Anda di halaman 1dari 51

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah .............................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 5
1.4.1 Menfaat Teoritis ........................................................................................ 5
1.4.2 Manfaat Praktis......................................................................................... 5
1.5 Stuktur Organisasi Skripsi ............................................................................... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................ 7
2.1 Media Pembelajaran ......................................................................................... 7
2.1.1 Definisi Media Pembelajaran ................................................................... 7
2.1.2 Klasifikasi Media Pembelajaran.............................................................. 8
2.1.3 Fungsi Media Pembelajaran .................................................................... 9
2.1.4 Manfaat Media Pembelajaran ............................................................... 10
2.1.5 Dasar Pertimbangan Pemilihan Media Pembelajaran ........................ 11
2.2 Multimedia Pembelajaran .............................................................................. 12
2.2.1 Definisi Multimedia Pembelajaran............................................................ 12
2.2.2 Keunggulan Multimedia Pembelajaran .................................................... 13
2.2.3 Prosedur Pengembangan Multimedia ....................................................... 14
2.3 Smartphone ...................................................................................................... 14
2.4 App Inventor 2 ................................................................................................ 15
2.5 Media Pembelajaran Berbasis Aplikasi Android..................................... 16
2.6 Mobile Learning .......................................................................................... 16
2.7 Belajar dan Hasil Belajar ............................................................................... 20
2.7.1 Pengertian Belajar .................................................................................. 20
2.7.2 Teori Belajar............................................................................................ 21
2.7.3 Hasil Belajar ............................................................................................ 23
2.8 Pemecahan Masalah ....................................................................................... 24
2.9 Deskripsi Mata Kuliah Material Teknik ...................................................... 35
2.10 Penelitian-Penelitian Yang Relavan .............................................................. 36
2.11 Hipotesis Penelitian ......................................................................................... 37

i
2.12 Kerangka Pemikiran ...................................................................................... 38
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 40
3.1 Metode Penelitian............................................................................................ 40
3.2 Desain Penelitian ............................................................................................. 40
3.3 Lokasi dan Subjek........................................................................................... 41
3.4 Instrumen Penelitian ...................................................................................... 42
3.4.1 Kuisioner Multimedia ............................................................................. 42
3.4.2 Soal Tes .................................................................................................... 43
3.5 Prosesdur Penelitian ....................................................................................... 43
3.6 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 44
3.6.1 Instrumen Non Tes.................................................................................. 44
3.6.2 Instrumen Tes.......................................................................................... 44
3.7 Analisis data .................................................................................................... 44
3.7.1 Uji Homogenitas ...................................................................................... 44
3.7.2 Uji Normalitas ......................................................................................... 45
3.7.3 Nilai N-Gain ............................................................................................. 46
3.7.4 Uji Hipotesis ............................................................................................ 47

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seperti telah diketahui material teknik merupakan komponen penting dari
semua bidang teknik. Umumnya pada bidang teknik berhubungan dengan logam.
Dilihat dari hal tersebut maka langkah yang dinilai tepat sebagai usaha peningkatan
penguasaan kompetensi dibidang teknik mesin dan agar dapat berkompetisi secara
global adalah dengan peningkatkan kualitas pengetahuan logam atau ilmu logam.
Secara umum material teknik diperlukan terutama yang berhubungan dengan sifat-
sifat mekanik dan sifat-sifat teknologi dari material khususnya logam. Sifat
mekanik merupakan sifat yang berhubungan dengan kelakuan material ketika
dibebani dengan beban mekanik statik yaitu beban mekanik yang tidak berubah
terhadap waktu maupun beban dinamik yaitu beban mekanik yang berubah
terhadap waktu. Sifat mekanik material yang harus dikuasai yaitu kekerasan,
keuletan, kekuatan, dan ketangguhan. Sifat mekanik kekuatan meliputi kekuatan
tarik, kekuatan lentur, kekuatan geser, kekuatan punter dan kekuatan bentur. Selain
dari pada itu material juga harus memiliki sifat teknologi yaitu sifat yang dikaitkan
dengan kemudahan material untuk diproses di antaranya meliputi kemampuan
perlakuan mesin (machining ability), kemampuan perlakuan las (welding ability),
dan kemampuan dibentukm (forming ability).
Penelitian sebelumnya dilakukan terhadap 32 mahasiswa Departemen
Pendidikan Teknik Mesin FPTK UPI, Hasil yang didapat menunjukan bahwa
tingkat kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam proses pembelajaran pokok-
pokok bahasan mata kuliah material teknik ini bervariasi, seperti terlihat pada tabel
1.1

1
2

Tabel 1.1 Data tingkat kesulitan yang dihadapi Mahasiswa DPTM dalam proses
pembelajaran mata kuliah Material Teknik
Pokok Bahasan Mata Kuliah Prosentase [%]
No
Material Teknik I

1 Diagram fasa 68.8

2 Pergeseran atau pergerakan


atom, dan struktur kristal:
- bidang geser 18.8
- struktur kristal 6.2

3 Lain-lain 6.2

(Sumber: Komaro, 2019)

Berdasarkan tabel di atas, pokok bahasan yang paling sulit dalam proses
pembelajaran mata kuliah Material Teknik adalah diagram fasa yakni sebesar
68,8%. Pada pokok bahasan ini mahasiswa mempelajari gambar-gambar diagram
fasa, jenis fasa, perubahan fasa, presentase fasa, dan gambar fasa pada masing-
masing paduan tiap perubahan temperatur dari temperatur cair menjadi temperatur
kamar ataupun sebaliknya. Data selanjutnya menunjukan sekitar 18,8% mahasiswa
kesulitan mempelajari pokok bahasan bidang geser, 6,2% mahasiswa kesulitan
dengan pokok bahasan struktur kristal.
Penelitian lanjutan menggunakan metode wawancara dilakukan terhadap 20
mahasiswa DPTM FPTK UPI angkatan 2018 yang telah menerima mata kuliah
Material Teknik. Hasil yang didapat menunjukan bahwa tingkat kesulitan yang
dihadapi oleh mahasiwa dalam proses pembelajaran pokok bahasan mata kuliah
material teknik ini bervariasi, seperti terlihat pada tabel 1.2
No Jenis Kesulitan Kesulitan Yang dihadapi Presentase

1 Kesulitan a. susah menghafal rumus 65%


dalam
b. Penggunaan rumus 70%
penggunaan
sering tertukar
3

rumus c. Tidak memahami 45%


perhitungan ketentuan rumus

2 Kesulitan a. Tidak mengetahui fungsi 50%


dalam dari sumbu sumbu yang ada
menggambar
b. Sulit untuk menentukan 60%
diagram fasa
titik dari suatu proses yang
Euctectic
terjadi

c. Bingung dalam 45%


menghubungkan setiap titik
yang berhubungan

d. Bingung dalam 55%


menentukan daerah
daerah yang ada pada
diagram fasa

Berdasarkan tabel di atas, ada beberapa pokok bahasan yang dipelajari antara
lain penggunaan dan perhutanan rumus dan menggambar diagram fasa, pada materi
diagram fasa ini terlihat dengan jelas bahwa kesulitan yang paling banyak dihadapi
mahasiswa ialah kesulitan dalam proses pembelajaran menggambar diagram fasa
Eutectic. Permasalahan yang terjadi pada mahasiswa dalam mempelajari materi
Material Teknik dengan pokok bahasan Diagram Fasa Euctectic dikarenakan
sulitnya memahami dan memecahkan masalah dalam suatu soal serta cara
penyampaian yang dilakukan oleh dosen sulit untuk dipahami oleh mahasiswa.
Menurut Kramers (Wena, 2014) untuk menyelesaikan suatu permasalahan
dibutuhkan tahap-tahap pemecahan masalah sistematis terdiri dari empat tahap,
yaitu memahami masalah, membuat rencana penyelesaian, melaksanakan rencana
penyelesaian, dan memeriksa hasilnya. Ke-empat tahap tersebut belum di kuasai
oleh mahasiswa yang mengakibatkan munculnya permasalahan kesulitan dalam
menyelesaikan suatu masalah dalam soal.
4

Pengembangan dan Penggunaan multimedia sebelumnya pernah dibuat oleh


Andi dan Gian (2013) , tetapi media tersebut dirasa masih memiliki kekurangan
kekurangan , diantaranya : Pendekatan pembelajaran dalam multimedia tersebut
masih menggunakan pendekatan teachercenter sehingga pencapaian belajar masih
kurang efektif, dalam multimedia tersebut juga tidak terdapat menu yang dapat
menuntun mahasiswa untuk dapat menggambarkan diagram fasa Eutectic dan juga
media yang dibuat masih berbasis komputer, sedangkan dijaman yang sudah
modern ini dirasa lebih efektif pembelajaran menggunakan handphone seperti yang
diungkapkan oleh Hardhono dan Darmayanti (2002) dengan mobile learning,
pengguna dapat mengakses konten pembelajaran di mana saja dan kapan saja, tanpa
harus mengunjungi suatu tempat tertentu pada waktu tertentu. Jadi, pengguna dapat
mengakses konten pendidikan tanpa terikat ruang dan waktu.. Hal ini menjadi
peluang penulis untuk mengembangkan perangkat pembelajaran dengan
memanfaatkan handphone android yang sangat mungkin bisa mengatasi masalah di
atas.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas maka penulis memandang perlu
untuk merumuskan masalah penelitian agar tujuan yang hendak dicapai lebih
terarah. Masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut:
“Apakah pembelajaran menggunakan multimedia interaktif berbasis android dapat
mengatasi kesulitan pemecahan masalah materi Diagram Fasa Eutectic pada
mahasiswa?”
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penulis menguraikan kembali kedalam
beberapa pertanyaan sebagai berikut:
Apakah penggunaan multimedia interaktif berbasis aplikasi Android dapat
mengatasi kesulitan–kesulitan pada materi Diagram Fasa Eutectic yang diantaranya
(1) susah menghapal rumus, (2) penggunaan rumus sering tertukar, (3) tidak
memahami ketentuan-ketentuan rumus, (4) Tidak mengetahui fungsi dari sumbu-
sumbu yang ada, (5) Sulit untuk menentukan titik dari suatu proses yang terjadi, (6)
Bingung dalam menghubungkan setiap titik yang berhubungan, dan (7) Bingung
dalam menentukan daerah-daerah yang ada pada diagram fasa?
5

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan, tujuan pada penelitian ini ialah:
Menghasilkan multimedia interaktif berbasis aplikasi Android yang dapat
mengatasi kesulitan-kesulitan pada materi Diagram Fasa Eutectic (1) susah
menghapal rumus, (2) penggunaan rumus sering tertukar, (3) tidak memahami
ketentuan-ketentuan rumus, (4) Tidak mengetahui fungsi dari sumbu-sumbu yang
ada, (5) Sulit untuk menentukan titik dari suatu proses yang terjadi, (6) Bingung
dalam menghubungkan setiap titik yang berhubungan, dan (7) Bingung dalam
menentukan daerah-daerah yang ada pada diagram fasa?
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasar pada tujuan di atas maka setelah penelitian ini dilakukan dan hasilnya
diperoleh, diharapkan memiliki manfaat baik secara teoritis maupun praktis.
1.4.1 Menfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian tentang
pembelajaran dan multimedia interaktif berbasis Android baik sebagai sumber
belajar maupun sebagai media pembelajaran yang secara khusus dapat
meningkatkan keterampilan pemecahan masalah mengenai diagram fasa. Eutectic
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi
mahasiswa dan dosen:
1. Bagi mahasiswa diharapkan menjadi sumber belajar dan media belajar yang
mudah digunakan dan dipahami untuk belajar mandiri dengan hasil belajar
khususnya penguasaan konsep diagram fasa yang baik.
2. Bagi Dosen diharapkan menjadi sumber dan media mengajar yang mudah
digunakan dan diajarkan dengan hasil belajar khususnya penguasaan konsep
diagram fasa yang lebih baik.

1.5 Stuktur Organisasi Skripsi


Struktur Organisasi berperan sebagai pedoman penulis agar dalam penulisan
skripsi ini lebih terarah, maka perlu dilakukan pembagian penulisan kedalam
beberapa bab, sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, meliputi Latar Belakang, Identifikasi dan Perumusan
6

Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Struktur Organisasi Skripsi.


BAB II Kajian Pustaka, berisi deskripsi teori-teori yang berhubungan dengan
penelitian yang dilakukan dan hipotesis.
BAB III Metodologi Penelitian, membahas metode yang digunakan dalam
penelitian yang meliputi metode penelitian, prosedur penelitian, teknik
pengumpulan data, instrumen, teknik analisis data.
BAB IV Hasil Penelitian, membahas mengenai hasil yang diperoleh setelah
melakukan penelitian.
BAB V Kesimpulan dan Saran, berisikan kesimpulan dari penulis mengenai
penelitian yang dilakukan serta berisikan saran-saran dari penulis.
7

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Media Pembelajaran
2.1.1 Definisi Media Pembelajaran
Kata media menurut Arsyad (2013, hlm. 3) berasal dari bahasa Latin medius
yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Gerlach & Ely
(dalam Arsyad, 2013, hlm. 3) mengatakan bahwa “media apabila dipahami secara
garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang
membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap”.
Media menurut Sadiman (2009) adalah “Segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima pesan”. Di samping
sebagai sistem penyampai atau pengantar, media yang sering diganti dengan kata
mediator menurut Fleming (dalam Rasyad, 2013, hlm. 3) adalah “penyebab atau
alat yang turut campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikannya”. Dalam
istilah mediator media menunjukkan fungsi atau perannya, yaitu mengatur
hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar (siswa dan isi
pelajarannya). Di samping itu, mediator dapat pula mencerminkan pengertian
bahwa setiap sistem pembelajaran yang melakukan peran mediasi, mulai dari guru
sampai kepada peralatan paling canggih, dapat disebut media.

Berdasarkan batasan-batasan mengenai media seperti di atas, maka dapat


dikatakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang menyangkut
perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware) yang dapat digunakan
untuk menyampaikan isi materi ajar dari sumber belajar ke pembelajar (individu
atau kelompok) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat
belajar sedemikian rupa sehingga proses belajar menjadi lebih menarik dan efektif.

Berdasarkan dari pengertian media di atas maka dapat diartikan bahwa


media adalah semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk
menyampaikan informasi, pendapat atau gagasan yang akan disamapaikan ke
penerima pesan. Pada dasarnya media dapat digunakan dalam proses pembelajaran
dua arah, yaitu media sebagai alat bantu mengajar dan sebagai media belajar yang
dapat digunakan sendiri oleh siswa.
8

Menurut Sadiman (2009), media pembelajaran dibagi dalam tiga kelompok:

1. Media grafis, termasuk media visual seperti gambar/foto, sketsa, diagram,


bagan, grafik, kartun, poster dll.
2. Media audio, berkaitan dengan indra pendengaran. Seperti radio, alat perekam
pita magnetik, piringan laboratorium bahasa.
3. Media proyeksi diam, seperti film bingkai (slide), film rangkai, media
transparan, film, televisi dan video.
2.1.2 Klasifikasi Media Pembelajaran
Media pembelajaran memiliki beragam jenis mulai dari yang sederhana
hingga kompleks yang dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik dan sifat
tertentu meliputi betuk, teknik pemakaian, dan kemampuannya (Riyana, 2012).
1. Berdasarkan bentuknya, media dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu (1)
Kelompok media yang dapat diterima oleh indera pendengaran, atau media yang
mengandalkan kemampuan suara (auditif), contohnya yaitu radio, audio, atau
tape recorder, (2) Kelompok media yang dapat diterima oleh indera penglihatan
(media visual), contohnya yaitu gambar, foto slide, kartun, model, dan
sebagainya, dan (3) Kelompok media yang dapat diterima oleh indera
pendengaran sekaligus penglihatan (media audio visual), contohnya yaitu sound
slide, film, televisi, video, film strip, dan animasi.
2. Berdasarkan teknik pemakaian, media dikelompokkan menjadi dua kelompok,
yaitu (1) Media elektronik merupakan media yang menggunakan peralatan
elektronik seperti projektor, televisi, radio, opaque, dan sebagainya, dan (2)
Media non elektronik merupakan media yang dapat digunakan tanpa peralatan
elektronik seperti media grafis, model, chart, mock-up, specimen, dan
sebagainya.
3. Berdasarkan kemampuan media dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu
(1) Media yang mempunyai jangakauan dan serentak, pemanfaatannya tidak
terbatas tempat dan ruangan, seperti radio dan televisi, dan (2) Media yang
mempunyai jangkauan yang terbatas, pemanfaatannya memerlukan tempat dan
9

penataan ruangan yang khusus, seperti OHP, slide suara, film slide dan
sebagainya.

4. Menurut Haney dan Ullmer (1981)


Diluar itu Haney dan Ullmer (dalam Miarso, 2011) juga mengklasifikasikan media
pembelajaran menjadi tiga kategori, meliputi (1) Media penyaji, media yang
mampu menyajikan informasi, (2) Media objek, media yang mengandung informasi
dengan ciri-ciri tertentu seperti ukuran, berat, bentuk, susunan, warna, fungsi, dan
sebagainya, dan (3) Media interaktif, media yang memungkinkan siswa untuk
berinteraksi dengan media selama mengikuti pembelajaran

2.1.3 Fungsi Media Pembelajaran


Dalam usaha untuk memanfaatkan media sebagai alat bantu mengajar Edgar
Dale (1969) dalam bukunya “Audio visual methods in teaching” Edgar Dale
membuat klasifikasi menurut tingkat dari yang paling konkret ke yang paling
abstrak.

Gambar 2.2 Kerucut Pengalaman

Klasifikasi tersebut kemudian dikenal dengan nama “kerucut pengalaman” dari


Edgar Dale dan pada saat itu dianut secara luas dalam menentukan alat bantu yang
paling sesuai untuk pengalaman belajar.
Dalam kaitannya dengan fungsi media pembelajaran, dapat ditekankan beberapa
hal berikut ini:
10

a. Sebagai sarana bantu untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang lebih


efektif.
b. Sebagai salah satu komponen yang saling berhubungan dengan komponen
lainnya dalam rangka menciptakan situasi belajar yang diharapkan.
c. Mempercepat proses belajar
d. Meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar.
e. Mengkongkritkan yang abstrak sehingga dapat mengurangi terjadinya penyakit
verbalisme.
Pemanfaatan media dalam pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan
minat baru, meningkatkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan
berpengaruh secara psikologis kepada siswa (Hamalik, 1986). Sudjana dan Rivai
(1992) mengemukakan beberapa manfaat media dalam proses belajar siswa, yaitu:
(i) dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa karena pengajaran akan lebih
menarik perhatian mereka; (ii) makna bahan pengajaran akan menjadi lebih jelas
sehingga dapat dipahami siswa dan memungkinkan terjadinya penguasaan serta
pencapaian tujuan pengajaran; (iii) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak
semata-mata didasarkan atas komunikasi verbal melalui kata-kata; dan (iv) siswa
lebih banyak melakukan aktivitas selama kegiatan belajar, tidak hanya
mendengarkan tetapi juga mengamati, mendemonstrasikan, melakukan langsung,
dan memerankan.
Sementara itu, Kemp & Dayton (dalam Arsyad, 2013) memaparkan tiga fungsi
utama media yang harus dipenuhi untuk dapat digunakan skala perorangan,
kelompok atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu:
a. Memotivasi minat dan tindakan adalah melahirkan minat dan merangsang para
siswa atau pendengar untuk bertindak.
b. Menyajikan informasi berfungsi sebagai pengantar ringkasan laporan, atau
pengetahuan latar belakang.
c. Memberi instruksi dimana informasi yang terdapat dalam bentuk atau mental
maupun dalam bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi.

2.1.4 Manfaat Media Pembelajaran


11

Secara umum manfaat media pembelajaran adalah memperlancar interaksi


antara guru dengan siswa sehingga kegiatan pembelajaran lebih efektif dan efesien.
Arsyad, A. (2013) mengemukakan manfaat media pengajaran dalam proses belajar
mengajar sebagai berikut.
a. Media pengajaran dapat memperjelas penyajian pesan sehingga dapat
memperlancar proses dan meningkatkan hasil belajar.
b. Media pengajaran dapat memfokuskan perhatian siswa agar dapat
menimbulkan motivasi belajar, dapat berinteraksi langsung dengan
lingkungan, dan dapat digunakan untuk belajar mandiri sesuai kemampuan dan
bakatnya.
c. Media pengajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu.
d. Media pengajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa
tentang fenomena di lingkungan mereka, sertaa memungkinkan terjadinya
interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungan.
2.1.5 Dasar Pertimbangan Pemilihan Media Pembelajaran
Pemilihan media pembelajaran perlu mendapat pertimbangan agar media
yang dipilih itu tepat, beberapa faktor yang perlu dipertimbangankan dalam
pemilihan media pembelajaran menurut Djamarah dan Zain (2006:128) adalah
sebagai berikut.
1. Objektivitas, unsur subjektivitas guru dalam memilih media pembelajaran
harus dihindarkan. Artinya, guru tidak boleh memilih suatu media
pembelajaran atas dasar kesenangan pribadi. Pemilihan media harus
berdasarkan hasil penelitian atau percobaan, suatu media secara objektif akan
menunjukan keefektifan dan efesiensi tinggi. Kemudian untuk menghindari
pengaruh unsur subjektifitas guru, alangkah baiknya apabila memilih media
pembelajaran guru meminta pandangan atau saran dari teman sejawat atau
melibatkan siswa.
2. Program pembelajaran, maksudnya materi yang akan disampaikan kepada anak
didik harus sesuai dengan kurikulum yang berlaku, baik isi, struktur maupun
kedalaman materi. Meskipun secara teknis program sangat baik, jika tidak
sesuai dengan kurikulum tiidak akan banyak membawa manfaat, bahkan
mungkin hanya membawa beban, baik anak didik maupun guru disamping
membuang-buang waktu, tenaga dan biaya.
3. Sasaran program, anak didik mempunyai kemampuan tertentu, baik secara
berpikir, daya imajinasi, kebutuhan maupun daya tahan dalam belajar. Karena
media yang akan digunakan harus dilihat kesesuaiannya dengan tingkat
perkembangan peserta didik, baik dari segi bahasa, simbol-simbol yang akan
digunakan, cara dan kecepatan penyajiannya ataupun waktu penggunaannya.
12

4. Situasi dan kondisi, hal ini mencakup situasi sekolah atau tempat yang akan
digunakan seperti ukuran, perlengkapan dan sebagainya. Selain itu, situasi
anak didik yang akan mengikuti pelajaran mengenai jumlah, motivasi dan
kegairahannya.
5. Kualitas teknik, dari segi teknik media pembelajaran perlu diperhatikan.
Barangkali ada rekaman audio, gambar atau alat bantu yang kurang jelas atau
kurang lengkap, sehingga perlu penyempurnaan sebelum digunakan.
6. Efektifitas dan efisiensi media, efektifitas berkenaan dengan hasil yang dicapai,
sedangkan efisiensi dalam penggunaan media meliputi apakah dengan
menggunakan media informasi pembelajaran dapat diserap oleh anak didik
dengan optimal, sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku. Sedangkan
efisiensi meliputi apakah dengan menggunakan media waktu, tenaga dan biaya
yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut sedikit mengkin.

2.2 Multimedia Pembelajaran


2.2.1 Definisi Multimedia Pembelajaran
Multimedia dapat diartikan sebagai perpaduan dari berbagai media yang
terdiri dari teks, grafis, gambar, diam, animasi, suara dan video untuk
menyampaikan pesan kepada publik. (Warsita, 2008, hlm 153).
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Robin & Linda (dalam Munadi,
2012) menyebutkan bahwa “multimedia sebagai alat yang dapat menciptakan
presentasi yang dinamis dan interaktif yang mengombinasikan teks, grafik, animasi,
audio, dan video”. Multimedia merupakan suatu sistem penyampaian dengan
menggunakan berbagai jenis bahan belajar yang membentuk suatu unit atau paket.
(Susilana dan Riyana, 2008). Jadi, multimedia adalah alat penyampaian yang
menggabungkan beberapa media berupa audio, teks, grafik, animasi video dan
sebagainya yang membentuk sebuah unit untuk bahan ajar.
Multimedia menjadi salah satu pilihan pada perkembangan teknologi dalam
menyampaikan bahan ajar dan metoda pembelajaran. Multimedia merupakan
kombinasi tiga elemen, yaitu suara, gambar dan teks. Multimedia adalah alat yang
dapat menciptakan persentasi dinamis dan interaktif yang mengkombinasikan teks,
grafik, animasi, audio, dan video (Darmawan, 2012). Karakteristik multimedia,
sebagai berikut: berisi konten meteri yang representatif dalam bentuk visual, audio,
audiovisual, beragam media komunikasi dalam penggunaannya, memiliki kekuatan
bahasa warna, dan bahasa resolusi objek, tipe-tipe pembelajaran yang bervariasi,
respon pembelajaran dan penguatan bervariasi, mengembangkan prinsip self
13

evaluation dalam mengukur proses dan hasil belajar, dapat digunakan secara
klasikal atau individual dan dapat digunakan secara offline atau online

2.2.2 Keunggulan Multimedia Pembelajaran


Dalam proses pembelajaran, multimedia memiliki kelebihan yang
menjadikannya sebuah keunggulan dalam suatu proses pembelajaran. (Susilana dan
Riyana, 2008) mengemukakan keunggulan multimedia supaya siswa memiliki
pengalaman yang beragam dari segala media, dapat menghilangkan kebosanan
siswa karena media yang digunakan lebih bervariasi, serta sangat baik untuk
kegiatan belajar mandiri. Oleh karena itu, multimedia dirasa sangat penting dalam
membantu guru untuk proses pembelajaran yang lebih bervariatif.
(Susilana dan Riyana, 2008) membagi multimedia terbagi ke dalam dua
jenis, yaitu media objek dan media interaktif. Pada penelitian ini, peneliti hanya
menjelaskan media objek, karena media yang digunakan pada penelitian ini
ternasuk ke dalam media objek. Kemudian (Susilana dan Riyana, 2008)
menyatakan bahwa media objek dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu media
objek sebenarnya dan media objek pengganti. Peneliti berpendapat bahwa media
yang digunakan pada saat penelitian adalah media objek pengganti.
Media objek pengganti ini terdiri atas benda-benda tiruan yang dibuat untuk
mengganti benda-benda yang sebenarnya. Objek-objek pengganti dikenal dengan
sebutan replica, metode, dan benda tiruan. Metode ini dapat diartikan dengan
membuat kesamaan sebagai pengganti yang asli semisalkan mebuat animasi.
Animasi yang baik, tidak memberikan informasi terlalu jelas dalam
menggambarkan suatu konsep, karena jika informasi yang diberikan terlalu jelas
siswa hanya perlu melihat animasi tanpa usaha belajar.
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Sutrisno (dalam Pitoyo, 2009)
animasi yang terlalu jelas menyebabkan murid seolah-olah memahami yang
terjadi, namun belum tentu mereka dapat menjelaskan lagi konsep yang telah
dipelajari tanpa melihat animasi yang sama. Pernyataan ini bahwa siswa akan
lebih paham dan dapat menjelaskan kembali ketika melihat animasi yang sama.
Namun ketika siswa melihat yang lain mereka tidak mampu untuk menjelaskan
kembali. Oleh karena itu, multimedia yang ada interaksi secara langsung yang
mampu dipahami siswa
14

2.2.3 Prosedur Pengembangan Multimedia


Pengembangan multimedia dapat dilakukan oleh guru dengan
menggunakan bantuan perangkat lunak (software) yang ada pada computer.
Menggunakan bantuan software ini, guru dapat menyusun bahan yang akan
diajarkan kepada siswa beruapa gabungan dari berbagai media menjadi suatu paker
multimedia. Beberapa software yang biasa digunakan untuk menyusun bahan ajar
diantaranya, Microsoft Office Power Point, Macromedia Director, Hiper studio,
Adobe Flash dan sebagainya. Untuk penggunaan software standar dalam
multimedia biasanya menggunakan Microsoft Office, Power Point tetapi untuk
dapat membuat multimedia interaktif berbasis aplikasi android dibutuhkan software
khusus yang diantaranya; App.Inventor 2, Android studio, Appipie dan masih
banyak lagi.
Secara umum langkah-langkah pengembangan multimedia menempuh
setidaknya enam prosedur sebagai berikut:
1. Identifikasi kebutuhan dan karakteristik siswa.
2. Perumusan tujuan intruksional.
3. Perumusan butir-butir materi secara terperinci.
4. Menuliskan naskah media (story board)
5. Merumuskan instrument dan uji coba
6. Revisi
2.3 Smartphone
Menurut Williams & Sawyer (2011), “Smartphone adalah telepon selular
dengan mikroprosesor, memori, layar dan modem bawaan”. Smartphone
merupakan ponsel multimedia yang menggabungkan fungsionalitas PC dan handset
sehingga menghasilkan gadget yang mewah, di mana terdapat pesan teks, kamera,
pemutar musik, video, game, akses email, tv digital, search engine, pengelola
informasi pribadi, fitur GPS, jasa telepon internet dan bahkan terdapat telepon yang
juga berfungsi sebagai kartu kredit.
2.3.1 Sistem Operasi Smartphone
Iim Rusyamsi, mengemukakan bahwa “Sistem operasi adalah perangkat
lunak sistem yang bertugas untuk melakukan kontrol dan manajemen perangkat
keras serta operasi-operasi dasar sistem, termasuk menjalankan software aplikasi”
15

Ada beberapa macam sistem operasi yang digunakan oleh pengembang


smartphone saat ini, diantaranya:
a) Android
b) iOS
c) Symbian
d) Blackberry
e) WindowsPhone dsb
Menurut Lee (dalam Herlambang, 2015), “Android adalah mobile operating
system yang dimodifikasi dari sistem operasi Linux”. Android menyediakan
platform terbuka bagi para pengembang untuk menciptakan aplikasi mereka sendiri
yang akan digunakan untuk berbagai macam piranti gerak (mobile device).
Kelebihan Android dibanding OS lainnya adalah memiliki user interface yang
mudah dioperasikan, mudah dikembangkan, dan jumlah pengguna yang cukup
mendominasi pasar smartphone di Indonesia dan dunia.
Menurut Nazrudin Safaat (2012) Android merupakan platform mobile yang
memiliki tiga hal sebagai berikut:
1. Lengkap, karena android menyediakan banyak tools dalam membangun
perangkat lunak dan memiliki peluang untuk mengembangkan aplikasi.
2. Terbuka, karena pengembang secara bebas dapat mengembangkan aplikasi dan
platform android disediakan melalui lisensi One source.
Gratis, karena android merupakan platform yang bebas untuk dikembangkan dan
tidak ada royalti untuk pengembangan pada platform android.

2.4 App Inventor 2


App Inventor adalah aplikasi web sumber terbuka yang awalnya
dikembangkan oleh Google, dan saat ini dikelola oleh Massachusetts Institute of
Technology (MIT). App Inventor memungkinkan pengguna baru untuk
memprogram komputer untuk menciptakan aplikasi perangkat lunak bagi sistem
operasi Android. App Inventor ini menggunakan antarmuka grafis, serupa dengan
antarmuka pengguna pada Scratch, yang memungkinkan pengguna men-drag-and-
drop objek visual untuk menciptakan aplikasi yang bisa dijalankan pada perangkat
Android. Begitupun dengan coding, kita tidak perlu menulis kode program yang
16

amat sangat panjang, cukup dengan men-drag-and-drop seperti halnya menyusun


puzzle.

2.5 Media Pembelajaran Berbasis Aplikasi Android


Media pembelajaran berbasis aplikasi android merupakan suatu yang baru
dalam dunia pendidikan, media pembelajaran ini biasanya sudah berbentuk sebuah
aplikasi pendidikan ataupun aplikasi yang memuat materi dan bahan belajar.
Produk aplikasi tersebut dapat diunduh pada smartphone dan gadget yang bersistem
operasi android, biasanya sudah tersedia di google play ataupun play store. Pada
dasarnya media pembelajaran berbasis aplikasi android adalah suatu pruduk media
pembelajaran berbentuk sebuah aplikasi yang dapat diunduh atau didownload
dismartphone berbasis android.
Aplikasi android merupakan suatu media yang tergolong dalam media
pembelajaran bentuk elektronik, karena produk aplikasi android tersebut dijalankan
pada smartphone dan gadget bersistem operasi android. Yang mana smartphone dan
gadget tersebut termasuk salah satu teknologi komunikasi. Atas dasar tersebutlah
media pembelajaran berbasis aplikasi android dikatakan sebagai media elektronik.
2.6 Mobile Learning
2.6.1 Definisi Mobile Learning
Menurut Clark Quinn (2000) mobile learning sebagai “The intersection of
mobile computing and e-learning: accessible resources wherever you are, strong
search capabilities, rich interaction, powerful support for effective learning, and
performance-based assessment. E-Learning independent of location in time or
space”.
Merujuk dari definisi tersebut maka, mobile learning atau disingkat m-
learning adalah model pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi. Pada konsep pembelajaran tersebut, m-learning membawa manfaat
ketersediaan materi ajar yang dapat diakses setiap saat dan visualisasi materi yang
menarik. Hal penting yang perlu diperhatikan bahwa tidak setiap materi pengajaran
cocok memanfaatkan m-learning.
17

Ally (2004) mendefinisikan “mobile learning merupakan penyampaian bahan


pembelajaran elektronik pada alat komputasi mobile agar dapat diakses darimana
dan kapan saja”. Pada umumnya, perangkat mobile berupa telepon seluler digital
dan PDA. Namun, secara lebih umum dapat didefinisikan sebagai perangkat apapun
yang berukuran cukup kecil, dapat bekerja sendiri, dapat dibawa setiap waktu dalam
kehidupan sehari-hari, dan yang dapat digunakan untuk beberapa bentuk
pembelajaran.

2.6.2 Fungsi dan Manfaat Mobile Learning


Menurut Siahaan (dalam Darmawan, 2014), ada tiga fungsi mobile
learning dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas, yaitu:
1. Suplemen (tambahan)
Berfungsi sebagai suplemen karena peserta didik mempunyai kebebasan
memilih, apakah akan memanfaatkan materi m-learning atau tidak. Dalam hal
ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi
m-learning. Sekalipun sifatnya opsional, peserta didik yang memanfaatkannya
tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan.
2. Komplemen (pelengkap)
Berfungsi sebagai komplemen dikarenakan materinya diprogramkan untuk
melengkapi materi pembelajaran yang diterima peserta didik di dalam kelas. Di
sini berarti materi m-learning diprogramkan untuk menjadi materi reinforcement
(penguatan) atau remedial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran konvensional.
3. Substitusi (pengganti)
Dikatakan sebagai substitusi apabila m-learning dilakukan sebagai pengganti
kegiatan belajar. Ada tiga alternatif model kegiatan pembelajaran yang dapat
dipilih peserta didik, yaitu:
1) Sepenuhnya secara tatap muka (konvensional)
2) Sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet
3) Sepenuhnya melalui internet.
Siahaan (dalam Darmawan, 2014), melihat manfaat dari m-learning dari dua
sudut pandang, yaitu dari peserta didik dan pendidik.
1. Peserta Didik
18

Dengan kegiatan m-learning dimungkinkan berkembangnya fleksibilitas


belajar yang tinggi. Artinya, peserta didik dapat mengakses bahan-bahan belajar
setiap saat dan berulang-ulang. Peserta didik juga dapat berkomunikasi dengan
pendidik setiap saat. Dengan kondisi yang demikian ini, peserta didik dapat lebih
memantapkan penguasaannya terhadap materi pembelajaran.
Kegiatan m-learning akan memberikan manfaat kepada peserta didik yang:
a) Belajar di sekolah-sekolah kecil di daerah miskin untuk mengikuti mata
pelajaran tertentu yang tidak dapat diberikan oleh sekolahnya
b) Mengikuti program pendidik di rumah (home schoolers) untuk mempelajari
materi pembelajaran yang tidak dapat diajarkan oleh para orang tuanya,
seperti bahasa asing dan keterampilan di bidang komputer
c) Merasa phobia dengan sekolah, atau peserta didik yang dirawat di rumah
sakit maupun di rumah, yang putus sekolah tetapi berminat melanjutkan
pendidikannya, maupun peserta didik yang berada di berbagai daerah atau
bahkan yang berada di luar negeri
d) Tidak tertampung di sekolah konvensional untuk mendapatkan pendidikan.
2. Pendidik
Dengan adanya kegiatan m-learning, beberapa manfaat yang diperoleh
pendidik/instruktur antara lain adalah bahwa mereka dapat:
a) Lebih mudah melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi
tanggung jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang
terjadi.
b) Mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna peningkatan
wawasannya karena waktu luang yang dimiliki relatif banyak.
c) Mengontrol kegiatan belajar peserta didik, bahkan pendidik/instruktur juga
dapat mengetahui kapan peserta didiknya belajar, topik apa yang dipelajari,
berapa lama sesuatu topik dipelajari, serta berapa kali topik tertentu
dipelajari ulang.
d) Mengecek apakah peserta didik telah mengerjakan soal-soal latihan setelah
mempelajari topik tertentu.
e) Memeriksa jawaban peserta didik dan memberitahukan hasilnya kepda
peserta didik. Mobile learning dapat dimanfaatkan dan dikembangkan dalam
19

membentuk budaya belajar baru yang lebih modern, demokratis dan


mendidik.
Menurut Darmawan (2014, hlm. 289) mobile learning memiliki beberapa
klasifikasi berdasarkan:
1) Jenis perangkat yang digunakan
2) Teknologi komunikasi nirkabel yang digunakan
3) Tipe informasi yang dapat diakses
4) Tipe pengaksesan (offline/Online)
5) Lokasi
6) Tipe komunikasi
7) Dukungan standar mobile learning
Kelebihan dari mobile learning menurut Empy Effendi (2005, hlm. 9) jika
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yaitu:
1. Biaya rendah
2. Fleksibilitas waktu
3. Fleksibilitas tempat
4. Fleksibilitas kecepatan pembelajaran
5. Standarisasi pengajaran
6. Efektivitas pengajaran
7. Kecepatan distribusi
Mobile learning pada dasarnya ada dalam versi offline dan online. Versi
offline dapat digunakan hanya dengan melakukan satu kali pemasangan/instal dan
tidak terkoneksi server (stand alone). Sedangkan versi online memiliki
karakteristik yaitu hanya menginstall engine, dapat di-update dengan
mengoneksikan ke server, dapat berinteraksi dengan pengajar (diskusi/ tanya
jawab).
Taminudin (2007, hlm. 34) mengemukakan konten-konten apa saja yang
dapat ditampilkan oleh ponsel untuk kemudian bisa dimanfaatkan sebagai mobile
learning. Konten tersebut yaitu:
a. Teks
b. Gambar
c. Audio
20

d. Video
Kerangka mobile learning menurut Mostakhdemin Hosseini (2005, hlm. 21) yaitu
setiap pengembangan media yang bersistem mobile learning terdiri dari tiga
komponen utama yaitu Penggunaan perangkat mobile (mobile usability), Teknologi
nirkabel (wireless technology), E-learning system.
2.7 Belajar dan Hasil Belajar
2.7.1 Pengertian Belajar
Menurut Azhar Arsyad (2011: 1) belajar adalah suatu proses yang terjadi
pada diri setiap orang dalam hidupnya. Proses belajar mengajar terjadi karena
adanya interaksi antara seseorang dan lingkungannya, oleh karena itu belajar
mengajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Terjadinya perubahan
tingkah laku pada diri seseorang yang disebabkan oleh perubahan pada tingkat
pengetahuan, ketrampilan, dan sikapnya merupakan pertanda bahwa orang tersebut
telah belajar.
Belajar adalah suatu kegiatan atau aktivitas guna memperoleh pengetahuan,
meningkatkan ketrampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan
kepribadian. Dalam konteks proses memperoleh pengetahuan atau proses ingin
tahu, semua pengetahuan telah tersedia di alam, tinggal bagaimana siswa atau
pembelajar menggali dan menemukan kemudian memungutnya untuk memperoleh
pengetahuan (Suyono dan Hariyanto, 2011: 9).
Menurut Nana Sudjana (2004: 28) mengatakan bahwa belajar merupakan
sebuah proses melihat, mengamati, dan memahami terhadap semua situasi yang ada
di sekitar individu yang mengarah ke tujuan, proses berbuat yang melalui berbagai
pengalaman yang telah dilalui. Belajar bukan hanya menghafal maupun mengingat
suatu hal, tetapi belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan tingkah laku pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses
belajar dapat dilihat dari perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku,
ketrampilan, dan kemampuan pada individu itu sendiri.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa proses belajar
tidak hanya dilakukan di lingkungan pendidikan dalam hal ini sekolah, proses
belajar dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, dan siapa saja. Seseorang
dikatakan telah belajar apabila telah terjadi perubahan dalam dirinya, baik
21

perubahan kognitif, psikomotorik, maupun afektif. Perubahan tersebut terjadi


karena adanya interaksi dengan lingkungan disekitarnya, bukan semata-mata
karena pertumbuhan fisik maupun kedewasaan semata, serta perubahan tersebut
harus bersifat permanen atau tahan lama sehingga tidak berlangsung secara singkat.
2.7.2 Teori Belajar
Beberapa teori yang mendasari proses belajar dapat dikelompokkan
setidaknya pada dua kelompok besar teori belajar, yaitu teori belajar behaviorism,
dan teori belajar kognitif, sebagaimana dikemukakan oleh Woolfolk, Bower dan
Hillgard, dalam (Azis, 2007:39). Teori belajar Behaviorism memandang bahwa
belajar pada hakekatnya adalah suatu aktivitas yang mengharapkan adanya
perubahan perilaku (behavior change) pada individu siswa. Perubahan tingkah laku
siswa tersebut merupakan hasil dari interaksi dengan guru dalam situasi dan
lingkungan belajar-mengajar. Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan Keefe
(dalam Azis, 2007:39) “Learning is fascinating interactive process, the product of
student and teacher activities within specific learning environment”.
Teori belajar behavioral memiliki hubungan dengan kegiatan belajar siswa
dan kegiatan mengajar guru, dimana proses belajar siswa harus terarah kepada
perubahan tingkah laku, yang meliputi tiga ranah; kognkitif, afektif, dan
psikomotor, melalui faktor atau peristiwa-peristiwa eksternal yang dilakukan oleh
guru dalam kegiatan mengajar. Sedangkan faktor atau peristiwa internal berkaitan
dengan potensi diri siswa secara individual yang terkait juga dengan gaya belajar
(learning style). Proses perubahan tingkah laku akan terjadi secara baik apabila
terjadi kesesuaian antara gaya belajar siswa (learning style) dengan gaya mengajar
guru (instructional style). Hal ini sesuai dengan ungkapan Claxton dan Murrel
dalam (Azis, 2007:40), bahwa apabila gaya mengajar dan gaya belajar sesuai, maka
biasanya tercipta lingkungan belajar yang produktif.
Teori belajar kognitif memiliki empat postulat sebagaimana dikemukakan
oleh wallace, Engel, dan Mooney dalam (Munir, 2010:147), yaitu:
1. Belajar diikat dengan pengalaman belajar sehari-hari.
2. Penyelesaian masalah lebih baik dibanding menghafal saja.
3. Transfer akan terjadi jika pembelajarannya berlangsung pada kontek yang
sama dengan aplikasinya.
22

4. Pembelajaran harus melibatkan diskusi kelompok untuk pengembangan


penalaran.
Teori ini menekankan pentingnya pengalaman sehari-hari dan kegiatan diskusi
dalam meningkatkan kualitas belajar.
Teori belajar Kognitif, pada dasarnya belajar dipandang sebagai proses
mental yang aktif untuk memperoleh, mengingat, dan menggunakan pengetahuan.
Pengetahuan diperoleh dengan mengolah informasi baru melalui asimilasi, dan
mengakomodasinya ke dalam struktur pengetahuan yang ada. Domain kognitif
mencakup telaahan yang berhubungan dengan percepatan (akselerasi)
perkembangan pengetahuan siswa dalam belajar berdasarkan keseimbangan dan
kebiasaan belajar. Hal tersebut dikemukakan Piaget dalam (Azis, 2007:40), sebagai
pengembang teori ini.
Dalam hubungan dengan belajar siswa tersebut adalah bahwa dalam proses
belajar, diharapkan siswa mampu memperoleh sejumlah informasi berupa
pengetahuan yang secara bertahap disusun atau dibangun pada saat pengalaman
belajar berlangsung. Sedangkan hubungan teori kognisi dengan kegiatan mengajar
guru adalah bahwa mengajar merupakan suatu kegiatan dalam membantu siswa
memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, dan lain sebagainya
untuk mengekpresikan dirinya dalam memahami car-cara bagaimana belajar
dengan baik. Hal ini dikemukakan oleh Joyce, Weil & Shower dalam (Azis,
2007:40).
Teori belajar lain selain teori di atas, dan selaras dengan pembelajaran
material teknik yang memiliki materi dengan permasalahan yang kompleks adalah
teori konstruktivisme. Teori belajar ini dikemukakan oleh beberapa ahli seperti Dori
dan Belcher, serta Slavin dalam (Wahono, 2010:21-22). Dori dan Belcher
menyatakan bahwa siswa dalam belajarnya harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-
aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Asumsi
dasar pengajaran dengan konstruktivisme adalah bahwa pengetahuan tidak dapat
secara sederhana dipindahkan dari guru ke siswa; siswa harus didorong untuk
mengkonstruksi pengetahuan di dalam benaknya.
23

Pada teori konstruktivisme ini, Slavin mengemukakan bahwa agar siswa benar-
benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, maka siswa harus
memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan
susah payah dengan ide-ide. Dalam hal ini guru dapat memberikan kemudahan
untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau
menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengeajar siswa menjadi sadar dan secara
sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi
siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan
catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut. Pembelajaran yang
mendasarkan pada konstruktivisme menekankan pada pembelajaran yang bersifat
top-down daripada botton-up, yakni siswa mulai dari permasalahan kompleks yang
harus dipecahkan dan kemudian mencari keterampilan-keterampilan dasar yang
diperlukakan untuk menyelesaikannya.
2.7.3 Hasil Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2013) “hasil belajar merupakan hasil dari
suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar”. Menurut Hamalik (2004)
“mendefinisikan hasil belajar sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar
dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang
ditetapkan”. Hasil belajar merupakan pengukuran dari penilaian kegiatan belajar
atau proses belajar yang dinyatakan dalam simbol, huruf maupun kalimat yang
menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu.
Menurut Sudjana (2011) “hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan
tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup
bidang kognitif, afektif dan psikomotor”
Adapun tiga domain belajar tersebut, yaitu:
1. Ranah Kognitif
Ranah ini meliputi aspek-aspek intelektual atau secara logis yang bisa diukur
dengan pikiran atau nalar.
2. Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan,
minat, emosi serta derajat penerimaan atau penolakan suatu obyek dalam
kegiatan belajar mengajar.
24

3. Ranah Psikomotor
Ranah ini berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi
sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Berkenaan
dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.

2.8 Pemecahan Masalah


Pembelajaran pemecahan masalah sangat penting untuk diajarkan karena
pada hakikatnya program pembelajaran tidak hanya bertujuan untuk memahami dan
menguasai apa dan bagaimana suatu terjadi, tetapi juga bertujuan untuk memberi
pemahaman dan penguasaan tentang “mengapa hal itu terjadi”. Menghasilkan
peserta didik yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam memecahkan
masalah yang dihadapi kelak dimasyarakat merupakan tujuan akhir pembelajaran,
maka dari itu diperlukan serangkaian strategi pemecahan masalah untuk
menghasilkan siswa yang memiliki kompetensi yang andal dalam pemecahan
masalah (Wena, 2009, hlm. 52). Gagne (dalam Wena, 2009, hlm. 52)
mengemukakan bahwa:
Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan
kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya
mengatasi situasi yang baru. Pemecahan masalah tidak sekadar sebagai
bentuk kemampuan menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai melalui
kegiatan-kegiatan belajar terdahulu, melainkan lebih dari itu, merupakan
proses untuk mendapatkan seperangkat aturan pada tingkat yang lebih tinggi.
Apabila seseorang telah mendapatkan suatu kombinasi perangkat aturan yang
telah terbukti dapat dioperasikan sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi
maka ia tidak saja dapat memecahkan suatu masalah, melainkan juga telah
berhasil menemukan sesuatu yang baru. Sesuatu yang dimaksud adalah
perangkat prosedur atau strategi yang memungkinkan seseorang dapat
meningkatkan kemandirian dalam berpikir.

Aktivitas pembelajaran yang ideal tidak hanya difokuskan pada upaya


mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya, melainkan juga bagaimana
menggunakan segenap pengetahuan yang didapat untuk menghadapi situasi baru
atau memecahkan masalah-masalah khusus yang ada kaitannya dengan bidang studi
yang dipelajari (Wena, 2009, hlm. 52). Menurut Travers (Suharsono, 1991) (dalam
25

Wena, 2009, hlm. 52) mengemukakan bahwa ‘kemempuan yang berstruktur


prosedural harus dapat diuji transfer pada situasi permasalahan baru yang relevan,
karena yang dipelajari adalah prosedur-prosedur pemecahan masalah yang
berorientasi pada proses’, sedangkan Joni (Suharsono, 1991) (dalam Wena 2009,
hlm. 53) mengemukakankan bahwa:
Proses yang dimaksud bukan dilihat sebagai perolehan informasi yang terjadi
secara satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian
makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan
akomodasi yang bermuara pada pemutakhiran struktur kognitifnya.

Suharsono (dalam Wena, 2009, hlm. 53) berpendapat bahwa:


Kemampuan pemecahan masalah sangat penting artinya bagi siswa dan masa
depannya. Para ahli pembelajaran sependapat bahwa kemampuan pemecahan
masalah dalam batas-batas tertentu, dapat dibentuk melalui bidang studi dan
disiplin ilmu yang diajarkan.

Jika tidak memperhatikan jenis masalah yang ingin dipecahkan, saran dan
bentuk program yang disiapkan untuk mengajarkannya, serta variable-variabel
pembawaan siswa, maka persoalan tentang bagaimana mengajarkan pemecahan
masalah tidak akan pernah terselesaikan.
Solso (Wankat & Oreovocz, 1995) (dalam Wena 2009, hlm. 56)
mengemukakan enam tahap dalam pemecahan masalah sebagai berikut:
1) Identifikasi permasalahan (identification the problem)
2) Representasi permasalahan (representation of the problem)
3) Perencanaan pemecahan (planning the solution)
4) Menerapkan/ mengimplementasikan perencanaan (execute the plan)
5) Menilai perencanaan (evaluate the plan)
6) Menilai hasil pemecahan masalah (evaluate the solution)
26

Gambar 2.3. Langkah Pemecahan Masalah Solso


Sumber: (Wena, 2009, hlm. 57)
Secara operasional kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran
dapat dijabarkan pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1. Kegiatan Guru dan Siswa Dalam Tahap Pemecahan Masalah Selama
Proses Pembelajaran

No. Tahap Pembelajaran Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1. Identifikasi Memberi permasalahan Memahami


Permasalahan pada siswa permasalahan
27

Membimbing siswa Melakukan


dalam identifikasi identifikasi terhadap
masalah masalah yang
dihadapi

2. Representasi/Penyajian Membantu siswa untuk Merumuskan dan


Permasalahan merumuskan dan pengenalan masalah
memahami masalah
secara benar

3. Perencanaan Membimbing siswa Melakukan


Pemecahan melakukan perecanaan perencanaan
pemecahan masalah pemecahan masalah

4. Menerapkan/ Membimbing siswa Menerapkan rencana


Mengimplementasikan melakukan perencaaan pemecahan masalah
Perencanaan yang telah dibuat

5. Menilai Perencanaan Membimbing siswa Melakukan penilaian


dalam melakukan terhadap perencanaan
penilaian terhadap pemecahan masalah
perencanaan
pemecahan masalah.

6. Menilai Hasil Membimbing siswa Melakukan penialain


Pemecahan melakukan penilaian terhadap hasil
terhadap hasil pemecahan masalah
pemecahan masalah.

Sumber: (Wena, 2009, hlm. 56)

Wancat dan Oreovocz (1995) (dalam Wena 2009, hlm. 57) mengemukakan
tahap-tahap strategi operasional dalam pemecahan masalah sebagai berikut:
1) Saya mampu/bias (I can): tahap membangkitkan motivasi dan
membangun/menumbuhkan keyakinan diri siswa.
2) Mendefinisikan (Define): membuat daftar hal yang diketahui dan tidak
diketahui, menggunakan gambar grafis untuk memperjelas permasalahan.
3) Mengeksplorasi (Explore): merancang siswa untuk mengajukan-mengajukan
pertanyaan dan membimbing untuk menganalisis dimensi-dimensi
permasalahan yang dihadapi.
4) Merencanakan (Plan): mengembangkan cara berfikir logis siswa untuk
menganalisis masalah dengan menggunakan flowchart untuk
menggambarkan permasalahan yang dihadapi.
28

5) Mengerjakan (Do It): membimbing siswa secara sistematis untuk


memperkirakan jawaban yang mungkin untuk memecahkan masalah yang
dihadapi.
6) Mengoreksi kembali (Check): membimbing siswa untuk mengecek kembali
jawaban yang dibuat, mungkin ada beberapa kesalahan yang dilakukan.
7) Generalisasi (Generalize): membimbing siswa untuk mengajukan
pertanyaan: apa yang telah saya pelajari dalam pokok bahasan ini?
Bagaimanakah agar pemecahan masalah dilakukan bisa lebih efisien? Jika
pemecahan masalah yang dilakukan masih kurang benar, apa yang harus saya
lakukan? Dalam hal ini dorong siswa untuk melakukan umpan balik/refleksi
dan mengoreksi kembali kesalahan yang mungkin ada.

Saya mampu/bisa

Mengidentifikasi

Mengeksplorasi

Pemecahan Masalah

Merencanakan

Mengerjakan

Mengoreksi kembali

Generalisasi

Gambar 2.4. Langkah Pemecahan Masalah Wankat dan Oreovocz


Sumber: (Wena, 2009, hlm. 60)

Secara operasional kegiatan guru dan siswa dalam tahap-tahap strategi


pemecaham masalah selama proses pembelajaran dapat dijabarkan pada tabel 2.2
sebagai berikut:
29

Tabel 2.2. Kegiatan Guru dan Siswa Dalam Tahap-tahap Strategi


Pemecaham Masalah Selama Proses Pembelajaran

Tahap
No Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Pembelajaran

1. Saya Membangkitkan motivasi Menumbuhkembangk


mampu/bisa dan membangun kayakinan an motivasi belajar
diri siswa. dan keyakinan diri
dalam menyelesaikan
permasalahan.

2. Mendefinisikan Membimbing membuat Menganalisis dan


daftar hal yang dketahui membuat daftar hal
dan tidak diketahui dalam yang diketahui dan
suatu permasalahan. tidak diketahui dalam
suatu permaslahan.

3. Mengeksplorasi Merancang siswa untuk Mengajukan


mengajukan-mengajukan pertanyaan-
pertanyaan dan pertanyaan kepada
membimbing untuk guru, untuk
menganalisis dimensi- melakukan
dimensi permasalahan yang pengkajian lebih
dihadapi. dalam terhadap
permasalahan-
permasalahan yang
dibahas.

4. Merencanakan Membimbing Berlatih


mengembangkan cara mengembangkan cara
berfikir logis siswa untuk berfikir logis untuk
menganalisis masalah menganalisis masalah
yang dihadapi.
30

5. Mengerjakan Membimbing siswa secara Mencari berbagai


sistematis untuk alternative
memperkirakan jawaban pemecahan masalah.
yang mungkin untuk
memecahkan masalah yang
dihadapi.

6. Mengoreksi Membimbing siswa untuk Mengecek tingkat


kembali mengecek kembali jawaban kebenaran jawaban
yang dibuat. yang ada.

7. Generalisasi Menbimbing siswa untuk Memilih/menentukan


mengajukan pertanyaan: jawaban yang paling
tepat.
- Apa yang telah saya
pelajari dalam pokok
bahasan ini?
- Bagaimanakah agar
pemecahan masalah
dilakukan bisa lebih
efisien?
- Jika pemecahan
masalah yang dilakukan
masih kurang benar,
apa yang harus saya
lakukan?
- Dalam hal ini dorong
siswa untuk melakukan
umpan balik/refleksi
dan mengoreksi
kembali kesalahan yang
mungkin ada.

Sumber: (Wena, 2009, hlm. 58)


Pemecahan masalah sistematis adalah petunjuk untuk melakukan suatu
tindakan yang berfungsi untuk membantu seseorang dalam menyelesaikan suatu
permasalahan. Secara opersional tahap-tahap pemecahan masalah sistematis terdiri
atas empat tahap, seperti yang dikemukakan oleh Kramers, dkk. (dalam Wena,
2009, hlm. 60).
1) Memahami masalahnya.
2) Membuat rencana penyelesaian.
3) Melaksanakan rencana penyelesaian.
4) Memeriksa kembali, mengecek hasilnya.
31

Untuk meningkatkan keberhasilan siswa dalam menyelesaikan suatu


permasalahan, Mettes, dkk. (dalam Wena, 2009, hlm. 61) mengemukakan bahwa:
Membangun suatu sistem heuristic yang dituangkan dalam bentuk Program
of Action and Methods (PAM). PAM ini merupakan strategi umum yang
dapat diadaptasikan kedalam bidang yang lebih khusus, yang disebut
dengan pemecahan masalah sistematis. Penggunaan pemecahan masalah
sistematis dalam menyelesaikan suatu masalah dilengkapi dengan Key
Relation chart (KR chart), yaitu lembaran yang berisi catatan tentang
persamaan, rumus, dan hukum dari materi yang dipelajari. KR chart
digunakan untuk memudahkan mengingat dan memunculkan kembali
hubungan yang diperlukan untuk menyelesaikan latihan soal yang sedang
dihadapi.

Secara umum pemecahan masalah sistematis terdiri dari empat fase utama,
yaitu analisis soal, perencanaan proses penyelesaian soal, operasi perhitungan, dan
pengecekan jawaban serta interpretasi hasil. Secara garis besar pemecahan masalah
sistematis dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut:

1. Analisis soal 2b. Penulisan hubungan


yang mungkin
berguna; pengecekan
validitasnya terhadap
2a. Soal bentuk kondisi soal
Perencanaan standar
proses 2c. Pengubahan soal
penyelesaian soal kebentuk standar

3. Operasi
perhitungan

4. Pengecekan
jawaban dan
interpretasi hasil

Gambar 2.5. Diagram Blok Fase Dalam Strategi Pemecahan Masalah.


Sumber: Mettes, dkk. (dalam Wena, 2009, hlm. 61)
32

Secara operasional kegiatan guru dan siswa dalam tahap-tahap pemecahan


masalah menurut Mettes tersebut dapat dijelaskan pada tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3. Kegiatan Guru dan Siswa Dalam Tahap-tahap Pemecahan Masalah.

Tahap Kegiatan
No. Tujuan Kegiatan Siswa
Pembelajaran Guru

1 Analisis Soal Memperoleh Membimbing Membaca seluruh soal yang


gambaran siswa secara diberikan secara seksama
yang bertahap
menyeluruh untuk Mentransformasi soal ke bentuk
tentang data melakukan skema yang menggambarkan situasi
yang analisis soal soal.
diketahui dan secara
Menulis besaran yang ditanyakan.
besaran yang bertahap
tidak untuk Memperkirakan jawaban (tanda,
diketahui melakkan besaran, dan dimensi
(ditanyakan). analisis soal.

2 Transformasi Mengubah Membimbing Mengecek, apakah soalnya sudah


Soal soal ke siswa berbentuk standar? Jika ya
bentuk melakukan lanjutkan ke fase 3; jika tidak ikuti
standar. trans-formasi langkah selanjutnya.

Menulis rumus atau hubungan antar


besaran yang akan digunakan:

 Menulis hubungan antar


besaran yang bersumber
dari KR-chart.
 Mengecek, apakah
hubungan yang ditulis
sudah relevan dengan soal
yang sedang dihadapi.
Mengubah soal ke bentuk standar:

 Menulis rumus yang


memuat besaran yang
ditanyakan. Apabila dalam
rumus tersebut ada besaran
yang tidak diketahui selain
besaran yang ditanyakan
maka substitusikan besaran
yang tidak diketahui itu
dengan rumus lain sehingga
terbentuk rumus
baru.demikian seterusnya
33

hingga diperoleh bentuk


standar.
 Jika dengan langkah di atas
belum diperoleh bentuk
standar, dapat dilakukan
dengan menyederhanakan
soal dengan asumsi-asumsi
atau dengan meninjau soal
dari titik pandang yang
berbeda.
3 Operasi Memperoleh Membimbing Mensubstitusikan data yang
Perhitungan jawaban soal. siswa diketahui kedalam bentuk standar
melakukan yang telah diperoleh, kemudian
operasi melakukan perhitungan.
hitungan.
Mengecek, apakah tanda dan satuan
sudah selesai?

4 Pengecekan dan Mengecek Membimbing Mengecek jawaban dengan cara


Interpretasi apa- kah soal siswa membandingkan engan perkiraan
sudah melakukan jawaban yang dibuat pada fase 1.
diselesaikan pengecekan
dengan benar terhadap Mengecek apakah jawaban sudah
dan lengkap. hasil sesuai dengan yang ditanyakan?
penyelesaian
Menelusuri kesalahan-kesalahan
soal.
apa yang telah dilakukan.

Sumber: (Wena, 2009, hlm. 62)

Penyusunan pemecahan masalah sistematis memerhatikan beberapa


prosedur, seperti yang dikemukakan Giancoli (dalam Wena, 2009, hlm. 63) sebagai
berikut:
a. Baca masalah secara menyeluruh dan hati-hati sebelum mencoba untuk
memecahkannya. Gambarkan situasi dengan sumbu-sumbu koordinat
yang dapat digunakan.
b. Tulis apa yang diketahui atau yang diberikan, kemudian tuliskan apa
yang ditanyakan.
c. Pikirkan tentang prinsip, definisi, dan/atau persamaan hubungan besaran
yang berkaitan. Sebelum mengerjakannya yakinkan bahwa prinsip,
definisi dan/ atau persamaan tersebut valid. Jika ditemukan persamaan
yang hanya memuat kuantitas yang diketahui dan satu tidak diketahui,
selesaikan persamaan tersebut secara aljabar. Dalam beberapa hal, urutan
perhitungan dan/ atau kombinasi persamaan mungkin dibutuhkan.
d. Pikirkanlah dengan hati-hati tentang hasil yang diperoleh, apakah masuk
akal atau tidak masuk akal?
e. Suatu hal yang sangat penting adalah perhatikan satuan, serta cek
penyelesaiannya.
34

Dahar (dalam Wena, 2009, hlm. 63) berpendapat ‘untuk memperoleh


pengetahuan prosedural dibutuhkan latihan-latihan dan umpan balik’. Wena (2009,
hlm. 63) mengemukakan bahwa:
Dengan prosedur pemecahan masalah sistematis siswa diberi kesempatan
untuk bekerja secara sistematis, siswa banyak melakukan latihan dan guru
memberi petunjuk secara menyeluruh. Dengan latihan yang dilakukan oleh
siswa diharapkan siswa memilki keterampilan dalam pemecahan soal.
Penggunaan pemecahan masalah sistematis dalam latihan menyelesaikan soal
didukung oleh teori belajar Ausubel tentang belajar bermakna, yang
menekankan perlunya menghubungkan informasi baru pada konsep-konsep
yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dengan
menggunakan pemecahan masalah yang sistematis, siswa dilatih tidak hanya
mengetahui apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, tetapi juga dilatih untuk
menganalisis soal, mengetahui secara pasti situasi soal, besaran yang
diketahui dan yang ditanyakan serta perkiraan jawaban soal.

Aktivitas berpikir yang berhubungan dengan pengembangan pembelajaran


pemecahan masalah dikembangkan oleh Wallace dan Adam (dalam Wowo, 2012,
hlm. 145) yang diwakili oleh delapan sektor, kemudian tiap sektor dipecah menjadi
dua sampai enam komponen keterampilan. Kedepalan sektor tersebut ditampilkan
pada tabel 2.4 di bawah:
Tabel 2.4 Sektor Pemecahan Masalah
a. Mengorganisasai Mengatur sistematisasai eksplorasi menggunakan
pengindraaan dan ingatan:

 Pertanyaan kaitannya dengan ketersediaan data


 Pengakuan adanya masalah
b. Mengidentifikasi  Mencari informasi tambahan
 Mengeksplorasi tujuan
 Pertanyaan, apa yang dibutuhkan
 Menyajikan informasi dengan jelas
c. Menghasilkan  Menghasilkan gagasan
 Berkonsultasi dengan orang lain
 Membandingkan pilihan
d. Memutuskan  Melihat konsekuensi yang mungkin
 Pandangan dan penolakan orang lain
 Menetapkan prioritas
 Memilih tindakan
 Membuat kasus untuk pelatihan dan tindakan yang
dipilih
 Merencanakan langkah dan cara pemantauan
e. Penerapan  Memantau dan memeriksa kemajuan dan efisiensi
35

 Mempertimbangkan alternatif dan rencana revisi jika


perlu
f. Evaluasi  Berapa besar sasaran yang dicapai
 Proses-proses dan strategi yang dilakukan individu
dan kelompok
g. Berkomunikasi  Membenarkan keputusan
 Mengevaluasi bukti dan mengkonfirmasikan
 Bertukar pikiran tentang interaksi dan organisasi
kelompok
 Ingat, ceritakan, dan jelaskan secara ringkas
h. Belajar dari  Menganalisis dan merefleksikan proses pemecahan
masalah
pengalaman
 Membandingkan kinerja saat ini dengan masa lalu
 Merevisi prosedur pemecahan masalah secara
keseluruhan
 Berusaha untuk menggeneralisasikan dan
mentransfer apa yang telah dipelajari
Sumber: (Wowo, 2012, hlm. 145)

2.9 Deskripsi Mata Kuliah Material Teknik


Material Teknik merupakan pengetahuan dasar untuk perancangan khususnya
di bidang mekanikal. Melalui pembahasan sifat serta perilaku berbagai jenis
material maka diharapkan mahasiswa memiliki gambaran tentang berbagai hal yang
harus dicermati dengan seksama terkait dengan proses pengerjaan maupun
kebutuhan penggunaan yang spesifik. Melalui mata pelajaran ini diharapkan
mahasiswa akan memiliki kemampuan dasar untuk mengidentifikasi dan
menjelaskan sifat serta perilaku material teknik terkait dengan perlakuan dalam
proses pengerjaan dan kebutuhan penggunaan spesifik
Materi yang dibahas meliputi:
a. Klasifikasi Dan Sifat Material, Dasar-Dasar Teori Atom: Ikatan Ion, Ikatan
Kovalen, Ikatan Logam, Dan Ikatan Sekunder.

b. Struktur Kristal: Bilangan Koordinasi, Memahami Sel Satuan, Kubus


Sederhana (Simple Cubic), Kubus Pusat Badan (Body Center Cubic). Kubus

Pusat Muka (Face Center Cubic). Index Miller Dan Menggunaan Index Miller.

c. Cacat Kristal: Cacat Titik: Kekosongan (Vacancy), Penggantian (Substitusi),


Penyisipan (Interstisi), Cacat Garis/Dislokasi Dislocation), Dislokasi Sisi (Edge
36

Dislocation), Dislokasi Ulir (Srew Dislocation). Cacat Bidang, Batas Butir


(Grain), Garis Kembar (Twin), Cacat Ruang.

d. Penguatan Logam: Penambahan Jumlah Dislokasi, Penghalusan Butir,


Perlakuan Panas, Pemaduan

e. Paduan Logam (Alloy): Paduan Biner, Syarat Kelarutan.

2.10 Penelitian-Penelitian Yang Relavan


Tinjauan terhadap hasil penelitian terdahulu yang dianggap relevan
dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang hubungan media animasi
terhadap peningkatan hasil belajar dari peneliti sebelumnya. Berikut hasil-hasil
penelitian terdahulu yang dianggap relevan, diantaranya:
1. Moch Misbahul Arifin Afif. (2016) melakukan penelitian mengenai
“Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Android pada Mata Pelajaran
Instalasi Tenaga Listrik Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa”.
Mendapatkan bahwa (1) Hasil validasi media pembelajaran dari 2 dosen dan 1
guru mata pelajaran mendapatkan nilai validitas sebesar 83,93% dengan
kriteria sangat baik atau layak, (2) Respon peserta didik tentang pengembangan
media pembelajaran berbasis android memperoleh rata-rata hasil rating sebesar
83,065% dikategorikan sangat baik, (3) Hasil belajar ranah kognitif didapatkan
hasil thitung<-ttabel (-18,81< -1,699). Nilai hasil belajar ranah afektif sebesar
80,22% dikatakan baik dan nilai hasil belajar ranah psikomotor sebesar
81,00%. (4)Uji peningkatan (gain) dapat diketahui bahwa kriteria gain tinggi
41,93%, sedang 58,07%, dan rendah 0%.
2. Siti Muyaroah & Mega Fajartia (2017), melakukan penelitian mengenai
“Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Android dengan menggunakan
Aplikasi Adobe Flash CS 6 pada Mata Pelajaran Biologi” menghasilkan
efektivitas media pembelajaran berbasis Android terhadap hasil belajar mata
pelajaran biologi. Hasil uji-t menyatakan bahwa terdapat keefektifan
penggunaan media pembelajaran berbasis Android dengan hasil belajar yang
didapat siswa.
3. Nurwahyuningsih Ibrahim dan Ishartiwi (2017), melakukan penelitian
mengenai “Pengembangan Media Pembelajaran Mobile Learning Berbasis
37

Android mata Pelajaran IPA Untuk Siswa SMP”, didapat hasil penelitian
bahwa (1) produk mobile learning berbasis android dikemas dalam format
android package (apk) dengan menggunakan software eclips helios. (2) produk
mobile learning dinyatakan layak sebagai media pembelajaran berdasarkan
hasil penilaian ahli media 3,8 dan ahli materi 4,3 dengan kategori “sangat
baik”. (3) keefektifan produk dibuktikan melalui peningkatan hasil belajar
mencapai angka rerata skor pretest 65,46 dan posttest sebesar 79,53.
4. Penelitian yang berjudul “Pengaruh media pembelajaran animasi terhadap hasil
belajar siswa pada pelajaran audio mixer kompetensi keahlian teknik audio
video di SMK PIRI 1 Yogyakarta” yang dilakukan oleh Nunik Solichatun,
menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh media animasi terhadap hasil belajar
siswa pada materi audio mixer. Hasil belajar siswa dengan media animasi lebih
tinggi dari pada tanpa media animasi. Hal ini menunjukkan bahwa media
animasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

5. Penelitian yang berjudul “Pengaruh Media Animasi Fisika Dalam Model


Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) Terhadap Minat Belajar Dan
Pemahaman Konsep Fisika Siswa Di SMA Negeri Kota Bengkulu” yang
dilakukan oleh Indra Sakti (2013), menyimpulkan terdapat pengaruh media
animasi dalam Model Pembelajaran Langsung (direct instruction) terhadap
pemahaman konsep fisika siswa di SMA Negeri Kota Bengkulu.

6. Penelitian yang berjudul “Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis


Android Pada Materi Kelarutan Untuk Meningkatkan Performa Akademik
Peserta Didik SMA” yang dilakukan oleh Resty Yektyastuti dan Jaslin Ikhsan
(2016), menyimpulkan bahawa penggunaan media pembelajaran kimia
berbasis Android memberikan pengaruh pada peningkatan performa akademik
berupa motivasi belajar dan hasil belajar kognitif peserta didik SMA.

Berdasarkan penelitian yang relevan tersebut, mendorong dugaan yang


tepat bahwa adanya pengaruh penggunaan multimedia animasi berbasis
android terhadap peningkatan hasil belajar.

2.11 Hipotesis Penelitian


38

Menurut Sugiyono (2016, hlm. 63), mengungkapkan bahwa “Hipotesis


merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian”. Hipotesis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis komparatif. Hipotesis
komparatif merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah komparatif
(Sugiyono, 2016, hlm. 68). Pada rumusan ini variabelnya sama tetapi populasi atau
sampelnya yang berbeda, atau keadaan itu terjadi pada waktu yang berbeda.
Rumusan hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
H0 : Peningkatan hasil belajar (gain) kelas eksperimen yang
diimplementasikan mobile learning lebih kecil atau sama dengan kelas kontrol
yang tidak diimplementasikan mobile learning.
Ha : Peningkatan hasil belajar (gain) kelas eksperimen yang
diimplementasikan mobile learning lebih besar dari kelas kontrol yang tidak
diimplementasikan mobile learning.

2.12 Kerangka Pemikiran


Untuk mempermudah dalam melaksanakan penelitian, maka diperlukan suatu
pola pikir berupa kerangka pemikiran. Seperti yang diungkapkan Sugiyono (2012,
hlm. 60) bahwa:
Kerangka berfikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar
variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antar
variabel independen dan dependen. Selanjutnya pertautan antar variabel tersebut
dirumuskan ke dalam bentuk paradigma penelitian.

Dari ungkapan diatas, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat
diuraikan sebagai berikut. Dalam usaha meningkatkan keterampilan pemecahan
masalah, selama ini telah dilakukan berbagai pendekatan atau media pembelajaran
dalam proses pembelajaran, akan tetapi sampai saat ini belum menunjukkan hasil
yang memuaskan, sesuai dengan yang diharapkan. Penggunaan multimedia animasi
berbasis aplikasi Android sebagai media pembelajaran diharapkan dapat
meningkatkan keterampilan pemecahan masalah mahasiswa pada pokok bahasan
diagram fasa. Penggunaan multimedia animasi dapat memanipulasi teori yang
bentuknya abstrak biasa menjadi konkrit, misalnya contoh penyajian dengan
menggunakan animasi dalam menjelaskan bagaimana peoses terjadinya hujan,
39

maka kita bisa mempergunakan video animasi yang menampilkan proses terjadinya
hujan untuk membuktikan bagaimana proses terjadinya hujan secara nyata, tidak
melaluu kata-kata.
Penggunaan multimedia animasi berbasis android dalam proses belajar,
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa terutama dalam keterampilan
pemecahan masalah. Karena media sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan
keberhasilan belajar, oleh karena itu wajar jika pengajar meningkatkan
pemanfaatan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar.
40

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Sugiyono (2016), menjelaskan bahwa metode penelitian pada dasarnya
merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu, penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen. Menurut
Sugiyono (2016), metode penelitian eksperimen adalah metode penelitian yang
digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam
kondisi yang terkendalikan.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran
dengan menggunakan multimedia animasi berbasis android akan lebih baik apabila
dibandingkan dengan multimedia berbasis komputer dalam meningkatkan
pemecahan masalah diagram fasa pada mata kuliah tersebut. Peningkatan
pemecahan masalah materi diagram fasa ini baru dapat diketahui dengan melihat
hasil dari pre-test dan post-test yang diberikan kepada sampel.
Alur penelitian ini didahului dengan pembuatan aplikasi berbasis android
setelah aplikasi dinyatakan layak untuk digunakan,selanjutnya dilakukan pretest
kepada kelas eksperimen , kemudian dilanjutkan dengan pemberian perlakuan
(treatment) pada kelas eksperimen , pada tahap akhir kelas eksperimen diberikan
posttest untuk mengetahui peningkatan hasil belajar melalui kedua perlakuan
tersebut
3.2 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian Pre-
Eksperimental Design dengan pendekatan deskriptif-kuantitatif. Penelitian
kuantitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang berlandaskan pada falsafat
positivism, digunakan untuk Maneliti pada populasi atau sampel, pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik,
dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
41

Berdasarkan pemaparan dari tujuan penelitian di atas maka metode penelitian


yang digunakan yaitu metode penelitian eksperimen semu (quasi experiment).
Penelitian eksperimen semu ini menggunakan rancangan dengan desain penelitian
Nonequivalent Control Group Design. Dengan kondisional objek penelitian yang
ada, populasi yang ada terdapat dua kelas yang di jadikan satu kelompok belajar
(kelas) maka dipilih desain penelitian one group pretest-posttest design. Jadi,
sampel yang akan diteliti adalah keseluruhan dari populasi itu sendiri. Desain
penelitan dilakukan dua kali pengukuran, pengukuran pertama dilakukan sebelum
kelas eksperimen dilakukan perlakukan (treatment) dan pengukuran kedua setelah
dilakukan treatment pada kelas eksperimen. Alurnya adalah kelas yang digunakan
kelas penelitian (kelas eksperimen) diberi pretest kemudian dilanjutkan dengan
pemberian treatment yaitu pengajaran menggunakan simulator pneumatik sebagai
media pembelajaran, setelah itu kelas eksperimen diberi posttest. Pola desain
penelitian yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian One-Group Pretest-Posttest Design[23]

Kelompok Pretest Treatment Posttest

Eksperimen O1 X O2

Dimana:
O1 = Nilai tes awal (Pretest) yang dilakukan terhadap kelompok eksperimen
sebelum menggunakan media alat peraga
X = Perlakuan (Treatment) kegiatan pembelajaran menggunakan alat peraga
sebagai media pembelajaran
O2 = Nilai tes akhir (Posttest) yang dilakukan terhadap kelompok eksperimen
setelah menggunakan media pembelajaran alat peraga.
3.3 Lokasi dan Subjek
Lokasi penelitian terletak di Kota Bandung yaitu di Universitas Pendidikan
Indonesia. Subjek utama pada penelitian pengaruh penggunaan multimedia
animasi berbasis aplikasi Android terhadap keterampilan pemecahan masalah ini
adalah mahasiswa DPTM FPTK UPI Bandung. Sampel yang digunakan pada
penelitian ini adalah mahasiswa DPTM angkatan 2018 sebagai subjek eksperimen.
42

3.4 Instrumen Penelitian


Sugiyono (2013, hlm. 149) menyatakan bahwa “Jumlah instrumen penelitian
tergantung pada jumlah variabel penelitian yang telah ditetapkan untuk diteliti”.
Penelitian yang akan meneliti “Pengaruh Penggunaan Multimedia Animasi
Terhadap Keterampilan Pemecahan Masalah Materi Diagram Fasa Eutectic Dalam
Pembelajaran Mata Kuliah Material Teknik”. Jadi dapat terlihat bahwa dalam hal
ini ada dua buah instrumen yang perlu dibuat yaitu:
1. Instrumen untuk mengukur kelayakan multimedia animasi berbasis aplikasi
Android.
2. Instrumen untuk mengukur keterampilan pemecahan masalah mahasiswa.
3.4.1 Kuisioner Multimedia
Instrumen ini digunakan untuk mengukur kelayakan multimedia animasi
berbasis aplikasi Android. Pada instrumen ini akan dilakukan dua tahap evaluasi
yang menggunakan lembar evaluasi yaitu lembar evaluasi materi yang berfungsi
untuk mengevaluasi media pembelajaran dari sisi materinya dan akan dievaluasi
oleh salah satu dosen mata kuliah material teknik Departemen Pendidikan Teknik
Mesin. Lembar evaluasi yang kedua yaitu lembar evaluasi media pembelajaran
dari sisi medianya dan evaluasinya akan dilakukan oleh dosen ahli media.
Proses pengujian instrumen multimedia animasi berbasis aplikasi Android
ini yaitu berupa kuisioner yang diberikan kepada evaluator untuk mengevaluasi
multimedia animasi berbasis aplikasi Android dari sisi media dan dari sisi
materinya. Proses evaluasi multimedia pembelajaran ini dengan penggunaan
kuisioner dimaksudkan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan yang terdapat
pada multimedia ini melalui indikator-indikator serta pertanyaan yang diberikan,
kemudian diadakan perbaikan lagi setelah evaluasi dilakukan sampai menemukan
hasil evaluasi yang dinyatakan minimal layak. Kemudian peneliti memilih
menggunakan skala rating scale karena menurut Sugiyono (2013, hlm. 141)
bahwa:
Penggunaan skala rating scale ini akan lebih fleksibel karena tidak terbatas
untuk pengukuran sikap saja tetapi untuk mengukur persepsi atau responden
terhadap fenomena lainnya, seperti skala untuk mengukur status sosial
ekonomi, kelembagaan, pengetahuan, kemampuan, proses kegiatan dan lain-
lain.
43

Cara menjawab skala rating scale ini adalah para responden hanya memberi
tanda, yaitu tanda ceklis pada skala yang dipilihnya sesuai dengan pertanyaan atau
indikator, selanjutnya angket yang telah diisi responden perlu dilakukan penilaian.
Pemberian skor pada skala rating scale masing-masing jawaban diberi bobot nilai
yang berbeda. Berikut ini adalah uraian bobot nilainya.
4 : Sangat Setuju.
3 : Setuju.
2 : Ragu-ragu.
1 : Tidak Setuju.
0 : Sangat Tidak Setuju.
3.4.2 Soal Tes
Instrumen ini digunakan untuk mengukur peningkatan keterampilan
pemecahan masalah mahasiswa. Instrumen ini berupa soal yang digunakan untuk
melakukan pre-test dan post-test. Data hasil pre-test dan post-test tersebut akan
digunakan untuk menganalisis peningkatan keterampilan pemecahan masalah.
Instrumen ini digunakan setelah dikonsultasikan dan di judgement oleh dosen mata
kuliah Material Teknik.
3.5 Prosesdur Penelitian
Prosedur penelitian dalam penelitian yang penulis lakukan secara garis besar
adalah sebagai berikut:
1. Survei pendahulan untuk menemukan masalah penelitian.
2. Studi pneumatik yaitu untuk memperdalam dan mencari informasi yang
diperlukan guna melihat kesenjangan yang terjadi di lingkungan.
3. Menyususn rancangan penelitian yaitu dengan merumuskan masalah,
menentukan tujuan serta memilih metode penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti.
4. Menyusun alat ukur atau instrumen penelitian.
5. Pengujian instrumen menguanakan uji validitas dan uji reabilitas.
6. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan model
pembelajaran menggunakan media pembelajaran yang akan dilaksanakan di
kelas eksperimen.
44

7. Melakukan eksperimen dengan melakukan langkah-langkah sebagai


berikut:
a. Menentukan sampel penelitian.
b. Melakukan pretest untuk mengetahui pengetahuan awal objek
penelitian.
c. Melakukan treatment berupa Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di
kelas eksperimen dengan menggunakan media pemebelajaran simulator
pneumatik. Kegiatan mahasiswa dikelas dilihat melalui lembar
observasi.
d. Melakukan posttest untuk megetahui hasil belajar mahasiswa setelah
pembelajaran menggunakan media simulator pneumatik.
8. Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian untuk mengetahui
seberapa besar penigkatan hasil belajar siswa setelah menggunakan media
simulator pneumatik.
9. Menyimpulkan hasil penelitian.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data yang tepat dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.6.1 Instrumen Non Tes
Instrumen non-tes yang digunakan untuk mengumpulkan data pada
penelitian ini diantaranya lembar judgement media, judgement soal, dan judgement
materi ajar.
3.6.2 Instrumen Tes
Instrumen tes ini berupa soal yang diberikan kepada mahasiswa baik
kepada mahasiswa kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Soal pre-test diberikan
sebelum perlakuan dan soal post-test diberikan setelah perlakuan.
3.7 Analisis data
3.7.1 Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk menentukan sampel dari populasi yang
homogen. Apabila data menunjukan kelompok data homogen, maka data yang
berasal dari populasi yang sama layak untuk digunakan. Rumus uji homogenitas
yang digunakan menurut Siregar (2004, hlm. 50) adalah sebagai berikut.
45

S 2
𝐹 = S1 2…………………………………(Siregar, 2004, hlm. 167)
1

Keterangan:
𝑆1 2 = Varian terbesar.
𝑆2 2 = Varian terkecil.
3.7.2 Uji Normalitas
Uji normalitas data ini bertujuan untuk menguji apakah data yang diuji itu
berdistribusi normal atau tidak. Teknik pengujian normalitas data dilakukan dengan
menggunakan Chi Kuadrat (χ2). Pengujian normalitas data dengan (χ2) dilakukan
dengan cara membandingkan kurva normal yang terbentuk dari data yang
terkumpul dengan kurva normal baku/standar.
Pada uji normalitas ini menggunakan aturan Sturgess dengan memperlihatkan
tabel berikut.

Tabel 3.1 Persiapan Uji Normalitas


No. Kelas Interval F 𝑋𝑖 𝑍𝑖 𝐿𝑜 𝐿𝑖 𝑒𝑖 𝑋2

(Siregar, 2004, hlm. 87)

Adapun langkah-langkah pengujian normalitas data adalah sebagai berikut.


1) Menentukan rentang (R)
R = 𝑋𝑎 - 𝑋𝑏……………………………(Siregar, 2004, hlm. 24)

Keterangan:
𝑋𝑎 = Data besar.
𝑋𝑏 = Data kecil.
2) Menentukan banyak kelas interval (i)
i = 1 + 3,3 log n ……………………….....(Siregar, 2004, hlm. 84)

Keterangan:
n = Jumlah sampel.
3) Menghitung jumlah kelas interval (P)
R
𝑃 = i ………………………….(Siregar, 2004, hlm. 25)
46

Keterangan:
R = Rentang.
i = Banyak kelas.
Berdasarkan data tersebut, kemudian dimasukan ke tabel distribusi frekuensi.
4) Menghitung rata-rata (x)
∑fi.xi
x= ……………………………(Siregar, 2004, hlm. 26)
∑fi

Keterangan:
fi = frekuensi absolute data ditiap kelas interval
xi = nilai tengah kelas interval
5) Menghitung standar deviasi (S)

𝑛∑𝑓𝑖.𝑥𝑖− (∑𝑓𝑖.𝑥𝑖)2
𝑆=√ …………………………….(Siregar, 2004, hlm. 26)
𝑛(𝑛−1)

6) Menentukan batas bawah kelas interval (𝑋𝑖𝑛)


𝑋𝑖𝑛 = Bb – 0,5 kali desimal yang digunakan interval kelas
Keterangan:
Bb = Batas bawah interval.
7) Menentukan nilai Zi setiap batas bawah kelas interval
Xin −X
Zi = S
……………………………….(Siregar, 2004, hlm. 86)
8) Melihat nilai peluang Zi pada tabel statistik, isikan pada kolom Lo, harga xi
dan xn selalu diambil nilai peluang 0,5000.
9) Hitung nilai setiap kelas interval, isikan pada kolom Li, contoh Li = Lo1 – Lo2
(Siregar, 2004, hlm. 87)
10) Menghitung frekuensi harapan (ei)
ei = Li . ∑fi………………………………(Siregar, 2004, hlm. 87)

11) Menghitung nilai Chi kuadrat (χ2) untuk menghitung P-value.


12) Mengambil kesimpulan, kelompok berdistribusi normal jika P-value > α =
0,05.
3.7.3 Nilai N-Gain
47

Uji N-Gain dipergunakan untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa.


Rumus yang digunakan untuk Uji N-Gain menurut Hake (2002, hlm. 4) adalah
sebagai berikut.
Skor 𝑃𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡−Skor 𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡
N-Gain = ……………(Hake, 2002, hlm. 4)
Skor Ideal−Skor 𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡

Tabel 3.2 Kriteria N-Gain


Batasan Kategori
G > 0,7 Tinggi
0,3 ≤ G ≤ 0,7 Sedang
G < 0,3 Rendah
(Hake, 2002, hlm. 4)

3.7.4 Uji Hipotesis


Sugiyono (2013, hlm. 96) mengemukakan bahwa “Hipotesis merupakan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah, dimana rumusan masalah penelitian
telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan”. Uji t-test dilakukan dengan
syarat data harus homogen dan normal, apabila data tidak berdistribusi normal dan
tidak homogen maka hipotesis diuji dengan pengujian statistika nonparametris.
Sebagaimana diungkapkan oleh Sugiyono (2013, hlm. 211) bahwa “Statistik
nonparametris tidak menuntuk terpenuhi banyak asumsi, misalnya data yang akan
dianalisis tidak harus berdistribusi normal”. Pengujian t-test yang dilakukan
menurut Sugiyono (2013, hlm. 273) adalah sebagai berikut.
̅̅̅
𝑋1 − ̅̅̅
𝑋2
t= ………………… (Sugiyono, 2013, hlm. 273)
𝑆2 𝑆2
√ 1 + 𝑛2
𝑛1 2

Ho: µ1 ≤ µ2:
“Peningkatan keterampilan pemecahan masalah mahasiswa yang menggunakan
multimedia animasi berbasis android tidak lebih baik dibandingkan keterampilan
pemecahan masalah mahasiswa yang menggunakan multimedia animasi berbasis
komputer”.
Ha: µ1 > µ2:
48

“Peningkatan keterampilan pemecahan masalah mahasiswa yang menggunakan


multimedia animasi berbasis android lebih baik dibandingkan keterampilan
pemecahan masalah mahasiswa yang menggunakan multimedia animasi berbasis
komputer”.
Kriteria pengujian t-test:
Tolak Ho jika: thitung > ttabel pada ∝ = 0,05 dan dk = 50
Terima Ho jika: thitung ≤ ttabel pada ∝ = 0,05 dan dk = 50

DAFTAR PUSTAKA

AH Sanaky, H. (2013). Media Pembelajaran Interaktif-Inovatif. Yogyakarta:


Kaukaban Dipantara
Arif Akbarul Huda, 2013, 24 Jam Pintar Pemrograman Android, ANDI,
Yogyakarta.
Arsyad, A. (2013) Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Dahar, Ratna Willis. 2011. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Darmawan, D. (2014). “Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi”.
Bandung. PT Remaja Rosdakarya
Djamarah, S. B. dan Zain, A. (2006) Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hamalik, O. (2004) Metode Belajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar. Bandung:
Tarsito
Hariyanto , Suryono (2011) Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar .
Bandung
Hermawan S, Stephanus. 2011.“Mudah Membuat Aplikasi Android”.Yogyakarta :
Andi Offset.
Jazi Eko Istiyanto, Pengantar Elektronika dan Instrumentasi (Pendekatan Project
Arduino dan Android), Th. Arie Prabawati, Ed. Yogyakarta, Indonesia:
ANDI, 2013.
Made Wena. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi
Aksara
49

Mulyasa, E. 2007. Menjadi Guru Profesional menciptakan Pembelajaran Kreatif


dan Menyenangkan. Bandung : Rosdakarya
Sanjaya, Wina. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta : Prenada Media Group
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana, Nana. 2004. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung :Sinar Baru
Algensido Offset.
Sugiyono. (2012) Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Udin S. Winataputra, dkk. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas


Terbuka.
Wahono, W. (2010) Pengembangan Model Pembelajaran “Mikir” pada
Perkuliahan Fisika Dasar untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains
dan Pemecahan Masalah Calon Guru SMK Program Keahlian Tata Boga,
Disertasi Sekolah Pascasarjana UPI: tidak diterbitkan.
Warsita, Bambang. (2008) Teknologi Pembelajaran: Landasan &Aplikasinya,
Jakarta: Rineka.

Anda mungkin juga menyukai