Anda di halaman 1dari 19

KONSEP DASAR

ELIMINASI URIN DAN FEKAL

Oleh Kelompok 3:
1. Dwi Rani Khairunnisa
2. Wiwik
3. Setyowati
4. Ifan
5. Verlentia

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA


PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine
atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung
kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine
adalah ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah
utama yaitu: kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya
meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu
timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha
mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan
kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks
autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat
korteks serebri atau batang otak.
Pada eliminasi urine normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi
setelah bekerja, makan atau bangun tidur. Normal miksi sehari adalah 5 kali.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut
bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari
beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi
setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid
dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar
terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh
yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada
gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada
keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang
berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan
eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan
program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk
menggunakan fasilitas toilet yang normal. Untuk menangani masalah eliminasi klien,
perawat harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang
mempengaruhi eliminasi. Asuhan kaperawatan yang mendukung akan menghormati
privasi dan kebutuhan emosional klien. Tindakan yang dirancang untuk meningkatkan
eliminasi normal juga harus meminimalkan rasa ketidaknyamanan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan eliminasi?
2. Bagaimana fisiologi eliminasi?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi eliminasi?
4. Apa saja masalah yang mempengaruhi eliminasi?
5. Apa saja karaterstik urin dan feses?
6. Apa saja tanda dan gejala perubahan eliminasi?
7. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada gangguan eliminasi?
C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:


1. Mengetahui apa itu eliminasi.
2. Mengetahui apa saja dan bagaimana fisiologi eliminasi.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi.
4. Mengetahui apa saja masalah yang mempengaruhi eliminasi.
5. Mengetahui karakteristik uri dan feses.
6. Mengetahui tanda dan gejala perubahan eliminasi.
7. Mengetahui konsep asuhan keperawatan dengan gangguan eliminasi.
BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL

A. KONSEP DASAR KEBUTUHAN ELIMINASI


1. Pengertian Eliminasi
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa
urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila
kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses
eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi
dari dua langkah utama yaitu: Kandung kemih secara progresif terisi sampai
tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian
mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi
(refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini
gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih.
Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa
juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
Kandung kemih dipersarafi araf saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori
dari kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S-4) kemudian
diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirim signal
pada kandung kemih untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi spinter
interna berelaksasi dan spinter eksternal dibawah kontol kesadaran akan berperan,
apakah mau miksi atau ditahan. Pada saat miksi abdominal berkontraksi
meningkatkan kontraksi otot kandung kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine
tersisa dalam kandung kemih yang diusebut urine residu. Pada eliminasi urine
normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan
atau bangun tidur. Normal miksi sehari yaitu 5 kali.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga
disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi
dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga
bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam
kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi
tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada
gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada
keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing
orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara
kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai
dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan
fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal; lingkungan rumah bisa
menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan
kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien,
perawata harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang
mempengaruhi eliminasi.
2. Fisiologi Eliminasi
a. Eliminasi Urine
1) Ginjal
Produk buangan (limbah) dari hasil metabolisme yang terkumpul di
dalam didalam darah difiltrasi di ginjal. Darah sampai ke setiap ginjal
melalui arteri renalis (ginjal) yang merupakan percabangan dari aorta
abdominalis. Sekitar 20%-25% curah jantung bersirkulasi setiap hari
melalui ginjal. Setiap ginjal berisi 1 juta nefron. Nefron tersusun atas
glomelurus, kapsula Bowman, tubulus kontortus proksimal, ansa henle,
tubulus distal, dan duktus pengumpul. Darah masuk ke befron melalui
arteriola aferen. Sekelompok pembuluh darah ini membentuk jaringan
kapiler glomerulus, yang merupakan tempat pertama filtrasi darah dan
tempat awal pembentukan urine
2) Ureter
Urine meninggalkan tubukus dan memasuki duktus pengumpul yang
akan mentranspor urine ke pelvis renalis. Semua ureter bergabung dengan
setiap pelvis renalis sebagai rute keluar pertama pembuangan urine.
3) Kandung kemih
Pada pria, kandung kemih terletak pada rectum bagian posterior dan
pada wanita kandung kemih terletak pada dinding anterior uterus dan
vagina. Bentuk kandung kemih akan berubah saat ia terisi dengan urine.
Dinding kandung kemih dapat mengembang. Tekanan di dalam kandung
kemih biasanya rendah, bahkan saat sebagian kandung kemih penuh, suatu
factor yang melindungi kandung kemih dari infeksi. Kandung kemih dapat
menampung 600 ml urine, walaupun pengeluaran urine normal 300 ml.
4) Uretra
Urine keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh
melalui meatus uretra. Uretra pada wanita memiliki panjang sekitar 4
sampai 6,5 cm. uretra pada pria memiliki panjang 20 cm. panjang uretra
yang pendek pada wanita menjadi factor predisposisi untuk mengalami
infeksi.
5) Kerja kemih
Beberapa struktur otak yang mempengaruhi fungsi kandung kemih
meliputi korteks serebral, thalamus, hipotalamus, dan batang otak.secara
bersama-sama, struktur otak ini menekan kontraksi otot detrusor kandung
kemih sampai individu ingin berkemih atau buang air.
(Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, proses dan praktik)

b. Eliminasi Alvi
1) Mulut
Saluran GI secara mekanis dan kimiawi memecah nutrisi ke ukuran dan
bentuk yang sesuai. Semua organ pencernaan bekerja sama untuk
memastikan bahwa masa atau bolus makanan mencapai daerah absorpsi
nutrisi dengan aman dan efektif.
2) Esofagus
Begitu makanan telah memasuki bagian atas esofagus, makanan
berjalan melalui sfingter esofagus abgian atas, yang merupakan otot
sirkulasi, yang mencegah udara memasuki esofagus dan makanan
mengalami refluks (bergerak kek belakang) kembali ke tenggorokan.bolus
makanan menelusuri esofagus yang panjangnya kira-kira 25 cm. makanan
didorong oleh gerakan peristaltic lambat yang dihasilkan oleh kontraksi
involunter dan relaksasi otot halus secara bergantian.
3) Lambung
Di dalam lambung, makanan disimpan untuk sementara dan secara
mekanis dan kimiawi dipecah untuk dicerna dan diabsorpsi. Sebelum
makanan meninggalkan lambung, makanan diubah menjadi materi semicair
yang disebut kimus. Kimus lebih mudah dicerna dan diabsorpsi daripada
makanan padat.
4) Usus halus
Usus halus memiliki diameter sekitar 2,5 cm dan panjang 6 cm. Kimus
meninggalkan lambung dan memasuki usus halus, kemudian bercamour
dengan enzim-enzim pencernaan (mis., empedu dan amylase) saat melalui
usus halus. Pada saat kimus bercampur, gerakan peristaltic berikutnya
sementara berhenti sehingga memungkinkan absorpsi. Kimus berjalan
perlahan melalui usus halus untuk memungkinkan absorpsi.
5) Usus besar
Saluran GI paling bawah disebut usus besar (kolon) karena ukuran
diameternya lebih besar dari usus halus. Namun, panjangnya jauh lebih
pendek, yakni 1,5 sampai 1,8 m. usus besar merupakan organ utama dalam
eliminasi fekal.
6) Sekum
Kimus yang tidak diabsorpsi memasuki sekum melalui katup ileosekal.
Katup ini merupakan lapisan otot sirkular yang mencegah regurgitasi dan
kembalinya isi kolon ke usus halus.
7) Kolon
Walaupun kimus yang berair memasuki kolon, volume air menurun saat
kimus bergerak di sepanjang kolon. Gerakan peristaltic masa, mendorong
makanan yang tidak tercerna menuju rektum.
8) Rektum
Sigmoid menyimpan feses sampai beberapa saat sebelum defekasi.
Rectum merupakan bagian akhir pada saluran GI. Dalam kondisi normal,
rektum tidak terisi dengan feses sampai defekasi. Rectum dibangun oleh
lipatan-lipatan jaringan vertical dan transversal. Setiap lipatan vertical berisi
sebuah arteri dan lebih dari satu vena. Apabila vena menjadi distensi akibat
tekanan selama mengdan, maka terbentuk hemoroid. Hemoroid dapat
membuat proses defekasi terasa nyeri. Apabila masa feses atau gas bergerak
ke dalam rectum untuk membuat dindingnya berdistensi, maka proses
defekasi dimulai.
(Potter & Perry Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, proses
dan praktik)
3. Faktor yang mempengaruhi eliminasi
a. Eliminasi urine
1) Diet dan Asupan (Intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
output urine (jumlah urine). Protein dapat menentukan jumlah urine yang
dibentuk. Selain itu, juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
2) Respons Keinginan Awal untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat
menyebabkan urine banyak tertahan didalam urinaria sehingga
mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah urine.
3) Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
eliminasi dalam kaitannya terhadap tersedianya fasilitas toilet.
4) Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat mengkibatkan meningkatnya frekuensi keinginan
untuk berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
5) Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk
fungsi sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan
kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan kemampuan tonus otot
didapatkan dengan beraktivitas.
6) Tingkat Perkembangan
Tingkat perkembangan dan pertumbuhan juga dapat mempengaruhi pola
berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak yang lebih memiliki
kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun dengan usia
kemampuan dalam mengontrol buang air kecil.
7) Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat mempengaruhi produksi urine, seperti diabetes
melitus.
8) Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti
adanya kultur pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air
kecil di tempat tertentu.
9) Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih mengalami kesulitan untuk
berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
10) Tonus Otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih
adalah otot kandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat
berperan dalam kontraksi pengontrolan pengeluaran urine.
11) Pembedahan
Efek pembedahan dapat menyebabkan penurunan pemberian obat anestesi,
menurunkan filtrasi glomelurus yang dapat mempengaruhi jumlah produksi
urin.
12) Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya
peningkatan atau penurunan proses perkemihan. Misalnya pemberian
diuretik dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan pemberian obat
antikolinergik dan antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine.
13) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat mempengaruhi kebutuhan eliminasi
urine, khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan
pemeriksaan saluran kemih seperti IVY (intra uenus pyelogram), yang
dapat membatasi jumlah asupan sehingga mengurangi produksi urine.
Selain itu tindakan sistoskopi dapat menimbulkan edema lokal pada uretra
yang dapat menganggu pengeluaran urine.
(Alimul, A. Aziz Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia)

b. Eliminasi alvi
1) Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna:
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses.
Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar
volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa
dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di
beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur
mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat mengganggu
keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama
setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada
pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.
2) Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan
cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (contoh: urine, muntah) yang
berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi
air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme
menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah
lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalananchyme di
sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan darichyme.
3) Meningkatnya stress psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit- penyakit
tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi
mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang
yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitasperistaltik dan
frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat
motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi.
4) Kurang aktifitas
Kurang berolahraga, berbaring lama Pada pasien immobilisasi atau bedrest
akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan
melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi
cairan feses sehingga feses mengeras.
5) Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap
eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti
dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur
pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat
secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang
merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan
ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti
dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan
kadang- kadang digunakan untuk mengobati diare.
6) Usia
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai
sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun.
Orang dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalahatony
(berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang
dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya
(mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga
menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang
dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani
yang dapat berdampak pada proses defekasi.
7) Penyakit-penyakit
Penakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord
dan tumor. Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat
menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa
membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi
ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya,
klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal
inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari spinkter ini.
(Alimul , A. Aziz Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia)

4. Masalah kebutuhan eliminasi


a. Eliminasi urine
1) Retensi urine
Adalah akumulasi urine yang nyata di dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih.
2) Disuria
Adanya rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih, hal ini sering ditemukan
pada penyakit ISK, trauma, dan striktur uretra.
3) Poliuria
Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal
tanpa adanya peningkatan asupan cairan
4) Inkontinensia urine
Kehilangan control berkemih.
5) Urinari suppresi
Adalah berhenti produksi urine secara mendadak..
(Alimul , A. Aziz Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia)
b. Eliminasi alvi
1) Konstipasi
Adalah penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses
yang lama atau keras dan kering.
2) Impaksi
Merupakan akibat dari konstipasi yang tidak diatasi. Impaksi adalah
kumpulan feses yang mengeras, mengendap di dalam rektum, yang tidak
dapat dikeluarkan.
3) Diare
Adalah peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengeluaran feses yang
cair dan tidak berbentuk.
4) Inkontinensia
Ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus.
5) Flatulen
Adalah penyebab umum abdomen menjadi penuh, terasa nyeri dan kram.
6) Hemoroid
Adalah vena-vena yang berdilatasi, membengkak di lapisan rektum.
(Potter & Perry Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, proses dan
praktik)

5. Karakteristik urine

No Keadaan Normal Interpretasi


Warna Kekuning- Urine berwarna orange gelap
kuningan menunjukkan adanya
pengaruh obat, sedangkan
1.
arna merah dan kuning
kecoklatan mengindikasikan
adanya penyakit.
Bau Aromatik Bau menyengat merupakan
indikasi adanya masalah
2.
seperti infeksi, atau
penggunaan obat tertentu.
Berat jenis 1,010 - 1,030 Menunjukkan adanya
3.
konsentrasi urine
Kejernihan Terang dan Adanya kekeruhan karena
4.
transparan mukus atau pus.
PH Sedikit asam Dapat menunjukkan
(4,5-7,5) keseimbangan asam basa, bila
5.
bersifat alkali menunjukkan
adanya aktivitas bakteri.
Protein Molekul protein Pada kondisi kerusakan
6. yang besar ginjal, molekul tersebut dapat
seperti albumin, melewati saringan masuk ke
fibrinogen, atau urine.
globulin tidak
dapat disaring
melalui ginjal-
urine.
Darah Tak tampak jelas Hematuria menunjukkan
7. trauma atau penyakit pada
sauluran kemih bagian bawah.
Glukosa Adanya Apabila menetap terjadi pada
sejumlah pasien diabetes melitus.
glukosa dalam
urine tidak
berarti hanya
8. bersifat
sementara,
misalnya pada
seseorang yang
makan gula
banyak.
(Alimul , A. Aziz Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia)

6. Karakteristik feses

No Keadaan Normal Abnormal Penyebab


Warna Bayi : kuning Putih, Kurangnya
Dewasa : coklat hitam/tar, kadar empedu,
atau merah perdarahan
saluran cerna
1. bagian atas, atau
perdarahan
saluran crna
bagian bawah.
Malabsorpsi
lemak
Bau Khas feses dan Amis dan Darah dan
2. dipengaruhi perubahan bau infeksi
oleh makanan
Konsistensi Lunak dan Cair Diare dan
3.
berbentuk absorpsi kurang
Bentuk Sesuai diameter Kecil, Obstruksi dan
4. rektum bentuknya peristaltik yang
seperti pensil cepat
Konstituen Makanan yang Darah, pus, Internal
tidak dicerna, benda asing, bleeding,
bakteri yang mukus, atau infeksi, tertelan
mati, lemak, cacing benda, iritasi,
5.
pigmen, atau inflamasi
empedu,
mukosa usus,
air
(Alimul , A. Aziz Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia)

7. Tanda dan Gejala


a. Tanda gangguan eliminasi urine:
1) Retensi urine
a) Ketidak nyamanan daerah pubis
b) Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih
c) Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang
d) Meningkatnya keinginan untuk berkemih dan resah
e) Ketidaksanggupan untuk berkemih
2) Inkontinensia urine
a) Pasien tidak dapat menahan keinginan untuk BAK sebelum sampai di
WC
b) Pasien sering mengompol
b. Tanda gangguan eliminasi fekal:
1) Konstipasi
a) Menurunnya frekuensi BAB
b) Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
c) Nyeri rektum
2) Impaction
a) Tidak BAB
b) Anoreksia
c) Kembung/kram
d) Nyeri rektum
3) Diare
a) BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak terbentuk
b) Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
c) Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan
meningkatkan sekresi mukosa
d) Feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB
4) Inkontinensia Fekal
a) Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus
b) BAB encer dan jumlahnya banyak
5) Flatulens
a) Menumpuknya gas pada lumen intestinal
b) Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram
c) Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
6) Hemoroid
a) Pembengkakan vena pada dinding rektum
b) Perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
c) Merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
d) Nyeri

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN ELIMINASI


1. Pengkajian
a. Eliminasi urine
1) Kebiasaan berkemih
2) Pola berkemih, meliputi:
a) Frekuensi berkemih
b) Urgensi = perasaan untuk sering berkemih seperti seorang sering ke toilet
karena takut mengalami inkontinensia urine
c) Disuria
d) Poliuria
e) Urinaria supresi
3) Volume urine
4) Faktor yang mempengaruhi kebiasaan BAK
5) Karakteristik urine
6) Tanda klinis gangguan eliminasi urine

b. Eliminasi alvi
1) Pola defekasi dan keluhan selama defekasi
2) Karakteristik feses
3) Faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi
c. Pemeriksaan fisik, meliputi:
1) Abdomen: ada atau tidaknya distensi, simetris atau tidak, gerakan peristaltik,
adanya massa pada perut, dan tenderness.
2) Rektum dan anus: ada atau tidaknya tanda inflamasi seperti perubahan warna,
lesi, fistula, hemoroid, dan massa.
2. Diagnosa keperawatan eliminasi urine dan alvi
a. Retensi urine berhubungan dengan obstruksi jalan keluar kandung kemih akibat
impaksi feses
b. Inkontinensia berhubungan dengan infeksi saluran kemih
c. Konstipasi berhubungan dengan menurunnya peristaltik akibat stress
d. Diare berhubungan dengan psikologis, situasional, dan fisiologis

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Intervensi Rasional
Retensi urine  Monitor keadaan  Menentukan
berhubungan bladder setiap 2 jam masalah
dengan obstruksi  Ukur intake dan output  Memonitor
jalan keluar caitan setiap 4 jam keseimbangan
kandung kemih cairan
akibat impaksi  Berikan cairan 2000  Menjaga defisit
feses ml/hari dengan cairan
kolaborasi
 Kurangi minum setelah  Mencegah nokturia
jam 6 malam
 Lakukan latihan  Meningkatkan
pergerakan fungsi ginjal dan
bladder
 Ajarkan teknik latihan  Menguatkan otot
dengan kolaborasi pelvis
dokter/fisioterapi
 Kolaborasi dalam  Mengeluarkan
pemasangan kateter urine
Inkontinensia  Monitor keadaan  Membantu
berhubungan bladder setiap 2 jam mencegah distensi
dengan infeksi atau komplikasi
saluran kemih  Anjurkan klien untuk  Mengurangi
tidak cemas inkontinensia
 Tingkatkan aktivitas  Meningkatkan
kekuatan otot ginjal
dan fungsi bladder
 Jelaskan tentang  Meningkatkan
pengobatan, kateter, pengetahuan dan
penyebab, dan tindakan diharapkan klien
lainnya lebih kooperatif
 Kolaborasi dalam  Menguatkan otot
bladder training dasar pelvis
 Kolaborasi dengan  Mengatasi faktor
dokter dalam penyebab
pengobatan dan
kateterisasi
Konstipasi  Tingkatkan asupan  Mengurangi feses
berhubungan cairan dengan banyak agar tidak keras
dengan minum
menurunnya  Lakukan latihan fisik,  Meningkatkan
peristaltik akibat misal melatih otot perut peristaltic
stress  Anjurkan untuk tidak  Mencegah
memaksakan diri dalam hemoroid
BAB
 Berikan diet yang  Mempercepat
mengandung serat penyerapan
tinggi makanan
 Atur posisi saat BAB  Mencegah
mengedan terlalu
kuat
 Beri obat laksatif  Mengeluarkan
feses
Diare  Evaluasi intake  Mengetahui
berhubungan makanan yang masuk penyebab diare
dengan  Monitor tanda dan  Menentukan
psikologis, gejala diare masalah
situasional, dan  Observasi turgor kulit  Mengetahui tingkat
fisiologis secara rutin keparahan diare
 Instruksi untuk  Mencegah
menghindari obat kehilangan cairan
laksantif terlalu banyak
 Anjurkan klien untuk  Meningkatkan
menggunakan obar pengetahuan dan
antidiare klien lebih
kooperatif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine atau
bowel (feses). Masalah eliminasi urine yaitu: retensi, inkotinensia urine, eneuresis,
urgency, dysuria, polyuria, urinari suppresi sedangkan masalah eliminasi fekal yaitu:
konstipasi, impaction, diare, inkotinensia fekal, flatulens dan hemoroid.
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine dan fekal yaitu: usia dan
perkembangan, diet, pemasukan cairan, aktifitas fisik, faktor psikologis, kebiasaan,
kondisi patologis, pengobatan, dll.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul , A. Aziz. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Buku 2. Jakarta : Salemba
Medika.
Doenges , Marilynn E,dkk.2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Potter Patricia A. dan Anne Griffin Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: konsep, proses dan praktik. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai