Anda di halaman 1dari 1

Jakarta Pukul 22:00

Awalia Ramadhani

1/
Tubuh-tubuh masih terjaga dan tujuh puluh persen kehidupan hari itu telah berjalan
sebagaimana biasa.
Pukul sepuluh orang-orang memikul sisa beban hari pada punggungnya
--tersisa tiga puluh persen tenaga.
2/
Kau melamun di kursi depan Trans Jakarta, menghadapi macet lampu merah,
sambil mendengarkan Anchor-Novo Amor yang membuat patah hati dan ngilu
persendian tulangmu.
Seharian pekerja-pekerja lain juga menjadikanmu pesaing, menjadikannya pusing.
3/
Sementara anak kecil tidur, orang tua menangis dengan tangisan Nil yang panjang.
Tiada yang bisa menerjemahkan air matanya kecuali kemungkinan-kemungkinan:
mungkin gelisah karena perantau sulit mendapatkan kartu-kartu penunjang nasib.
4/
Pukul 22.00, gedung-gedung tinggi menyala, beberapa bar tempat orang mengubur
gelisahnya baru saja buka,
beberapa masih mengobrol sedih-sedih paling kekinian di kedai kopi,
beberapa merapikan luka-luka di atas tempat tidur--menangis/berdoa/berterima kasih
atas kisah-kisah
beberapa memasrahkan dirinya: hari ini cukup, esok juga.

Jakarta, 2019

Anda mungkin juga menyukai