Anda di halaman 1dari 25

ii

PEMERIKSAAN FAAL PARU


Refarat ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk melengkapi
kepanitraan klinik senior dibagian Departemen Paru RS TK-II Putri Hijau
Kesdam/BB

Disusun oleh:
Annisakh Fitria Ningsih MS
71170891030

Pembimbing:
Dr. Agustina, Sp.JP

SMF PARU
RS TK-II PUTRI HIJAU KESDAM/BB MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan refarat yang berjudul “Pemeriksaan
Faal Paru” dalam rangka melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) di Departemen SMF Paru RS TK-II Putri Hijau Kesdam/BB Medan.
Penyusunan refarat ini tidak lepas dari bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa hormat penulis menyampaikan
terimakasih kepada Dr. Agustina, Sp.JP atas bimbingan dan arahannya selama
mengikuti KKS di Departemen SMF Paru RS TK-II Putri Hijau Kesdam/BB
Medan serta dalam penyusunan refarat ini.
Penulis menyadari bahwa refarat ini masih memiliki banyak kekurangan.
Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan agar dapat
menjadi pedoman untuk perbaikan refarat ini di kemudian hari.
Harapan penulis, semoga refarat ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu
respirasi di klinik dan di masyarakat.

Medan, Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................ i


Kata Pengantar ........................................................................................... ii
Daftar Isi ...................................................................................................... iii
Bab 1 Tinjauan Pustaka ............................................................................. 1
1.1.Latar Belakang ........................................................................................ 1
2.1. Pemeriksaan Fungsi Paru ....................................................................... 2
2.2. Jenis Pemeriksaan Fungsi Paru .............................................................. 4
2.3. Spirometri............................................................................................... 5
2.3.1 Persiapan Pemeriksaan Spirometri .................................................... 7
2.3.2 Interpretasi Hasil Pemeriksaan Spirometri........................................ 9
2.4. Peak Flow Meter .................................................................................... 14
2.4.1 Persiapan Pemeriksaan Peak Flow Meter ......................................... 15
2.4.2 Peak Flow Meter Dalam Diagnosis Asma ........................................ 17
Bab 3 Kesimpulan ...................................................................................... 19
Daftar Pustaka ............................................................................................. 2

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaaan untuk mengetahui apakah


fungsi paru dalam keadaan normal atau tidak normal. Pemeriksaan faal paru
dikerjakan berdasarkan indikasi tertentu. Penurunan fungsi paru yang terjadi
secara mendadak dapat menimbulkan gagal napas dan dapat mendatangkan
kematian kepada penderita1. Pengujian faal paru untuk mengukur fungsi kapasitas
paru. Pengujian faal paru menggunakan alat yang disebut spirometri. Pengujian
dengan spirometri penting untuk mendeteksi beberapa kelainan yang berhubungan
dengan gangguan pernapasan. Spirometri merupakan metode untuk screening
penyakit paru. Selain itu, spirometri juga digunakan untuk menentukan kekuatan
dan fungsi dada, mendeteksi berbagai penyakit saluran pernapasan terutama akibat
pencemaran lingkungan dan asap rokok. Pemeriksaan spirometri tidak hanya
digunakan untuk menentukan diagnosis tetapi juga untuk menilai beratnya
obstruksi, restriksi, dan efek dari pengobatan. Ada beberapa penderita yang tidak
menunjukkan adanya keluhan namun pada pemeriksaan spirometri menunjukkan
adanya obstruksi atau restriksi. Hal ini dapat dijadikan sebagai peringatan awal
terjadinya gangguan fungsi paru yang mungkin dapat terjadi sehingga kita dapat
menentukan tindakan pencegahan secepatnya2. Pemeriksaan spirometri adalah
pemeriksaan untuk mengukur volume paru statik dan dinamik seseorang dengan
alat spirometer. Spirometri sederhana biasanya memberikan informasi yang
cukup. Sejumlah spirometer elektronik yang murah dapat mengukur dengan tepat
parameter-parameter tertentu seperti kapasitas vital, volume ekspirasi paksa dalam
detik pertama (FEV1) dan peak expiratory flow. Spirometer tidak dapat membuat
diagnosis spesifik namun dapat menentukan adanya gangguan obstruktif dan
restriktif serta dapat memberi perkiraan derajat kelainan.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemeriksaaan Fungsi Paru


Pemeriksaan fungsi paru dipergunakan secara luas, mulai dalam bidang
penelitian fisiologi sampai dengan aspek klinis mencakup diagnosi s,
penilaian derajat keparahan penyakit, monitoring terapi, menentukan
prognosis, pemeriksaan penunjang kesehatan kerja, tes medis olah raga dan
lain sebagainya 3
Namun demikian, pemeriksaan fungsi paru tidaklah dapat menentukan
suatu diagnosa penyakit secara spesifik misalnya emfisema pulmonum
atau fibrosis paru. Tes ini dapat berguna memberikan informasi pengukuran
fisiologis yang dapat mengidentifikasi kelainan obstruksi atau restriksi
sistem pernafasan dan tentu saja harus disertai evaluasi secara holistik
dengan hasil pemeriksaan klinis, radiologis, dan pemeriksaan laboratorium
pendukung lainnya 3
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya
berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru
terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai
tiga lobus sedangkan paru- paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus
tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi
beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut
bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang
yang disebut mediastinum 1.
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi
pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang
langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang
menempel pada rongga dada.
Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm.
Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Pada
Groove terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut

2
Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu
esophagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung
dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan
cabang-cabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu,
sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus
meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Alveoli bertambah besar sesuai dengan
perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan
terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti 4

Gambar 1. Anatomi paru

Sitem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas


dan pernafasan bagian bawah.
1. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus paranasal,
dan faring.
2. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan
alveolus paru2.Pergerakan dari dalam ke luar paru terdiri dari dua proses,
yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke
dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke
atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi
yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-

3
otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu
1. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,
sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.
2. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan
interkostalis internus

Gambar 2. Otot-otot pernafasan inspirasi dan ekspirasi

2.2 Jenis Pemeriksaan Uji Faal Paru


Pemeriksaan fungsi paru mengevaluasi sistem ventilasi dan alveoli
secara indirect dan tumpang tindih. Umur pasien, tinggi, berat badan, etnis
dan jenis kelamin harus dicatat sebelum pemeriksaan dilakukan karena data -
data tersebut penting dalam hal penghitungan nilai prediksi. Secara umum,
5
pemeriksaan fungsi paru dibagi dalam 3 kategori yaitu
1. Pemeriksaan terhadap kecepatan aliran udara di dalam saluran
pernafasan, mencakup pengukuran sesaat atau rata -rata kecepatan aliran
udara di saluran nafas sewaktu ekshalasi paksa maksimal untuk
mengetahui resistensi saluran pernafasan. Termasuk juga dalam
kategori ini adalah tes inhalasi bronkodilator dan tes provokasi
bronkus.
2. Pengukuran volume dan kapasitas paru yaitu pengukuran terhadap
berbagai kompartemen yang mengandung udara di dalam paru

4
dalam rangka mengetahui air trapping (hiperinflasi, overdistensi)
atau pengurangan volume. Pengukuran ini juga dapat membantu
membedakan gangguan restriktif dan obstruktif pada sistem
pernafasan.
3. Pengukuran kapasitas pertukaran gas melewati membran kapiler
alveolar dalam rangka menganalisa keberlangsungan proses difusi.

2.3. Spirometri
Spirometri adalah pemeriksaan fisiologis paru untuk mengukur volume
udara inspirasi maupun ekspirasi seorang individu berupa volume paru statik dan
dinamis dengan alat spirometer. Tanda utama yang diukur dalam spriometri
adalah volume dan alirannya.3, Spirometri sangat penting sebagai skrining utama
pada kesehatan pernafasan, secara umum seperti halnya pengukuran tekanan darah
dapat memberi informasi penting mengenai kesehatan sistem kardiovaskuler.
Namun, spirometri tidak dapat mengarahkan klinisi secara langsung kepada
etiologi diagnosis.3
Aspek yang paling penting dari spirometri adalah forced vital capacity
(FVC) / kapasitas vital paksa yang merupakan volume udara maksimal yang
dihembuskan secara paksa/kuat setelah inspirasi penuh, dan forced expiratory
volume (FEV) dalam 1 detik yang merupakan volume udara yang dikeluarkan
dalam satu detik pertama. Spirometri dapat dilakukan dengan berbagai jenis
perlengkapan, membutuhkan kerjasama subjek dan pemeriksa, dan hasil yang
diperoleh tergantung pada tekhnik serta faktor pribadi.3

5
Volume dan Kapasitas Respirasi4
Nama Nama lain Volume Deskripsi
(mL)
Volume Tidal Volume 500 Volume udara yang diinspirasi atau
Tidal (VT) (TV) diekspirasi setiap kali bernapas normal
Volume Inspiratory 3000 Volume udara ekstra yang dapat diinspirasi
Cadangan Reserve setelah dan diatas volume tidal normal bila
Inspirasi Volume dilakukan inspirasi kuat
(VCI) (IRV)
Volume Expiratory 1100 Volume udara ekstra maksimal yang dapat
Cadangan Reserve diekspirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir
Ekspirasi Volume ekspirasi tidal normal
(VCE) (ERV)
Volume Residual 1200 Volume udara yang masih tetap berada
Residu (VR) Volume (RV) dalam paru setelah ekspirasi paling kuat
Kapasitas Inspiratory 3500 Jumlah udara yang dapat dihirup seseorang,
Inspirasi Capacity (IC) dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan
(KI) pengembangan paru sampai jumlah
maksimum

6
Kapasitas Functional 2300 Jumlah udara yang tersisa dalam paru pada
Residu Residual akhir ekspirasi normal
Fungsional Capacity
(KRF) (FRC)
Kapasitas Vital Capacity 4600 Jumlah udara maksimum yang dapat
Vital (KV) (VC) dikeluarkan seseorang dari paru, setelah
terlebih dahulu mengisi paru secara
maksimum dan kemudian mengeluarkan
sebanyak-banyaknya
Kapasitas Total Lung 5800 Volume maksimum yang dapat
Paru Total Capacity mengembangkan paru sebesar mungkin
(KPT) (TLC)

Volume udara total di paru-paru terbagi atas kompartemen (volume) dan


kapasitas (kombinasi dari 2 atau lebih volume). Volume dan kapasitas paru dapat
menjadi suatu ukuran adanya gangguan fungsi paru. Volume dan kapasitas paru
pun terbagi menjadi beberapa macam yang akan dijelaskan sebagai berikut:5
Keterangan tambahan:
a. Kapasitas Inpirasi merupakan jumlah dari volume tidal ditambah volume
cadangan inspirasi
b. Kapasitas Residual Fungsional merupakan jumlah dari volume residual
ditambah volume cadangan ekspirasi
Kapasitas vital merupakan kapasitas paru total dikurangi volume residual.
Kapasitas vital juga merupakan jumlah dari kapasitas inspirasi ditambah volume
cadangan ekspirasi.4
2.3.1. Persiapan Pemeriksaan Spirometri
A. Indikasi Pemeriksaan Spirometri
a. Penderita sesak nafas
b. Penderita asma dalam keadaan stabil untuk mendapatkan nilai dasar,
selanjutnya setiap 6 bulan

7
c. Penderita PPOK dalam keadaan stabil untuk mendapatkan nilai dasar
PPOK dan penyakit obstruksi lainnya, selanjutnya setiap 3-6 bulan
d. Penyakit asma dan PPOK setelah pemberian bronkodilator untuk melihat
efek pengobatan
e. Penderita yang akan mengalami tindakan bedah dengan anestesi umum
f. Penderita yang akan mengalami tindakan bedah torakotomi
g. Pemeriksaan berkala pada orang-orang yang merokok : sekali setahun5

B. Kontraindikasi
Kontraindikasi absolut dan relatif. Kontraindikasi absolut meliputi:
Peningkatan tekanan intrakranial, space occupying lesion (SOL) pada otak,
ablasio retina, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk dalam kontraindikasi
relatif antara lain: hemoptisis yang tidak diketahui penyebabnya, pneumotoraks,
angina pektoris tidak stabil, hernia skrotalis, hernia inguinalis, hernia umbilikalis,
Hernia Nucleous Pulposus (HNP) tergantung derajat keparahan, dan lain-lain.5

C. Persiapan
Alat Pemeriksaan Spirometri :
a. Spirometer
b. Mouth piece 1 buah
Persiapan Pasien :
a. Tidak menggunakan obat bronkodilator minimal 8 jam (kerja singkat) atau
24 jam (kerja panjang)
b. Pasien harus dalam keadaan sehat, tidak ada flu atau infeksi saluran napas
bagian atas dan hati-hati pada penderita asma karena dapat memicu
serangan asma.
c. Pasien harus menghindari memakai pakaian yang ketat dan makan -
makanan berat dalam waktu 2 jam.
d. Pasien juga tidak harus merokok dalam waktu 1 jam dan menkonsumsi
alkohol dalam waktu 4 jam.
e. Ukur tinggi badan dan berat badan5

8
D. Prosedur Tindakan
a. Siapkan alat spirometri, dan kalibrasi harus dilakukan sebelum pemeriksaan
b. Masukkan data yang diperlukan , yaitu umur, jenis kelamin, tinggi badan,
berat badan, dan ras untuk megetahui nilai prediksi.
c. Beri pentunjuk dan demonstrasikan maneuver pada pasien, yaitu pernafasan
melalui mulut, tanpa ada udara lewat hidung dan celah bibir yang mengatup
mouth piece.
d. Pasien dalam posisi duduk atau berdiri, lakukan pernapasan biasa tiga kali
berturut-turut, dan langsung menghisap sekuat dan sebanyak mungkin udara
ke dalam paru-paru, dan kemudian dengan cepat dan sekuat-kuatnya
dihembuskan udara melalui mouth piece. Manuver dilakukan 3 kali untuk
mendapatkan hasil terbaik5

Gambar 3. Pemeriksaan Spirometri

2.3.2 Interpretasi Hasil Pemeriksaan Spirometri


Sebelum pemeriksaan terdapat beberapa standar yang harus dipenuhi.
American Thoracic Society (ATS) mendefinisikan bahwa hasil spirometri yang
baik adalah suatu usaha ekspirasi yang menunjukkan (1) gangguan minimal pada
saat awal ekspirasi paksa, (2) tidak ada batuk pada detik pertama ekshalasi paksa,

9
dan (3) memenuhi 1 dari 3 kriteria valid end-of-test: (a) peningkatan kurva linier
yang halus dari volumetime ke fase plateau dengan durasi sedikitnya 1 detik; (b)
jika pemeriksaan gagal untuk memperlihatkan gambaran plateau ekspirasi, waktu
ekspirasi paksa/ forced expiratory time (FET) dari 15 detik; atau (c) ketika pasien
tidak mampu atau sebaiknya tidak melanjutkan ekshalasi paksa berdasarkan alasan
medis.Setelah standar terpenuhi, tentukan nilai referensi normal FEV1 dan FVC
pasien berdasarkan jenis kelamin, umur dan tinggi badan (beberapa tipe spirometri
dapat menghitung nilai normal dengan memasukkan data pasien). 3
Kemudian pilih 3 hasil FEV1 dan FVC yang konsisten dari pemerikssan
spirometri yang selanjutnya dibandingkan dengan nilai normal yang sudah
ditentukan sebelumnya untuk mendapatkan presentase nilai prediksi.3

Gambar 4. Pemeriksaan Spirometri

Hasil spirometri normal menunjukkan FEV1 >80% dan FVC >80%.


Secara umum gangguan fungsi pernafasan memiliki dua pola yaitu gangguan
restriksi dan gangguan obstruksi. Perbandingan volume dan kapasitas paru pada
berbagai kondisi dijelaskan dalam tabel berikut:6

10
Gambar 5. Hasil Interpretasi Pemeriksaan Spirometri

Gambar 6. Hasil Interpretasi Pemeriksaan Spirometri

11
Kecepatan aliran udara di saluran nafas memberikan informasi
mengenai adanya obstruksi di sistem saluran pernafasan. Metode penguku
ran kecepatan aliran udara yang dihubungkan dengan fungsi waktu dan
volume disebut sebagai spirometri, dan alat untuk pengukurannya
mempergunakan spirometer 6
Penilaian spirometri dasar mencakup FEV1, FVC, dan FEV1/FVC.
Ketiga metode pengukuran ini luas dipergunakan, tidak mahal dan
mudah diulang. Spirometri dapat digunakan dalam mendeteksi gangguan
aliran udara akibat obstruksi saluran nafas dan mengindikasikan adanya suatu
kelainan paru restriktif. Ada banyak nilai hasil pengukuran spirometri yang
8,9
lainnya, namun kegunaan klinisnya masih belum dapat ditentukan
Ketika nilai FEV1 berkurang, maka nilai FEV1/FVC juga akan
berkurang yang menunjukkan suatu pola obstruksi. Rasio FEV1/FVC yang
normal adalah >0,75 untuk individu yang berusia kurang dari 60 tahun dan
>0,70 untuk yang berusia diatas 60 tahun (Lang, 2006). Namun Adrien
Shifren menyebutkan bahwa suatu defek obstruksi dapat disangkakan bila
FEV1/FVC <70 tanpa memandang usia.
Bila sangkaan defek obstruktif telah dibuat, maka perlu dilanjutkan dengan
upaya untuk menentukan beratnya derajat obstruksi dan menilai reversibilitas
dari obstruksi yang terjadi4 Nilai prediksi FEV1 yang normal adalah 80%-
120%. FEV1 70-79% nilai prediksi menunjukkan hambatan aliran udara
ringan, FEV1 51-69% nilai prediksi menunjukkan hambatan aliran udara
sedang, dan bila FEV1 <50% nilai prediksi digolongkan hambatan aliran
udara berat , sangat berat FEV <30% nilai prediksi atau <50% nilai prediksi
disertai gagal nafas 8
Pemeriksaan spirometri juga dapat digunakan untuk mendiagnosa kelainan
penyakit paru restriktif, walaupun untuk gold standard haruslah diperiksa nilai
TLCnya. Kelainan restriktif dapat disangkakan bila nilai FEV1/FVC>75%
nilai prediksi. Kelainan restriktif ringan bila FVC 60-80% nilai prediksi,
restriksi sedang bila FVC 50-60% nilai prediksi dan restriksi berat bila
8
FVC<50% nilai prediksi

12
Bila defek obstruktif terjadi maka kurva flow-volume akan berubah
membentuk gambaran konkaf. Pada kurva masih dapat dilihat adanya
puncak awal yang tajam dan cepat, tetapi aliran ekspirasi melemah lebih cepat
daripada normal, sesuai dengan beratnya derajat obstruksi yang terjadi. Adapun
kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan gambaran obstruksi pada
4
pemeriksaan fungsi paru antara lain :
a. Penyakit pada saluran nafas perifer : bronkitis, bronkiektasis,
bronkiolitis, asma bronkial, fibrosis kistik.
b. Penyakit parenkim paru : emfisema.
c. Penyakit saluran nafas atas : tumor pada faring, laring atau trakea;
edema, infeksi, benda asing, saluran nafas kolaps dan stenosis.
Kelaianan-kelainan yang dapat memberikan gambaran restriktif pada
pemeriksaan fungsi paru antara lain4
a. Gangguan pada dinding toraks : cedera, kifoskoliosis, distrofi muskular.
b. Keadaan ekstrathoraks : obesitas, peritonitis, asites, kehamilan.
c. Penyakit paru interstisial : interstisial pneumonitis, fibrosis,
pneumokoniosis, granulomatosis.
d. Penyakit pleura : efusi pleura, pneumothorak, hemothorak, fibrothorak.
e. Space Occupaying Lesion (SOL) : tumor, abses.

Gambar 7. Hasil Interpretasi Pemeriksaan Spirometri, Penyakit Paru Obstruktif


(kiri), Penyakit Paru Restriktif (kanan).

13
2.4 Peak Flow Meter
Arus Puncak Ekspirasi (APE) atau Peak Expiratory Flow atau ada juga
yang menyebut Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) adalah kecepatan ekspirasi
maksimal yang bisa dicapai oleh seseorang, dinyatakan dalam liter per menit
(L/menit) atau liter per detik (L/detik). Peak Flow meter adalah alat yang
digunakan untuk mengukur aliran udara yang keluar dari paru-paru. Pada episode
asma jalan nafas pada paru-paru mengalami penyempitan perlahan-lahan. Peak
flow meter digunakan untuk melihat berapa besar penyempitan pada jalan nafas
sebelum gejala asma muncul.5
Pada penggunaan Peak Flow Meter dapat diukur Arus puncak ekspirasi
(APE), yaitu mengukur seberapa besar kekuatan seseorang mengeluarkan udara
dengan ekspirasi maksimal. Ini adalah salah satu cara mengukur fungsi jalan udara
yang pada umumnya dipengaruhi oleh banyak penyakit, seperti asma dan penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK).5
Pada penyakit paru-paru tersebut aliran udara pada saat pengeluaran akan
mengalami penurunan karena penyempitan atau obstruksi jalan napas. APE ini
memiliki harga skala yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tinggi badan,
umur dan jenis kelamin. Seseorang dikatakan masih dalam batas skala normal,
jika nilai prediksi APE-nya antara 80% - 120%. Nilai prediksi adalah hasil bagi
nilai aktual APE subyek penelitian dengan nilai normal APE standarnya, lalu
dikalikan 100%.5
Monitoring APE penting untuk menilai berat asma, derajat variasi diurnal,
respons pengobatan saat serangan akut, deteksi perburukan asimptomatik sebelum
menjadi serius, respons pengobatan jangka panjang, justifikasi objektif dalam
memberikan pengobatan dan identifikasi pencetus misalnya pajanan lingkungan
kerja. Pemeriksaan APE mudah, sederhana, kuantitatif dan reproducible untuk
menilai ada dan berat obstruksi jalan napas. Peak flow meter relatif murah dan
dapat dibawa kemana-mana, sehingga pemeriksaan itu tidak hanya dapat
dilakukan di klinik, rumah sakit tetapi dapat dilakukan di fasiliti layanan medik
sederhana (puskesmas), praktek dokter bahkan di rumah penderita. Pengukuran

14
APE membutuhkan instruksi yang jelas bila perlu dengan demonstrasi yang
berulang.7

Gambar 8. Pemeriksaan Peak Flow Meter

2.4.1 Prosedur Pemeriksaan Peak Flow Meter:


Berikut Prosedur Pemeriksaan Peak Flow Meter
a. Bila memerlukan, pasang mouthpiece ke ujung peak flow meter
b. Penderita berdiri atau duduk dengan punggung tegak dan pegang peak
flow meter dengan posisi horisontal (mendatar) tanpa menyentuh atau
mengganggu gerakanmarker. Pastikan marker berada pada posisi skala
terendah (nol).
c. Penderita menghirup napas sedalam mungkin, masukkan mouthpiece ke
mulut dengan bibir menutup rapat mengelilingi mouthpiece, dan buang
napas sesegera dan sekuat mungkin.

15
d. Saat membuang napas, marker bergerak dan menunjukkan angka pada
skala, catat hasilnya.
e. Kembalikan marker pada posisi nol lalu ulangi langkah 2-4 sebanyak 3
kali, dan pilih nilai paling tinggi. Bandingkan dengan nilai terbaik pasien
tersebut atau nilai prediksi.
f. Pada penderita anak, langkah 3 seolah-olah seperti meniup lilin ulang
tahun.5

Gambar 9. Pemeriksaan Peak Flow Meter

Hasil pengukuran APE dalam bentuk angka dibandingkan dengan nilai


APE prediksi anak sesuai jenis kelamin, usia, tinggi badan dan dipetakan dengan
sistem zona traffic light. Zona hijau bila nilai APE 80% sampai 100%
dibandingkan nilai prediksi, mengindikasikan fungsi paru baik. Zona kuning 50%
sampai 80%, menandakan mulai terjadi penyempitan saluran respiratorik, dan
zona merah ≤ 50% berarti saluran respiratorik besar telah menyempit.7

16
Gambar 10. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Peak Flow Meter

2.4.2 Peak Flow Meter dalam diagnosis asma:


a. Reversibilitas, yaitu perbaikan nilai APE > 15% setelah inhalasi
bronkodilator (disebut uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14
hari, atau respons terapi kortikosteroid (inhalasi/oral selama 2 minggu).
b. Variabilitas, menilai variasi diurnal APE yang dikenal sebagai variabilitas
APE harian selama 1-2 minggu. Variabilitas juga dapat digunakan untukl
menilai derajat berat penyakit
Untuk mendapatkan nilai APE terbaik dan variabilitas harian yang
minimum adalah saat penderita dalam pengobatan efektif dan kondisi asma
terkontrol. Pengukuran APE dilakukan pada pagi dan malam setiap hari selama 2
minggu. Pada masing-masing pengukuran dilakukan manuver 3 kali dan diambil
nilai tertinggi. Jika penderita dalam pengobatan bronkodilator maka pengukuran
APE pagi dilakukan sebelum bronkodilator dan pengukuran APE malam
dilakukan setelah bronkodilator.5
Nilai APE terbaik adalah nilai APE tertinggi yang dapat dicapai selama
periode penilaian (2 minggu) tersebut, saat dalam pengobatan efektif dan asma
terkontrol. Bila nilai APE terbaik yang didapat <80% nilai prediksi walaupun
setelah bronkodilator, atau variabilitas harian >20% (dalam pengobatan

17
bronkodilator), maka pengobatan agresif perlu diberikan untuk mendapatkan nilai
terbaik, dan pemantauan harian dilanjutkan.5
Interpretasi pengukuran APE Nilai prediksi APE didapat berdasarkan usia, tinggi
badan, jenis kelamin dan ras, serta batasan normal variabiliti diurnal berdasarkan
literatur. Tetapi pada umumnya penderita asma mempunyai nilai APE di atas atau
di bawah rata-rata nilai-nilai prediksi tersebut. Sehingga direkomendasikan,
objektif APE terhadap pengobatan adalah berdasarkan nilai terbaik masing-
masing penderita, demikian pula variabiliti harian penderita, daripada berdasarkan
nilai normal/prediksi. Setiap penderita mempunyai nilai terbaik yang berbeda
walaupun sama berat badan, tinggi badan, dan jenis kelamin. Penting untuk
mendapat nilai terbaik tersebut, karena rencana pengobatan sebaiknya berdasarkan
nilai terbaik, bukan nilai prediksi.

18
BAB III
KESIMPULAN

Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaaan untuk mengetahui apakah


fungsi paru dalam keadaan normal atau tidak normal. Pemeriksaan faal paru
dikerjakan berdasarkan indikasi tertentu. Penurunan fungsi paru yang terjadi
secara mendadak dapat menimbulkan gagal napas dan dapat mendatangkan
kematian kepada penderita. Pengujian faal paru mengukur fungsi kapasitas paru.
Pengujian faal paru menggunakan alat yang disebut spirometri. Tes fungsi terebut
merupakan tes yang digunakan untuk memeriksa kondisi dan fungsi saluran
pernapasan. Dalam tes ini, jumlah dan kecepatan udara yang dihirup dan diembus
pasien akan diukur. Pengujian dengan spirometri penting untuk mendeteksi
beberapa kelainan yang berhubungan dengan gangguan pernapasan. Pemeriksaan
ini dapat mendiagnosis penyakit terkait saluran pernapasan, dan mengamati
perkembangan kondisi pasien terhadap terapi yang telah diberikan.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta:


EGC
2. Guyton, A.C. Ventilasi Paru-paru. In: Buku Teks Fisiologi Kedokteran.
Jakarta: EGC, 2016 .p. 1-13.
3. Shifren A. Pulmonary Function Test dalam Washington Manual(R)
Pulmonary Subspeciality Consult, The, 1st Edition. 2013.
4. Uyainah A. Spirometri dalam Kompendium: Tatalaksana Penyakit
Respirasi dan Kritis Paru. Jilid 2. Bandung: PERPARI; 2012.p.709 –719 ,
2014
5. Fischbach FT, Dunning MB. A manual of laboratory and diagnostic test. 8
th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2014. p. 342-8
6. Miller MR, et al. American Thoracic Society/European Respiratory
Society Task Force: Standardization of spirometry. Eur Resp J. 2012;26: p.
319-338.
7. Amin, Z., Thufeilsyah, F., dan Anna, Z. U. 2014. Spirometri. Update
Knowledge In Respirology, 35-38.
8. Winn R. A., Chan E. D., 2011, Pulmonary Function Testing dalam
LANGE CURRENT Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine,
International Edition, 39-45.
9. Gomella, A. and Haist, A. 2015. Respiratory Care. In : Gomella, A.
andHaist, A. eds. The Scut Monkey Clinician’s Pocket Reference,
11thedition. New York: McGrawHill. 377-9.

20
21
22

Anda mungkin juga menyukai