Makalah Keperawatan Anak
Makalah Keperawatan Anak
KEPERAWATAN ANAK
“Pencegahan Infeksi Pada Bayi Baru Lahir”
Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak yang
diampu oleh
Intan Rina Susilawati, SST, M. Keb
Disusun oleh :
Kelompok 6
1. Aa Ragam Santika (KHG.C.17073)
2. Maryati (KHG.C.17100)
3. Purnama Miftahul Ihsan (KHG.C.17104)
4. Rinanti Silvina Sukma (KHG.C.17063)
5. Siti Rissaadah (KHG.C.17071)
2B
Waktu : 30 menit
Dosen : Intan Rina Susilawati, SST, M. Keb
Obyektif Perilaku Siswa:
Mempelajari materi ini dengan sistem diskusi, dan dilakukannya demonstrasi praktek
pencegahan infeksi pada bayi baru lahir
Sumber Pustaka:
Ai Yeyeh Rukiyah. 2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta: Trans info
Media
Imelda, Rina. 2014. Panduan Kehamilan dan Perawatan Bayi. Surabaya: Victory
Maryunani, Anik. 2011. Pencegahan Infeksi dalam Kebidanan. Jakarta: CV. Trans Info
Media
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Stright, Barbara. 2005. Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC.
Pendahuluan
Infeksi pada neonatus merupakan sebab yang penting terhadap terjadinya morbiditas
dan mortalitas selama periode ini. Lebih kurang 2% janin dapat terinfeksi in utero dan 10%
bayi baru lahir terinfeksi selama persalinan atau dalam bulan pertama kehidupan. (Rachma,
2005).
Angka kejadian infeksi neonatorum masih cukup tinggi dan merupakan penyebab
kematian utama pada neonatus. Hal ini dikarenakan neonatus rentan terhadap infeksi.
Kerentanan neonatus terhadap infeksi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kulit dan
selaput lendir yang tipis dan mudah rusak, kemampuan fagositosis dan leukosit immunitas
masih rendah. Immunoglobulin yang kurang efisien dan luka umbilikus yang belum sembuh.
Bayi dengan BBLR lebih mudah terkena infeksi neonatorum. Tindakan invasif yang dialami
neonatus juga meningkatkan resiko terjadinya infeksi nasokomial. (Surasmi, 2003).
Infeksi pada Bayi Baru Lahir (BBL) sering sekali menjalar ke infeksi umum sehingga
gejala umum tidak menonjol lagi. Beberapa gejala tingkah laku BBL tersebut di atas adalah
malas minum, gelisah atau mungkin tampak letargi, frekuensi pernafasan meningkat, berat
badan tiba-tiba menurun, muntah dan diare.
URAIAN MATERI
C. Etiologi
Etiologi terjadinya infeksi pada neonatus adalah dari bakteri, virus, jamur dan protozoa
(jarang). Penyebab yang paling sering dari infeksi awal adalah Streptokokus grup B dan
bakteri enterik yang didapat dari saluran kelamin ibu. Infeksi awitan lanjut dapat
disebabkan oleh SGB, virus herpes simplek (HSV), enterovirus dan E.coli. Pada bayi
dengan berat badan lahir sangat rendah, Candida dan Stafilokokus koagulase-negatif
(CONS), merupakan patogen yang paling umum pada infeksi awitan lanjut. Jika
dikelompokan maka didapat:
1) Bakteri gram positif
a. Streptokokus grup B → penyebab paling sering.
b. Stafilokokus koagulase negatif → merupakan penyebab utama bakterimia
nosokomial.
c. Streptokokus bukan grup B.
2) Bakteri gram negatif
a. Escherichia coli Kl penyebab nomor 2 terbanyak.
b. H. influenzae.
c. Listeria monositogenes.
d. Pseudomonas
e. Klebsiella.
f. Enterobakter.
g. Salmonella.
h. Bakteria anaerob.
i. Gardenerella vaginalis.
Walaupun jarang terjadi, terhisapnya cairan amnion yang terinfeksi dapat
menyebabkan pneumonia dan infeksi dalam rahim, ditandai dengan distres janin atau
asfiksia neonatus. Pemaparan terhadap patogen saat persalinan dan dalam ruang
perawatan atau di masyarakat merupakan mekanisme infeksi setelah lahir.
Adapun faktor yang berpengaruh terhadap infeksi pada neonatus antara lain:
1. Belum matangnya sistem imun terutama pada bayi prematur.
2. Prosedur invasif mengganggu barrier kulit normal misalnya intubasi, kateterisasi
dan jalur intravaskular.
3. Terlalu penuh dan kurangnya jumlah staf.
4. Penyalahgunaan antibiotik.
5. Ketidakpatuhan kebijakan pengendalian infeksi terutama cuci tangan. (Anik
Maryunani, 2011).
D. Patofisiologi
Infeksi dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin
oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan
penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang
progresif. Pada infeksi yang tiba-tiba dan berat, complement cascade menimbulkan
banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan,
asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler
coagulation (DIC) dan kematian
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga
kelompok, yaitu:
1) Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan
terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang
berstatus sosio-ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya
padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari
pada bayi berkulit putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang
dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun.
c. Kurangnya perawatan prenatal
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan
2) Faktor Neonatatal
a. Prematurius (berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko
utama untuk infeksi neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah
dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama
terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi
imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat.
Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya
terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati
plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal
tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak
diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi
imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan
fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens infeksi pada bayi laki- laki empat kali
lebih besar dari pada bayi perempuan.
3) Faktor Lingkungan
a. Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan
prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama.
Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan
tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin
terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bisa menimbulkan resiko
pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas,
sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten
berlipat ganda.
c. Kadang-kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas (infeksi nosokomial), paling sering
akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam
tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.coli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa. cara yaitu:
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman dari ibu
setelah melewati plasenta dan umbilicus masuk kedalam tubuh bayi melalui
sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat
menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki,
hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini antara lain
malaria, sifilis dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan terjadi karena
kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai kiroin dan amnion
akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilkus
masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah
terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke traktus digestivus dan traktus
respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain
melalui cara tersebut diatas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi
atau “port de entre” lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh
kuman (mis. Herpes genitalis, candida albican dan gonorrea).
3. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran
umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan diluar rahim (mis,
melalui alat-alat; pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasagastrik,
botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi
dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial.
E. Tanda dan Gejala
1. Umum
Panas, hipotermi, tampak tidak sehat, malas minum, letargi, sklerema
2. Saluran cerna
Distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegaly
3. Saluran napas
Apnea, dispnea, takipnea, retraksi, napas cuping hidung, merintih, sianosis
4. Sistem kardiovaskuler
Pucat, sianosis, kulit marmorata, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardia.
5. Sistem saraf pusat
Irritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan tidak teratur,
ubun-ubun menonjol, high-pitched cry
6. Hematologi:
Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, pendarahan. (Kapita selekta kedokteran
Jilid II, Mansjoer Arief 2008).
Gejala infeksi yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak
kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-
gejala lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare,
dan perut kembung. Gejala dari infeksi neonatorum juga tergantung kepada sumber
infeksi dan penyebarannya:
a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari
pusat.
b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang,
opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun.
c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada
lengan atau tungkai yang terkena.
d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan
dan sendi yang terkena teraba hangat.
e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan
diare berdarah.
F. Komplikasi
1) Meningitis
2) Hipoglikemia, asidosis metabolic
3) Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intracranial
4) Ikterus/kernicterus
G. Manifestasi Klinis
Hanya sebatas pada organ tunggal atau mungkin melibatkan banyak organ (setempat
atau sistemik).
1) Dapat ringan, sedang atau berat.
2) Akut, sub akut atau kronis.
3) Asimtomatik
4) Ketidakmampuan mentoleransi makanan.
5) Iritabilitas.
6) Lesu
H. Diagnosa
Gambaran klinisnya tumpang tindih dan mungkin pada awalnya tidak dapat dibedakan.
1) Penyakit mungkin tidak tampak.
2) Infeksi ibu sering kali asimtomatik.
3) Pemeriksaan laboratorium khusus mungkin diperlukan.
4) Pengobatan spesisfik untuk toksoplasmosis, sifilis dan herpes simpleks didasarkan
pada suatu diagnosis yang akurat dan dapat menurunkan morbiditas jangka panjang
secara bermakna.
I. Tindakan pencegahan infeksi
Tindakan pencegahan pada bayi baru lahir, adalah sebagai berikut :
1) Mencuci tangan secara seksama sebelum dan setelah melakukan kontak dengan bayi.
2) Memakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum dimandikan.
3) Memastikan semua peralatan, termasuk klem gunting dan benang talipusat telah
didisinfksi tingkat tinggi atau steril. Jika menggunakan bola karet penghisap, pakai
yang bersih dan baru. Jangan pernah menggunakan bola karet penghisap untuk lebih
dari satu bayi.
4) Memastikan bahwa semua pakaian, handuk, selimut serta kain yang digunakan untuk
bayi, telah dalam keadaan bersih.
5) Memastikan bahwa timbangan, pita pengukur, termometer, stetoskop, dan benda-
bendalainnya yang akan bersentuhan dengan bayi dalam keadaan bersih
(dekontaminasi dan cuci setiap kali setelah digunakan).
7) Membersihkan muka, pantat dan tali pusat bayi baru lahir dengan air bersih, hangat
dan sabun setiap hari.
8) Menjaga bayi dari orang-orang yang menderita infeksi dan memastikan orang yang
memegang bayi sudah cuci tangan sebelumnya.
Pencegahan infeksi adalah bagian penting setiap komponen perawatan pada bayi baru
lahir. Bayi baru lahir lebih rentan terhadap infeksi karena sistem imun mereka imatur,
oleh karena itu, akibat kegagalan mengikuti prinsip pencegahan infeksi terutama sangat
membahayakan.
Prinsip Umum Pencegahan Infeksi
Dengan mengamati praktik pencegahan infeksi di bawah akan melindungi bayi, ibu
dan pemberi perawatan kesehatan dari infeksi. Hal itu juga akan membantu mencegah
penyebaran infeksi :
1) Berikan perawatan rutin kepada bayi baru lahir.
2) Pertimbangkan setiap orang (termasuk bayi dan staf) berpotensi menularkan infeksi.
3) Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan beralkohol.
4) Pakai – pakaian pelindung dan sarung tangan.
Imunisasi
Pada daerah risiko tinggi infeksi tuberkulosis, imunisasi BCG harus diberikan pada
bayi segera setelah lahir.Pemberian dosis pertama tetesan polio dianjurkan pada bayi
segera setelah lahir atau pada umur 2 minggu. Maksud pemberian imunisasi polio
secara dini adalah untuk meningkatkan perlindungan awal.Imunisasi Hepatitis B
sudah merupakan program nasional, meskipun pelaksanaannya dilakukan secara
bertahap. Pada daerah risiko tinggi, pemberian imunisasi Hepatitis B dianjurkan pada
bayi segera setelah lahir.
KESIMPULAN
Pencegahan infeksi merupakan penatalaksanaan awal yang harus dilakukan pada bayi
baru lahir karena bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi.Pada saat penanganan bayi
baru lahir, pastikan penolong untuk melakukan tindakan pencegahan infeksi. Etiologi
terjadinya infeksi pada neonatus adalah dari bakteri, virus, jamur dan protozoa (jarang).
Penyebab yang paling sering dari infeksi awal adalah Streptokokus grup B dan bakteri enterik
yang didapat dari saluran kelamin ibu.
Pencegahan Infeksi bayi baru lahir:
a. Pencegahan infeksi pada tali pusat
b. Pencegahan infeksi pada kulit
c. Pencegahan infeksi pada mata bayi baru lahir
d. Imunisasi
EVALUASI