Anda di halaman 1dari 5

RANGKUMAN SAP 6 SISTEM PROSEDUR PEMAJAKAN

Menguraikan Sistem dan Prosedur Surat Ketetapan Pajak


Bella Novita (1706078794), Jasmine Nabila S. (1706024614), Puteri Amalia D.
(1706975936), Sarah Robbaniyah (1706056452)

6.1. Sistem dan Prosedur Perpajakan


6.1.1. Pengertian Pemeriksaan
Pasal 1 angka 25 UU KUP dan turunannya Pasal 1 PP 74/2011 serta Pasal 1 angka
2 PMK-17/2013 mendefinisikan pemeriksaan sebagai serangkaian kegiatan
menghimpun dan mengelola data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara
objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan perundang undangan perpajakan. Dari pengertian tersebut
terdapat beberapa unsur, yaitu :
1. Serangkaian kegiatan, menunjukkan bahwa pemeriksaan terdiri dari beberapa
kegiatan atau proses, seperti persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian tergantung
tingkat kompleksitas objek yang dihadapi.
2. Menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti. Data,
keterangan, dan/atau bukti berasal dari internal DJP seperti berkas WP berupa
SPT dan lainnya, atau pihak eksternal berkaitan dengan audit (WP terperiksa).
Pemeriksaan dirumuskan sebagai kegiatan untuk mencari yang kemudian diganti
menjadi menghimpun untuk menghilangkan konotasi negatif. Setelah
penghimpunan data, keterangan, dan/atau bukti harus dilakukan pengolahan
sesuai metode, teknik, dan prosedur pemeriksaan untuk mendapatkan kebenaran,
kelengkapan, dan kejelasan pengisian SPT WP.
3. Secara objektif dan profesional merujuk pada pelaksanaan pemeriksaan.
Objektif maksudnya bahwa hasil pemeriksan harus berdasar keadaan atau fakta
dan peraturan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan
pribadi, atasan, maupun pihak lain. Sementara profesionalis merupakan kualitas
atau sifat dari pelaksanaan kegiatan pemeriksaan yang objektif dengan
kepandaian, keahlian, atau keterampilan khusus melalui pendidikan dan
pengalaman melakukan pemeriksaan. Agar pemeriksaan dilakukan secara objektif
dan profesional maka pejabat pemeriksa pajak dijadikan pejabat fungsional.
4. Berdasar standar pemeriksaan. Pasal 6 ayat 2 PMK-17/2013, standar
pemeriksaan merupakan ukuran mutu pemeriksaan yang merupakan capaian
minimum dalam melaksanakannya, sehingga diharapkan dalam pelaksanaan tidak
boleh dibawah standar namun harus sama atau melampaui standar. Dinamika dan
pengembangan metode, teknik, dan prosedur pemeriksaan bergerak mengikuti
kondisi nyata sehingga dinamika pemeriksaan diharapkan dapat memperbaiki
standar pemeriksaan.
5. Pengujian, merupakan bentuk atau sifat dan sasaran dari kegiatan pemeriksaan.
Pengujian dalam pemeriksaan memerlukan pembuktian pelaksanaan kewajiban,
termasuk pembandingan kriteria atau norma pengujian dengan alat pengujian
berupa data fiskal, keterangan dan informasi perpajakan yang dihimpun, atau
dimiliki atau diperoleh DJP dan peraturang perundang-undangan perpajakan.
6. Pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Uji kepatuhan
dilaksanakan dengan menelusuri kebenaran SPT, pembukuan atau pencatatan, dan
pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya dibandingkan dengan keadaan atau
kegiatan usaha sebenarnya WP. Pengujian kepatuhan dapat menjadi dasar dalam
penerbitan SKP, yaitu jika melalui pemeriksaan ternyata terbukti bahwa SPT yang
telah diisi kurang benar, kurang lengkap, atau kurang jelas sehingga terdapat
jumlah pajak terutang yang masih harus dibayar maka sesuai Pasal 12(2) dan
13(1) diterbitkan SKPKB. Sementara itu, menurut Pasal 17 diterbitkan SKPN atau
SKPLB.
7. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang undangan
perpajakan. Tujuan lain pemeriksaan dalam penjelasan pasal 29 (1) UUKUP,
seperti: (a) pemberian NPWP secara jabatan, (b) penghapusan NPWP, (c)
pengukuhan atau pencabutan pengukuhan PKP, (d) keberatan, (e) pengumpulan
bahan penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN), (f)
pencocokan data dan/atau alat keterangan, (g) penentuan WP berlokasi di daerah
terpencil, (h) penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN, (i) pemeriksaan
penagihan, (k) pemenuhan perminaan informasi negara mitra P3B.
6.1.2. Jenis-Jenis Pemeriksaan
Dalam PMK-17/2013 pasal 5 menyebutkan bahwa jenis Pemeriksaan sehubungan
dengan pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak terbagi
menjadi dua, yaitu pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan.
1. Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat
kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib
Pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Pemeriksaan
Lapangan terkait dengan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 6
(enam) bulan, yang dihitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan
disampaikan kepada Wajib Pajak sampai dengan tanggal SPHP disampaikan
kepada Wajib Pajak. Selanjutnya dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling
lama 2 (dua) bulan yang dilakukan dalam hal :
a. Pemeriksaan Lapangan diperluas ke Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak lainnya
b. terdapat konfirmasi atau permintaan data dan/atau keterangan
kepada pihak ketiga
c. ruang lingkup Pemeriksaan Lapangan meliputi seluruh jenis
pajak dan/atau
d. berdasarkan pertimbangan kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
Sedangkan terkait dengan Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama
Minyak dan Gas Bumi, Wajib Pajak dalam satu grup atau, Wajib Pajak yang
terindikasi melakukan transaksi transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain
yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan dapat diperpanjang untuk
jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dan dapat dilakukan paling banyak 3
(tiga) kali sesuai dengan kebutuhan waktu untuk melakukan pengujian.
Jangka waktu untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan
paling lama 2 (dua) bulan, yang dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan
kepada Wajib Pajak sampai dengan tanggal LHP. Pemeriksaan Lapangan terkait
dengan pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan paling lama 4 (empat) bulan
yang dihitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan
disampaikan kepada Wajib Pajak sampai dengan tanggal LHP. Pemeriksaan
dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak, termasuk terhadap instansi pemerintah
dan badan lain sebagai pemungut pajak atau pemotong pajak.

2. Pemeriksaan Kantor
Berbeda dengan pemeriksaan lapangan (Riklap), pemeriksaan kantor (Rikkan)
dilakukan di dalam kantor DJP. Dalam SPTLB pasal 17B menyebutkan bahwa
Rikkan dapat dilakukan apabila salah satu laporan keuangan dari 2 tahun
sebelumnya diperiksa KAP dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian, dan
WP tidak sedang dalam pemeriksaan bukti permulaan (Rikbuper), penyidikan,
atau penuntutan tindak pidana perpajakan, dan/atau dalam 5 tahun terakhir WP
tidak pernah dipidana di bidang perpajakan.
Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama selama 3 (tiga)
bulan dan dapat diperpanjang menjadi 6 (enam) bulan yang dihitung sejak
tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka
Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
Berdasarkan pasal 14 ayat 2 UU KUP, kewajiban WP dalam pemeriksaan kantor
yaitu :
● Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan sesuai dengan
waktu yang ditentukan.
● Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data
yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak.
● Memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
● Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan;
● Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh akuntan publik
● Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.
Apabila dalam melakukan Rikkan ditemukan adanya indikasi transfer pricing
dan/atau transaksi khusus lain yang memiliki indikasi rekayasa transaksi
keuangan, pemeriksaan dapat diubah menjadi Riklap.
6.1.3. Pengertian SKP
SKP atau Surat Ketetapan Pajak merupakan surat ketetapan yang meliputi:
1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
3) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), atau
4) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
SKP berdasarkan Pasal 1 UU KUP merupakan surat yang dikeluarkan pejabat
administratif pajak (Kepala KPP) yang menetapkan jumlah pajak terutang pada suatu
masa/bagian tahun/tahun pajak yang jika disandingkan dengan jumlah pajak yang telah
dibayar/dipotong (kredit pajak) dapat menunjukkan jumlah yang kurang dan harus
dibayar pada suatu saat, jumlah tambahan atas SKP semula yang harus dibayar, jumlah
pajak terutang sama dengan jumlah yang telah dibayar dan dipotong/dipungut, atau
yang telah dibayar/dipotong/dipungut lebih besar dari yang terutang sehingga dapat
dikompensasikan dengan utang pajak lainnya atau direstitusi.
Penerbitan SKP diperlukan untuk memfasilitasi UU Pajak sebagai:
1) Dasar formal penagihan pajak
2) Sebagai produk hukum dari pelaksanaan pengawasan kantor pajak melalui
pemeriksaan atau verifikasi atas kebenaran dan kelengkapan pengisian SPT
apakah lebih bayar, kurang bayar, atau nihil
3) Dasar penagihan pajak
4) Dasar kompensasi atau pengembalian pajak
Surat Ketetapan Pajak dapat timbul karena beberapa hal, diantaranya adalah:
1) Dari hasil verifikasi atas keterangan lain sebagaimana dimaksud Pasal 13(1) UU
KUP pen putusan tetap pengadilan
2) Pemeriksaan SPT, tidak dilakukannya kewajiban perpajakan, misalnya
penyampaian SPT dan putusan tetap pengadilan
3) Rikbuper atas perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 13A

Anda mungkin juga menyukai