri klien menjalankan rencananya.
• Beri kesempatan klien untuk bertanya
• Tanyakan hasrat untuk bunuh‐diri (terutama menghadapi klien yang
mengalami keadaan kritis dan penyakit mental).

PEDOMAN PENERAPAN 33
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

v Peran konselor:
• Menjaga kerahasiaan.
• Memberikan dukungan.
• Membantu pasien menyusun prioritas masalah dan menemukan jalan
keluarnya.
• Waspada terhadap terapi untuk pasien.
• Mengetahui sumber daya lain untuk rujukan.
• Mengetahui sumber daya dukungan sosial bagi klien.
• Advokasi kepada pasien
• Rujuk ke layanan pengobatan, pencegahan yang sesuai.
v Ketika menghadapi pasien:
• Jaga privasi.
• Jangan terlalu banyak interupsi.
• Upayakan pasien senyaman mungkin.
• Membuat kesepakatan waktu – lama konseling.
• Buat rencana untuk tindak lanjut bila diperlukan

Konseling bagi klien depresi dan keluarganya

v Periksa gejala depresi yang mungkin dialami oleh pasien


v Berikan informasi yang penting.
• Jelaskan bahwa gejala yang dialami merupakan bagian dari penyakit yang
disebut depresi.
• Depresi adalah umum dan dapat diterapi dengan efektif.
• Depresi bukanlah tanda kelemahan atau malas.
• klien mencoba keras untuk mengatasinya.
• Sampaikan bahwa anda dapat memahami sress yang dirasakan klien dan
ingin membantu meringankan bebannya
v Jajagi seberapa berat depresi klien anda saat ini dibanding dengan
perasaan yang pernah dialami sebelumnya dalam rangka menjelaskan
rencana terapi untuknya.
v Tanyakan tentang adanya niat untuk melukai diri sendiri atau
membayangkan kematian.
v Bila ada risiko bunuh diri, atau membahayakan orang lain lihat Bagan
Pemeriksaan Darurat.

34 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

v Rencanakan kegiatan jangka pendek yang meningkatkan kegembiraan


klien anda atau membangun kepercayaan dirinya.
v Identifikasi masalah atau tekanan sosial saat ini. Fokus pada upaya kecil
yang spesifik yang mungkin dapat dilakukan klien dalam mengatasi
masalahnya.
• Bila ada perasaan duka karena kematian seseorang, lihat Buku Bagan
Perawatan Paliatif.
• Bila HIV+, berikan dukungan.
• Bila baru diagnosis TB dan khawatir tentang HIV, berikan dukungan.
• Ajarkan teknik penyelesaian masalah yang baru.
Dorong pasien untuk tidak pesimis atau menyalahkan diri:
o Jangan melakukan tindakan pesimistik (mengakhiri perkawinan, meninggalkan
pekerjaan).
o Jangan terpusat pada pemikiran negatif atau perasaan bersalah.
Bila konseling tidak cukup membantu pertimbangkan intervensi tambahan di
bawah ini:
o Berikan amitriptilin, terutama bila ada gangguan tidur dan nafsu makan yang
cukup berat.
• bila menggunakan anti depresant, periksa kepatuhan dan dosis.
Dosisnya mungkin perlu ditambah.
• Ingatkan pasien bahwa untuk mendapatkan efek obat secara penuh butuh
waktu 2‐3 minggu.
• Setelah membaik, bahas tindakan yang akan datang bila tanda depresi
kembali muncul.
Rujuk ke kelompok dukungan.
Rujuk ke konselor ahli.
Bila masih ada risiko bunuh diri atau depresi berat yang tidak ada respon terhadap
terapi, lakukan konsultasi atau segera rujuk.

PEDOMAN PENERAPAN 35
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

B. Pemeriksaan Laboratorium
Melaksanakan Tes Cepat HIV, interprestasi hasil dan konseling

Ambil darah dari ujung jari


o Selalu gunakan sarung tangan untuk mengambil atau mengelola
darah.
o Gosok ujung jari agar pembuluh darah melebar (jari tengah atau
jari manis).
o Bersihkan jari dengan alkohol dan biarkan mengering.
o Pegang jari di lebih rendah daripada siku.
o Tusuk jari dengan lancet steril yang belum terpakai.
o Teteskan satu tetes seperti tertulis pada petunjuk teknis kemasan
tes (misalnya gunakan pipet untuk Uni-Gold HIV™ atau sample
loop untuk Stat Pack™). Ulangi prosedur ini sesuai dengan
pemeriksaan yang digunakan, misalnya, Determine HIV 1/2 1-2 kali dan
dua kali.
o Buang lancet yang telah dipakai di dalam wadah yang aman.
o Selesaikan prosedur pemeriksaan yang spesifik.
o Desinfeksi jari dan tutupi dengan plester.
o Terapkan kewaspadaan universal untuk pembuangan sampah. Cara yang
umum adalah autoclaving pada suhu 120°C selama 60 menit atau dengan
pembakaran.
Test-Kit (Kit tes-HIV)
o Setidaknya gunakan dua macam tes yang berbeda.
o Ikuti pedoman nasional pemeriksaan tes HIV – sesuai strategi II atau III untuk
diagnosis.
o Patuhi tanggal kedaluwarsa – jangan digunakan kit yang telah kedaluwarsa.
o Ikuti dengan ketat prosedur penyimpanan.
o Bila sebelumnya kit disimpan pada suhu 2-8°C, biarkan kit tersebut mencapai
suhu ruangan dengan mengeluarkannya dari lemari pendingin kira-kira 20
menit sebelum digunakan.
o Validasi kit tes HIV sesuai petunjuk dari produsen dan kontrol positif dan negatif
yang disediakan. Bila mungkin gunakan kontrol untuk setiap pemeriksaan
baru, batch baru atau bila anda meragukan kondisi penyimpanannya.
o Patuhi prosedur pemeriksaan dengan ketat.
o Patuhi sangat ketat waktu membaca yang direkomendasikan.
o Selalu beri label spesimen dan/atau alat pemeriksaan dengan jelas.
o Siapkan lembar kerja dimana nomor spesimen jelas tertulis dan segera catat
hasilnya, jangan ditunda.

36 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

Mempersiapan Kit tes HIV


o Bila disimpan di lemari pendingi, keluarkan kit dan diamkan selama setidaknya
20 menit untuk mencapai suhu kamar (20 – 25OC)
o Siapkan lembar kerja, tuliskan nomor batch kit; tanggal keadluwarsa; nama
pemeriksa dan tanggal pemeriksaan.
o Periksa kembali bahwa tanggal kedaluwarsanya belum terlampaui
o Lakukan validasi bahwa kit masih bagus dengan menggunakan kontrol positif
dan negatif; setelah itu anda siap melaksanakan tes pada sediaan klinik yang
ada.
o Tuliskan nomor spesimen pada lembar kerja.
o Keluarkan peralatan tes dari pembungkusnya
o Tuliskan nomor spesimen pada peralatan tes tsb.
o Laksanakan tes dengan mengikuti petunjuk teknis yang ada pada kit.
Berikut adalah contoh pemeriksaan dengan menggunakan kit UNI-Gold HIV TM
DAN Determine HIV TM1/2.
Uni-Gold HIV TM
o Tulis nomor spesimen pada lember kerja.
o Ambil alat pemeriksaan Uni-Gold HIV dari bungkus pelindung.
o Tulis nomor spesimen pada alat pemeriksaan.
o Kumpulkan seluruh darah dari tusukan jari (lihat dokumen).
o Tambahkan dua tetesan darah pada port sampel.
o Tambahkan dua tetesan dari reagent pencuci ke port sampel.
o Biarkan selama sepuluh menit agar terjadi reaksi.
o Baca hasilnya pada akhir menit kesepuluh. Jangan baca setelah 20 menit
karena hasilnya tidak lagi stabil.
o Interprestasikan hasilnya.

PEDOMAN PENERAPAN 37
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

Satu garis pada daerah kontrol: Hasil negatif


Dua garis pada daerah kontrol dan
Satu pada daerah pemeriksaan: Hasil positif
Tidak ada garis: Hasil invalid
o catat hasil pemeriksaan pada lembar kerja
Interpretasi
o konseling pasca pemeriksaan.

Determine HIVTM1/2
o Siapkan Kit Tes-HIV (lihat halaman sebelumnya).
o Ambil darah dari tusukan ujung jari dengan menggunakan tabung kapiler
ber EDTA
o Teteskan darah dari abung kapiler 50μl pada sampel pad (tanda panah).
o Tunggu sampai darah terserap dan tambahkan satu tetes chase buffer
pada sampel pad.
o Biarkan selama 15 menit agar terjadi reaksi.
o Baca hasilnya antara 15-16 menit setelah penambahan sampel.
o Interprestasikan hasil
Satu garis pada daerah kontrol: Hasil negatif
Dua garis pada daerah kontrol dan
Satu pada daerah pemeriksaan: Hasil positif
Tidak ada garis: Hasil invalid
o Catat hasil pemeriksaan pada lembar kerja . Interpretasi Hasil Tes
o Konseling pasca-tes (lihat dokumen)
Pada akhir hari kerja, simpan bahan dengan benar. Bersihkan daerah pemeriksaan
dengan desinfektan.

38 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

NEGATIVE
C A line in the control
T region only indicates
POSITIVE
a negative test
result. C A line of any intensity
T in the test region,
plus a line forming
in the control region,
indicates a positive
Hasil Tes result.

INCONCLUSIVE
C No line appears in
T the control region.
The test, should be
repeated with a fresh
device, inrespective
of line developing in
the test region.

Positive Negative Invalid Invalid

Hasil Tes

PEDOMAN PENERAPAN 39
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

Bagan 3.
Bagan Alur Tes Cepat HIV di Layanan Tes dan Konseling HIV

Informasi dan Edukasi/


Konseling Prates
mintalah persetujuan
tertulis

Tes Cepat Pertama


[A1]

Hasil Tes [A1] Ya Tes Cepat Kedua Hasil Tes [A2]


POSITIF ? [A2] POSITIF ?
Tidak

Ya
Ulangi Tes [A1] dan Ya
[A1] & [A2] (+)
[A2]
Tidak

Salah satu [A1] atau Ya Tes Cepat Ketiga


[A2] HIV (+) ? [A3]
Tidak

[A1] (+), [A2] (+),


[A3] (+) ?

Tidak
Tidak
[A1] (+); dan salah
satu [A2] atau
[A3] (+) ?
Ya
Tidak

Apakah risiko Tidak [A1] (+), [A2] (-),


tinggi ? [A3] (-) ?

Tidak Ya Ya

Konseling hasil HIV


Anggap
Konseling Hasil HIV positif
indeterminate
Negatif Mulai Perawatan
Ulangi Tes
Lihat Perawatan Kronik HIV

40 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

LAMPIRAN 1: Tanda Klinis Kemungkinan Infeksi HIV

v Infeksi berulang dari semua organ


v Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
v Kelainan kulit seperti prurigo, seboroik berulang
v Limfadenopati (PGL) – pembengkakan KGB di leher dan ketiak yang tidak terasa
sakit
v Lesi kaposi (benjolan pada kulit atau langit‐langit mulut berwarna gelap atau
keunguan yang tidak terasa sakit)
v Infeksi bakteri yang berat– pneumonia
v Tuberkulosis – paru atau ekstra paru berulang
v Kandidosis oral hairy leukoplakia pada mulut
v Ulkus di mulut atau gusi berulang
v Kandidosid esofageal
v Kehilangan berat badan lebih dari 10% tanpa penyebab yang jelas lainnya
v Mengalami keadaan di bawah ini selam lebih dari 1 bulan:
o diare tanpa penyebab yang jelas
o Demam tanpa penyebab yang jelas
o Herpes simpleks (alat kelamin atau pada mulut)
v Indikasi lain yang mengesankan kemungkinan infeksi:
o Infeksi menular secara seksual (IMS)
o Pasangan atau anak:
v diketahui positif HIV
v mengidap HIV atau penyakit yang terkait dengan HIV
o Kematian pasangan muda yang tidak jelas penyebabnya
o Pengguna NAPZA suntikan
o Pekerjaan yang berrisiko tinggi
o Aktif secara seksual dan mempunyai banyak mitra seksual dan tinggal di
daerah prevalensi tinggi

PEDOMAN PENERAPAN 41
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

LAMPIRAN 2: Gambar Gejala-gejala yang berhubungan dengan HIV/AIDS


(sumber: Modul Pelatihan CST; www.aids‐images.ch)

Gambar 1.
Pruritic Papular Eruption

Gambar 2.
Gambaran foto toraks TB paru pada ODHA
(perhatikan infiltrat tidak khas seperti pada pasien non HIV)

42 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

Gambar 3.
Herpez zoster labialis

Gambar 4.
Ulkus intraoral akibat infeksi sitomegalovirus/CMV

Gambar 5.
Kandidiasis oral

PEDOMAN PENERAPAN 43
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

Gambar 6. Kandidiasis dengan kheilitis angularis

Gambar 7. Herpes Zoster

Gambar 8. Oral Hairy Leucoplakia

Gambar 9. Genital warts / kutil kelamin

44 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

LAMPIRAN 3: Contoh Komunikasi Penawaran tes HIV

Tes HIV dan Konseling atas Prakarsa Petugas Kesehatan untuk tujuan Diagnostik
tanpa memandang tingkat epidemi

“Anda mengalami limfadenopati; kita ingin mencari tahu penyebabnya. Agar kami
dapat mendiagnosis dan mengobati penyakit anda, maka anda perlu menjalani
tes TB dan HIV, oleh karena itu kami akan melaksanakan tes tersebut kecuali jika
anda tidak bersedia

Tes HIV dan Konseling atas Prakarsa Petugas Kesehatan sebagai prosedur rutin di
daerah dengan epidemic yang meluas

Salah satu kebijakan di rumah sakit kami adalah memberikan kesempata kepada
semua pasien untuk menjalani tes HIV sehingga anda akan mendapatkan
perawatan selagi anda dirawat di sarana kami dan menindak lanjuti dengan
merujuk ke sarana yang lebih kompeten setelah anda pulang nanti. Oleh karena
itu kami sarankan anda untuk tes HIV. Apabial anda setuju maka kami akan lakukan
tes dan memberikan konseling tentang hasilnya nanti.

Informasi Pra Tes

HIV adalah vitus atau kuman yang merusak bagian yang diperlukan tubuh anda
untuk melawan penyakit. Dengan tes HIV kita dapat mengetahui apakah anda telah
terinfeksi virus HIV. Tes HIV adalah tes sederhana yang akan memperjelas diagnosis
penyakit anda. Setelah ada hasil tes kami akan berikan layanan konseling untuk
membahas lebih dalam tentang HIV dan penyakitpenyakit yang terkait. Apabila
hasil tes nya positif, kami akan beri informasi dan layanan untuk menangani
penyakit tersebut. Yaitu meliputi terapi dengan obat ARV dan obat lain untuk
mengatasi penyakit yang ada. Juga kami akan bantu anda untuk mengungkapkan
status anda guna mencegah penularan ke orang lain. Bila hasilnya negative, maka
akan kami arahkan anda untuk mendapat layanan yang dapat membantu upaya
anda agar dapat tetap negative

PEDOMAN PENERAPAN 45
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

Komunikasi untuk pasien TB

Ada masalah penting yang ingin kita bahas hari ini. Orang dengan TB biasanya
juga cenderung terinfeksi HIV. Ternyata HIV menjadi penyakit dasar sehingga
orang mudah terinfeksi oleh TB. Hal tersebut disebabkan karena orang yang hidup
dengan HIV tidak mampu melawan penyakit sekuat orang yang tidak tierinfeksi
HIV.
Bila anda mengidap kedua infeksi TB dan HIV, dapat menjadi berat dan kadang-
kadang sangat parah bila tidak terdiagnosis dan mendapat pengobatan yang
tepat secara dini. Obat untuk HIV tersedia dan dapat membantu anda merasa
lebih sehat dan hidup lebih lama.
Dan apabila kami tahu bahwa anda terinfeksi HIV maka kami dapat memberikan
pengobatan TB dengan lebih baik.
HIV adalah vitus atau kuman yang merusak bagian yang diperlukan tubuh anda
untuk melawan penyakit. Dengan tes HIV kita dapat mengetahui apakah anda telah
terinfeksi virus HIV. Tes HIV adalah tes sederhana yang akan memperjelas diagnosis
penyakit anda. Setelah ada hasil tes kami akan berikan layanan konseling untuk
membahas lebih dalam tentang HIV dan penyakitpenyakit yang terkait. Apabila
hasil tes nya positif, kami akan beri informasi dan layanan untuk menangani
penyakit tersebut. Yaitu meliputi terapi dengan obat ARV dan obat lain untuk
mengatasi penyakit yang ada. Juga kami akan bantu anda untuk mengungkapkan
status anda guna mencegah penularan ke orang lain. Bila hasilnya negative, maka
akan kami arahkan anda untuk mendapat layanan yang dapat membantu upaya
anda agar dapat tetap negative.
Dengan alasan tersebut maka kami anjurkan semua pasien TB untuk menjalani tes
HIV. Maka dari itu kami sarankan juga anda untuk menjalani tes dan konseling HIV.
Apabila anda setuju maka tes akan kami lakukan.

46 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

Komunikasi untuk pasien IMS

Orang yang menderita penyakit infeksi menular secara seksual atau IMS juga
cenderung terinfeksi HIV. Hal tersebut karena IMS tertentu mempermudah
terjadinya infeksi HIV.
Bila anda hidup dengan HIV maka anda perlu mengetahuinya. Pengobatan untuk
HIV sudah tersedia dan dapat membantu anda hidup lebih sehat dan lebih lama.
HIV adalah vitus atau kuman yang merusak bagian yang diperlukan tubuh anda
untuk melawan penyakit. Dengan tes HIV kita dapat mengetahui apakah anda telah
terinfeksi virus HIV. Tes HIV adalah tes sederhana yang akan memperjelas diagnosis
penyakit anda. Setelah ada hasil tes kami akan berikan layanan konseling untuk
membahas lebih dalam tentang HIV dan penyakitpenyakit yang terkait. Apabila
hasil tes nya positif, kami akan beri informasi dan layanan untuk menangani
penyakit tersebut. Yaitu meliputi terapi dengan obat ARV dan obat lain untuk
mengatasi penyakit yang ada. Juga kami akan bantu anda untuk mengungkapkan
status anda guna mencegah penularan ke orang lain. Bila hasilnya negative, maka
akan kami arahkan anda untuk mendapat layanan yang dapat membantu upaya
anda agar dapat tetap negative.
Dengan alasan tersebut maka kami anjurkan anda untuk menjalani tes dan
konseling HIV. Apabila anda setuju maka tes akan kami lakukan.

Komunikasi untuk meyakinkan jaminan konfidensialitas

Hasil tes anda hanya akan diketahui oleh anda sendiri dan tim medis yang
merawat anda. Artinya bahwa hasil tes andan akan kami jamin kerahasiaannya,
dan kebijakan sarana kami bahwa mengunkap hasil tes ke orang lain tanpa seizing
anda adalah pelanggaran. Anda sendiri yang akan memutuskan kepada siapa hasil
tes anda akan diungkap.
Apakah anda siap untuk menjalani tes HIV? Atau anda masih perlu waktu untuk
membahas lebih lanjut tentang arti hasil tes positif atau negative bagi anda?

PEDOMAN PENERAPAN 47
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

Komunikasi penyampaian hasil tes HIV negatif

Hasil tes kali ini adalah negative, yang artinya bahwa dalam tubuh anda tidak
ditemukan antibody HIV.
Namun demikian, ada kemungkinan meskipun kecil bahwa tes yang dilakukan
tidak mampu mendeteksi infeksi yang baru terjadi. Oleh karena itu saya sarankan
anda menjalani tes ulang 6 minggu lagi di klinik KTS terdekat ____ (sebut klinik
KTS terdekat yang ada). Petugas klinik KTS juga dapat memberikan informasi lebih
banyak lagi agar anda dapat bertahan tetap negative.
Sementari waktu ini, HIV sudah banyak di masyarakat. Anda perlu mecegah dan
menjaga diri agar tidak tertular di masa datang.
Yang mungkin juga anda tahu bahwa HIV dapat ditularkan melalui hubungan
seks dengan seseorang yang telah terinfeksi. Oleh karena itu anda perlu meminta
pasangan anda untuk tes HIV juga.
Apabila pasangan anda tidak mengidap HIV, maka kalau kalian saling setia artinya
tidak berhubungan seks dengan orang lain lagi, maka kalian akan terhindar dari
penularan HIV.
Bila pasangan anda terinfeksi HIV atau anda tidak tahu status dia, atau apabila
anda memiliki pasanagn lebih dari satu anda dapat melindungi diri anda dari
penularan HIV dengan cara:
* tidak berhubungan seks hingga pasangan anda di tes dan ketahuan
hasilnya
* atau menggunakan kondom secara benar setiap kali berhubungan seks.
Kami menyediakan kondom di klinik dan anda boleh ambil seperlunya. Anda juga
bias mendapatkan kondom di klinik KTS ….
Ini ada informasi tempat pasangan anda dapat melakukan tes HIV dan cara
melindungi dir dari penularan HIV.
Saya berharap anda akan memabwa pasangan anda untuk tes HIV pada kunjungan
yang akan dating. Kita akan bahas lagi pada kunjungan anda mendatang.

48 PEDOMAN PENERAPAN
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

Komunikasi penyampaian hasil tes HIV Positif

Hasil tes menunjukan reaktif, artinya di dalam darah anda ditemukan HIV. Kecuali
dukungan keluarga dan teman, anda juga membutuhkan perawatan medis yang
dapat membantu anda untuk menjaga kesehatan dan hidup lebih lama, meskipun
anda terinfeksi HIV.
Anda perlu berkunjung ke klinik untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan
untuk HIV yang berkelanjutan dan jangka waktu lama.
Saya akan berikan surat rujukan ke rumah sakit untuk memeriksakan kesehatan
anda secara berkala dan teratur dan memberitahu mereka bahwa anda mendapat
pengobatan TB dan telah di tes HIV dengan hasil positif.
Apabila pasangan anda hamil atau ingin hamil, anda harus sampaikan ke petugas
rumah sakit atau klinik rujukan sehingga mereka akan membahas cara melindungi
calon anak anda agar terhidar dari HIV.
Bila pada saat ini anda belum ingin mengungkapkan status HIV anda kepada orang
lain, maka anda harus jaga surat ini baik baik hingga anda sampaikan ke tangan
yang berwenang di rumah sakit atau klinik rujukan.
Jadi perlu sesegera mungkin anda ke klinik rujukan. Saya berharap anda sudah
samapi ke klinik rujukan sebelum jadwal kunjungan anda yang akan datang.
Kita bahas hal ini lagi nanti.

PEDOMAN PENERAPAN 49
TES DAN KONSELING HIV TERINTEGRASI DI SARANA KESEHATAN / PITC

CATATAN

50 PEDOMAN PENERAPAN

Anda mungkin juga menyukai