1
B. Koevolusi Dalam Hubungan Makanan
Koevolusi merupakan suatu proses antara dua atau lebih spesies yang mempengaruhi
proses evolusi satu sama lainnya. Semua organisme dipengaruhi oleh makhluk hidup
disekitarnya, namun pada koevolusi, terdapat bukti bahwa sifat-sifat yang ditentukan oleh
genetika pada tiap spesies secara langsung disebabkan oleh interaksi antara dua organisme.
Pengaruh evolusioner mutualistik antara dua spesies disebut koevolusi (Anies, 2006: 45).
Koevolusi adalah tipe-tipe adaptasi yang khas karena hubungan antar jenis
(interspesific) makhluk hidup. Koevolusi digunakan untuk mendeskripsikan suatu keadaan
yang melibatkan serangkaian adaptasi berbalikan (resiprokal); perubahan pada satu spesies
yang berperan sebagai komponen seleksi untuk spesies lain, dan adaptasi perlawanan dari
spesies kedua yang timbul sebagai respon pengaruh seleksi yang ditimbulkan oleh spesies
pertama. Koevolusi secara intensif dipelajari dalam hubungan predator-prey dan simbiosis
yang merupakan hubungan antarpopulasi makhluk hidup dalam komunitas (Hadisubroto,
1989).
Dalam artian terluas, koevolusi adalah "perubahan pada objek biologis yang
dicetuskan oleh perubahan pada objek lain yang berkaitan dengannya". Koevolusi dapat
terjadi pada berbagai tingkatan biologis: ia dapat terjadi secara makroskopis maupun
mikroskopis. Tiap-tiap pihak dalam suatu hubungan evolusioner memberikan tekanan
seleksikepada pihak lainnya, sehingga mempengaruhi evolusi pihak lain tersebut. Mahluk
hidup akan semaksimal mugkin mengeksploitasi lingkungan kehidupannya, inilah prinsip
koevolusi. Syarat terjadinya koevolusi adalah adanya pola-pola hubungan antara spsis satu
dengan spesies yang lain dalam komunitas. Hubungan antara spesies ini akan
memunculkan tipe-tipe adapasi yang merpakan tanda terjadinya koevolusi.
2
dan penerbangan yang memungkinkan mereka untuk menanggapi dan manfaat dari bunga
tertentu.
Contoh koevolusi pada tanaman
berbunga. Hasil Koevolusi pada Bunga
dan penyerbuknya. Mulut hummingbird
memiliki bagian yang sangat panjang ini
telah berevolusi bersama dengan tubular
bunga. Hanya spesies burung ini yang
bisa mencapai nektar jauh di dalam
bunga.
1) Habitat
Habitat suatu populasi hewan pada dasarnya menunjukkan totalitas dari corak
lingkungan yang ditempati populasi itu, termasuk faktor-faktor abiotik berupa ruang,
tipe substratum atau medium yang ditempati, cuaca dan iklimnya serta vegetasinya.
Habitat suatu organisme adalah tempat organisme itu hidup, atau tempat kemana
seseorang harus pergi untuk menemukan organisme tersebut. Istilah habitat banyak
digunakan , tidak saja dalam ekologi tetapi dimana saja. Tetapi pada umumnya istilah
ini diartikan sebagai tempat hidup suatu makhluk hidup.
Contohnya habitat Notonecta (sejenis binatang air) adalah daerah-daerah
kolam, danau dan perairan yang dangkal yang penuh ditumbuhi vegetasi. Habitat ikan
mas (Cyprinus carpio) adalah di perairan tawar, habitat pohon durian (Durio
zibhetinus) adalah di tanah darat dataran rendah. Pohon enau tumbuh di tanah darat
dataran rendah sampai pegunungan, dan habitat eceng gondok di perairan terbuka.
Ketika aksesibilitas sumber daya dapat ditentukan terhadap suatu satwa, analisis
untuk menaksir kesukaan habitat dengan membandingkan penggunan dan
ketersediaan merupakan hal yang penting.
Jika dilihat dari beberapa jenis hewan yang sesuai dengan habitatnya dapat
dianalisis bahwa hewan tersebut terkait dengan sumber daya yang ada di habitatnya.
Sebagai contoh adalah ikan mas yang hidup di air tawar bersih dikarenakan makanan
ikan mas adalah plankton-plankton kecil yang hidup di air tawar bersih. Dan berlaku
untuk semua hewan dengan habitatnya.
3
2) Relung
Secara umum dapat dikatakan bahwa relung ekologi merupakan suatu konsep
abstrak mengenai keseluruhan persyaratan hidup dan interaksi organisme dalam
habitatnya. Dalam hal ini habitat merupakan penyedia berbagai koondisi dan
sumberdaya yang dapat digunakan oleh organisme sesuai dengan persyaratan hidupnya.
Konsep relung (niche) dikembangkan oleh Charles Elton (1927) ilmuwan Inggris,
dengan pengertian relung adalah “status fungsional suatu organisme dalam komunitas
tertentu”. Dalam penelaahan suatu organisme, kita harus mengetahui kegiatannya,
terutama mengenai sumber nutrisi dan energi, kecepatan metabolisme dan tumbuhnya,
pengaruh terhadap organisme lain bila berdampingan atau bersentuhan, dan sampai
seberapa jauh organisme yang kita selidiki itu mempengaruhi atau mampu mengubah
berbagai proses dalam ekosistem.
Relung menurut Resosoedarmo (1992) adalah profesi (status suatu organisme)
dalam suatu komunitas dan ekosistem tertentu yang merupakan akibat adaptasi
struktural, fungsional serta perilaku spesifik organisme itu. Berdasarkan uraian diatas
relung ekologi merupakan istilah lebih inklusif yang meliputi tidak saja ruang secara
fisik yang didiami oleh suatu makhluk, tetapi juga peranan fungsional dalam komunitas
serta kedudukan makhluk itu di dalam kondisi lingkungan yang berbeda (Odum, 1993).
Relung ekologi merupakan gabungan khusus antara faktor fisik (mikrohabitat) dan
kaitan biotik (peranan) yang diperlukan oleh suatu jenis untuk aktivitas hidup dan
eksistensi yang berkesinambungan dalam komunitas (Soetjipto, 1992).
Niche (relung) ekologi mencakup ruang fisik yang diduduki organisme , peranan
fungsionalnya di dalam masyarakatnya (misal: posisi trofik) serta posisinya dalam
kondisi lingkungan tempat tinggalnya dan keadaan lain dari keberadaannya itu. Ketiga
aspek relung ekologi itu dapat dikatakan sebagai relung atau ruangan habitat, relung
trofik dan relung multidimensi atau hypervolume. Oleh karena itu relung ekologi
sesuatu organisme tidak hanya tergantung pada dimana dia hidup tetapi juga apa yang
dia perbuat (bagaimana dia merubah energi, bersikap atau berkelakuan, tanggap
terhadap dan mengubah lingkungan fisik serta abiotiknya), dan bagaimana jenis lain
menjadi kendala baginya. Hutchinson (1957) telah membedakan antara niche pokok
(fundamental niche) dengan niche yang sesungguhnya (relized niche). Niche pokok
didefinisikan sebagai sekelompok kondisi-kondisi fisik yang memungkinkan populasi
masih dapat hidup. Sedangkan niche sesungguhnya didefinisikan sebagai sekelompok
4
kondisi-kondisi fisik yang ditempati oleh organisme-organisme tertentu secara
bersamaan.
Hutchinson (1957) dalam Begon,et al (1986) telah mengembangkan konsep
relung ekologi multidimensi (dimensi-n atau hipervolume). Setiap kisaran toleransi
hewan terhadap suatu faktor lingkungan, misalnya suhu merupakan suatu dimensi.
Dalam kehidupannya hewan dipengaruhi oleh bukan hanya satu faktor lingkungan saja,
melainkan bannyak faktor lingkungan secara simultan. Faktor ligkungan yang
mempengaruhi atau membatasi kehidupan organisme bukan hanya kondisi lingkungan
seperti suhu, cahaya, kelembapan, salinitas tetapi juga ketersediaan sumberdaya yang
dibutuhkan hewan (makanan dan tempat untuk membuat sarang bagi hewan).
Selanjutnya Hutchinson membagi konsep relung menjadi relung fundamental dan
relung yang terealisasi. Relung fundamental menunjukkan potensi secara utuh kisaran
toleransi hewan terhadap berbagai faktor lingkungan, yang hanya dapat diamati dalam
laboratorium dengan kondisi lingkungan gterkendali. Misalnya yang diamati hanya satu
atau dua faktor saja, tanpa ada pesaing, predator dan lain sebagainya. Relung terealisasi
adalah status fungsional yang benar-benar ditempati dalam kondisi alami, dengan
beroperasinya banyak ffaktor lingkungan seperti interaksi faktor, kehadiran pesaing,
predator dan lain sebagainya. Dibandingkan dengan kisaran relung fundamental,
kisaran dari relung yang terealisasikan itu pada umumnya lebih sempit, karena tidak
seluruhnya dari potensi hewan dapat diwujudkan, tentunya karena pengaruh dari
beroprasinya berbagai kendala dari lingkungan.
Menurut Odum (1993) tidak ada dua spesies yang adaptasinya identik sama antara
satu dengan yang lainnya, dan spesies yang memperlihatkan adaptasi yang lebih baik
dan lebih agresif akan memenangkan persaingan. Spesies yang menang dalam
persaingan akan dapat memanfaatkan sumber dayanya secara optimal sehingga mampu
mempertahankan eksistensinya dengan baik. Spesies yang kalah dalam persaingan bila
tidak berhasil mendapatkan tempat lain yang menyediakan sumber daya yang
diperlukannya dapat mengalami kepunahan local. Populasi beraneka jenis hewan yang
berkoeksistensi dalam habitat yang sama mempunyai keserupaan pula dalam kisaran
toleransinya terhadap beberapa faktor lingkungan dalam mikrohabitat. Berdasarkan
konsep relung ekologi menurut Hutchinson keserupaan menunjukkan adanya
keselingkupan dalam satu atau beberapa dimensi relung (Kramadibrata, 1996).
Berjenis makhluk hidup dapat hidup bersama dalam satu habitat. Akan tetapi
apabila dua jenis makhluk hidup mempunyai relung yang sama, akan terjadi persaingan.
5
Makin besar tumpang tindih relung kedua jenis makhluk hidup, makin intensif
persaingannya. Dalam keadaan itu masing-masing jenis akan mempertinggi efisiensi
cara hidup atau profesinya. Masing-masing akan menjadi lebih spesialis, yaitu
relungnya menyempit. Jadi efek persaingan antar jenis adalah menyempitnya relung
jenis makhluk hidup yang bersaing, sehingga terjadi spesialisasi.
Akan tetapi bila populasi semakin meningkat, maka persaingan antar individu di
dalam jenis tersebut akan terjadi pula. Dalam persaingan ini individu yang lemah akan
terdesak ke bagian niche yang marginal. Sebagai efeknya ialah melebarnya relung, dan
jenis tersebut akan menjadi lebih generalis. Ini berarti jenis tersebut semakin lemah atau
kuat. Makin spesialis suatu jenis semakin rentan makhluk tersebut.
Makin spesialistis suatu jenis, makin rentan populasinya misalnya wereng yang
monofag dan hidup dari tanaman padi, populasinya kecil setelah masa panen dan
memesar lagi setelah sawah ditanami dengan padi. Populasi yang kecil setelah panen
menanggung resiko kepunahan. Sebaliknya jenis makhluk yang generalis, populasinya
tidak banyak berfluktuasi, ia dapat berpindah dari jenis makanan yang satu ke jenis
makanan yang lain. Pada manusia kita dapatkan hal yang serupa. Bangsa yang makanan
pokoknya hanya beras, hidupnya amat rentan, apabila produksi beras menurun misalnya
karena iklim yang buruk, kehidupannya mengalami kegoncangan.
Pengetahuan tentang relung suatu organisme sangat perlu sebagai landasan untuk
memahami berfungsinya suatu komunitas dan ekosistem dalam habitat utama. Untuk
dapat membedakan relung suatu organisme, maka perlu diketahui tentang kepadatan
populasi, metabolisme secara kolektif, pengaruh faktor abiotik terhadap organisme,
pengaruh organisme yang satu terhadap yang lainnya.
Banyak, organisme, khususnya hewan yang mempunyai tahap-tahap
perkembangan hidup yang nyata, secara beruntun menduduki relung yang berbeda.
Umpamanya jentik-jentik nyamuk hidup dalam habitat perairan dangkal, sedangkan
yang sudah dewasa menempati habitat dan relung yang samasekali berbeda Relung atau
niche burung adalah pemakan buah atau biji, pemakan ulat atau semut, pemakan ikan
atau kodok.
Niche ada yang bersifat umum dan spesifik. Misalnya ayam termasuk mempunyai
niche yang umum karena dapat memakan cacing, padi, daging, ikan, rumput dan
lainnya. Ayam merupakan polifag, yang berarti makan banyak jenis. Makan beberapa
jenis disebut oligofag, hanya makan satu jenis disebut monofag seperti wereng, hanya
makan padi.
6
Apabila terdapat dua hewan atau lebih mempunyai niche yang sama dalam satu
habitat yang sama maka akan terjadi persaingan. Dalam persaingan yang ketat, masing-
masing jenis mempertinggi efisiensi cara hidup, dan masing-masing akan menjadi lebih
spesialis yaitu relungnya menyempit.
Hutchinson (dalam Odum,1993) membedakan antara relung dasar (Fundamental
Niche) dengan relung nyata (Realized Niche). Relung dasar didefinisikan sebagai
sekelompok kondisi-kondisi fisik yang memungkinkan populasi masih dapat hidup,
tanpa kehadiran pesaing, relung nyata didefinisikan sebagai kondisi-kondisi fisik yang
ditempati oleh organisme-organisme tertentu secara bersamaan sehingga terjadi
kompetisi. Keterbatasan suatu organisme pada suatu relung tergantung pada
adaptasinya terhadap kondisi lingkungan tersebut.
Daftar Pustaka