Disusun oleh:
Annisakh Fitria Ningsih MS
71170891030
Pembimbing:
Dr. Agustina, Sp.JP
SMF PARU
RS TK-II PUTRI HIJAU KESDAM/BB MEDAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan refarat yang berjudul “Pemeriksaan
Faal Paru” dalam rangka melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) di Departemen SMF Paru RS TK-II Putri Hijau Kesdam/BB Medan.
Penyusunan refarat ini tidak lepas dari bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa hormat penulis menyampaikan
terimakasih kepada Dr. Agustina, Sp.JP atas bimbingan dan arahannya selama
mengikuti KKS di Departemen SMF Paru RS TK-II Putri Hijau Kesdam/BB
Medan serta dalam penyusunan refarat ini.
Penulis menyadari bahwa refarat ini masih memiliki banyak kekurangan.
Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan agar dapat
menjadi pedoman untuk perbaikan refarat ini di kemudian hari.
Harapan penulis, semoga refarat ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu
respirasi di klinik dan di masyarakat.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu
esophagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung
dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan
cabang-cabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu,
sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus
meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Alveoli bertambah besar sesuai dengan
perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan
terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti 4
3
otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu
1. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,
sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.
2. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan
interkostalis internus
4
dalam rangka mengetahui air trapping (hiperinflasi, overdistensi)
atau pengurangan volume. Pengukuran ini juga dapat membantu
membedakan gangguan restriktif dan obstruktif pada sistem
pernafasan.
3. Pengukuran kapasitas pertukaran gas melewati membran kapiler
alveolar dalam rangka menganalisa keberlangsungan proses difusi.
2.3. Spirometri
Spirometri adalah pemeriksaan fisiologis paru untuk mengukur volume
udara inspirasi maupun ekspirasi seorang individu berupa volume paru statik dan
dinamis dengan alat spirometer. Tanda utama yang diukur dalam spriometri
adalah volume dan alirannya.3, Spirometri sangat penting sebagai skrining utama
pada kesehatan pernafasan, secara umum seperti halnya pengukuran tekanan darah
dapat memberi informasi penting mengenai kesehatan sistem kardiovaskuler.
Namun, spirometri tidak dapat mengarahkan klinisi secara langsung kepada
etiologi diagnosis.3
Aspek yang paling penting dari spirometri adalah forced vital capacity
(FVC) / kapasitas vital paksa yang merupakan volume udara maksimal yang
dihembuskan secara paksa/kuat setelah inspirasi penuh, dan forced expiratory
volume (FEV) dalam 1 detik yang merupakan volume udara yang dikeluarkan
dalam satu detik pertama. Spirometri dapat dilakukan dengan berbagai jenis
perlengkapan, membutuhkan kerjasama subjek dan pemeriksa, dan hasil yang
diperoleh tergantung pada tekhnik serta faktor pribadi.3
5
Volume dan Kapasitas Respirasi4
Nama Nama lain Volume Deskripsi
(mL)
Volume Tidal Volume 500 Volume udara yang diinspirasi atau
Tidal (VT) (TV) diekspirasi setiap kali bernapas normal
Volume Inspiratory 3000 Volume udara ekstra yang dapat diinspirasi
Cadangan Reserve setelah dan diatas volume tidal normal bila
Inspirasi Volume dilakukan inspirasi kuat
(VCI) (IRV)
Volume Expiratory 1100 Volume udara ekstra maksimal yang dapat
Cadangan Reserve diekspirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir
Ekspirasi Volume ekspirasi tidal normal
(VCE) (ERV)
Volume Residual 1200 Volume udara yang masih tetap berada
Residu (VR) Volume (RV) dalam paru setelah ekspirasi paling kuat
Kapasitas Inspiratory 3500 Jumlah udara yang dapat dihirup seseorang,
Inspirasi Capacity (IC) dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan
(KI) pengembangan paru sampai jumlah
maksimum
6
Kapasitas Functional 2300 Jumlah udara yang tersisa dalam paru pada
Residu Residual akhir ekspirasi normal
Fungsional Capacity
(KRF) (FRC)
Kapasitas Vital Capacity 4600 Jumlah udara maksimum yang dapat
Vital (KV) (VC) dikeluarkan seseorang dari paru, setelah
terlebih dahulu mengisi paru secara
maksimum dan kemudian mengeluarkan
sebanyak-banyaknya
Kapasitas Total Lung 5800 Volume maksimum yang dapat
Paru Total Capacity mengembangkan paru sebesar mungkin
(KPT) (TLC)
7
c. Penderita PPOK dalam keadaan stabil untuk mendapatkan nilai dasar
PPOK dan penyakit obstruksi lainnya, selanjutnya setiap 3-6 bulan
d. Penyakit asma dan PPOK setelah pemberian bronkodilator untuk melihat
efek pengobatan
e. Penderita yang akan mengalami tindakan bedah dengan anestesi umum
f. Penderita yang akan mengalami tindakan bedah torakotomi
g. Pemeriksaan berkala pada orang-orang yang merokok : sekali setahun5
B. Kontraindikasi
Kontraindikasi absolut dan relatif. Kontraindikasi absolut meliputi:
Peningkatan tekanan intrakranial, space occupying lesion (SOL) pada otak,
ablasio retina, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk dalam kontraindikasi
relatif antara lain: hemoptisis yang tidak diketahui penyebabnya, pneumotoraks,
angina pektoris tidak stabil, hernia skrotalis, hernia inguinalis, hernia umbilikalis,
Hernia Nucleous Pulposus (HNP) tergantung derajat keparahan, dan lain-lain.5
C. Persiapan
Alat Pemeriksaan Spirometri :
a. Spirometer
b. Mouth piece 1 buah
Persiapan Pasien :
a. Tidak menggunakan obat bronkodilator minimal 8 jam (kerja singkat) atau
24 jam (kerja panjang)
b. Pasien harus dalam keadaan sehat, tidak ada flu atau infeksi saluran napas
bagian atas dan hati-hati pada penderita asma karena dapat memicu
serangan asma.
c. Pasien harus menghindari memakai pakaian yang ketat dan makan -
makanan berat dalam waktu 2 jam.
d. Pasien juga tidak harus merokok dalam waktu 1 jam dan menkonsumsi
alkohol dalam waktu 4 jam.
e. Ukur tinggi badan dan berat badan5
8
D. Prosedur Tindakan
a. Siapkan alat spirometri, dan kalibrasi harus dilakukan sebelum pemeriksaan
b. Masukkan data yang diperlukan , yaitu umur, jenis kelamin, tinggi badan,
berat badan, dan ras untuk megetahui nilai prediksi.
c. Beri pentunjuk dan demonstrasikan maneuver pada pasien, yaitu pernafasan
melalui mulut, tanpa ada udara lewat hidung dan celah bibir yang mengatup
mouth piece.
d. Pasien dalam posisi duduk atau berdiri, lakukan pernapasan biasa tiga kali
berturut-turut, dan langsung menghisap sekuat dan sebanyak mungkin udara
ke dalam paru-paru, dan kemudian dengan cepat dan sekuat-kuatnya
dihembuskan udara melalui mouth piece. Manuver dilakukan 3 kali untuk
mendapatkan hasil terbaik5
9
dan (3) memenuhi 1 dari 3 kriteria valid end-of-test: (a) peningkatan kurva linier
yang halus dari volumetime ke fase plateau dengan durasi sedikitnya 1 detik; (b)
jika pemeriksaan gagal untuk memperlihatkan gambaran plateau ekspirasi, waktu
ekspirasi paksa/ forced expiratory time (FET) dari 15 detik; atau (c) ketika pasien
tidak mampu atau sebaiknya tidak melanjutkan ekshalasi paksa berdasarkan alasan
medis.Setelah standar terpenuhi, tentukan nilai referensi normal FEV1 dan FVC
pasien berdasarkan jenis kelamin, umur dan tinggi badan (beberapa tipe spirometri
dapat menghitung nilai normal dengan memasukkan data pasien). 3
Kemudian pilih 3 hasil FEV1 dan FVC yang konsisten dari pemerikssan
spirometri yang selanjutnya dibandingkan dengan nilai normal yang sudah
ditentukan sebelumnya untuk mendapatkan presentase nilai prediksi.3
10
Gambar 5. Hasil Interpretasi Pemeriksaan Spirometri
11
Kecepatan aliran udara di saluran nafas memberikan informasi
mengenai adanya obstruksi di sistem saluran pernafasan. Metode penguku
ran kecepatan aliran udara yang dihubungkan dengan fungsi waktu dan
volume disebut sebagai spirometri, dan alat untuk pengukurannya
mempergunakan spirometer 6
Penilaian spirometri dasar mencakup FEV1, FVC, dan FEV1/FVC.
Ketiga metode pengukuran ini luas dipergunakan, tidak mahal dan
mudah diulang. Spirometri dapat digunakan dalam mendeteksi gangguan
aliran udara akibat obstruksi saluran nafas dan mengindikasikan adanya suatu
kelainan paru restriktif. Ada banyak nilai hasil pengukuran spirometri yang
8,9
lainnya, namun kegunaan klinisnya masih belum dapat ditentukan
Ketika nilai FEV1 berkurang, maka nilai FEV1/FVC juga akan
berkurang yang menunjukkan suatu pola obstruksi. Rasio FEV1/FVC yang
normal adalah >0,75 untuk individu yang berusia kurang dari 60 tahun dan
>0,70 untuk yang berusia diatas 60 tahun (Lang, 2006). Namun Adrien
Shifren menyebutkan bahwa suatu defek obstruksi dapat disangkakan bila
FEV1/FVC <70 tanpa memandang usia.
Bila sangkaan defek obstruktif telah dibuat, maka perlu dilanjutkan dengan
upaya untuk menentukan beratnya derajat obstruksi dan menilai reversibilitas
dari obstruksi yang terjadi4 Nilai prediksi FEV1 yang normal adalah 80%-
120%. FEV1 70-79% nilai prediksi menunjukkan hambatan aliran udara
ringan, FEV1 51-69% nilai prediksi menunjukkan hambatan aliran udara
sedang, dan bila FEV1 <50% nilai prediksi digolongkan hambatan aliran
udara berat , sangat berat FEV <30% nilai prediksi atau <50% nilai prediksi
disertai gagal nafas 8
Pemeriksaan spirometri juga dapat digunakan untuk mendiagnosa kelainan
penyakit paru restriktif, walaupun untuk gold standard haruslah diperiksa nilai
TLCnya. Kelainan restriktif dapat disangkakan bila nilai FEV1/FVC>75%
nilai prediksi. Kelainan restriktif ringan bila FVC 60-80% nilai prediksi,
restriksi sedang bila FVC 50-60% nilai prediksi dan restriksi berat bila
8
FVC<50% nilai prediksi
12
Bila defek obstruktif terjadi maka kurva flow-volume akan berubah
membentuk gambaran konkaf. Pada kurva masih dapat dilihat adanya
puncak awal yang tajam dan cepat, tetapi aliran ekspirasi melemah lebih cepat
daripada normal, sesuai dengan beratnya derajat obstruksi yang terjadi. Adapun
kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan gambaran obstruksi pada
4
pemeriksaan fungsi paru antara lain :
a. Penyakit pada saluran nafas perifer : bronkitis, bronkiektasis,
bronkiolitis, asma bronkial, fibrosis kistik.
b. Penyakit parenkim paru : emfisema.
c. Penyakit saluran nafas atas : tumor pada faring, laring atau trakea;
edema, infeksi, benda asing, saluran nafas kolaps dan stenosis.
Kelaianan-kelainan yang dapat memberikan gambaran restriktif pada
pemeriksaan fungsi paru antara lain4
a. Gangguan pada dinding toraks : cedera, kifoskoliosis, distrofi muskular.
b. Keadaan ekstrathoraks : obesitas, peritonitis, asites, kehamilan.
c. Penyakit paru interstisial : interstisial pneumonitis, fibrosis,
pneumokoniosis, granulomatosis.
d. Penyakit pleura : efusi pleura, pneumothorak, hemothorak, fibrothorak.
e. Space Occupaying Lesion (SOL) : tumor, abses.
13
2.4 Peak Flow Meter
Arus Puncak Ekspirasi (APE) atau Peak Expiratory Flow atau ada juga
yang menyebut Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) adalah kecepatan ekspirasi
maksimal yang bisa dicapai oleh seseorang, dinyatakan dalam liter per menit
(L/menit) atau liter per detik (L/detik). Peak Flow meter adalah alat yang
digunakan untuk mengukur aliran udara yang keluar dari paru-paru. Pada episode
asma jalan nafas pada paru-paru mengalami penyempitan perlahan-lahan. Peak
flow meter digunakan untuk melihat berapa besar penyempitan pada jalan nafas
sebelum gejala asma muncul.5
Pada penggunaan Peak Flow Meter dapat diukur Arus puncak ekspirasi
(APE), yaitu mengukur seberapa besar kekuatan seseorang mengeluarkan udara
dengan ekspirasi maksimal. Ini adalah salah satu cara mengukur fungsi jalan udara
yang pada umumnya dipengaruhi oleh banyak penyakit, seperti asma dan penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK).5
Pada penyakit paru-paru tersebut aliran udara pada saat pengeluaran akan
mengalami penurunan karena penyempitan atau obstruksi jalan napas. APE ini
memiliki harga skala yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tinggi badan,
umur dan jenis kelamin. Seseorang dikatakan masih dalam batas skala normal,
jika nilai prediksi APE-nya antara 80% - 120%. Nilai prediksi adalah hasil bagi
nilai aktual APE subyek penelitian dengan nilai normal APE standarnya, lalu
dikalikan 100%.5
Monitoring APE penting untuk menilai berat asma, derajat variasi diurnal,
respons pengobatan saat serangan akut, deteksi perburukan asimptomatik sebelum
menjadi serius, respons pengobatan jangka panjang, justifikasi objektif dalam
memberikan pengobatan dan identifikasi pencetus misalnya pajanan lingkungan
kerja. Pemeriksaan APE mudah, sederhana, kuantitatif dan reproducible untuk
menilai ada dan berat obstruksi jalan napas. Peak flow meter relatif murah dan
dapat dibawa kemana-mana, sehingga pemeriksaan itu tidak hanya dapat
dilakukan di klinik, rumah sakit tetapi dapat dilakukan di fasiliti layanan medik
sederhana (puskesmas), praktek dokter bahkan di rumah penderita. Pengukuran
14
APE membutuhkan instruksi yang jelas bila perlu dengan demonstrasi yang
berulang.7
15
d. Saat membuang napas, marker bergerak dan menunjukkan angka pada
skala, catat hasilnya.
e. Kembalikan marker pada posisi nol lalu ulangi langkah 2-4 sebanyak 3
kali, dan pilih nilai paling tinggi. Bandingkan dengan nilai terbaik pasien
tersebut atau nilai prediksi.
f. Pada penderita anak, langkah 3 seolah-olah seperti meniup lilin ulang
tahun.5
16
Gambar 10. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Peak Flow Meter
17
bronkodilator), maka pengobatan agresif perlu diberikan untuk mendapatkan nilai
terbaik, dan pemantauan harian dilanjutkan.5
Interpretasi pengukuran APE Nilai prediksi APE didapat berdasarkan usia, tinggi
badan, jenis kelamin dan ras, serta batasan normal variabiliti diurnal berdasarkan
literatur. Tetapi pada umumnya penderita asma mempunyai nilai APE di atas atau
di bawah rata-rata nilai-nilai prediksi tersebut. Sehingga direkomendasikan,
objektif APE terhadap pengobatan adalah berdasarkan nilai terbaik masing-
masing penderita, demikian pula variabiliti harian penderita, daripada berdasarkan
nilai normal/prediksi. Setiap penderita mempunyai nilai terbaik yang berbeda
walaupun sama berat badan, tinggi badan, dan jenis kelamin. Penting untuk
mendapat nilai terbaik tersebut, karena rencana pengobatan sebaiknya berdasarkan
nilai terbaik, bukan nilai prediksi.
18
BAB III
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
20
21
22