Anda di halaman 1dari 35

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

MODUL: DEMAM

PENYAKIT DENGUE

TINGKAT KEMAMPUAN SKDI 2006: 4

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


2011

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 102


MODUL DEMAM : PENYAKIT DENGUE

Tujuan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran Khusus Metoda Sarana dan Prasarana
Umum
Mahasiswa diharapkan Mahasiswa diharapkan dapat : BST Nara sumber :
dapat  Menjelaskan patogenesis dan CRS Dicky Santosa, dr, Sp.A, MKes, MM
 Menjelaskan patofisiologi
definisi, etiologi,  Melakukan anamnesis dan pemeriksaan Sumber Pustaka:
epidemiologi dan fisik untuk menetapkan diagnosis 1. Halstead SB. Dengue fever and dengue
patogenesis  Melakukan interpretasi hasil pemeriksaan hemorrhagic fever. Dalam: Behrman RE,
 Menegakkan penunjang untuk diagnosis Kliegman RM, Jenson HB, penyunting.
diagnosis dan  Menetapkan diagnosis banding Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-
prognosis  Mengusulkan pemeriksaan penunjang 18. Philadelphia: WB Saunders Co; 2007.
 Mengetahui untuk menegakkan diagnosis hlm. 1412-22
penatalaksanaan dan  Mengetahui tata laksana kasus penyakit 2. WHO. Dengue hemorragic fever:
pencegahan dari dengue diagnosis treatment, prevention and
penyakit dengue control. Edisi ke- 2. 1997.
 Mengetahui komplikasi dan prognosis
3. Krugman’s Infectious Diseases of
 Mengetahui pencegahan penyakit dengue
Children. Edisi ke-11.2003.

Ruangan :
 Poliklinik Anak
 Instalasi Gawat Darurat

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 103


PANDUAN PRESEPTOR
PENYAKIT DENGUE

Definisi
Penyakit dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Spektrum
klinis yang luas, mulai dari tanpa gejala, gejala yang ringan seperti demam
dengue, sampai yang terberat adalah sindrom syok dengue (SSD). Demam dengue
(DD) atau dengue fever (DF), berbeda dengan demam berdarah dengue (DBD)
dalam hal tidak terdapatnya kebocoran plasma sehingga menifestasi klinik
umumnya lebih ringan. Pada DD ini bisa terjadi perdarahan meskipun tidak biasa.
Penyakit DBD atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit
menular akut disebabkan oleh virus dengue, ditandai oleh adanya demam dan
kebocoran pembuluh darah, serta perdarahan yang menyebabkan gangguan
sirkulasi darah atau syok (Dengue Shock Syndrome atau DSS ) bahkan dapat
mengakibtkan kematian.

Spektrum klinis infeksi virus dengue

Infeksi virus Dengue

Asimtomatik Simtomatik

Demam dengan Demam Dengue Demam Berdarah Dengue


gejala tidak (DD) (DBD)
khas

Tanpa Dengan Tanpa Syok Dengan Syok


perdarahan perdarahan

Gambar 4. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 104


Etiologi
Penyebab DBD dan DD adalah virus dengue yang sampai saat ini diketahui
mempunyai 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4, termasuk dalam
golongan Arbovirus (virus yang ditularkan melalui gigitan arthropoda) yang
paling luas daerah penyebarannya. Virus denue ini termasuk Flavivirus, famili
Flaviviridae, bersama japanesse B encephalitis (JBE) virus, Yellow fever dan
Hepatitis A virus. Terdapat reaksi silang pada infeksi sesama flavivirus, khususnya
antara virus dengue dan JE. Bila seseorang terinfeksi oleh satu serotipe virus
dengue dapat terjadi kekebalan selamanya terhadapt serotipe tersebut, namun
tidak untuk infeksi oleh serotipe yang lainnya. Bahkan terdapat teori bila
terinfeksi kedua atau lebih oleh serotipe lain dapat menimbulkan manifestasi
klinik yang lebih berat melalui teori Antibody-dependent enhanchement (ADE),
atau yang sebelomnya terkenal dengan teori Secondary heterologous infection.

Epidemiologi
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit yang disebabkan arbovirus
paling penting dan luas penyebaranya di dunia, khususnya di daerah tropis dan
sub-tropis.
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, dapa
menyerang semua orang, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB)
atau wabah. Selain nyamuk tersebut, dilaporkan dapat pula ditularkan oleh Aedes
albopictus dan Aedes polinesiensis.
Kalau pada tahun 50-an DBD hanya terdapat di beberapa negara saja.,
sekarang ini tercatat oleh WHO tidak kurang dari 100 negara di dunia yang telah
melaporkan kasus infeksi dengue ini. Di beberapa negara Asia (tenggara) dan
Amerika Selatan penyakit ini termasuk penyebab kematian utama. Meskipun
angka kematian telah menurun sampai <1%, tetapi di beberapa negara masih ada
yang tinggi >4%. Hal ini terutama dari kegagalan diagnosis dini dan tatalaksana
kasus yang kurang adekuat, disamping ada beberapa kasus dengan menifestasi
klinik berat yang tidak biasa.
Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia, karena baik jumnlah penderita maupuhn banyaknya daerah yang

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 105


terjangkit masih menunjukan peningkatan. Hal ini disebabkan karena resebar
luasnya nyamuk Aedes aegypti dan masih kurangnya kesadaran sebagian
masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang atau tempat perindukan
nyamuk. Hal tersebut juga disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang cukup
tinggi, urbanisasi yang tidak terencana serta kemudahan transportasi dari suatu
daerh ke daerah lainya.

Petagenesis dan Pafisiologi


Patofisiologi utama yang terjadi pada DBD adalah terdapatnya kebocoran plasma
dan gangguan hemostatis. Terbukti terjadinya kebocoran plasma adalah
peningkatan hematokrit, efusi pleura dan ascites, hipopteinemia, serta dapat
terjadinay syok hipovolemik. Sedangkan hemostasis yang abnormal terdiri dari
vaskulopati, trombopati dan koagulopati.
Sampai saat ini patogenesis DBD belum dapat dimengerti sepenuhnya,
masih banyak hal yang bersifat hipotesis. Secara garis besar dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Antibody dependent enhanchement (ADE) theory
Teori ini menjelaskan bahwa pada individu yang terinfeksi oleh virus
dengue serotipe tertentu akan timbul kekebalan terhadap serotipe tersebut,
tetapi tidak untuk serotipe lainya dan akan membentuk antibodi ”non-
neutrlizing”. Apabila orang tersebut selanjutnya terinfeksi oleh serotipe
yang berbeda dengan yang pertama, antibodinon-neutrlizing tersebut akan
mempermudah terjadinya infeksi dan mempecepat replikasi virus dalam
sel mononuklear sehingga akan meninggkatkan ”viral load”. Selain itu
akan mengaktivasi sistem komplemen dan kinin, serta melepaskan
berbagai mediator (sitokin) dengan segala konsekuensinya berupa
peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan sistem koagulasi dan
perdarahan. Dahulu teori ini di kenal dengan ” heterologous secondary
infection theory ”
2. Virulence (Virus) theory
Teori ini menerangkan bahwa serotipe tertentu virus dengue mempunyai
virulensi yang berbeda untuk menimbulkan penyait yang lebih berat

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 106


dibadingkan dengan serotipe lainnya. Ada suatu penelitian menunjukan
bahwa DEN-3 sering berhubungan dengan infeksi dengue yang lebih berat
dibandingkan srotipe lainynya.
3. Immunopathogenesis theory
Kedua hipotesis diatas ternyata belum dapat menerangkan semua
patofisiologi yang terjadi pada infeksi virus dengue, khususnya mengenai
trombisitopenia dan hemokonsentrasi. Peneliti dari Taiwan menyimpulkan
imunopatogenesis yang terjadi pada infeksi virus dengue sebagai berikut:
- Immune deviation
- Cytokine over-prodiction
- Anti-platelet and anti-endothelial cell autoantibody
- Molecular mimicry
- Dengue virus-induced vasculopathy and coagulopathy
4. Faktor pejamu
Ada beberapa pejamu yang diduga sebagai faktor risiko atau berhubungan
dengan terjadinya infeksi virus dengue yang berat (DBD atau DSS), yaitu :
- usia : DBD/DSS lebih sering dan bearat pada usia anak dibandingkan
dewasa
- jenisklamin : biasanya anak perempuan lebih berat
- status gizi : lebih berat pada anak dengan status gizi yang lebih baik
- terjadinya DBD/DSS lebih sering pada populasi/individu dengan HLA
tertentu

Pendekatan klinis diagnosis demam dengue dan DBD

Demam Dengue
 panas tinggi mendadak
o Menghilangkan hari ke-3 atau 4  sembuh
o Berkurang hari ke-3 atau timbul lagi setelah 1- 3 hari  saddle
back appearaeance. Total demam 5 – 7 hari.
 Sakit kepala, sakit retroorbital
 Nyeri sendi, tulang, punggung (backborne fever )

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 107


 Lemah, malaise
 Flushing : muka, leher
 Fotofobi, hiperestesi, sakit menelan, batuk
 Ruam primer: makulopapular di toraks, lipat sendi, segera hilang pada hari
2-3
 Perdarahan (tidak biasa) : ptekiae, epistaksis, gusi, saluran cerna, hematuri
mikroskopis, menorrhagi.
 Hepatomegali: kadang-kadang
 Ruam sekunder:
o Setelah hari ke-4, tersering hari ke-6 atau 7
o Makulopapular / ptekiae / purpurik / campuran
o Konfluen, biasanya kaki dan tangan
o Kadang-kadang gatal
 Lekopeni, trombositopeni sering ditemukan

Demam berdarah dengue


 Demam atau riwayat demam: akut, 2-7 hari, pada umunya biafasik
 Manifestasi perdaraha, minimal uji Torniquet positif
 Hematopegali
 Tanda-tanda gangguan sirkulasi
 Trombositopeni < 100.00/ul
 Bukti kebocoran plasma
 peningkatan Ht ≥ 20% dari nilai rata-rata
 penirunan Ht ≥ 20% setelah terapi cairan
 efusi pleura, ascites, hpoproteinemi
Tanda-tanda gangguan sirkulasi dapat berupa :
 Nadi lemah dan cepat sampai tidak teraba
 Tekanan nadi menurun (< 20 mHg)
 Kulit dingin dan lembab
 Pasien tampak gelisah
 Diuresis berkurang

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 108


Bila ditemukan 2 atau lebih tanda klinis disertai 2 kelainan laboratorium diagnosis
DBD secara klinis dapat ditetapkan. Untuk diagnosis konfirmasi dapat dilakukan
pemeriksaan serologis (seperti: hemaglutination inhibtion/ HI test atau IgG dan
IgM dengue blot ) atau virologis (isolasi virus, PCR)
Untuk DBD menurut beratnya penyakit dibagi menjadi 4 derajat:
 Derajat 1
Demam dengan gejala tidak khas
manifestasi perdarahan berupa tes turniket
positif
 Derajat 2
derjat 1 ditambah perdarahan spontan
 Derajat 3
terdapat tanda gangguan sirkulasi (nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menyempit, hipotensi, kulit dingin dan lembab
 Derajat 4
syok lanjut (nadi tak teraba dan tekana darahtak terukur
Yang dimaksud DSS adalah derajat 3 dan 4.

Manifestasi klinis tidak biasa


 Ensefalopati dengue
 Gagal hati akut
 Miokarditis, kardiomiopati
 Perdarahan gastrointestinal masif

Prinsip penatalaksanaan
 Peningkatan parmeabilitas vaskuler  perembesan plasma
 penggantian cairan
Banyaknya jumlah cairan yang diberikan sangat bergnatung keadaan klinis
dan nilai hematokrit (lihat buku tatalaksana DBD di Indonesia, Depkes )
 Deteksi dini dan penanganan gangguan sirkulasi  klinis & hematokrit
serial
 Deteksi dan penanganan manifestasi perdarahan  klinis danboratoris

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 109


 Terapi suportif simtomatik

Alarm Signals :
Four Criteria for DHF: Severe abdominal pain
Fever Prolonged vomiting
Hemorrhagic Abrupt change from fever to
manifestations hyportemia
Exessive capillary Change in level of
permeability consciusness (irritability
≤ 100.000/mm3 platelets or somnolence )

Initial Warning
Signals: When Patients Develop
Disappearance of fever DSS:
Drop in platelets 3 to 6 days after onset of
Increase in hematocrit symtomps

Kriteria memulangkan penderita:



Tampak perbaikan secara klinis

Tidak demam 24 jam tanpa pemberian antispiretik

Nafsu makan membaik

Sekurang-kurangnya hari ketiga setelah syok teratasi

Nilai hematokrit stabil

Jumlah trombosit cenderung naik > 50.00/mm3
Pada saat merawat penderita DBD/ demam dengue jangan lupa mengisi
/membuat laporan Kewaspadaan Dini Rumah Sakit (KDRS) yang disampaikan
kepada Dinas Kesehatan tempat penderita berdomisili dan satu lagi ke Puskesmas
melalui keluarga penderita. Laporan tersebut harus dikirim dalam waktu 24 jam
dan diisi mengenai identitas dan keadaan dengan tepat dan akurat.

Pencegahan
Sampai saat ini belum dan obat (anti virus) khusus pengobatan DBD, juga vaksin
untuk pencegahannya masih dalam taraf penelitian dan uji coba. Oleh karena itu

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 110


upaya yang dilaksanakan untuk pemberantasan dan penanggulangan penyakit ini
adalah dengan cara memutuskan ranta penularan dan penemuan kasus atau
penderita sedini mungkin.
Pencegahan/pemberantasan DBD membasmi nyamuk dan sarang/ tempat
perindukannya (Pemberantasan sarang nyamuk = PSN) dengan melakukan
tindakan sebagai berikut:
1. Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur, sekurang-
kurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk larvasida (abate)
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
3. Mengubur/menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air (hujan)
Dapat pula dilakukan pengasapan (fogging), meskipun hasilnya kurang
efektif dibandingkan dengan PSN, karena membunuh hanya nyamuk dewasa.

Sumber Pustaka
1. Halstead SB. Dengue fever and dengue hemorrhagic fever. Dalam: Behrman
RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics.
Edisi ke-18. Philadelphia: WB Saunders Co; 2007. hlm. 1412-22
2. WHO. Dengue hemorragic fever: diagnosis treatment, prevention and
control. Edisi ke- 2. 1997.
3. Krugman’s Infectious Diseases of Children. Edisi ke-11.2003.

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 111


PENUNTUN BELAJAR PENYAKIT DENGUE

Kesempatan ke-
No I. ANAMNESIS
1 2 3 4 5

Ucapkan salam, sapa pasien dan keluarganya,


1
perkenalkan diri, jelaskan maksud anda

2 Tanyakan keluhan utama (biasanya panas badan /


demam). Dalam hal sudah terjadi gangguan
sirkulasi, mungkin keluhan utama badan dingin
(tanyakan sudah berapa lama dan selanjutnya
tanyakan riwayat demam sebelumnya)

Sudah berapa lama menderita demam

Apakah demam timbul secara mendadak

Apakah demam berlangsung terus menerus


sepanjang hari (demam relatif sama pada pagi-siang-
malam hari)

Pada saat demam apakah diukur dengan


termometer? Bila tidak, adakah tanda-tanda
subjektif demam tinggi seperti gelisah, flushing atau
fotobia ?

Apakah sudah diberi penurun panas sebelumnya?


Obat apa dan berapa banyak/takaran yang diberikan.
Bagaimana respon pemberian obat tersebut ?

3 Apakah demam disertai dengan mual, muntah atau


sakit perut (terutama di daerah ulu hati )

4 Apakah disertai sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi,


nyeri tulang, atau nyeri di daerah belakang mata
(untuk anak besar)

5 Apakah disertai timbulnya bintik pendarahan pada


kulit, pendarahan hidung atau gusi, muntah atau
berak berdarah

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 112


6 Apakah disertai dengan gelisah, atau letargi atau
badan teraba dingin. Ditanyakan kapan buang air
kecil terakhir.

7 Apakah anak malas minum dan memuntahkan apa


saja yang diberikan.

8 Ditanyakan pula keluhan lain selain :


- Batuk, pilek, nyeri menelan atau gangguan
nafas
- Bagaimana buang air besar (mencret,
obstipasi )
- Kejang pada penurunan kesadaran

9 Apakah pernah digigit nyamuk ( pada siang hari )?


Bila ya, dimana ( di rumah, sekolah, tempat umum
lainnya)

10 Apakah anda menderita sakit serupa di rumah atau


tetangga sekitar rumah, atau teman sekolah ?

11 Bagaimana keadaan lingkungan di sekitar rumah


atau sekolah, adakah kemungkinan tempat
perindukan nyamuk. Apakah pernah ada
penyemprotan untuk nyamuk DBD?

II. PEMERIKSAAN FISIS

1 Terangkan kepada pasien atau keluarga akan


dilakukan pemeriksaan jasmani

2 Tentukan keadaan sakit: ringan/ sedang/ berat

3 Bila tidak dalam keadaan kegawatan, lakukan


pengukuran antropometri: sekurang-kurangnya berat
dan tinggi badan

4 Lakukan pengukuran tanda vital: kesadaran, tekanan


darah, laju nadi, laju pernafasan, dan suhu tubuh.

5 Apakah ada tanda-tanda gangguan sirkulasi :


- Laju nadi kecil dan lemah sampai tidak
teraba

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 113


- Tekanan nadi < 20 mmHg
- Tekanan darah menurun sampai tidak terukur
- Akral teraba dingin
- Waktu pengisian kapiler (CRT) > 2 detik

6 Periksa kepala: ”flushing face”, epistaktis,


pendarahan gusi?

7 Periksa leher: pembesaran kelenjar getah bening?


Sebutkan ukuran, konsistensi, mudah/ sulit
digerakkan dari dasarnya, dan ada tidak rasa sakit
pada perabaan

8 Periksa daerah dada:


- Jantung
- Paru-paru
9 Periksa daerah abdomen:
- Pembesaran hati, limpa
- Nyeri daerah epigastrium

10 Periksa ekstremitas: akral dingin? Periksa CRT

11 Periksa kulit: ada tanda perdarahan kulit (petekie,


ekimosis/ purpura) atau ruam kulit/rash

12 Bila tidak ada perdarahan spontan, atau tidak dalam


keadaan syok, lakukan uji torniquet

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1 Periksa darah lengkap (kadar Hb, nilai hematokrit,


jumlah leukosit hitung jenis leukosit dan jumlah
trombosit)

2 Periksa serial hemaktokrit dan trombosit (juga


leukosit) dengan interval bergantung kepada
keadaan klinis pasien. Bisa tiap 12 jam, 6 jam atau
setiap 3 jam

3 Pemeriksaan serologis untuk infeksi virus dengue :


- Dengue blot IgG dengan IgM ( setelah hari
ke-5 sakit )
- Titer Hemaglutinin inhibition (HI), serum

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 114


akut dan konvalesen (pada saat masuk dan 7 hari
kemudian)
4 Pemeriksaan foto rontgen dada (posisi RLD) dan
USG abdomen untuk melihat efusi pleura dan
ascites bila diperlukan untuk menilai adanya
kebocoran plasma

5 Periksa tes fungsi hati bila diperlukan (misal ada


tanda-tanda ensafalopati)

6 Pemeriksaan EKG dan enzim jantung bila diduga


ada penyulit miokarditis

7 Pemeriksaan ”DIC profile” ( PT, aPTT, d-dimer,


kadar febrinogen) dan pemeriksaan lab lain bila
diperlukan

IV. DIAGNOSIS

1 Berdasarkan hasil anamnesis: sebutkan

2 Berdasarkan pemeriksaan jasmani: sebutkan

3 Hasil Laboratorium: trombositopenia,


hemokosentrasi, atau tanda kebocoran plasma lainya

4 Hasil pemeriksaan serologis

5 Diagnosis komplikasi atau ”unsual manisfestation”

V. TATALAKSANA KASUS

Sampaikan penjelasan mengenai rencana


1
pengobatan kepada pasien atau keluarganya

2 Khusus: pengantian cairan sesuai dengan keadaan


klinis pasien dan drajat beratnya penyakit:
- Demam dengue atau tersangka DBD: banyak
minum dengan cairan rumah tangga, cairan
oralit, jus buah, cairan mengandung elektrolit
lain (bila ada muntah-muntah dan anak malas
minum, beri cairan melalui infus)
- DBD derajat I dan II: infus cairan kristaloid
dengan kebutuhan setara dengan dehidrasi
sedang, dihitung untuk tiap jam (WHO : 6-7

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 115


ml/kgBB/jam)
- DBD derajat III dan IV (DSS): resusitasi
cairan kristaloid dan/atau koloid sesuai
tatalaksana syok. Perhatian pemberian oksigen
dan monitoring ketat.

Suportif dan simtomatik


Diet cukup kalori dan protein, mudah dicerna dan
3 dapat diterima oleh pasien
Antipiretik: parasetamol (hindari pemberian asetosal
dan ibuprofen). Anti kejang bila diberlukan
Pemantauan ketat untuk tanda-tanda gangguan
4
sirkulasi dan perdarahan, juga komplikasi lainnya.
Tatalaksana komplikasi atau keadaan lain seperti :
5 Perdarahan masif, DIC, miokarditis, ensefalopati,
asidosis, gagal nafas.
Jangan lupa membuat laporan Kewaspadaan Dini
6 Rumah Sakit (KDR-RS) untuk disampaikan ke
Dinas Kesehatan dan Puskesmas setempat
VI. PENCEGAHAN
Jelaskan bahwa sampai saat ini belum ada obat
khusus (anti-virus) dan vaksin untuk pencegahan
1 penyakit ini. Cara yang paling efektif untuk
pencegahan adalah memutus rantai penularan,
terutama pemberantasan sarang nyamuk (PSR)
Jelaskan mengenai cara penularan infeksi virus
2
dengue
Jelaskan sifat-sifat nyamuk penular dan siklus
3
hidupnya (Aedes aegypti, Aedes albopictus)
Jelaskan mengenai cara-cara pencegahan :
- PSN : kegiatan 3 M
4
- Abatisasi ( untuk pembasmi nyamuk)
- Pengasapan/fogging

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 116


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM
BANDUNG

MODUL: DEMAM

TUBERKULOSIS

TINGKAT KEMAMPUAN SKDI 2006: 4

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


2011

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA


MODUL RESPIROLOGI: TUBERKULOSIS

Tujuan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran Khusus Metoda Sarana dan Prasarana
Umum
Mahasiswa diharapkan Mahasiswa diharapkan dapat :  BST Nara sumber :
dapat:  Menjelaskan epidemiologi  CRS Dicky S, dr., Sp.A, MM, M.Kes
 menjelaskan tuberkulosis Nina Surtiretna, dr.., Sp.A., M.Kes
epidemiologi, definisi,  Menjelaskan definisi dan etiologi
etiologi, klasifikasi, tuberkulosis Sumber Pustaka:
patofisiologi  Menjelaskan patofisiologi dan 1. Starke JR, Munoz FM. Tuberculosis.
tuberkulosis klasifikasi tuberkulosis Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,
 Menegakkan diagnosis  Mengidentifikasi gejala dan tanda Jenson HB, penyunting. Nelson textbook
tuberkulosis tuberkulosis (tuberkulosis paru, of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelpia:
berdasarkan anamnesis, meningitis tuberkulosis) WB Saunders Co; 2007. hlm. 1240-59.
pemeriksaan fisik dan  Melakukan anamnesis, pemeriksaan 2. Pedoman nasional tuberkulosis anak.
pemeriksaan penunjang fisik, interpretasi temuan Jakarta: UKK Respirologi; 2005
 Menjelaskan pemeriksaan laboratorium dan
komplikasi, radiologi serta diagnosis tuberkulosis Ruangan :
penatalaksanaan, serta  Mengetahui tatalaksana tuberkulosis  Rawat inap
prognosisnya pada  Mengetahui komplikasi, prognosis  Poliklinik Anak
anak dan pencegahan dari tuberkulosis  Instalasi Gawat Darurat

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 117


PANDUAN PRESEPTOR
TUBERKOLUSIS PADA ANAK

Pendahuluan
Setiap dokter pernah bahkan sering menemukan kasus tuberkulosis (TB) anak
maupun dewasa dalam praktek sehari-hari. Hampir seluruh pasien mengalami
penyembuhan bila mendapat pengobatan yang tepat. Terdapat dua hal yang perlu
diperhatikan oleh seorang dokter tentang TB yaitu ”jangan melakukan kesalahan
dalam mendiagnosis” dan ”berikan pengobatan yang benar dalam jangka waktu
yang telah ditentukan”. Pengobatan yang baik akan membantu upaya pencegahan
TB, karena hal ini menyebabkan pasien yang sebelumnya infeksius menjadi tidak
infeksius sehingga mengurangi penularan infeksi di masyarakat. Tuberkulosis
masih tetap merupakan tantangan karena untuk menetapkan diagnosisnya tidak
mudah, seperti pekerjaan seorang detektif tetapi bila masalah bisa dipecahkan
akan menghasilkan suatu kepuasan tersendiri bagi seorang dokter.
Apabila ingin berpartisipasi dalam pemograman pengendalian TB terutama
anak, maka kita harus mengetahui dari mana infeksi terjadi dan bagaimana cara
mengendalikannya. Dalam 40 tahun terakhir ini, banyak negara maju yang telah
berhasil menurunkan angka kesakitan TB, sementara di negara sedang
berkembang masih merupakan masalah cukup besar karena faktor kemiskinan ikut
berperan pada berkembangnya infeksi menjadi penyakit TB.

Epidemiologi
Besarnya angka kesakitan karena TB anak sampai saat sulit ditentukan karena
data penelitian tentang TB anak sulit didapatkan sehubungan dengan diagnosis TB
yang sulit ditegakkan. Diperkirakan 1,3 juta kasus baru TB anak ditemukan setiap
tahunnya dengan jumlah kematian 400.000 per tahun. Angka ini terus meningkat
setiap tahunnya dan pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 11,9 juta kasus baru
yang mana 10% diantaranya usia < 15 tahun. Pada tahun 1994 menurut WHO
Indonesia menduduki urutan ketiga di dunia untuk angka kejadian penyakit TB,
urutan pertama dan kedua masing-masing adalah India dan China. Menurut data
yang diperoleh dari 7 rumah sakit pendidikan di Indonesia, jumlah kasus TbB

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 118


yang dirawat adalah 1086 (1998-2002) dengan kelompok usia terbanyak adalah
12-60 bulan.

Etiologi
Meskipun ada beberapa jenis mycobacteria (M.tuberkulosis, M.bowvis,
M.africanum), tetapi M.tuberkulosis merupakan penyebab tersering oenyakit TB
pada manusia. Tuberkel MTB tidak membentuk spora, ukuran 2-4 μm, bersifat
gram positif lemah, dinding selnya banyak mengandung lipid sehingga resisten
terhadap efek bakterisidal sistem pertahanan tubuh antibodi dan
komplemen.Tanda yang sangat patognomonis untuk MTB adalah dapat diwarnai
oleh pengecatan tahan asam seperti kristal violet, karbofusin, auraminne serta
rhodamine.

Mekanisme Penularan
1. Melalui batuk atau percikan dahak penderita TB dewasa.
Penderita TB batuk  percikan dahaknya keluar (yang berukuran besar jatuh
ke lantai/tanah, sedangkang percikan berukuran kecil tetap melayang-layang
di udara sekitarnya dan mampu mengikuti pergerakan udara)  Pada ruangan
dengan ventilasi baik, percikan ini akan berpindah sesuai dengan pergerakan
udara, tetapi bila berada di ruangan kecil dan tertutup maka percikan kecil
(drplet) ini akan tetap berada di udara/sirkulasi dan terus bertambah jumlahnya
penderita dewasa batuk terus menerus  Anak maupun orang dewasa yang
menghirup udara dalam ruangan yang sama akan berisiko menghisap droplet
yang berisis tuberkele basil tersebut yang mana akan mampu mencapai
alveolus karena ukurannya yang < 5 μm.
2. Melalui produk susu
Penularan melalui produk susu mampun makanan akan menimbulkan infeksi
di mulut/tonsil dan saluran cerna, terjadi melalui sapi yang terinfeksi MTB
dan produk susunya tidak dimasak pada suhu tertentu (pasteurisasi). Infeksi
melalui produk susu ini diduga kecil angka kejadiannyadi wilayah endemis
tinggi TB misalnya seperti yang pernah di amati di India. Namun demikian
masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk negara endemis tinggi lainnya.

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 119


3. Melalui kontak kulit
Kuman MTB dapat mencapai kulit baik infeksi primer maupun sekunder
akibat penyebarannya hematogen dan lesi di kulit ini sering tidak terpikirkan
bahwa suatu infeksi TB meskipun kelenjar getah bening di daerah tersebut
membesar.
Sebanyak 98% kasus TB anak, paru merupakan port d’enterée yang utama.
Penularan umumnya terjadi dari penderita dewasa atau anak remaja kepada anak.
Sumber penularan menjadi tidak infeksius setelah mereka mendapat pengobatan
adekuat 2 minggu sampai beberapa minggu. Sebagai bentuk pencegahan yang
paling sederhana adalah orang dewasa yang menderita TB apabila batuk harus
menutup mulut dan tidak meludah sembarangan. Beberapa sumber penularan
yang sering kita temukan selama ini adalah orang tua atau anggota keluarga
lainnya, guru sekolah, dokter/dokter gigi, perawat/bidan, paraji penolong
persalianan, sopir kendaraan antar jemput, tetangga terdekat.

Patogenesis
1. Masa Inkubasi (2-12 minggu)
MTB dalan droplet nuclei yang beukuran < 5 μm terinhalasi saluran
pernafasan  mencapai alveolus  Fagositosis oleh makrofag alveolus
(PAMs)  Sebagian mati, tetapi sebagian lagi mengalami replikasi didalam
makrofag tersebut  Makrofag yang berisi MTB yang bereplikasi akhirnya
mengalami lisis  Terbentuk koloni (fokus primer Ghon)  MTB masuk
saluran limfe  Kelenjar limfe regional, menimbulkan limfadenitis  Bila
masuk ke kelenjar limfe parahilus dan trakea akan menimbulkan kompleks
primer  pada saat inilah Uji tuberkulin akan positif.
Selain proses seperti di atas, pada saat masa inkubasi ini dapat pula terjadi
penyebaraan hematogen atau limfogen melalui kelenjar limfe regional tersebut
secara sistemik  mengakibatkan terjadinya fokus reaktivitas (Fokus Simon)
pada organ-organ dengan tekanan oksigen yang tinggi misalnya otak, tulang,
ginjal, paru  Dormant dalam waktu bertahun-tahun  Bila daya tahan tubuh
turun akan menjadi penyakit TB organ.

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 120


2. Setelah masa inkubasi
Dimulai dari adanya kompleks primer  Pada anak dengan daya tahan tubuh
(imunitas seluler) yang baik proliferasi MTB akan berhenti  Resolusi
sempurna  perkejuan dan enkapsulasi  Klasifikasi.
Tetapi tidak sesuai MTB mengalami proses seperti di atas, karena ada
sebagian MTB yang tetap hidup dan menetap bertahun-tahun di dalam limfe
regional (dormant).
Fokus primer di paru dapat membesar  Pneumonitis, atau menjalar ke pleura
menimbulkan pleuritis, bila terjadi nekrosis perkejuan yang berat akan
menimbulkan aktivitas, pada pembesaran kelenjar hilus yang berat akan
menimbulkan penekanan bronkus menimbulkan wheezing dan pada obstruksi
total menimbulkan atelektasis.
Kemungkinan berkembang infeksi menjadi penyakit TB ditentukan oleh
jumlah kuman MTB yang menginfeksi, serta daya tahan tubuh anak itu sendiri.
Diperkirakan hanya sekitar 10% infeksi TB berkembang menjadi penyakit TB.
Sebagian kasus infeksi TB pada anak dapat berkembang menjadi penyakit dengan
segera, tetapi sebagian dormant beberapa lama, kemudian bila daya tahan tubuh
menurun akan bermultiplikasi dan menimbulkan penyakit TB.
Pengobatan TB yang tidak adekuat akan menimbulkan kegagalan
penyembuhan, terjadinya multi-drug resestant, pada pasien dewasa dan remaja
akan tetap infeksius.

Faktor Risiko Infeksi dan Penyakit TB


Faktor risiko infeksi TB:
1. Anak yang kontak dengan penderita TB dewasa aktif (dengan BTA sputum
positif, infiltrat yang luas pada lobus superior paru, adanya kavitas,
produksi sputum banyak encer, batuk yang kuat dan produktif, sikulasi
atau ventilasi yang kurang)
2. Tinggal di daerah endemis
3. Kemiskinan.
4. Sirkulasi lingkungan yang kurang baik.

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 121


Faktor risiko penyakit TB:
1. Usia < 5 tahun
2. Malnutrisi
3. Imunokompromais (HIV, keganasan, transplantasi organ, mendapat obat
imunosupresif)
4. Diabetes mellitus
5. Gagal ginjal kronik

Manifestasi Klinis
Sebagian besar anak yang mengalami infeksi TB tidak menunjukan gejala
maupun tanda secara klinis beberapa lama. Kadang-kadang infeksi TB pada anak
ini hanya ditandai oleh adanya demam yang cukup tinggi, batuk anak tampak lesu,
gejala flu yang menyerupai membaik dalam waktu 1 minggu tetapi kemudian
berulang lagi. Menurut pedoman Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak yang
termasuk gejala tidak spesifikasi antara lain berat badan menurun tanpa sebab
yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penangan gizi, gagal tunbuh,
anoreksia, demam lama, (umumnya tidak tinggi) ≥ 2 minggu dan/atau berulang
tanpa sebab yang jelas, batuk >3 minggu setelah sebab lain disingkirkan, diare
persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare. Pada anak, 25-30% kasus
merupakan TB ekstra-paru.
1. TB paru primer
TB primer meliputi fokus parenkim paru (70% subpleural) dan kelenjar
limfe regional. Sebuah penelitian terhadap 151 anak dilakukan oleh Marais
dkk (2005) menunjukan bahwa gejala klinis yang ditemukan pada anak
yang didiagnosis TB paru yang memiliki sensitivitas serta spesifitas tinggi
adalah batuk persisten, kelemahan (lesu) yang menetap, demam lama, dan
sakit dada. Selama ini kita telah mengetahui gejala tidak spesifik TB anak
antara lain batuk lama, keringat malam, berat badan menurun atau sulit naik,
Marais dkk meneliti beberapa gejala antara lain batuk, nafas pendek, sakit
dada, batuk berdaraj, demam, kelesuan, keringat malam, anoreksia, dan
berat badan menurun. Tanda yang paling spesifk TB paru pada anak adalah
pembesaran kelenjar limfe regional parahilus dan paratrakea. Gambaran ini

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 122


lebih sering ditemukan dibanding dengan gambaran adanya fokus di paru.
Urutan proses umumnya terjadi adalah pembesaran kelenjar limfe perihiler
 hiperinflasi fokal  atelektasis menimbulkan gambaran radiologis
konsolidasi segmental atau lobar. Pada kasus, pembesaran kelenjar ini
menempel kemudian mengerosi dinding bronkus menimbulkan suatu fistel
atau TB endobronkial.
Dapat juga menjadi pneumonia lobaris tanpa adanya pembesaran kelenjar
limfe regional. Masuknya MTB dari fokus parenkim kedalam saluran limfe
maupun pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya TB milier
Gejala TB paru primer yang paling sering ditemukan pada anak adalah
batuk non-produktif, sesak ringan, gejala sistemik berupa demam,
anoreksia, keringat malam dan aktivitas yang menurun (lesu). Dapat juga
ditemukan berat badan yang sulit naik adanya gagal tumbuh. Gejala pada
paru jarang ditemukan , tetapi pada obstruksi bronkus akibat pembesaran
kelenjar limfe dapat menimbulkan gejala wheezing lokal atau suara nafas
yang menurun yang kadang-kadang disertai distress pernafasan. Gejala ini
hilang dengan pemberian antibiotik, sehingga sering diduga infeksi bakteri.

TB milier merupakan bentuk TB diseminasi yang paling sering ditemukan,


terjadi dalam 2-6 bulan setelah terinfeksi, banyak ditemukan pada bayi dan
usia dini dan anak imunokompromais atau gizi kurang, lesi juga ditemukan
bersamaan di organ hat, lien dan sumsum tulang. Onset kadang-kadang
mendadak anak tiba-tiba sakit berat, tetapi kebanyakan insidious didahului
beberapa gejala sistemik. Tuberkel koroid ditemukan pada 13-87% kasus
dan merupakan tanda yang patognomosis untuk TB diseminasi.

TB reaktivasi dapat terjadi pada anak usia remaja, tetapi hal ini jarang
terjadi pada anak yang mendapat infeksi pada usia <2 tahun tetapi sering
dialami oleh anak yang terinfeksi pada usia >7 tahun. Tipe TB reaktivasi
umumnya adalah infiltrat yang sangat luas atau kavitas pada lobus superior
paru. Gejala klinisnya sering berupa demam, anoreksia, lesu, berat bdan
menurun, hemoptoe, dan sakit dada. Gejala-gejala ini akan membaik setelah

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 123


beberapaminggu pemberian terapi adekuat, kecuali gejala batuk yang akan
membaik dalam waktu beberapa bulan.

Efusi pleura TB terjadi melalui fokus subpleura atau perkejuan kelenjar


limfe, jarang terjadi pada anak <2 tahun, umunya unilateral, efusi yang
banyak timbul setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun terinfeksi,
gambaran radiologis sering lebih berat dibandingkan klinisnya. Pleuritis TB
ditandai oleh demam tinggi, nafas pendek, sakit dada saat inspirasi dalam,
suara nafas menurun.

2. TB perikardial
Bentuk yang paling sering TB jantung adalah perikarditis, angka
kejadiannya tidak besar yaitu 0,5-4% dari seluruh kasus TB anak,
merupakan invasi langsung atau drainase limfatik dari kelenjar limfe sub
carinal. Gejala klinisnya tidak spesifik, berupa demam tinggi, lesu, berat
badan turun. Dapat disertai sakit dada, pericardial friction rub, suara
jantung yang jauh dengan pulsus paradoksus.

3. TB kelenjar
Merupakan TB ekstra-paru yang paling sering ditemukan pada anak, TB
pada kelenjar superfisial ini disebut skrofula, terjadi dalam waktu 6-9 bulan
setelah terinfeksi, umumnya kelenjar di daerah koli anterior atau posterior,
supraklavikula, submandibula, tonsiler, epitroklear, aksila, inguinal.
Pembesaran kelenjar biasanya mobil, unilateral, kenyal, tidak nyeri ditekan,
bila infeksi berlanjut pembesaran kelenjar menjadi multiple dan menyatu
seperti massa (konfluen). Bila tidak diterapi dapat progresif menjadi
nekrosis dan perkejuan serta pecah kemudian menjalar didekatnya.

4. TB Susunan Saraf Pusat


TB meningitis merupakan bentuk TB berat pada anak, terjadi karena proses
metastasis dari lesi perkejuan pada korteks serebri atau meningens yang
merupakan hasil penyebaran limfohematogen pada TB primer, angka

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 124


kejadian 0,3% dari seluruh infeksi TB yang tidak diobati, banyak ditemukan
pada usia 6 bulan sampai 4 tahun.
Tuberkuloma merupakan bentuk lain dari TB susunan saraf pusat, klinis
tampak sebagai tumor otak (40% tumor otak ternyata merupakan
tuberkuloma), pada anak lebih sering infra tentorial, gejala klinis berupa
sakit kepala, kejang demam. Tuberkuloma tidak memerlukan tindakan
operasi.

5. TB tulang dan sendi


Umumnya pada tulang vertebra, gejala spesifiknya yaitu destruksi tulang
vertebra sehingga menimbulkan gibbus dan kiposis, merupakan komplikasi
jangka lama, bisa terjadi 1 tahun setelah infeksi primer (umumnya 2-3 tahun
setelah infeksi primer), lebih sering terjadi pada bandingan dewasa, dapat
disertai infeksi piogenik atau jamur.

6. TB abdomen dan gastrointestinal


Dapat berupa peritonitis, enteritis atau menyebar ke daerah pelvis
menyebabkan TB pada tuba fallopi atau ovarium. TB peritonitis jarang
terjadi pada anak. TB enteritis merupakan penyebaran hematogen pada
jejenum dan ileum, ditandai oleh sakit perut, diare atau konstipasi, sering
menyerupai gejala penyakit saluran cerna lainnya.

Pemeriksaan Penunjang
1. Uji Tuberkulin
Merupakan komponen protein kuman MTB yang memiliki sifat antigenik
yang kuat, menimbulkan reaksi indurasi bila disuntikan intrakutan pada
anak yang telah terinfeksi MTB, mempunyai nilai diagnosis cukup tinggi,
saat ini yang tersedia adalah PPD RT-23 2 TU, dosis 0,1 ml, lokasi bagian
volar lengan bawah, pembacaandilakukan setelah 48-72 jam. Uji tuberkulin
yang positif dapat dijumpai pada keadaan infeksi TB dengan atau tanpa
penyakit TB serta pasca imunisasi BCG atau infeksi oleh mikobakterium
atipik. Negatif bila tidak ada infeksi, masa inkubasi, dan anergi.

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 125


2. Foto toraks
Lebih dari 95% TB primer terjadi di paru, kompleks primer lebih banyak
ditemukan. Gambaran foto toraks TB pada anak tidak khas dapat berupa
pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa infiltrat,
konsuldasi segmental/lobar, miler klasifikasi,ateleksifikasi, kavitas, efusi
pleura.
3. Bakteriologis
Pada anak sulit dilakukan karena sulitnya mendapatkan spesimen, sehingga
hanya bisa melalui aspirat lambung. Tetapi hasil sering negatif karena
jumlah kuman MTB pada anak sedikit.
4. Patologi Anatomi
Pada pemeriksaan histopatologi tampak gambaran granuloma berukuran
kecil yang berbentuk dari agregasi epiteloid dikelilingi limfosit, multi-
nucleated giant cell (sel datia langhans). Spesimen yang paling sering
diambil adalah kelenjar limfe koli melalui biopsi aspirasi jarum halus atau
fine needle aspiration biopsy (FNA-B).

Diagnosis menggunakan sistem skoring


1. Kontak TB
Bila kontak tidak jelas (nilai 0)
Berdasarkan anamnesis ada kontak, tetapi BTA tidak diketahui (nilai 1)
Kontak ada, mempunyai kavitas, tetapi BTA sputum negatif (nilai 2)
Konta ada, BTA sputum positif (nilai 3)
2. Uji Tuberkulin (PPD Test)
PPD test negatif (nilai 0)
PPD test positif ≥ 10 mm (pada imunosupresi ≥ 5 mm) nilai 3
3. Berat Badan/Status gizi
BB/TB < 90% atau BB/U < 80% (nilai 1)
BB/TB <70% atau BB/TB <60% klinis gizi buruk (nilai 2)
4. Demam tanpa sebab yang jelas
≥ 2 minggu (nilai 1)
5. Batuk

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 126


≥ 1 cm, jumlah > 1, tidak nyeri tekan (nilai 1)
6. Pembesaran kelenjar limfe koli, askila, inguinal
7. Pembengkakantulang sendi panggul, lutut, falang
Ada perkembangan (nilai 1)
8. Foto toraks
Normal atau tidak jelas (nilai 0)
Infiltrat/pembesaran kelenjar/konsolidasi segmen/atelektasus (nilai 1)
Klasifikasi + infiltrat atau pembesaran kelenjar + infiltrat (nilai 2)
Catatan :
 Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh seorang dokter.
 Bila dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis TB.
 Berat badan dinilai saat datang.
 Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dinilai dengan sistem skoring.
 Nilai tentatif untuk mendiagnosis TB ≥ 6 (sambil menunggu hasil
penelitian lebih lanjut).

Pengobatan
Selain memberikan obat anti tubekulosis, tatalaksana TB anak juga harus meliputi
penanganan gizi, perbaikan lingkungan, pendidikan kepada orang tua,
pengawasan minum obat, dan pencegahan infeksi maupun penyakit berikutnya
dengan cara penemuan kasus sumber penularan. Kepatuhan minum obat harus
dievaluasi dengan cara mengawasi langsung (pada TB anak sebagai pengawas
minum obat adalah orang tua atau pengasuh). Upaya ini dikenal dengan istilah
DOTS (direcly observed treatment shortcourse), dapat mengurangi angka drop-
out dan mengurangi terjadinya resistensi obat.
Obat anti tubekulosis yang digunakan sampai saat ini adalah obat-obat ini
pertama (first line) meliputi INH, rifampisin, pirazinamid, etambutol, dan
streptomisin. Sedangkan second line meliputi PAS, viomisin, sikloserinetionamid,
kanamisin, dan kapriomisin digunakanapabila penyebab adalah MTB yang multi-
drug resisten (MDR).

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 127


INH (Isonicotinic hydrazid/isoniazid)
Obat ini bersifat bakterisid terhadapt kuman yang sedang berkembang serta
bakteriostatik terhadap kuman yang diam, efektif pada intra maupun ekstra sel,
dapat berdifusi keseluruh jaringan termasuk cairan serebrospinal, ascites, cairan
pleura serta jaringan kaseosa. Dosis pada anak 5-15 mg/kgBB/hari, single dose,
dosis masksimal 300 mg/hari. Pada TB non-berat diberikan dosis 5 mg/kgBB/hari
selama 6-9 bulan pada TB berat 10mg/kgBB/hari selama 12 bulan. Efek toksik
INH terutama adalah hepatotoksik dan neuritis perifier tetapi jarang ditemukan
pada anak. Diperlukan pemantauan fungsi hati pada 2 bulan pertama pemberian,
tetapi tidak rutin, hanya bila ditemukan gejala saja. Efek toksinya akan meningkat
bila diberikan bersama rifampisin, PZA, fenitoin.

Rifampisin
Bersifat bakterisidal pada kuman intra maupun ekstra sel, dapat membunuh
kuman dormant yang tidak bisa dibunuh oleh INH, mampu masuk ke seluruh
jaringan termasuk cairan serebrospinal terutama yang sedang mengalami
peradangan, diabsorbsi dengan bain dalam keadaan perut kosong. Efek kurang
menyenangkan adalah perubahan warna urin, ludah keringat, fases, air mata
menjadi orange. Efek sampingan terutama berupa gangguan gastrointestinal (mual
muntah) dan hepatotoksik, trombositopeni. Dosis pada anak 10-20 mg/kgBB/hari,
single-dose, maksimal 600 mg/hari. Pada TB non-berat cukup diberikan 10
mg/kgBB/hari selama 12 bulan.

Pirazinamid
Bersifat bakterisidal intra-sel dalam suasana asam, dapat menembus semua
jaringan dengan baik termasuk cairan serebrospinal, diberikan selama fases intensi
2 bulan pertama pengobatan karena suasana asam akibat jumlah MTB yang masih
banyak. Efek samping pada jarang, berupa hepatotoksisitas. Dosis pada anak 15-
30 mg/kgBB/hari, single-dose, maksimal 2 gram/hari.

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 128


Etambutol
Jarang diberikan pada anak karena toksisitasnya pada mata, bersifat bakteriostatik,
dapat mencegah terjadinya resistensinya terhadap obat lain, berpenetrasi secara
baik termasuk pada susunan saraf pusat (SSP). Pada anak hanya digunakan pada
anak yang sudah dapat dilakukan pemeriksaan lapangan pandang karena efek
neuritis optiknya serta buta warna merah-hijau. Dapat diberikan pada TB berat
atau diduga adanya resistensi obat lain tidak tersedia. Dosis pada anak 15-20
mg/kgBB/hari, single-dose, maksimal1250 mg/hari, diberikan selama 2 bulan
pertama saja.

Streptomisin
Bersifat bakteriostatik ekstraseluler, sangat baik melewati selaput otak yang
sedang mengalami peradangan tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak
meradang, digunakan pada TB berat atau bila diduga adanya resistensi obat. Dosis
pada anak 15-40 mg/kgBB/hari, secara intramuskular, maksimal 1 gram/hari,
iberikan selam 1-2 bulan bulan pertama. Efek samping yang utama adalah
gangguan keseimbangan pendengaran (nervesus VIII) berupa telinga
berdengungdan pusing.

Prednison
Kortikosteroid dalam hal ini prednison diberikan pada beberapa keadaan seperti
TB endobronkial, TB milier yang mengalami distress pernafasan, meningitis TB,
efusi pleura dan efusi pericardial yang simtomatik. Dosis 1 mg/kgBB/hari dalam
dosis terbagi 2, diberikan selama 6-12 minggu atau sampai gejala distress
pernafasan atau efusi berkurang

Pencegahan
1. Mendiagnosis dan memberikan pengobatan yang tepat dan segera pada pasien
dewasa dengan sputum BTA positif
2. Sterilisasi sputum dengan cara penyinaran langsung oleh matahari akan
membunuh MTB dalam waktu 5 menit.

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 129


3. Sodium hipoklorid dapat membunuh MTB pada material yang terkontaminasi
oleh droplet nuclie.
4. Pemanasan 600C dalam 20 menit atau 700C dalam menit
5. Mengurangi kepadatan penduduk
6. Memperbaiki ventilasi udara di rumah tinggal
7. Tidak meludah sembarangan
8. Mengurangi kontaminasi terhadap asap rokok
9. Imunisasi BCG

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 130


Sumber Pustaka:
1. Crofton J, Horne N, Miller F, Clinical Tuberculosis. London: Macmillan
education LTD; 1999.
2. Donald PR, Childhood tuberculosis. Dalam: Madkour MM, Al saif A, Shahed
MA, Moutaery KA, Kudwah AA, penyunting. Berlin: Springer; 2004. hlm.
243-64.
3. Inselman LS, Kendig ELR. Tuberculosis. Dalam: Chernick V, Kendig EL JR,
penyunting. Disorder of the respiratory tract in childern. Edisi ke-6.
Philadelphia: WB Saunders Co, 1998. hlm. 883-920.
4. Marais BJ, Obihara CC, Gie RP, Schaaf HS, Hesseling AC, Lombard C, et al.
The prevelence of symtomps associated with pulmonary tuberculosis in
randomly selected childern from a high burden community. Arch Dis Child
2005; 90: 1166-70.
5. Marais BJ, Gie RP, Obihara CC, Hesseling AC, Schaaf HS, Beyers N. Well
defined symtomps are value in diagnosis of childhood pulmonary tuberculosis.
Arch Dis Child 2005; 90: 1162-65.
6. Starke JR, Munoz FM. Tuberculosis. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18.
Philadelpia: WB Saunders Co; 2007. hlm. 1240-59.
7. Rahajoe NN, Basir D, Makmuri, Kartasasmita CB, Pedoman Nasional
Tuberkulosis Anak. UKK Pulmonogi PP IDAI 2005.

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 131


PENUNTUN BELAJAR TUBERKULOSIS ANAK

Nama :
Pertemuan ke-
A. Anamnesis
1 2 3 4 5
Introduksi

Ucapkan salam, sapa orang tua pasien dan ciptakan


1
suasana yang kekeluargaan.

Perkenalkan bahwa anda seorang dokter muda yang


2
akan ikut membantu menangani penyakit anaknya.

Jelaskan bahwa selanjutnya anda akan mengajukan


3 beberapa pertanyaan berkenaan dengan keluhan
atau penyakitnya.

Catat beberapa data pasien yaitu nama anak, jenis


4 kelamin, usia atau tanggal lahir, dan alamat serta
nomor telepon bila ada.

Tanyakan apakah ibu datang ke RS atas


5 rekomendasi dokter/ petugas kesehatan lain, apakah
membawa surat rujukan ?

Keluhan Utama

Keluhan utama dapat berupa sering demam hilang


timbul, batuk lama, berat badan yang sulit naik,
pada anak yang lebih besar dapat timbul sakit dada,
dll serta anamnesis untuk menyingkirkan diagnosis
banding.

Keluhan yang berhubungan dengan gejala penyakit


TB

Apakah selama ini anak sering mengalami infeksi


1
respiratori atas atau batuk pilek ?

2 Apakah ada penurunan nafsu makan ?

3 Apakah anak tampak lesu ?

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 132


4 Apakah anak pernah mengalami demam lama ?

5 Apakah anak sering mengalami mencret/ diare ?

6 Apakah ada keringat malam ?

Apakah sering mengalami sakit dada, nafas yang


7
pendek pada anak yang lebih besar ?

Apakah anak pernah mengalami mengi (yang


8 mungkin disebabkan oleh penekanan bronkus akibat
pembesaran hilus TB)

Apakah terdapat kontak dengan penderita TB


9
dewasa, atau batuk lama berdarah?

Apakah sebelum ini pasien pernah menjalani


10
pengobatan TB ?

Apakah luas rumah, berisi berapa orang, bagaimana


11
dengan pencahayaan dan ventilasi udaranya ?

12 Riwayat imunisasi: apakah pernah di BCG?

Keluhan lain yang berhubungan dengan TB pada


organ

1 Gejala TB paru primer

2 Gejala TB milier

3 Gejala TB perikardial

4 Gejala TB kelenjar

5 Gejala TB susunan saraf pusat

6 Gejala TB tulang/sendi

7 Gejala TB abdomen/gastrointestinal

B. PEMERIKSAAN FISIS
Persiapan
Mintalah ijin kepada orang tua pasien bahwa anda

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 133


akan membuka baju anaknya untuk memeriksa
beberapa waktu
Pemeriksaan umum
Nilailah apakah anak tampak sakit ringan, sedang,
1
berat?

2 Nilailah kesadaran anak.

Tentukan adakah kelainan bawaan yang tampak dari


3
luar.
Tentukan status gizi anak secara kasar, apakah ada
4
gizi buruk.

Pemeriksaan fisik

1 Periksalah BB dan TB nya

2 Pemeriksaan kepala
Pemeriksaan leher, tentukan adanya pembesaran
3
kelenjar leher dan bentuk, konsistensinya
4 Periksa terlebih dahulu tanda vital
Pemeriksaan dada, untuk mencari tanda-tanda efusi
5 pleura, suara pernafasan tambahan dll, tanda-tanda
efusi pericardial.
Pemeriksaan abdomen, untuk mencari adanya
6
hepatosplenomegali, TB abdomen.
Pemeriksaan ekistremitas untuk mencari tanda-
7
tanda TB sendi
Pemeriksaan penunjang

1 Foto toraks (apakah ada gambaran sugestif TB)

2 PPD test

3 BTA sputum (aspirat lambung)

4 Pemeriksaan darah rutin (apakah ada anemia)


Pemeriksaan cairan serebrospinalis (pada meningitis
5
TB)
6 Pemeriksaan cairan pleura pada efusi pleura

7 Pemeriksaan cairan sendi pada TB tulang dan sendi

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 134


Pemeriksaan urine rutin (untuk melihat adanya TB
8
ginjal)
Pemeriksaan mata (untuk melihat adanya koroid
9
tuberkel pada meningitis)
USG abdomen (melihat pembesaran kelenjar
10
paraaorta pada TB abdomen)
11 Pemeriksaan cairan asites pada TB abdomen
Pemeriksaan cairan kelenjar getah bening pada
12
limfadenitis
Diagnosis

1 TB Berat (TB milier atau meningitis TB)


TB Non-Berat (selain milier dan meningitis dapat
beruba TB saluran cerna, TB ginjal, TB
2 konjungtivitis fliktenularis, TB tulang/sendi, TB
endobronkial, TB kelenjar, skrofulderma, TB kulit,
TB saluran genital, TB jaringan lunak.
Pengobatan
Isoniazid (INH) 10 mg/kgBB/hari untuk TB non-
berat selama 6-9 bulan dan 10mg/kg/hari untuk TB
1
berat selama 12 bulan. Dosis maksimal anak 300
mg/hari
Rifampisin 10 mg/kgBB/hari untuk TB non-berat
2 selama 6-9 bulan dan 15 mg/kgBB/hari untuk TB
berat selama 12 bulan 600 mg/hari.
Pirazinamid (PZA) 15-30 mg/kgBB/hari selama 2
3 bulan pertama untuk TB non-berat/ berat. Dosis
maksimal anak 2000 mg/hari
Streptomisin 20 - 35 mg/kgBB/hari injeksi
4 intramuskular selama 2 bulan untuk TB berat. Dosis
maksimal anak 1250 mg/hari
Prednison 1 mg/kgBB/hari selama 6 minggu
pertama untuk meningitis TB atau selama sampai
distress pernafasan hilang untuk TB milier, atau
5
sampai cairan berkurang pada efusi pleura karena
TB atau efusi perikardial

Ilmu Kesehatan Anak – FK UNISBA 135

Anda mungkin juga menyukai