Oleh Kelompok 3:
1. Dwi Rani Khairunnisa
2. Wiwik
3. Setyowati
4. Ifan
5. Verlentia
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine
atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung
kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine
adalah ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah
utama yaitu: kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya
meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu
timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha
mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan
kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks
autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat
korteks serebri atau batang otak.
Pada eliminasi urine normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi
setelah bekerja, makan atau bangun tidur. Normal miksi sehari adalah 5 kali.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut
bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari
beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi
setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid
dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar
terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh
yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada
gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada
keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang
berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan
eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan
program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk
menggunakan fasilitas toilet yang normal. Untuk menangani masalah eliminasi klien,
perawat harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang
mempengaruhi eliminasi. Asuhan kaperawatan yang mendukung akan menghormati
privasi dan kebutuhan emosional klien. Tindakan yang dirancang untuk meningkatkan
eliminasi normal juga harus meminimalkan rasa ketidaknyamanan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan eliminasi?
2. Bagaimana fisiologi eliminasi?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi eliminasi?
4. Apa saja masalah yang mempengaruhi eliminasi?
5. Apa saja karaterstik urin dan feses?
6. Apa saja tanda dan gejala perubahan eliminasi?
7. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada gangguan eliminasi?
C. Tujuan Penulisan
b. Eliminasi Alvi
1) Mulut
Saluran GI secara mekanis dan kimiawi memecah nutrisi ke ukuran dan
bentuk yang sesuai. Semua organ pencernaan bekerja sama untuk
memastikan bahwa masa atau bolus makanan mencapai daerah absorpsi
nutrisi dengan aman dan efektif.
2) Esofagus
Begitu makanan telah memasuki bagian atas esofagus, makanan
berjalan melalui sfingter esofagus abgian atas, yang merupakan otot
sirkulasi, yang mencegah udara memasuki esofagus dan makanan
mengalami refluks (bergerak kek belakang) kembali ke tenggorokan.bolus
makanan menelusuri esofagus yang panjangnya kira-kira 25 cm. makanan
didorong oleh gerakan peristaltic lambat yang dihasilkan oleh kontraksi
involunter dan relaksasi otot halus secara bergantian.
3) Lambung
Di dalam lambung, makanan disimpan untuk sementara dan secara
mekanis dan kimiawi dipecah untuk dicerna dan diabsorpsi. Sebelum
makanan meninggalkan lambung, makanan diubah menjadi materi semicair
yang disebut kimus. Kimus lebih mudah dicerna dan diabsorpsi daripada
makanan padat.
4) Usus halus
Usus halus memiliki diameter sekitar 2,5 cm dan panjang 6 cm. Kimus
meninggalkan lambung dan memasuki usus halus, kemudian bercamour
dengan enzim-enzim pencernaan (mis., empedu dan amylase) saat melalui
usus halus. Pada saat kimus bercampur, gerakan peristaltic berikutnya
sementara berhenti sehingga memungkinkan absorpsi. Kimus berjalan
perlahan melalui usus halus untuk memungkinkan absorpsi.
5) Usus besar
Saluran GI paling bawah disebut usus besar (kolon) karena ukuran
diameternya lebih besar dari usus halus. Namun, panjangnya jauh lebih
pendek, yakni 1,5 sampai 1,8 m. usus besar merupakan organ utama dalam
eliminasi fekal.
6) Sekum
Kimus yang tidak diabsorpsi memasuki sekum melalui katup ileosekal.
Katup ini merupakan lapisan otot sirkular yang mencegah regurgitasi dan
kembalinya isi kolon ke usus halus.
7) Kolon
Walaupun kimus yang berair memasuki kolon, volume air menurun saat
kimus bergerak di sepanjang kolon. Gerakan peristaltic masa, mendorong
makanan yang tidak tercerna menuju rektum.
8) Rektum
Sigmoid menyimpan feses sampai beberapa saat sebelum defekasi.
Rectum merupakan bagian akhir pada saluran GI. Dalam kondisi normal,
rektum tidak terisi dengan feses sampai defekasi. Rectum dibangun oleh
lipatan-lipatan jaringan vertical dan transversal. Setiap lipatan vertical berisi
sebuah arteri dan lebih dari satu vena. Apabila vena menjadi distensi akibat
tekanan selama mengdan, maka terbentuk hemoroid. Hemoroid dapat
membuat proses defekasi terasa nyeri. Apabila masa feses atau gas bergerak
ke dalam rectum untuk membuat dindingnya berdistensi, maka proses
defekasi dimulai.
(Potter & Perry Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, proses
dan praktik)
3. Faktor yang mempengaruhi eliminasi
a. Eliminasi urine
1) Diet dan Asupan (Intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
output urine (jumlah urine). Protein dapat menentukan jumlah urine yang
dibentuk. Selain itu, juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
2) Respons Keinginan Awal untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat
menyebabkan urine banyak tertahan didalam urinaria sehingga
mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah urine.
3) Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
eliminasi dalam kaitannya terhadap tersedianya fasilitas toilet.
4) Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat mengkibatkan meningkatnya frekuensi keinginan
untuk berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
5) Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk
fungsi sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan
kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan kemampuan tonus otot
didapatkan dengan beraktivitas.
6) Tingkat Perkembangan
Tingkat perkembangan dan pertumbuhan juga dapat mempengaruhi pola
berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak yang lebih memiliki
kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun dengan usia
kemampuan dalam mengontrol buang air kecil.
7) Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat mempengaruhi produksi urine, seperti diabetes
melitus.
8) Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti
adanya kultur pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air
kecil di tempat tertentu.
9) Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih mengalami kesulitan untuk
berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
10) Tonus Otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih
adalah otot kandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat
berperan dalam kontraksi pengontrolan pengeluaran urine.
11) Pembedahan
Efek pembedahan dapat menyebabkan penurunan pemberian obat anestesi,
menurunkan filtrasi glomelurus yang dapat mempengaruhi jumlah produksi
urin.
12) Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya
peningkatan atau penurunan proses perkemihan. Misalnya pemberian
diuretik dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan pemberian obat
antikolinergik dan antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine.
13) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat mempengaruhi kebutuhan eliminasi
urine, khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan
pemeriksaan saluran kemih seperti IVY (intra uenus pyelogram), yang
dapat membatasi jumlah asupan sehingga mengurangi produksi urine.
Selain itu tindakan sistoskopi dapat menimbulkan edema lokal pada uretra
yang dapat menganggu pengeluaran urine.
(Alimul, A. Aziz Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia)
b. Eliminasi alvi
1) Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna:
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses.
Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar
volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa
dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di
beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur
mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat mengganggu
keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama
setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada
pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.
2) Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan
cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (contoh: urine, muntah) yang
berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi
air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme
menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah
lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalananchyme di
sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan darichyme.
3) Meningkatnya stress psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit- penyakit
tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi
mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang
yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitasperistaltik dan
frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat
motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi.
4) Kurang aktifitas
Kurang berolahraga, berbaring lama Pada pasien immobilisasi atau bedrest
akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan
melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi
cairan feses sehingga feses mengeras.
5) Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap
eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti
dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur
pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat
secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang
merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan
ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti
dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan
kadang- kadang digunakan untuk mengobati diare.
6) Usia
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai
sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun.
Orang dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalahatony
(berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang
dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya
(mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga
menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang
dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani
yang dapat berdampak pada proses defekasi.
7) Penyakit-penyakit
Penakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord
dan tumor. Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat
menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa
membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi
ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya,
klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal
inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari spinkter ini.
(Alimul , A. Aziz Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia)
5. Karakteristik urine
6. Karakteristik feses
b. Eliminasi alvi
1) Pola defekasi dan keluhan selama defekasi
2) Karakteristik feses
3) Faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi
c. Pemeriksaan fisik, meliputi:
1) Abdomen: ada atau tidaknya distensi, simetris atau tidak, gerakan peristaltik,
adanya massa pada perut, dan tenderness.
2) Rektum dan anus: ada atau tidaknya tanda inflamasi seperti perubahan warna,
lesi, fistula, hemoroid, dan massa.
2. Diagnosa keperawatan eliminasi urine dan alvi
a. Retensi urine berhubungan dengan obstruksi jalan keluar kandung kemih akibat
impaksi feses
b. Inkontinensia berhubungan dengan infeksi saluran kemih
c. Konstipasi berhubungan dengan menurunnya peristaltik akibat stress
d. Diare berhubungan dengan psikologis, situasional, dan fisiologis
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Intervensi Rasional
Retensi urine Monitor keadaan Menentukan
berhubungan bladder setiap 2 jam masalah
dengan obstruksi Ukur intake dan output Memonitor
jalan keluar caitan setiap 4 jam keseimbangan
kandung kemih cairan
akibat impaksi Berikan cairan 2000 Menjaga defisit
feses ml/hari dengan cairan
kolaborasi
Kurangi minum setelah Mencegah nokturia
jam 6 malam
Lakukan latihan Meningkatkan
pergerakan fungsi ginjal dan
bladder
Ajarkan teknik latihan Menguatkan otot
dengan kolaborasi pelvis
dokter/fisioterapi
Kolaborasi dalam Mengeluarkan
pemasangan kateter urine
Inkontinensia Monitor keadaan Membantu
berhubungan bladder setiap 2 jam mencegah distensi
dengan infeksi atau komplikasi
saluran kemih Anjurkan klien untuk Mengurangi
tidak cemas inkontinensia
Tingkatkan aktivitas Meningkatkan
kekuatan otot ginjal
dan fungsi bladder
Jelaskan tentang Meningkatkan
pengobatan, kateter, pengetahuan dan
penyebab, dan tindakan diharapkan klien
lainnya lebih kooperatif
Kolaborasi dalam Menguatkan otot
bladder training dasar pelvis
Kolaborasi dengan Mengatasi faktor
dokter dalam penyebab
pengobatan dan
kateterisasi
Konstipasi Tingkatkan asupan Mengurangi feses
berhubungan cairan dengan banyak agar tidak keras
dengan minum
menurunnya Lakukan latihan fisik, Meningkatkan
peristaltik akibat misal melatih otot perut peristaltic
stress Anjurkan untuk tidak Mencegah
memaksakan diri dalam hemoroid
BAB
Berikan diet yang Mempercepat
mengandung serat penyerapan
tinggi makanan
Atur posisi saat BAB Mencegah
mengedan terlalu
kuat
Beri obat laksatif Mengeluarkan
feses
Diare Evaluasi intake Mengetahui
berhubungan makanan yang masuk penyebab diare
dengan Monitor tanda dan Menentukan
psikologis, gejala diare masalah
situasional, dan Observasi turgor kulit Mengetahui tingkat
fisiologis secara rutin keparahan diare
Instruksi untuk Mencegah
menghindari obat kehilangan cairan
laksantif terlalu banyak
Anjurkan klien untuk Meningkatkan
menggunakan obar pengetahuan dan
antidiare klien lebih
kooperatif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine atau
bowel (feses). Masalah eliminasi urine yaitu: retensi, inkotinensia urine, eneuresis,
urgency, dysuria, polyuria, urinari suppresi sedangkan masalah eliminasi fekal yaitu:
konstipasi, impaction, diare, inkotinensia fekal, flatulens dan hemoroid.
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine dan fekal yaitu: usia dan
perkembangan, diet, pemasukan cairan, aktifitas fisik, faktor psikologis, kebiasaan,
kondisi patologis, pengobatan, dll.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul , A. Aziz. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Buku 2. Jakarta : Salemba
Medika.
Doenges , Marilynn E,dkk.2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Potter Patricia A. dan Anne Griffin Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: konsep, proses dan praktik. Jakarta: EGC