Wa0004
Wa0004
A. DEFINISI
Bronkitis merupakan proses keradangan pada bronkus dengan manifestasi utama
berupa batuk, yang dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Proses ini dapat
disebabkan karena perluasan dari proses penyakit yang terjadi dari saluran napas maupun
bawah.
Berdasarkan waktu berlangsungnya penyakit, bronkitis akut berlangsung kurang
dari 6 minggu dengan rata-rata 10-14 hari, sedangkan bronkitis kronis berlangsung lebih
dari 6 minggu. Secara umum keluhan pada bronkitis kronis dan bronkitis akut hampir
sama, hanya saja keluhan pada bronkitis kronis cenderung lebih berat dan lebih lama. Hal
ini dikarenakan pada bronkitis kronis terjadi hipertrofi otot-otot polos dan kelenjar serta
berbagai perubahan pada saluran pernapasan. Secara klinis, bronkitis kronis merupakan
penyakit saluran pernapasan yang ditandai dengan batuk berdahak sedikitnya 3 bulan
dalam setahun selama 2 tahun berturut-turut (Knutson and Braun, 2002).
B. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, belum ada angka morbiditas bronkitis kronis, kecuali di rumah sakit
sentra pendidikan. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat (National Center for Health
Statistics) diperkirakan sekitar 4% dari populasinya didiagnosa bronkitis kronis. Angka
inipun diduga masih di bawah angka morbiditas yang sebenarnya karena bronkitis kronis
yang tidak terdiagnosis. Bronkitis akut merupakan kejadian yang paling umum dalam
pengobatan rawat jalan, berkontribusi terhadap sekitar 2,5 juta kunjungan ke dokter di AS
pada 1998. Di Amerika Serikat, biaya pengobatan untuk bronkitis akut sangat besar;
untuk setiap episode, pasien menerima rata-rata dua resep untuk digunakan 2-3 hari.
Bronkitis kronis dapat dialami oleh semua ras tanpa ada perbedaan. Frekuensi
angka morbiditas bronkitis kronis lebih kerap terjadi pada pria dibanding wanita. Hanya
saja hingga kini belum ada angka perbandingan yang pasti. Usia penderita bronkitis
kronis lebih sering dijumpai di atas 50 tahun.
1
C. ETIOLOGI
Secara umum penyebab bronkitis dapat dibagi berdasarkan faktor lingkungan dan
faktor host/penderita. Penyebab bronkitis berdasarkan faktor lingkungan meliputi polusi
udara, merokok dan infeksi. Infeksi sendiri terbagi menjadi infeksi bakteri
(Staphylococcus, Pertusis, Tuberculosis, mikoplasma), infeksi virus (RSV, Parainfluenza,
Influenza, Adeno) dan infeksi fungi (monilia). Faktor polusi udara meliputi polusi asap
rokok atau uap/gas yang memicu terjadinya bronkitis. Sedangkan faktor penderita
meliputi usia, jenis kelamin, kondisi alergi dan riwayat penyakit paru yang sudah ada
(Setiawati, Makmuri dan Asih, 2006).
Berdasarkan penyebabnya bronkitis dibagi menjadi dua yaitu bronkitis infeksiosa
dan bronkitis iritatif.
1. Bronkitis infeksiosa
Bronkitis infeksiosa disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus, terutama Mycoplasma
pneumoniae dan Chlamydia. Serangan bronkitis berulang bisa terjadi pada perokok
dan penderita penyakit paru dan saluran pernapasan menahun. Infeksi berulang bisa
merupakan akibat dari:
Sinusitis kronis
Bronkiektasis
Alergi
Pembesaran amandel dan adenoid pada anak-anak
2. Bronkitis iritatif
Bronkitis iritatif adalah bronkitis yang disebabkan alergi terhadap sesuatu yang dapat
menyebabkan iritasi pada daerah bronkus. Bronkitis iritatif bisa disebabkan oleh
berbagai jenis debu, asap dari asam kuat, amonia, beberapa pelarut organik klorin,
hidrogen sulfida, sulfur dioksida dan bromine, polusi udara yang menyebabkan iritasi
ozon dan nitrogen dioksida, tembakau dan rokok lainnya. Faktor etiologi utama
adalah zat polutan (Rahmadani dan Marlina, 2011).
D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme patofisiologik yang bertanggung jawab terhadap bronkitis kronis
sangat kompleks, berawal dari stimulasi toksik pada saluran pernapasan menimbulkan 4
hal yang meliputi inflamasi saluran pernapasan, hipersekresi mukus, disfungsi silia dan
2
stimulasi refleks vagal saling mempengaruhi dan berinteraksi menimbulkan suatu proses
yang sangat kompleks.
3
Pada penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi akibat perubahan fibrotik yang terjadi
dalam saluran napas (Rahmadani dan Marlina, 2011).
E. GEJALA
Gejala umum bronkitis akut maupun bronkitis kronis adalah:
Batuk, kadang menjadi batuk mengi
Terdapat sputum yang bening, putih atau hijau-kekuningan
Merasa lelah dan lesu
Demam ringan
Merasa tidak nyaman pada bagian dada (Cunha, 2012; Harms, 2011).
Pada bronkitis akut, batuk terjadi selama beberapa minggu. Seseorang didiagnosis
bronkitis kronis ketika mengalami batuk berdahak selama paling sedikit tiga bulan selama
dua tahun berturut-turut. Pada bronkitis kronis mungkin saja seorang penderita
mengalami bronkitis akut di antara episode kronisnya, dan batuk mungkin saja hilang
namun akan muncul kembali (Harms, 2011).
4
F. PENATALAKSANAAN
5
1. TERAPI FARMAKOLOGI
A.Antibiotika
a. Penicilin
Mekanisme kerja antibiotik golongan penisilin adalah dengan perlekatan pada protein
pengikat penisilin yang spesifik (PBPs) yang berlaku sebagai reseptor pada bakteri,
penghambatan sintesis dinding sel dengan menghambat transpeptidasi dari peptidoglikan,
dan pengaktifan enzim autolitik di dalam dinding sel, yang menghasilkan kerusakan
sehingga akibatnya bakteri mati. Antibiotik golongan penisilin yang biasa digunakan
adalah amoksisilin.
Amoksisilin
Indikasi: pengobatan otitis media, sinusitis, dan infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme mencakup infeksi saluran pernafasan atas dan bawah, infeksi kulit, ISK,
profilaksis pada infeksi endokarditis, eradikasi H.pylori
Kontraindikasi: hipersensitif terhadap amoksisilin, penisilin, beta-laktam yang lainnya.
Dosis: bayi<3 bulan:oral: 20-30mg/kg/hari setiap 12 jam. Anak>bulan dan BB<40kg:
oral:20-50kg/kg/hari setiap 8-12 jam. Anak-anak >12 tahun, oral: extended release tablet
775 mg setiap hari. Dewasa:oral;250-500mg setiap 8 jam.
ROTD: sistem syaraf pusat: agitasi, anxietas, sakit kepala, isomnia. Gastointestinal:
diare, kolitis hemorhagic, dan nausea. Darah: agranulosit, anemia, leukopenia,
trombositopenia. Hati: peningkatan ALT, peningkatan AST. Renal: kristaluria.
Interaksi obat: amoksilin dapat meningkatkan level/efek dari metroreksat. Dapat
menurunkan level/efek dari dari vaksin tiphoid.
Farmakokinetik/farmakodinamik: absorbsi, oral: hampir sempurna, distribusi: secara
luas melalui cairan tubuh dan tulang., ikatan protein: 17%-20%, Eksresi: melalui urin.
6
pemakaian jangka panjang monitoring fungsi liver
Perhatian penggunaan jangka panjang dapat memicu superinfeksi
Informasi untuk pasien Obat diminum sampai seluruh obat habis, meskipun kondisi
klinik membaik sebelum obat habis
b. Quinolon
Golongan quinolon merupakan antimikrobial oral memberikan pengaruh yang
dramatis dalam terapi infeksi. Dari prototipe awal yaitu asam nalidiksat berkembang
menjadi asam pipemidat, asam oksolinat, cinoksacin, norfloksacin. Generasi awal
mempunyai peran dalam terapi gram-negatif infeksi saluran kencing. Generasi berikutnya
yaitu generasi kedua terdiri dari pefloksasin, enoksasin, ciprofloksasin, sparfloksasin,
lomefloksasin, fleroksasin dengan spektrum aktifitas yang lebih luas untuk terapi infeksi
community-acquired maupun infeksi nosokomial. Lebih jauh lagi ciprofloksasin,
ofloksasin, peflokasin tersedia sebagai preparat parenteral yang memungkinkan
penggunaannya secara luas baik tunggal maupun kombinasi dengan agen lain.
Mekanisme kerja golongan quinolon secara umum adalah dengan menghambat DNA-
gyrase. Aktifitas antimikroba secara umum meliputi, Enterobacteriaceae, P. aeruginosa,
srtaphylococci, enterococci, streptococci. Aktifitas terhadap bakteri anaerob pada
generasi kedua tidak dimiliki. Demikian pula dengan generasi ketiga quinolon seperti
levofloksasin,gatifloksasin, moksifloksasin. Aktifitas terhadap anaerob seperti B. fragilis,
anaerob lain dan Gram-positif baru muncul pada generasi keempat yaitu trovafloksacin.
Modifikasi struktur quinolon menghasilkan aktifitas terhadap mycobacteria sehingga
digunakan untuk terapi TB yang resisten, lepra, prostatitis kronik, infeksi kutaneus kronik
pada pasien diabetes.
Profil farmakokinetik quinolon sangat mengesankan terutama bioavailabilitas yang
tinggi, waktu paruh eliminasi yang panjang. Sebagai contoh ciprofloksasin memiliki
bioavailabilitas berkisar 50-70%, waktu paruh 3-4 jam, serta konsentrasi puncak sebesar
1,51-2,91 mg/L setelah pemberian dosis 500mg. Sedangkan Ofloksasin memiliki
bioavailabilitas 95-100%, dengan waktu paruh 5-8 jam, serta konsentrasi puncak 2-3mg/L
paska pemberian dosis 400mg. Perbedaan di antara quinolon di samping pada spektrum
aktifitasnya, juga pada profil tolerabilitas, interaksinya dengan teofilin, antasida, H2-
Bloker,antikolinergik, serta profil keamanan secara umum. Resistensi merupakan masalah
yang menghadang golongan quinolon di seluruh dunia karena penggunaan yang luas.
7
Spesies yang dilaporkan banyak yang resisten adalah P. aeruginosa, beberapa
streptococci, Acinetobacter spp, Proteus vulgaris, Serratia spp.
Nama Obat Ciprofloksasin
Dosis Anak
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap ciprofloksasin atau terhadap
quinolon lain
Kehamilan C
Monitoring Kadar teofilin, cyclosporine dalam plasma bila
ciprofloksasin dikombinasi kan dengan obat tersebut.
c. Makrolida
Eritromisin merupakan prototipe golongan ini sejak ditemukan pertama kali th 1952.
Komponen lain golongan makrolida merupakan derivat sintetik dari eritromisin yang
struktur tambahannya bervariasi antara 14-16 cincin lakton. Derivat makrolida tersebut
terdiri dari spiramysin, midekamisin, roksitromisin, azitromisin dan klaritromisin.
Aktifitas antimikroba golongan makrolida secara umum meliputi Gram positif coccus
seperti Staphylococcus aureus, coagulase-negatif staphylococci, streptococci β-hemolitik
8
dan Streptococcus spp. lain,enterococci, H. Influenzae, Neisseria spp, Bordetella spp,
Corynebacterium spp, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia dan Legionella spp.
Azitromisin memiliki aktifitas yang lebih poten terhadap Gram negatif, volume
distribusi yang lebih luas serta waktu paruh yang lebih panjang. Klaritromisin memiliki
fitur farmakokinetika yang meningkat (waktu paruh plasma lebih panjang, penetrasi ke
jaringan lebih besar) serta peningkatan aktifitas terhadap H. Influenzae, Legionella
pneumophila. Sedangkan roksitromisin memiliki aktifitas setara dengan eritromisin,
namun profil farmakokinetiknya mengalami peningkatan sehingga lebih dipilih untuk
infeksi saluran pernapasan. Hampir semua komponen baru golongan makrolida memiliki
tolerabilitas, profil keamanan lebih baik dibandingkan dengan eritromisin. Lebih jauh lagi
derivat baru tersebut bisa diberikan satu atau dua kali sehari, sehingga dapat
meningkatkan kepatuhan pasien.
Nama Obat Eritromisin
Dosis Dewasa 2-4 x 250-500mg/kg
Dosis Anak bayi dan anak: 30-50 mg/kg terbagi 3-4 dosis. Dosis dapat
dilipat gandakan pada infeksi berat
Efek Samping Obat 10-15%: mual, muntah, rasa terbakar pada lambung:
bersifat reversibel, biasanya terjadi setelah 5-7 hari
terapi, insiden
Ototoksisitas: terjadi pada dosis tinggi disertai gagal hati
ataupun ginjal
Cholestatic Jaundice: Umum terjadi pada garam estolat
dari eritromisin.
9
Kehamilan B
Monitoring -
Perhatian -
Informasi untuk pasien Diberikan 2 jam sebelum makan atau sesudah makan,
untuk sirup kering simpan di refrigerator setelah
dicampur, buang sisa sirup bila lebih dari 10 hari.
Kontraindikasi
Efek Samping Obat 1-10%: sakit kepala, rash, diare, mual,muntah
Kehamilan B
Monitoring Tanda infeksi, fungsi liver
Informasi untuk pasien Obat diminum bersama makanan untuk mengatasi efek
10
samping terhadap saluran cerna. Jangan minum
antasida bersama obat ini.
11
Dosis Anak -
Efek Samping Obat 3-10%: sakit kepala, pusing,mual, diare, reaksi alergi,
reaksi anafilaktik,angioneurotik oedema,
bronkhospasme, nyeri dada
Kehamilan C
Informasi untuk pasien Obat diminum 1-2 jam sebelum makan. Jangan
diminum bersamaan dengan antasida. Anda dapat
mengalami fotosensitifitas oleh karena itu gunakan
sunscreen, pakaian protektif untuk menghindarinya.
Laporkan bila ada diare, palpitasi, nyeri dada, gangguan
saluran cerna, mata atau kulit menjadi kuning, tremor.
d. Cefalosporin
Merupakan derivat β-laktam yang memiliki spektrum aktifitas bervariasi tergantung
generasinya. Saat ini ada empat generasi cefalosporin, seperti tertera pada tabel berikut:
12
Mekanisme kerja golongan cefalosporin sama seperti β-laktam lain yaitu berikatan
dengan penicilin protein binding (PBP) yang terletak di dalam maupun permukaan
membran sel sehingga dinding sel bakteri tidak terbentuk yang berdampak pada kematian
bakteri.
Cefotaksim pada generasi tiga memiliki aktifitas yang paling luas di antara
generasinya yaitu mencakup pula Pseudominas aeruginosa, B. Fragilis meskipun lemah.
Cefalosporin yang memiliki aktifitas yang kuat terhadap Pseudominas aeruginosa adalah
ceftazidime setara dengan cephalosporin generasi keempat, namun aksinya terhadap
bakteri Gram positif lemah, sehingga sebaiknya agen ini disimpan untuk mengatasi
infeksi nosokomial yang melibatkan pseudomonas. Spektrum aktifitas generasi keempat
sangat kuat terhadap bakteri Gram positif maupun negatif, bahkan terhadap Pseudominas
aeruginosa sekalipun, namun tidak terhadap B. fragilis.
13
B. Bronkodilator
Bronkodilator mempunyai aksi merelaksasi otot-otot polos pada saluran pernafasan.
Ada tiga jenis bronkodilator yaitu : Simpatomimetika, metilsantin, antikolinergik.
a. Beta 2 agonis (Simpatomimetika)
Obat-obat simpatomimetik merupakan obat yang mempunyai aksi serupa dengan
aktivitas simpatis. Sistem saraf simpatis memegang peranan penting dalam menentukan
ukuran diameter bronkus. Ujung saraf simpatis yang menghasilkan norephinepherin,
epinefrin dan isoproterenol disebut adrenergik (Dipiro, et al., 2008).
Adrenergik memiliki dua reseptor yaitu alfa dan beta. Reseptor beta terdiri beta 1
dan beta 2. Beta 1 adrenergik terdapaat pada jantung, beta 2 adrenergik terdapat pada
kelenjar dan otot halus bronkus. Adrenergic menstimulasi reseptor beta 2 sehingga terjadi
bronkodilatasi (Dipiro, et al., 2008).
14
Kontra indikasi Tirotoksikosis, hipertiroid, hipersensitif terhadap salbutamol
atau simpatomimetik lainnya, dan pengguna beta bloker
Efek samping obat Gemetar, takhikardia, gangguan gastrointestinal
Interaksi Digoxin (salbutamol menurunkan level serum digoxin); diuretic
(salbutamol akan memperburuk penderita hipokalemia); mao
inhibitor (peningkatan efek kardiovaskular); batasi penggunaan
kafein (dapat menyebabkan cns)
Kehamilan Termasuk dalam kategori c
Monitoring
Perhatian Hipertiroidisme, penyakit jantung dan pembuluh darah,
aneurisma, diabetes melitus, glaukoma sudut tertutup. Pasien
yang menggunakan antihipertensi atau anestesi halogen.
Informasi untuk pasien Dikonsumsi pada perut kosong (1 atau 2 jam sebelum/sesudah
makan)
Salmeterol
Terbutalin
15
Perhatian Hipertiroidisme, diabetes.
b. Metilxantin
Teofilin merupakan golongan metil santin yang banyak digunakan, disamping
kafein dan dyphylline. Kafein dan dyphylline kurang poten dibandingkan dengan teofilin.
(Dipiro, et al., 2008).
Teofilin
Aminofilin
16
hipertiroidisme
c. Antikolinergik
Pada sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergik dan
kolinergik. Jika reseptor β2 dari sistem adrenergik terhambat maka sistem kolinergik akan
mendominasi dan menyebabkan bronkokonstriksi. Stimulasi saraf parasimpatis
menyebabkan pelepasan asetilkolin. Asetilkolin pada reseptor muskarinik dari saraf-saraf
kolinergik di otot polos bronkus akan mengaktivasi enzim guanilsiklase untuk mengubah
GTP (Guanosin triphosphate) menjadi cGMP. Fosfodiesterasi kemudian memecah cGMP
menjadi GMP. Peningkatan kadar cGMP akan meningkatan bronkokonstriksi (Dipiro, et
al., 2008).
Ipratropium bromide
17
Tiotropium bromide
Asetilsistein (Carbosistein)
Indikasi: bronkitis akut, batuk kronis atau akut, antidotum parasetamol.
Kontraindikasi: hipersensitif terhadap asetilsistein.
Dosis: dosis awal 2,25 g per hari dalam dosis terbagi, kemudian 1,5 g per hari dalam
dosis terbagi. Anak-anak (2-5 tahun): 62,5-125 mg 4x/hari, (5-12 tahun) : 250 mg 3x/hari.
Efek samping: pendarahan gastro-intestinal (jarang terjadi), reaksi hipersensitivitas
(ruam dan anafilakskis).
EKSPEKTORAN
Ekspektoran bekerja dengan cara mengencerkan mukus dalam bronkus sehingga mudah
dikeluarkan, salah satu contoh ekspektoran adalah guaifenesin. Guaifenesin bekerja dengan
18
cara mengurangi viskositas dan adhesivitas sputum sehingga meningkatkan efektivitas
mukociliar dalam mengeluarkan sputum dari saluran pernapasan.
Guaifenesin
1. Jika terjadi demam, baringkanlah pasien itu di atas tempat tidur di dalam ruangan yang
agak hangat, dan menjaga suhu dalam kamar itu tetap setabil.
2. Pasien harus berhenti merokok.
3. Kalau timbul kesulitan dalam pernapasan atau dadanya bagian tengah sangat sesak, biarlah
dia menghirup uap air tiga kali sehari.
4. Taruhlah kompres uap di atas dada pasien dua kali sehari, dan taruhlah kompres lembab di
atas dada sepanjang malam sambil menjaga tubuhnya jangan sampai kedinginan.
5. Sekali sehari selama dua hari, rendamlah kakinya di dalam air panas sewaktu mengadakan
pendemahan, Teruslah melakukan pengobatan ini sampai sipasien mengeluarkan kringat
jangan sampai kedinginan.
6. Kalau tidak ada perubahan tertentu selama dua hari, mintalah nasehat dokter. Mungkin dia
akan memberikan resep obat batuk atau obat antibiotika atau sulfa untuk mengatasi
infeksi.
7. Kalau bronchitis itu timbul karena komplikasi penyakit lainmaka sangat pentinglah
memangil dokter.
8. Istirahat yang cukup
9. Minum cukup banyak cairan dan perbaiki nutrisi
10. Rehabilitasi paru-paru secara komprehensif dengan olahraga dan latihan pernafasan
sesuai yang diajarkan tenaga medis.
19
DAFTAR PUSTAKA
20