Anda di halaman 1dari 9

SISTEM EKONOMI INDONESIA

Mata Kuliah: Perekonomian Indonesia (EKU 307 B2)

Dosen: Drs. I Ketut Sutrisna, M.Si.

Oleh:

I Putu Laksmana Narayana (1707531060 /11)

Pande Gede Cahyana (1707531152 /35)

Alfredo Samuel Naibaho (1707531154 /36)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2019
A. SISTEM EKONOMI DUALISME

Sejak jaman penjajahan sampai sekarang ini perekonomian indonesia masih juga
menunjukkan ciri-ciri adanya dualisme, baik dualisme yang bersifat teknologis maupun yang
bersifat ekonomis, sosial, dan kultural. Masalah dualisme telah dibahas secara mendalam oleh
ahli ekonomi Indonesia dan ahli ekonomi asing J. Boeke, yang mengadakan penelitian untuk
program doktor ekonominya di Indonesia pada tahun 1953 memberikan definisi yang
termasyhur mengenai masyarakat dualitas sebagai: “Masyarakat yang mempunyai gaya sosial
berbeda, yang masing-masing hidup berdampingan. Dalam proses evoluşi sejarah normal
yang berlaku bagi masyarakat homogen, ke dua gaya sosial tersebut mewakili tahap
perkembangan sosial yang berbeda, dipisahkan oleh sama gaya sosial lain yang mewakilİ
suatu tahap transisi, misalnya masyarakat sebelum kapitalisme dan masyarakat kapitalisme
majü yang dipisahkan oleh masyarakat kapitalisme awal. Di dalam masyarakat düalistis satu
dari kedua sistem sosial yang hidup berdampingan itu, dan seialu yang lebih maju, berasal
dari luar masyarakat tersebut dan mengalamj perkembangan di lingkungan yang baru tanpa
menggeser atau berasimilasi dengan sistem sosial yang asli dan akhirnya akan timbul satu ciri
umum yang berlaku bagi masyarakat tersebut secara keseluruhan”.

Beberapa penulis Iain (Indonesia dan Asing seperti Benjamin Higgins dan Mohamad
Sadli) tidak setuju dengan pandangan seperti itu. Mereka menunjukkan berbagai contoh dan
keadaan orang-orang Indonesia yang mempunyai sikap, seperti apa yang diramalkan teori
ekonomi barat terhadap rangsangan ekonomi. Menurut mereka orang Indonesia mempunyai
sikap yang sama terhadap rangsangan harga dan rangsangan ekonomi lainnya. Masalahnya,
selama ini rangsangan-rangsangan yang sesuai sangat jarang timbul karena adanya
ketidaksempurnaan dan ketegaran dalam sistem perekonomian, dan sering pula bersumber
pada kebijaksanaan Pemerintah yang tidak tepat. Para pengamat umumnya berpendapat
bahwa ciri-ciri dualistis perekonomian Indonesia seperti digambarkan Boeke masih tetap
nyata terlihat, dan dari berbagai segi ciri-ciri tersebut menjadi semakin nyata akibat adanya
perubahan teknologi. Masuknya modal asing sejak tahun 1968 telah mempertajam
perkembangan antara sektor modem dan sektor tradisional. Di samping itu, tersebarya
teknologi baru di daerah pedesaan telah memperjelas Sifat dualistis perekonomian pedesaan
dibandingkan dengan keadaan semasa jaman penjajahan. Dari segi Iain tentunya kita dapat
mengatakan bahwa kecenderungan ini adalah akibat normal, dan harus ditanggung
masyarakat yang mengalami kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi itu sendiri adalah
unsur dasar dari proses pembangunan ekonomi. Sebaliknya nampak akibat-akibat sosial dari

1
kecenderungan lebih tajam ke arah dualisme yang belum mendapat perhatian sepadan dari
Pemerintah, dan kebijaksanaan-kebijaksanaan Pemerintah yang dilaksanakan belum mampu
mengurangi beban mereka Yang dirugikan dalam proses pembangunan. Pada dasamya
ekonomi dualisme melihat dunia terbagi ke dalam dua kelompok besar, yakni negara-negara
kaya dan miskin, dan di negara-negara berkembang terdapat segelintir penduduk yangkaya
di antara begitubanyak pendudukyang miskin. Dualisme adalah konsep yang menunjukkan
adanya jurang pemisah yang kian antara negara-negara kaya dan miskin, serta di Antara
orang-orang kaya dan miskin pada berbagai tingkatan di setiap negara. Pada dasarnya
konsep ekonomi dualisme ini terdiri dari empat elemen kunci sebagai berikut:

1. Beberapa kondisi berbeda, terdiri dari elemen “superior” dan "inferior", hadir secara
bersamaan (atau berkoeksistensi) dalam waktu dan tempat yang sama. Inilah hakikat
dari konsep dualisme. Contoh penerapan konsep dualisme ini antara lain dapat dilihat
pada pemikiran A. Lewis tentang koeksistensi metode-metode produksi modern di
kota metode tradisional di pedesaan, koeksistensi kelompok elit yang kaya raya dan
terdidik dengan banyaknya orang-orang miskin yang buta huruf, adanya koeksistensi
antara negara-negara industri yang serba makmur yang berkuasa dengan negara-
negara agraris kecil yang miskin serta lemah di dalam perekonomian internasional.
2. Koeksistensi tersebut bukanlah satu hal yang bersifat sementara atau transisional,
melainkan satu hal yang bersifa baku, permanen atau kronis. Koeksistensi ini juga
bukan merupakan fenomena sesaat yang akan mengikis seiring dengan berlalunya
waktu. Artinya, elemen yang superior memiliki kekuatan untuk mempertahankan
superioritasnya, sedangkan elemen yang inferior tidaklah mudah untuk meningkatkan
posisinya. Dalam kalimat lain, koeksistensi internasional antara kaya dan miskin
bukanlah hanya merupakan sesuatu fenomena sejarah yang akan membaik dengan
sendirinya bila saatnya sudah tiba.
3. Kadar superioritas serta inferioritas dari masing-masing elemen tersebut bukan hanya
tidak menunjukkan tanda-tanda akan berkurang, melainkan bahkan cenderung
meningkat. Sebagai contoh, kesenjangan produktivitas antara para pekerja di negara-
negara maju dengan para pekerja di negara-negara berkembang tampaknya semakin
lama semakin melebar.
4. Hubungan saling keterkaitan antara elemen-elemen yang superior dengan elemen-
elernen yang inferior tersebut terbentuk dan berlangsung sedemikian rupa sehingga
keberadaan elemen-elemen superior sangat sedikit atau sama sekali tidak membawa

2
manfaat untuk meningkatkan kedudukan elemen-elemen yang inferior. Dengan
demikian apa yang disebut sebagai prinsip "penetesan kemakmuran ke bawah"
(trickle-down effect) itu sesungguhnya sulit diterima. Bahkan di dalam kenyataannya,
elemen-elemen superior tersebut justru tidak jarang memanfaatkan, memanipulasi,
mengeksploitasi ataupun menggencet elemen-elemen yang inferior. Jadi, yang
mereka kembangkan justru keterbelakangannya.
Unsur pemikiran pokok yang terkandung pada masyarakat dualistis telah secara implisit
terkandung dalam teori perubahan struktural dan secara eksplisit telah dinyatakan dalam teori
ekonomi pembangunan ketergantungan internasional, sehingga konsep masyarakat dualistis
telah merupakan dasar dari teori pembangunan ekonomi.

B. SISTEM EKONOMI SOSIALIS ALA INDONESIA

Istilah ekonomi sosialis ala Indonesia muncul pada akhir kepemimpinan Presiden
Soekarno, yaitu sekitar tahun 1960. Pada periode tersebut kiblat politik Indonesia adalah
negara-negara sosialis Eropa Timu, Rusia dan RRC. Pada Periode tersebut Indonesia adalah
anti neo kolonialisme dan neo liberalisme. Pada masa itu, Indonesia sempat keluar dari PBB
(Perserikatan Bangsa-bangsa) dan membentuk masyarakat yang baru yang disebut New
Emerging Forces. Pada periode tersebut sistem perekonomian Indonesia sangat mirip dengan
sistem ekonomi negara sosialis diantaranya:

a) Pemerintah Indonesia telah menyusun Pembangunan Semesta Berencana Delapan Tahun


(1960-1968). Rencana tersebut bersifat menyeluruh di segala sektor dan seluruh wilayah
Indonesia. Namun rencana tersebut belum sempat terlaksana.
b) Perusahaan-perusahaan besar dimiliki oleh negara. Hal ini merupakan akibat dari
nasionalisasi perusahaan-perusahaan swasta Belanda sekitar tahun 1967. Perusahaan-
perusahaan tersebut diantaranya perusahaan penerbangan, perusahaan kereta api,
perbankan dsb.
c) Sistem perbankan yang semula adalah bank-bank swasta milik Belanda yang telah
dinasionalisasi menjadi milik pemerintah.
d) Sistem devisa yang dipakai waktu itu adalah sistem devisa yang sangat umum dipakai oleh
negara-negara sosialis, yakni exchange control. Pada sistem ini tidak diperkenankan mata
uang asing (devisa) beredar di masyarakat. Semua devisa dimiliki oleh negara. Pemerintah
menentukan kurs devisa, oleh karena itu sistem devisa seperti ini juga disebut dengan

3
sistem devisa dengan harga tetap (Fixed Change Rate) atau disebut juga dengan sistem
devisa dengan harga yang dipakukan (Pegged Exchange Rate).

Dari berbagai pernyataan diatas, sistem perekonomian di Indonesia hampir


sepenuhnya sama dengan sistem prekonomian sosialis yang berlaku di negara-negara
eropa eropa timur. Kemudian muncul pertanyaan, kenapa dikatakan sosialis ala
Indonesia? Seperti diungkapkan dari pernyataan diatas, muncul karena sistem
perekonomian pasar memberikan hasil munculnya kaum proletar, kaum marhaen, kaum
miskin. Sistem ekonomi sosialis sangat memperhatikan nasib dari kaum proletar, kaum
marhaen tersebut. Dengan kata lain, pada sistem ekonomi sosialis tidak terdapat lagi
kaum proletar, kaum marhaen ataupun kaum miskin. Namun dalam perekonomian
Indonesia pada saat itu, pemerintah belum sempat melaksanakan pasal 34 UUD 1945
yang mengatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dilindungi oleh negara.
Akibatnya masih banyak masyarakat Indonesia yang masih hidup di bawah garis
kemiskinan. Maka dari itu sistem ekonomi sosialis tersebut dikatakan sebagai sistem
ekonomi sosialis ala Indonesia. Alasan lain adalah bahwa di Indonesia pendukung
perekonomiannya (investor, produsen, dan konsumen)a dalah rakyat Indonesia yang
mempunyai falsafah hidup berketuhanan, sedangkan hal ini tidak terdapat dalam negara
sosialis lainnya seperti negara sosialis di Eropa Timur, Rusia ataupun RRC. Di Indonesia
setiap, orang harus memeluk salah satu agama yang diakui pemerintah, sedangkan di
negara sosialis lainnya diperkenankan tidak memeluk agama asalkan tidak mengganggu
kenyamanan publik.

C. SISTEM EKONOMI PANCASILA


Sistem ekonomi pancasila muncul pada periode ke dua dari masa pemerintahan orde baru,
yakni setelah pelita III (1974-1979). Pada saat itu banyak para pakar yang mengatakan bahwa
sistem ekonomi yang dianut oleh Indonesia adalah Sistem Ekonomi Pancasila. Namun tidak
sedikit para ahli yang tidak sependapat dengan hal tersebut. Sistem perekonomian pada saat
itu ditandai, oleh hal-hal berikut:

1. Perencanaan ekonomi. Pada saat itu Indonesia masih berada dalam perencanaan ekonomi
lima tahunan (Pelita I, II,III…V) dengan prioritas utama pada perkembangan sektor
pangan menuju swasembada beras/pangan. Sistem ekonomi dengan perencanaan seperti
ini biasanya diterapkan pada negara yang menganut sistem sosialis dan di negara sedang
berkembang meskipun bukan sosialis.

4
2. Perananan Perusahaan Asing. Dengan diundangkannya UU Penanaman Modal Asing
pada tahun 1967, modal asing baik yang bersifat investasi langsung maupun bersifat
portofolio makin merambah ke semua sektor dan wilayah Indonesia.
3. Peranan Perusahaan Domestik. Kredit diberikan kepada usaha-usah domestik besar.
Perbankan dalam negeri yang mengalami likuiditas diberikan bantuan likuiditas oleh bank
Indonesia, banyak yang diselewengkan. Munculnya konglomerat domestik.
4. Peranan IGGI dan IMF. Sejak awal dari kekuasaan orde baru, pemerintah telah
mendirikan Inter Govermental Group on Indonesia (IGGI) untuk memberikan nasihat
dalam APBN. Institusi yang memegang peranan penting dalam IGGI adalah Bank Dunia
dan IMF. Indonesia memiliki utang besar kepada kedua lembaga institusi tersebut.
5. Sistem Devisa. Setelah naiknya Orde Baru, tindakan yang dilakukannya adalah liberalisasi
perdagangan luar negeri, yang dalam hal ini termasuk sistem devisa. Dari sistem devisa
yang sepenuhnya dipegang oleh negara menjadi sistem devisa sepenuhnya berdasarkan
atas permintaan dan penawaran.

Dengan memperhatikan beberapa hal diatas, kita dapat mengatakan bahwa perekonomian
yang berlaku di Indonesia padaa saat itu lebih mendekati sistem perekonomian pasar atau
sistem kapitalis dibandingkan dengan perekonomian sosialis. Banyak ahli yang mengatakan
bahwa perekonomian Indonesia pada periode tersebut lebih kapitalis (lebih liberal/lebih
bebas) daripada perekonomian kapitalis di negara barat. Namun ahli lain mengatakan pelaku
ekonomi di Indonesia mempunyai perilaku yang berbeda dengan para pelaku ekonomi di
negara kapitalis negara barat. Perbedaan tersebut karena perilaku ekonomi di Indonesia
berdasarkan falsafah negara Pancasila dengan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila
pertama untuk menuju Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia sesuai sila kelima.
Inilah penyebab mengapa para ahli mengklaim bahwa sistem perekonomian Indonesia adalah
sistem ekonomi Pancasila.

Kelompok Prof. Mubyanto tetap berpandangan bahwa Indonesia nantinya seharusnya


menganut sistem perekonomian Pancasila, meskipun mereka sadar pada saat itu keadaan
ekonomi di Indonesia lebih menyerupai sistem ekonomi kapitalis/liberal. Menurut mereka
terdapat 5 (lima) ciri-ciri sistem ekonomi Pancasila, diantaranya:

1. Adanya peran dominan koperasi dalam kehidupan ekonomi.


2. Diterapkannya rangsangan-rangsangan yang bersifat ekonomis maupun moral untuk
menggerakan roda perekonomian.

5
3. Adanya kecenderungan dan kehendak sosial yang kuat kearah pemerataan sosial.
4. Diberikannya prioritas utama pada terciptanya suatu perekonomian nasional yang
tangguh.
5. Pengandalan pada sistem desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi,
diimbangi dengan perencanaan yang kuat sebagai pemberi arah bagi perkembangan
ekonomi.
D. Sistem Ekonomi Kerakyatan
Demonstrasi mahasiswa untuk menuntut turunnya Soeharto pada 1997 menyuarakan ingin
adanya reformasi. Reformasi yang dituntut adalah reformasi di bidang politik dan ekonomi.
Reformasi di bidang politik adalah kebebasan bersuara, berpolitik, yang sebelumnya sangat
dikekang. Reformasi di bidang ekonomi diperlukan karena sebelumnya pemerintah terlalu
memihak kepada perusahaan besar. Terjadinya krisis 1997 perusahaan besar banyak yang
mengalami kehancuran, kalah dengan usaha kecil menengah atau usaha rakyat yang terbukti
tahan banting pada saat itu.
Pengertian Sistem Ekonomi Kerakyatan
Sistem ekonomi kerakyatan merupakan sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan
ekonomi rakyat. Ekonomi rakyat adalah suatu kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan
oleh rakyat kebanyakan yang mengelola sumber daya ekonomi dengan secara swadaya,
menurut apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya.
Pengertian ekonomi kerakyatan merujuk pada Pasal 33 UUD 1945, dapat dipahami sebagai
suatu sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam
bidang ekonomi.
Ekonomi rakyat seperti ini biasanya banyak diidentikkan dengan keberadaan Usaha Kecil dan
Menegah (UKM). Keberadaan atau aktivitas UKM ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
dasar dari masyarakat dalam suatu negara.
Ekonomi kerakyatan sendiri sering dijabarkan sebagai bentuk ekonomi humanistik yang
mendasarkan pada tercapainya kesejahteraan rakyat secara luas. Dalam ekonomi kerakyatan,
pembangunan ekonomi juga harus dilakukan dengan dasar kemanusiaan, serta dengan
menghindarkan diri dari bentuk persaingan bebas, monopoli dan penindasan manusia satu
dengan yang lainnya.
Sistem Ekonomi Kerakyatan sendiri memiliki ciri-ciri tersendiri, seperti berikut:
1. Bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan menerapkan prinsip
persaingan sehat;

6
2. Memperhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai keadilan, kepentingan sosial serta
kualitas hidup;
3. Mampu mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan;
4. Menjamin kesempatan yang sama bagi seluruh masyarakat dalam berusaha dan
bekerja; dan
5. Adanya perlindungan terhadap hak konsumen dan perlakuan yang adil bagi seluruh
rakyat.
Tujuan Ekonomi Kerakyatan
Penerapan ekonomi kerakyatan memiliki tujuan khusus, yakni demi mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan melalui peningkatan kemampuan masyarakat
dalam mengendalikan kegiatan perekonomian.
Tujuan ekonomi kerakyatan ini juga dapat dijabarkan lagi ke dalam lima sasaran pokok
ekonomi kerakyatan. Secara garis besar, berikut adalah lima sasaran pokok ekonomi
kerakyatan :
1. Ketersediaan peluang kerja serta penghidupan yang layak bagi seluruh anggota
masyarakat.
2. Terselenggaranya sistem jaminan sosial yang untuk anggota masyarakat yang
membutuhkan, terutama bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar.
3. Distribusi kepemilikan modal material yang berlangsung relatif merata di antara
anggota masyarakat.
4. Penyelenggaraan pendidikan nasional secara cuma-cuma bagi anggota masyarakat.
5. Terjaminnya kemerdekaan bagi setiap anggota masyarakat dalam mendirikan serikat-
serikat ekonomi, atau menjadi anggota di dalamnya.
Prinsip Dasar Ekonomi Kerakyatan
Pelaksanaan ekonomi keraykatan memiliki tiga prinsip dasar sebagai patokan agar sistem ini
berjalan sebagaimana mestinya. Adapun tiga prinsip dasar ekonomi kerakyatan adalah
sebagai berikut Pasal 33 UUD 1945:
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar berlandaskan azas
kekeluargaan,
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai negara,
3. Bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara
dan dipergunakan bagi kemakmuran rakyat yang sebesar -besarnya.

7
DAFTAR PUSTAKA
Nehen, Ketut. 2018. Perekonomian Indonesia. Denpasar: Udayana University Press
Murdani, Andika Drajat. 2018. Sistem Ekonomi Kerakyatan. https://portal-ilmu.com/sistem-
ekonomi-kerakyatan/

Anda mungkin juga menyukai