Anda di halaman 1dari 14

NASKAH PEMBELAJARAN

PENDEKATAN ANTROPOLOGI DALAM KAJIAN ISLAM

disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah : Metodologi Studi Islam

Dosen Pengampu : Rita Rahmawati, Dra., M.Pd

Disusun Oleh :

1. Risca Prasandi (
2. Rizki Ariana Zulma (
3. Bagus Firmansyah (
4. M. Zulfani Bahtiar (
5. Munjait Mimbar (

Kelas : D

FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PEKALONGAN
2019
PENDEKATAN ANTROPOLOGI DALAM KAJIAN ISLAM

A. PENDAHULUAN
Saat ini telah muncul kajian agama yang menggunakan
Antropologi sebagai basis pendekatannya. Berbagai pendekatan
dalam memahami agama yang selama ini digunakan dipandang
harus dilengkapi dengan pendekatan antropologis. Pendekatan
dalam memahami agama yang ada selama ini antara lain pendekatan
teologis, normatif, filosofis dan historis. Namun dalam tulisan ini
hanya akan dibahasa pendekatan antropologis dalam studi Islam.
Melalui pendekatan antropologis sosok agama yang ada pada dataran
empirik akan dapat dilihat serat-seratnya dan latar belakang mengapa
agama tersebut muncul dan dirumuskan. Antropologi berupaya melihat
hubungan antara agama dengan berbagai pranata sosial yang terjadi di
masyarakat.
Tugas utama antropologi adalah studi tentang manusia adalah
untuk memungkinkan kita memahami diri kita dengan memahami
kebudayaan lain. Antropologi menyadarkan kita tentang kesatuan
manusia secara esensial, dan karenannya membuat kita saling menghargai
satu sama lainnya.
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan
sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud
praktek keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Melalui pendekatan ini agama nampak akrab dan dekat dengan
masalah-masalah manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan
jawabannya.

2
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Antropologi

Antropologi adalah cabang ilmu yang usia perkembangannya


relatif lebih muda dari cabang ilmu lainnya. Ilmu ini sebenarnya mulai
berkembang bersamaan dengan abad pelayaran dunia. Sebagai sebuah
ilmu, Antropologi banyak bersinggungan dengan ilmu-ilmu sosial lainnya,
bahkan ilmu Sains, seperti Biologi maupun kedokteran. Antropologi
seringkali mendapat pengaruh dari berbagai ilmu ini, baik dalam bentuk
teori, metode, bahkan hasil penelitian.

Antropologi adalah kajian tentang sistem-sistem yang berkaitan


dengan manusia dan cara-cara hidup mereka, baik dari segi budaya,
perilaku, keanekaragaman, dan lain sebagainya. Antropologi berasal dari
Bahasa Yunani “anthropos” yang artinya manusia dan “logy” atau “logos”
yang berarti ilmu, jadi Antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
manusia. Sedangkan pengertian secara harfiah adalah studi ilmu yang
membahas tentang manusia dari segi keanekaragaman fisik, serta
kebudayaannya baik itu tradisi, cara berperilaku, dan nilai moral.

Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari


tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau
muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri
fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.

3
Menurut Kuncaraningrat, Spesialisasi Antropologi terbagi dua
yaitu:

 Antropologi Fisik
Atau sering disebut Paleontologi (asal usul manusia,
evolusinya dan sejarahnya). Paleontologi adalah ilmu yang
mempelajari asal usul manusia dan evolusi manusia dengan
meneliti fosil-fosil. Antropologi Fisik tertarik pada sisi fisik dari
manusia.
 Antropologi Budaya :
a. Arkeologi
Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan
(manusia) masa lalu melalui kajian sistematis atas data
bendawi yang ditinggalkan. Kajian sistematis meliputi
penemuan, dokumentasi, analisis, dan interpretasi data
berupa artefak (budaya bendawi, seperti kapak batu dan
bangunan candi) dan ekofak (benda lingkungan, seperti
batuan, rupa muka bumi, dan fosil). Secara khusus,
arkeologi mempelajari budaya masa silam, yang
sudah berusia tua, baik pada masa prasejarah (sebelum
dikenal tulisan), maupun pada masa sejarah (ketika
terdapat bukti-bukti tertulis). Pada perkembangannya,
arkeologi juga dapat mempelajari budaya masa kini,
sebagaimana dipopulerkan dalam kajian budaya
bendawi modern (modern material culture).
b. Ethnologi

Yaitu ilmu yang mempelajari asas kebudayaan manusia


didalam kehidupan masyarakat suku bangsa di seluruh
dunia baik memahami cara berpikir maupun berprilaku.
De Vos dan Barth dalam Pelly mengemukakan perbatasan-
perbatasan kelompok etnik sebagai segi-segi penegas yang

4
penting bukannya ”hal-hal” budaya di dalam perbatasan-
perbatasan tersebut. Barth menyatakan bahwa kita tidak
dapat mengenali suatu kelompok etnik hanya dari
budayanya saja. Kita harus memperhatikan prilaku
mereka.

c. Ethnografi

Adalah pelukisan adat kebiasaan. Ethnografi adalah


metode riset yang menggunakan observasi langsung
terhadap kegiatan manusia dalam konteks sosial dan
budaya sehari-hari. Ethnografi berusaha mengetahui
kekuatan-kekuatan apa saja yang membuat manusia
melakukan sesuatu. Para etnografer ini akan tertarik bila
melihat seseorang yang mengatakan suka makanan sehat,
namun memesan secangkir ice blended coffee dengan
cream berlimpah. Misalnya, seperti pernyataan Eric
Arnould, profesor Marketing dari University of Nebraska,
“Ethnography is a way to get up close and personal with
consumers.”

5
2. Antropologi Agama

Antropologi berusaha untuk mengkaji sistem-sistem yang berkaitan


dengan kehidupan manusia, masyarakat, serta budayanya. Mengkaji
agama dengan menggunakan pendekatan antropologi membuahkan ilmu
yang dikenal dengan istilah antropologi agama. Kajian agama melalui
tinjauan antropologi dapat diartikan sebagai salah satu upaya untuk
memahami agama dengan melihat wujud praktik keagamaan (tindakan,
perilaku) yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Kajian ini
diperlukan sebab elemen-elemen agama bisa dijelaskan dengan tuntas
melalui pendekatan antropologi dan juga ilmu sosial lainnya. Sehingga
dalam memahami ajaran agama manusia dapat dijelaskan melalui
bantuan antropologi, dengan menggunakan (bantuan) teori-teori di
dalamnya. Hal ini bertujuan untuk mendeskripsikan bahwa agama
mempunyai fungsi, melalui simbol-simbol atau nilai-nilai yang
dikandungnya dan “hadir di mana-mana”.

Antropologi Agama adalah ilmu pengetahuan yang berusaha


mempelajari tentang manusia yang menyangkut agama dengan pendekatan
budaya, atau disebut juga Antropologi Religi. Meskipun ada yang
berpendapat ada perbadaan pengertian antara Antropologi Agama dengan
Antropologi Religi, namun keduanya mengandung arti adanya hubungan
antara manusia dengan kekuasaan yang ghaib. Keduanya juga menyangkut
adanya buah pikiran sikap dan perilaku manusia dalam hubungannya
dengan kekuasaan yang tidak nyata.

Dalam hubungannya dengan Antropologi, agama ikut


mempengaruhi, bahkan membentuk stuktur sosial, budaya, ekonomi,
politik dan kebijakan umum. Dengan pendekatan ini kajian studi agama
dapat dikaji secara komprehensif melalui pemahaman atas makna
terdalam dalam kehidupan beragama di masyarakat. Kemudian dapat

6
terlihat bahwa ada korelasi antara agama dengan berbagai elemen
kehidupan manusia/masyarakat.

a) Pendekatan Antropologis dalam Memahami Agama

Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat


diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara
melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan
dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya
menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa
cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologis dalam
melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama.

Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Dawam


Rahardjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan
sifatnya partisipatif. Dari sini timbul kesimpulan-kesimpulan yang
sifatnya induktif yang mengimbangi pendekatan deduktif
sebagaimana digunakan dalam pengamatan sosiologis.

Sejalan dengan pendekatan tersebut, maka dalam berbagai


penelitian antropologi agama dapat ditemukan adanya hubungan
positif antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan
politik. Karl Marx (1818-1883), sebagai contoh, melihat agama
sebagai opium atau candu masyarakat tertentu sehingga
mendorongnya untuk memperkenalkan teori konflik atau yang biasa
disebut dengan teori pertentangan kelas. Menurutnya, agama bisa
disalahfungsikan oleh kalangan tertentu untuk melestarikan status quo
peran tokoh-tokoh agama yang mendukung sisten kapitalisme di
Eropa yang beragama Kristen. Lain halnya dengan Max Weber
(1964-1920). Dia melihat adanya korelasi positif antara ajaran
Protestan dengan munculnya semangat kapitalisme modern. Etika

7
Protestan dilihatnya sebagai cikal bakal etos kerja masyarakat industri
modern yang kapitalistik.

Melalui pendekatan antropologis fenomenologis kita juga dapat


melihat hubungan antara agama dan negara (state and religion).
Contohnya seperti Vatikan dalam bandingannya dengan negara-negara
sekuler di sekelilingnya di Eropa Barat. Juga melihat kenyataan negara
Turki modern yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tetapi
konstitusi negaranya menyebut sekularisme sebagai prinsip dasar
kenegaraan yang tidak dapat ditawar-tawar. Belum lagi meneliti dan
membandingkan Kerajaan Saudi Arabia dan negara Republik Iran
yang berdasarkan Islam.

b) Metode dalam Mempelajari Antropologi Agama

Yang menjadi titik studi Antropologi Agama adalah bukan


kebenaran ideologis melainkan kenyataan yang nampak yang berlaku,
yang empiris, atau juga bagaimana hubungan pikiran sikap dan
perilaku manusia dalam hubungannya dengan yang ghaib.

Beberapa cara dalam studi Antropologi Agama, yaitu dengan


mempelajari dari sudut sejarah, ajarannya yang bersifat normatif, atau
dengan cara deskriptif atau dan dengan cara yang bersifat empiris
antara lain :

1. Metode Historis

Dengan metode yang bersifat sejarah yang dimaksud ialah


menelusuri pikiran dan perilaku manusia tentang agamanya yang
berlatar belakang sejarah, yaitu sejarah perkembangan budaya
agama sejak masyarakat manusia masih sederhana budayanya
sampai budaya agamanya yang sudah maju.

2. Metode Normatif

8
Dengan metode normatif dalam studi Antropologi Agama
dimaksudkan mempelajari norma-norma (kaidah-kaidah, patokan-
patokan atau sastra-asatra suci agama) maupun yang merupakan
perilaku adat kebiasaan yang tradisional yang tetap berlaku, baik
dalam hubungan manusia dengan alam ghaib maupun dalam
hubungan antara sesama manusia yang bersumber dan berdasarkan
ajaran-ajaran agama masing-maisng.

3. Metode Deskriptif

Dengan metode ini dalam Antropologi Agama dimaksudkan ialah


berusaha mencatat, melukiskan, menguraikan, melaporkan tentang
buah pikiran sikap tindak dan perilaku manusia yang menyangkut
agama dalam kenyataan yang implisit.

4. Metode Empiris

Metode ini mempelajari pikiran sikap dan perilaku agama manusia


yang diketemukan dari pengalaman dan kenyataan di lapangan.
Artinya yang berlaku sesungguhnya dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari, dengan menitikberatkan perhatian terhadap kasus-
kasus kejadian tertentu (metode kasus).

3. Pendekatan Antropologi dalam Kajian Islam

Posisi penting manusia dalam Islam juga mengindikasikan bahwa


sesungguhnya persoalan utama dalam memahami agama Islam adalah
bagaimana memahami manusia, karena persoalan-persoalan yang dialami
manusia sebenarnya adalah persoalan agama. Pergumulan dalam
kehidupan kemanusiaan pada dasarnya adalah pergumulan keagamaannya.
Para antropolog menjelaskan keberadaan agama dalam kehidupan manusia
dengan membedakan apa yang mereka sebut sebagai common sense dan
religious atau mystical event. Dalam satu sisi common sense
mencerminkan kegiatan sehari-hari yang biasa diselesaikan dengan

9
pertimbangan rasional ataupun dengan bantuan teknologi, sementera itu
religious sense adalah kegiatan atau kejadian yang terjadi di luar
jangkauan kemampuan nalar maupun teknologi.

Dengan demikian memahami Islam yang telah berproses dalam


sejarah dan budaya tidak akan lengkap tanpa memahami manusia. Karena
realitas keagamaan sesungguhnya adalah realitas kemanusiaan yang
mengejawantah dalam dunia nyata. Terlebih dari itu, makna hakiki dari
keberagamaan adalah terletak pada interpretasi dan pengamalan agama.
Oleh karena itu, antropologi sangat diperlukan untuk memahami Islam,
sebagai alat untuk memahami realitas kemanusiaan dan memahami Islam
yang telah dipraktikkan atau dalam bahasa lainnya Islam yang menjadi
gambaran sesungguhnya dari keberagamaan manusia.

Kemudian sebagai akibat dari pentingnya kajian manusia, maka


mengkaji budaya dan masyarakat yang melingkupi kehidupan manusia
juga menjadi sangat penting. Kebudayaan, sebagai system of meaning yang
memberikan arti bagi kehidupan dan perilaku manusia, adalah aspek
esensial manusia yang tidak dapat dipisahkan dalam memahami manusia.
Oleh karena itu analisis tentang kebudayaan dan manusia dalam tradisi
antropologi tidaklah berupaya menemukan hukum-hukum seperti di ilmu-
ilmu alam, melainkan kajian interpretatif untuk mencari makna (meaning).

Dalam Islam manusia digambarkan sebagai khalifah (wakil) Tuhan


di muka bumi. Secara antropologis ungkapan ini berarti bahwa
sesungguhnya realitas manusia adalah realitas ketuhanan. Tanpa
memahami realitas manusia-termasuk di dalamnya adalah realitas sosial
budayanya-pemahaman terhadap ketuhanan tidak akan sempurna, karena
separuh dari realitas ketuhanan tidak dimengerti. Di sini terlihat betapa
kajian tentang manusia, yang itu menjadi pusat perhatian antropologi,
menjadi sangat penting.

10
Pentingnya mempelajari realitas manusia ini juga terlihat dari
pesan Al-Qur’an ketika membicarakan konsep-konsep keagamaan. Al-
Qur’an seringkali menggunakan “orang” untuk menjelaskan konsep
kesalehan. Misalnya, untuk menjelaskan tentang konsep takwa, Al-Qur’an
menunjuk pada konsep “muttaqien”, untuk menjelaskan konsep sabar, Al-
Qur’an menggunakan kata “orang sabar” dan seterusnya. Kalau kita
merujuk pada pesan Qur’an yang demikian itu sesungguhnya, konsep-
konsep keagamaan itu termanifestasikan dalam perilaku manusia. Oleh
karena itu pemahaman konsep agama terletak pada pemahaman realitas
kemanusiaan.

4. Aplikasi Pendekatan Antropologi Dalam Mengkaji Islam

Pengaplikasian antropologi dalam mengkaji Islam dan ummat


Islam menggunakan pendekatan antropologi budaya dan antropologi
sosial, dan juga di dalamnya mengkaji fenomena keberagaman umat Islam.
Pendekatan dan pemahaman terhadap fenomena keagamaan lewat
antropologi seperti halnya mendekati dan memahami “objek” agama dari
berbagai sudut pengamatan yang berbeda-beda.

Melalui pendekatan antropologi sebagaimana disebut Abuddin


Nata, sosok agama yang berada pada dataran emperik akan dapat dilihat
serat-seratnya dan latar belakang mengapa ajaran agama tersebut muncul
dan dirumuskan. Antropologi berusaha mengkaji hubungan agama dengan
pranata sosial yang terjadi dalam masyarakat, mengkaji hubungan agama
dengan kondisi ekonomi dan politik. Dengan menggunakan pendekatan
antropologi dapat diketahui bahwa doktrin-doktrin dan fenomena-
fenomena keagamaan ternyata tidak berdiri sendiri dan tidak pernah
terlepas dari jaringan institusi atau kelembagaan sosial kemasyarakatan
yang mendukung keberadaannya. Inilah makna pendekatan antropologi
dalam memahami fenomena-fenomena keagamaan.

11
Penerapan pendekatan antropologi dalam mengkaji Islam dan umat
Islam sebagaimana yang telah dilakukan oleh Clifford Greezt dalam
karyanya The Religion of Java. Dalam karyanya tersebut, Greezt melihat
adanya klasifikasi sosial dalam masyarakat muslim di Jawa, antara santri,
priyayi dan abangan.

Karya Geertz ini disebut untuk sekedar memberikan ilustrasi


bahwa kajian antropologi di Indonesia telah berhasil membentuk wacana
tersendiri tentang hubungan agama dan masyarakat secara luas.
Antropologi yang melihat langsung secara detil hubungan antara agama
dan masarakat dalam tataran grassroot memberikan informasi yang
sebenarnya yang terjadi dalam masyarakat. Melihat agama di masyarakat,
bagi antropologi adalah melihat bagaimana agama dipraktikkan,
diinterpretasi, dan diyakini oleh penganutnya. Jadi pembahasan tentang
bagaimana hubungan agama dan budaya sangat penting untuk melihat
agama yang dipraktikkan.

Praktek lain dalam penggunaan antropologi dalam pengkajian


Islam adalah praktek tradisi Islam lokal di pesisir. Buku Islam pesisir
mencoba mendengarkan suara masyarakat pesisir dalam mengkonstruksi
tradisi islam lokal (upacara lingkungan hidup), ritual ekonomi, ritual hari-
hari penting) dalam bingkai penggolongan sosio-religi-kultural yang ada
dalam kalangan mereka sendiri. Tarik ulur antara budaya lokal dan ajaran
Islam ini menghasilkan dinamika budaya masyarakat setempat. Kemudian
yang terjadi adalah sinkretisme dan atau akulturasi budaya seperti: praktek
meyakini iman di dalam ajaran Islam akan tetapi masih mempercayai
berbagai keyakinan lokal.

Di masyarakat pesisir didapati serangkaian upacara lingkungan


hidup, yaitu dari upacara kehamilan sampai kematian. Upacara kehamilan
(neloni, mitoni atau tingkeban), kelahiran (procotan), mudun lemah dan
perkawinan diungkapkan dengan konsep brokohan atau bancaan.

12
Sedangkan untuk upcara kematian (geblake, neloni, mitoni, metang puluh,
nyatus, mendak, nyewu) dikonsepsikan dengan istilah slametan atau
nylameti. Brokohan secara etimologis berasa dari kata Arab barakah atau
berkah di dalam kata Indonesia. Bancaan berasal dari kata Jawa (bancah)
yang berarti ada sesuatu yang dibaca yaitu doa-doa dan ijab kabul.
Slametan berasal dari kata Arab (keta kerja: salama) yang dalam kata
Indonesia selamat.

Dilihat dari pengaplikasiannya dapat dipahami bahwa pendekatan


antropologi bisa dijadikan untuk mendukung penjelasan bagaimana
fenomena-fenomena keagamaan dapat terjadi dan bagaimana
keterkaitannya dengan jaringan institusi dan kelembagaan sosial yang
mendukung keberadaannya.

C. KESIMPULAN
D. DAFTAR PUSTAKA

Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta:Rajawali Pers, 1999

Abdullah, M. Amin, 2006, Metodologi Penelitian Agama, Pendekatan


Multidispliner, Yogyakarta:Lemlit UIN Sunan Kalijaga

Abdullah, M. Amin, 1996, Studi agama: normativitas atau historisitas?,


Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Agus, Bustanudin, 2007, Agama Dalam Kehidupan Manusia : Pengantar


Antropologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Kuncaraningrat, 1980, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru

Suma, Iqbal, Muhammad dan Syafi'i, Muhammad, 2014, Dinamika Wacana


Islam, Jakarta:Penerbit Eurabia

Sutardi, Tedi, 2007, Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya, Bandung:


PT. Setia Putra Inves

13
14

Anda mungkin juga menyukai