Anda di halaman 1dari 11

PERILAKU KEORGANISASIAN

KEKUASAAN DAN POLITIK

KELOMPOK 13

Ignatius William 041711333164


Yohanes Bosko 041711333195
William Stefanus 041711333205
Caroline 041711333216
Hayyu Rachma 041711333224
Indrawan Wijaya 041711333229
A. Definisi Kekuasaan
Kekuasaan (Power) mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk
memengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi ini
mengimplikasikan sebuah potensi tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan sebuah
hubungan ketergantungan. Barangkali aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal
ini merupakan fungsi ketergantungan (dependency). Semakin besar ketergantungan B
pada A, semakin besar pula kekuasaan A dalam hubungan tersebut.

B. Landasan Kekuasaan
a. Kekuasaan Formal
Kekuasaan formal didasarkan pada posisis seorang individu dalam sebuah
organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan untuk memaksa atau
memberi imabalan, atau dari wewenang formal.
1. Kekuasaan Koersif (Coercive Power)
Landasan kekuasaan koersif (coercive power) adalah rasa takut. Seseorang memberikan
reaksinya terhadap kekuasaan ini karena rasa takut terhadap akibat-akibat negatif yang
mungkin terjadi jika ia tidak patuh. Kekuasaan koersif mengandalkan aplikasi, atau
ancaman aplikasi, sanksi fisik, yang menimbulkan rasa sakit, menimbulakan frustrasi
melalui pembataasan gerak, atau pengendalian paksa terhadap kebutuhan dasar fisiologis
atau keamanan.

2. Kekuasaan Imbalan (Reward Power)


Kebalikan dari kekuasaan koersif adalah kekuasaan imbalan (reward power). Orang
memenuhi keinginan atau arahan orang lain karena, dengan berbuat demikain, ia akan
mendapatkan manfaat positif. Karena itu, seseorang yang dapat membagikan imbalan
atau penghargaan yang dipandang orang lain bernilai akan memiliki kekuasaan atas orang
lain itu. Imbalan ini bersifat finansial – seperti pengendalian tingkat upah, kenaikan upah,
dan bonus; atau nonfinansial – termasuk pengakuan, promosi, penugasan kerja yang
menarik kolega yang ramah, dan wilayah kerja atau wilayah penjualan yang lebih
disukai.
Kekuasaan koersif dan kekuasaan imbalan saling berlawanan. Jika dapat membuang
seseuatu yang bernilai positif dari orang lain atau menimbulkan sesuatu yang bernilai
negatif, Anda memiliki kekuasaan koersif atas orang itu. Jika dapat memberi seseorang
sesuatu yang bernilai positif atau membuang sesuatu yang bernilai negatif. Anda
memiliki kekuasaan imbalan atas orang itu.

3. Kekuasaan Legitimasi
Dalam kelompok atau organisasi formal, barangkali akses yang paling mudah ditemui
pada satu atau lebih landasan kekuasaan adalah posisi struktural seseorang. Hal ini
disebut kekuasaan legitimasi (legitimate power). Kekuasaan ini melambangkan
kewenangan formal utnuk mengendalikan dan memanfaatkan sumber-sumber daya
organisasi.
Posisi-posisi yang memiliki kewenangan mencakup kekuasaan koersif dan imbalan.
Namun, kekuasaan legitmasi lebih luas daripada kekuasaan untuk memaksa dan
memberikan imbalan. Secara spesifik, kekuasaan ini mencakup penerimaan wewenang
suatu jabatan oleh anggota-anggota dalam sebuah organisasi. Ketika kepala sekolah,
presiden bank, atau kapten tentara berbicara (dengan asumsi arahan mereka dipandan ada
dalam wewenang jabatan mereka), para guru, teller, dan letnan satu akan mendengarkan
dan, biasanya, mematuhinya.

b. Kekuasaan Pribadi
Merupakan kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual mereka yang
unik terdapat dua basis kekuatan Pribadi, yaitu kekuasaan karena keahlian dan kekuasaan
rujukan.
1. Kekuasaan karena Keahlian (Expert Power)
Kekuasaan karena keahlian (expert power) adalah pengaruh yang diperoleh dari keahlian,
keterampilan khusus, atau pengetahuan. Keahlian telah menjadi salah satu sumber
pengaruh yang paling kuat karean dunia sudah semakin berorientasi pada teknologi.
Karena pekerjaan semakin terspesialiasi, kita menjadi semakin bergantung kepada para
ahli untuk mencapai tujuan. Jadi, meskipun secara umum diakui bahwa dokter memiliki
keahlian dan dengan memiliki kekuasaan sebagai ahli sebagian besar diantara kita
mengikuti saran-saran yang diberikan oleh dokter kita Anda juga harus mengakui bahwa
para spesialis bidang komputer, akuntan pajak, ahli ekonomi, mengakui bahwa para
spesialis bidang komputer, akuntan pajak, ahli ekonomi, psikolog industri,dan spesialis –
spesialis lain mampu menjalankan kekuasaan sebagai hasil dari keahlian mereka.

2. Kekuasaan Rujukan (Referent Power)


Kekuasaan rujukan (referent power) didasarkan pada identifikasi terhadap seseorang
yang memiliki sumer daya atau sifat-sifat personal yang menyenangkan. Jika saya
menyukai, menghormati, dan mengagumi Anda, Anda dapat menjalankan kekuasaan atas
saya karena saya inginkan menyenangkan hati Anda. Kekuasaan rujukan berkembang
dari kekaguman terhadap orang lain dan hasrat untuk menjadi seperti orang itu.

3. Landasan Kekuasaan yang Paling Efektif


Hal yang menarik adalah bahwa penelitian secara cukup jelas menunjukkan bahwa
sumber-sumber kekuasaan yang bersifat pribadilah yang paling efektif. Kekuasaan
karena keahlian terhadap penyeliaan, komitmen keorganisasian mereka, dan kinerja
mereka, sedangkan kekuasaan imbalan dan legitimasi tampaknya tidak terkait secara
langsung dengan hasil semacam ini.

C. Ketergantungan : Kunci Menuju Kekuasaan


Aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini merupakan suatu fungsi
ketergantungan. Dalam bagian ini, akan ditunjukkan betapa pentingnya pemahaman
mengenai ketergantungan dalam upaya untuk lebih lanjut memahami kekuasaan itu
sendiri.
1. Postulat Umum tentang Ketergantungan
Semakin besar ketergantungan B kepada A, semakin besar kekuasaan A atas B.
Ketika Anda memiliki apa pun yang dibutuhkan orang lain dan hanya Anda seorang
dirilah yang mengendalikannya, Anda membuat orang lain itu bergantung kepada Anda
dan, karena itu, Anda berkuasa atasnya. Jadi, ketergantungan berbanding terbalik dengan
sumber-sumber penawaran alternatif. Jika suatu barang jumlahnya banyak, kepemilikan
atasnya tidak akan meningkatkan kekuasaan anda. Jika setiap orang cerdas, kecerdasan
sebagai suatu kualitas tidak memberikan keunggulan istimewa. Demikian pula, diantara
orang-orang superkaya uang bukan lagi menunjukkan kekuasaan.

2. Penyebab Ketergantungan
Ketergantungan akan meningkat manakala sumber-sumber daya yang Anda
kendalikan itu penting, langka, dan tak tergantikan.
a. Nilai Penting
Jika tak seorang pun menginginkan yang Anda miliki, ketergantungan pada Anda tidak
akan tercipta. Karena itu, untuk menciptakan ketergantungan, hal-hal yang Anda kontrol
haruslah hal-hal yang dipandang penting. Banyak organisasi, misalnya, secara aktif
berusaha menghindari ketidakpastian. Karenanya kita akan menemukan bahwa individu
atau kelompok yang dapat menghilangkan ketidakpastian suatu organisasi akan
dipandang sebagai penguasa sumber daya yang penting.

b. Kelangkaan
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, jika sesuatu itu berjumlah banyak, kepemilikan
atasnya tidak akan meningkatkan derajat kekuasaan Anda. Suatu sumber daya harus bisa
dilihat sebagai sesuatu yang langka guna menciptakan ketergantungan. Ini dapat
membantu menjelaskan bagaimana para bawahan dalam sebuah organisasi yang
memiliki pengetahuan penting yang tidak dimiliki pemimpin mendapatkan kekuasaan
atas kelompok yang disebut terakhir ini. Kepemilikan sumber daya yang langka dalam
hal ini, pengetahuan yang penting menjadikan pemimpin bergantung pada bawahan. Hal
ini juga membantu menjelaskan berbagai perilaku bawahan yang dalam cara pandang lain
tampak tidak logis , seperti menghancurkan manual prosedur yang menguraikan
bagaimana suatu pekerjaan ditunaikan, menolak untuk melatih orang lain dalam
pekerjaan mereka atau bahkan untk menunjukkan kepadanya cara yang benar dalam
menjalankan pekerjaan tersebut, menciptakan bahasa dan dan beragam istilah khusus
yang menghambat orang lain untuk memahami pekerjaan mereka, atau beroperasi secara
rahasia sehingga suatu kegiatan akan tampak lebih rumit dan sulit dibanding yang
sebenarnya.
Hubungan kelangkaan – ketergantungan lebih jauh dapat dilihat dalam kekuasaan yang
termasuk kategori jabatan. Individu-individu yang memiliki jabatan di mana persediaan
personel relatif rendah dibandingkan dengan kebutuhnnya dapat merundingkan paket-
paket kompensasi dan tunjangan yang jauh lebih menarik dibanding bila jumlah calonnya
banyak. Pengelola perguruan tinggi saat ini tidak menemui masalah untuk mencari dosen
bahasa Inggris. Sebaliknya pasar untuk guru teknik komputer sangat ketat : permintaan
memungkinkan mereka utnuk merundingkan gaji yang lebih tinggi, beban mengajar yang
lebih rendah, dan tunjangan lainnya.

c. Keadaan Tak Tergantikan


Semakin sedikit pengganti yang tersedia bagi suatu sumber daya, semakin besar
kekuasaan yang diberikan oleh kontrol atas sumber daya tersebut. Pendidikan yang lebih
tinggi sekali lagi menyediakan contoh yang sempurna. Di universitas-universitas di mana
ada tekanan yang kuat bagi tenaga pengajar untuk menerbitkan karya mereka, kita dapat
mengatakan bahwa kekuasaan seorang kepala jurusan atas seorang tenaga pengajar
berkorelasi terbalik dengan banyaknya publikasi tenaga pengajar yang bersangkutan.
Semakin banyak pengakuan yang diterima oleh seorang tenaga pengajar itu melalui
publikasi karyanya, semakin leluasalah ia. Artinya, karena universitas-universitas lain
menginginkan tenaga pengajar yang banyak mempublikasikan karyanya dan terpandang,
pemintaan akan jasa tenaga pengajar tersebut pun meningkat. Meskipun masa kerja juga
turut mengubah hubungan ini dengan cara membatasi alternatif yang dimiliki kepala
jurusan, tenaga-tenaga pengajar yang baru sedikit mempublikasikan karyanya atau tidak
memiliki publikasi sama sekali memiliki mobilitas paling kecil dan mendapat pengaruh
terbesar dari atasan mereka.

D. Taktik Kekuasaan
Taktik kekuasaan adalah cara individu menerjemahkan landasan kekuasaan ke
dalam tindakan-tindakan tertentu. Dibagian ini kita akan meninjau kembali pilihan-
pilihan taktik yang populer dan berbagai kondisi yang mungkin lebih efektif dibanding
yang lain. Penelitian telah mengidentifikasi sembilan macam taktik pengaruh, yaitu :
1. Legitimasi
Mengandalkan posisi kewenangan seseorang atau menekankan bahwa sebuah permintaan
selarasdengan kebijakan atau ketentuan dalam organisasi.
2. Persuasi rasional
Menyajikan argumen-argumen yang logis dan berbagai bukti faktual untuk
memperluhatkan bahwa sebuah permintaan itu masuk akal.
3. Seruan inspirasional
Mengembangkan komitmen emosinal dengan cara menyerukan nilai-nilai, kebutuhan,
harapan, dan aspirasi sebuah sasaran.
4. Konsultasi
Meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang menjadi sasaran dengan cara
melibatkannya dalam memutuskan bagaimana rencana atau perubahan akan di jalankan.
5. Tukar pendapat
Memberikan imbalan kepada terget atau sasaran berupa uang atau penghargaan lain
sebagai ganti karena mau menaati suatu permintaan.
6. Seruan pribadi
Meminta kepatuhan berdasarkan persahabatan atau kesetiaan.
7. Menyenangkan orang lain
Menggunakan rayuan, pujian, atau perilaku bersahabat sebelum membuat permintaan.
8. Tekanan
Yaitu dengan cara Menggunakn peringatan, tuntutan tegas, dan ancaman.
9. Koalisi
Meminta bantuan orng lain untuk membujuk sasaran (target) atau mengguanakan
dukungan orang lain sebagai alasan agar si sasaran setuju.

Beberapa taktik tersebut umumnya lebih efektif dari pada yang lain. Secara khusus
bukti menunjukan bahwa persuasi nasional, seruan inspirasional dan konsultasi
cenderung menjadi cara yang paling efektif. Sebaliknya tekanan lebih sering menjadi
bumerang dan paling tidak efektif diantara kesembilan taktik itu. Anda juga dapat
meningkatkan kemungkinan keberhasilan anda dengan cara menerapkan lebih dari satu
jenis taktik pada saat yang bersamaan atau secara berurutan, sepanjang pilihan-pilihan
taktik anda itu selaras. Sebagai contoh menggunakan taktik yang menyenangkan orang
lain ataupun legitimasi dapat meminimalkan reaksi negatif yang mungkin timbul akibat
“didikte” oleh atasan.

a. Kekuasaan dalam kelompok : Koalisi


Koalisi yaitu suatu kelompok informasi yang diikat bersama dengan sebuah isu
perjuangan yang sama. Cara alamiah untuk mendapatkan pengaruh adalah dengan
menjadi pemegang kekuasaan. Karena itu, orang-orang nyang menginginkan kekuasaan
akan berupaya membangun landasan kekuasaan pribadi. Tetapi, dalam banyak contoh,
hal ini mungkin sulit, beresiko, mahal, atau bahkan mustahil. Bila demikian, upaya akan
dilakukan untuk membentuk koalisi dari dua atau lebih. “ orang di luar kekuasaan”
uyang, dengan bersatu, dapat menggabungkan sumber-sumber daya mereka guna
meningkatkan kekuasaan. Koalisi yang berhasil terdiri atas anggota-anggota yang
sifatnya cair dab bisa terbentuk secara cepat, menjangkau isu yang menjadi sasaran
mereka, dan cepat pula bubarnya”.
Prediksi lain mengenai koalisi berkaitan dengan kadar kesalingtergantungan di
dalam organisasi. Lebih banyak koalisi yang bisa tercipta bilamana terdapat banyak
ketergantungan tugas dan sumber daya. Sebaliknya akan terdapat lebih sedikit
salingketergantungan diantara berbagai sub unit dan lebih sedikit aktvitas pembentukkan
koalisi bilamana berbagai sub unit itu mandiri dengan sumber daya yang melimpah.
Terakhir pembentukan koalisi akan dipengaruhi oleh tugas-tugas aktual yang
dijalankan oleh para pekerja. Semakin rutin tugas semua kelompok, semakin besar
kemungkinan akan terbentuk koalisi. Semakin besar pekerjaan yang orang lain lakukan,
semakin besar ketergantungan mereka. Untuk mengimbangi ketergantungan ini, mereka
perlu membangun koalisi. Ini membantu menjelaskan sejarah terbentuknya serikat-serikat
pekerja, khususnya diantara para pekerja yang berketerampilan rendah. Karyawan-
karyawan ini dalam kapasitas mereka sebagai anggota koalisi yang satu akan lebih
mampu menegosiasikan kenaikan upah, tunjangan, dan kondisi kerja dari pada jika
mereka bertindah sendiri-sendiri.

b. Pelecehan seksual : ketidakseimbangan kekuasaan di tempat kerja


Pelecehan seksual yaitu segala aktivitas yang bersifat seksual yang tidak
diinginkan dan memengaruhi pekerjaan seorang individu, serta menciptakan suasana
kerja yang tak nyaman. Pelecehan seksual didefinisikan sebagai segala aktivitas bersifat
seksual yang tidak diinginkan dan memengaruhi pekerjaan seorang individu, serta
menciptakan suasana keerja yang tak nyaman. Mahkamah Agung AS membantu
memperjelas definisi ini dengan menambahkan bahwa tes kunci untuk menentukan
apakah telah terjadi pelecehan seks adalah apakah komentar atau perilaku di suatu
lingkungan kerja umumnya akan dianggap, dan memeng dipandang, tak menyenangkan
atau merendahkan. Pada umumnya organisasi telah membuat kemajuan besar kearah
pembatasan bentuk-bentuk pelecehan seks terbuka selama dasawarsa silam. Ini
mencangkup sentuhan fisik yang tidak diinginkan, permintaan kencan yang berulang
sementara orang yang diajak jelas-jelas tidak berminat, dan ancaman disertai kekerasan
bahwa seseorang akan kehilangan pekerjaan bila ia menolak ajakan berhubungan seks
Pelecehan seksual adalah masalah kekuasaan, yaitu seorang individu mencoba
mengendalaikan atau mengancam individu lainnya. Tindakan ini salah. Dan, berbuat
tidak senonoh terhadap perempuan atau laki-laki manapun menyalahi hukum. Namun
anda dapat memahami pelecehan seksual muncul kepermukaan dalam organisasi jika
anda menganalisnya dalam bingkai kekuasaan telah di jelaskan.
Bagaimana pelecehan seksual dapat mengakibatkan kehancuran sebuah
organisasi, tetapi tindakan ini sebenarnya dapat dihindari. Peran seorang manager dalam
mencegah pelecehan seksual sangat penting. Beberapa cara agar para manager dapat
melindungi diri mereka sendiri, dan karyawan mereka dari pelecehan seksual adalah
sebagai berikut :
1. Pastikan adanya sebuah kebijakan yang dengan tepat mendefinisikan hal-hal yang
merupakan pelecehan seksual, yang memberi tahu karyawan bahwa mereka dapat dipecat
karena melakukan pelecehan seksual semacam itu kepada karyawan lain, dan yang
menetapkan prosedur untuk menyampaikan keluhan.
2. Yakinkan karyawan bahwa mereka tidak akan menghadap balasan jika mereka
menyampaikan keluhan mereka.
3. Selidiki setiap keluhan dan ikut sertakan divisi legal dan sumber daya manusia
perusahaan.
4. Pastikan bahwa pelakunya terena sangsi atau diberhentikan.
5. Adakan seminar internal untuk membangkitkan kesadaran karyawan akan isi-isu
seputar pelecehan seksual dan pelecehan.
Kesimpulannya adalah bahwa para manager memiliki tanggung jawab untuk
melindungi karyawan merekan dari lingkungan kerja yang tak menyenangkan, tetapi
mereka juga perlu melindungi diri mereka sendiri. Para manager mungkin tidak
menyadari bahwa salah seorang karyawan mereka mengalami pelecehan seksual. Tetapi,
hal itu tidak akan melindungi mereka atau organisasi mereka. Jika para penyelidik hukum
menyakini bahwa seorang manager tahu tentang pelecehan seksual di lingkungan di
bawah tanggung jawabnya, baik si manager maupun perusahaan dapat dikenai tanggung
jawab.

E. Perilaku Politik dalam Organisasi


Perilaku Politik merupakan kegiatan yang tidak dipandang sebagai bagian dari
peran formal seseorang didalam organisasi, tetapi yang memengaruhi, atau berusaha
memengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi. Perilaku politik
berada di luar persyaratan kerja tertentu dari seseorang. Perilaku itu mensyaratkan suatu
upaya untuk menggunakan landasan kekuasaan seseorang. Serta mencakup berbagai
upaya untuk memengaruhi tujuan, kriteria, atau proses-proses yang digunakan dalam
pengambilan keputusan ketika kita menyatakan bahwa politik terkait dengan “distribusi
keuntungan dan kerugian di dalam organisasi”. Definisi ini cukup luas untuk mencakup
beragam perilaku politik seperti menahan informasi kunci dari pengambilan keputusan,
bergabung dalam koalisi, mencari-cari kesalahan, menyebarkan rumor, membocorkan
informasi rahasia tentang kegiatan organisasi kepada media, saling menyenangkan
ddengan orang laindi dalam organisasi untuk memperoleh manfaat bersama, dan melobi
atas nama atau melawanseseorang atau alternative keputusan bersama. Perilaku politik
yang sah ( legitimate political behavior ) mengacu pada politik sehari-hari yang wajar /
normal. Misalnya: menyampaikan keluhan kepada penyelia, memotong rantai komando,
membangun koalisi, menentang kebijakan atau keputusan organisasi lewat pemogokan
atau dengan terlalu berpegang ketat pada ketentuan yang ada, dan menjalin hubungan
keluar organisasi melalui kegiatan profesi. Sedangkan perilaku politik yang tidak sah (
illegitimate political behavior ) merupakan perilaku politik yang menyimpang dari
atauran main yang telah ditentukan. Kegiatan yang tidak sah tersebut meliputi : sabotase,
melaporkan kesalahan, dan protes-protes simbolis seperti mengenakan pakaian nyeleneh
atau bros tanda protes, dan beberapa karyawan yang secara serentak berpura-pura sakit
agar tidak perlu masuk kerja.

F. Politik: Kekuasaan yang Beraksi


Ada lumayan banyak definisi untuk politik organisasi. Namun pada dasarnya
berbagai definisi tersebut berfokus pada penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan dalam organisasi atau pada perilaku anggota-anggotanya yang
bersifat mementingkan diri sendiri dan tidak melayani kebutuhan organisasi.
Namun dalam kasus ini perilaku politik didefinisikan sebagai aktivitas yang tidak
dianggap sebagai bagian dari peran formal seseorang dalam organisasi, namun yang
mempengaruhi atau berusaha mempengaruhi distribusi keuntungan dan kerugian
didalam organisasi tersebut. Definisi ini mencangkup berbagai upaya untuk
mempengaruhi tujuan, kriteria atau prosesyang digunakan dalam pengambilan keputusan,
ketika kita menyatakan bahwa politik terkait dengan “distribusi keuntungan dan kerugian
didalam organisasi”. Didalam perilaku politik terdapat dua dimensi “sah dan tidak sah”.
Perilaku Politik Sah yaitu perilaku politik yang mengacu pada politik sehari-hari normal.
Sedangkan perilaku Politik tidak Sah yaitu perilaku politik yang berat yang menyimpan
aturan permainan yang telah ditentukan.
1. Realitas Politik
Realitas politik adalah kenyataan hidup dalam organisasi. Orang yang mengambil
kenyataan ini akan menanggung sendiri resikonya. Pertanyaan yang sering muncul,
haruskah poltik ada? Tidak mungkinkah sebuah organisasi bebas dari politik? Jawabanya
mungkin saja, tetapi pada umumnya tidak mungkin.
Organisasi terbentuk dari individu dan kelompok dengan nilai, tujuan dan
kepentingan yang berbeda-beda. Fakta ini, mengandung potensi timbulnya konflik untuk
memperebutkan sumber daya. Anggaran departemen, alokasi ruang, tanggun jawab
proyek hanyalah contoh dari sumber daya yang dapat diperebutkan dan diperjuangkan
oleh karyawan.
Sumber daya yang dimiliki organisasi juga terbatas, sehingga potensi konflik
berubah menjadi konflik nyata. Jika sumber daya melimpah, semua konstituen yang
beragam dalam organisasi dapat mempengaruhi kebutuhannya. Tetapi sekali lagi karena
sumber daya terbatas, tidak setiap kepentingan dapat terlayani. Lebih jauh entah benar
atau salah, keuntungan satu orang atau kelompok sering kali dipahami akan diperoleh
dengan mengurbankan orang atau kelompok lain dalam organisasi. Adanya beberapa
kekuatan ini menciptakan persaingan diantara para anggota untuk memenangkan sumber
daya organisasi yang terbatas.
2. Faktor-faktor yang Berkontribusi terhadap Perilaku Politik
Tidak semua kelompok atau organisasi sama politisnya. Dalam beberapa
organisasi misalnya, politisasi sangat terbuka dan tak terkendai, sementara dalam
organisasi lain, politik memainkan peran kecil dalam memperngaruhi hasil.
a. Faktor Individu
Pada tataran individu, para peneliti telah mengidentifikasi sifat-sifat kepribadian
tertentu, kebutuhan dan beberapa faktor lain yang dapat dikaitkan dengan perilaku politik
seseorang. Dalam hal sifat,kita menemukan bahwa para karyawan yang mampu
merefleksi diri secara baik (high self-monitor) memiliki pusat kendali (locus of contol)
internal, dan memilki kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan pnya kemungknan lebih
besar untuk terlibat dalam perilaku politik. Orang yang mampu merefleksi diri seara baik
lebih sensitife terhadap berbagai tanda social, mampu menampilkan tingkat kecerdasan
social, dan termpil dalam berperilaku politik daripada mereka yang kurang mampu
merefleksi diri (low self-monitor). Individu- individu degan locus of control internal ,
lantaran meyakini bahwa mereka mampu mengendalikan lingkungannya, lebih cenderung
bersikap proaktif dan berupaya memanipulasi situasi demi kepentingan mereka sendiri.
Tidak mengejutkan, kepribadian Machiavelian- yang dicirikan dengan kehendak untuk
memanipulasi dan hasrat akan kekuasaan- dengan mudah menggunakan politik sebagai
sarana untuk memperjuangkan kepentingan sendiri.
Selain itu, investasi seseorang dalam organisasi, alternative-alternatif yang
diyakinininya ada, dan harapan akan kesuksesan turut mempengaruhi sejauh mana ia
akan memanfaatkan sarana tindakan politik yang tidak sah.

Faktor-faktor Individu :
1. Kemampuan merefleksi diri yang baik
2. Pusat Kendali Internal
3. Kepribadian yang lincah
4. Investasi Organisasi
5. Alternatif pekerjaan lain
6. Harapan akan kesuksesan

b. Faktor Organisasi
Kegiatan politik kiranya leih merupakan fungsi karakteristik organisasi ketimbang
fungsi variabel perbedaan individu. Mengapa?karena tidak sedikit organisasi memiliki
banyak karyawan dengan karakter-karakter individu yang kita sebut sebelumnya , namun
kadar perilaku politiknya sangat beragam.
Tanpa menafikan peran yang mungkin dijalankan oleh perbedan-perbedaan
individual dalam menumbuh kembangkan proses politisasi, bukti menunjukkan bahwa
situasi dan kultur tertentulah yang lebih mendukung politik. Secara lebih khuus, jika
sumber daya sebuah organisasi berkurang, ketika pola sumber daya yang ada berubah dan
ketika muncul kesempatan untuk promosi, politisasi lebih dimungkinkan untuk muncul
permukaan. Selain it kultur yang tercirikan oleh tingkat kepercayaan yang rendah,
ambiguitas peran, sistem evaluasi kinerja yang tidak jelas, praktik alokasi imalan zero-
sum (perolehan hangus karena kurang memuaskan), pengambilan keputusan secara
demokratis, tekanan yang tinggi atas kinerja, dan manajer-manajer senior yang egois
menciptakan lahan pembiakan yang subur bagi politisasi.
Ketika organisasi melakukan perampingan untuk meningkatkan efisiensi,
pengurangan sumber daya harus dilakukan. Terancam kehilangan sumber daya, orang
bisa terlibat dalam tindakan politik untuk mengamankan apa yang mereka miliki. Tetapi
perubahan apapun,khususnya yang mengimplikasikan realokasi sumber daya dalam
organisasi secara signifikan, berkemungkinan merangsang timbulnya konflik dan
meningkatkan politisasi.
Keputusan promosi sebagai salah satu tindakan paling politis dalam organisasi.
Peluang promosi atau kemajuan mendorong orang untuk bersaing mendapatkan sumber
daya yang terbatas dan mencoba secara positif mempengaruhi hasi; keputusan.
Semakin kecil kepercayaan yang ada dalam organisasi, semakin tinggi tingkat
perilaku politik dan semakin mungkin perilaku politik itu akan tidak sah. Karenanya,
tingkat kepercayaan yang tinggi secara umum akan menekan tingkat perilaku politik dan
secara khusus akan menghambat tindakan politik yang tidak sah.

Faktor – faktor Organisasi


1. Realokasi sumber daya
2. Peluang promosi
3. Tingkat kepercayaan rendah
4. Ambiguitas peran
5. Sistem evaluasi kerja tidak jelas
6. Praktik imbalan zero-sum
7. Pengambilan keputusan yang demokratis
8. Tekanan kinerja tinggi
9. Manajer senior yang egois

3. Orang Menanggapi Politik Organisasi


Mengenai faktor faktor yang berkontribusi pada perilaku politik, kita melihat
hasil-hasil yang menguntungkan bagi mereka yang berhasil dalam perilaku politiknya
tetapi bagi sebagian besar orang yang keterampilan berpolitikny biasa saja atau tidak mau
bermain politik,hasilnya cenderung negative. Persepsi terhadap politik organisasi
berhubungan secara negative dengan keputusan kerja. Sepertinya, hal ini disebabkan oleh
persepsi bahwa dengan tidak terlibat dalam politik, seseorang bisa kehilangan pijakan
kepada orang lain yang aktif bermain politik atau sebaliknya lantaran ada tekanan
tambahan yang dirasakan oleh individu-individu Karena masuk dan bersaing dalam arena
politik. Tidak mengejutkan ketika seorang karyawan terlalu banyak berpolitisasi, hal
tersebut bisa menyebabkan berhenti bekerja.
Manakala memandang politik sebagai ancaman alih-alih sebagai peluang, orang
tak jarang akan meresponnya dengan perilaku defensif (defensive behavior) yang
merupakan perilaku reaktif dan protektif untuk menghindari aksi, disalahkan atau
perubahan. Dan, perilaku defensif sering disertai perasaan megatif terhadap pekerjaan
dan lingkungan kerja. Dalam jangka pendek, karyawan mungkin mendapati bahwa sikap
defensif melindungi kepentingan mereka sendiri. Tetapi dalam jangka panjang, sikap
tersebut melamahkan mereka. Orang-orang yang senantiasa mengandalkan sikap defensif
mendapati bahwa, pada akhirnya, inilah satu-satunya cara yang mereka ketahui
bagaimana harus bersikap.

4. Mengelola Kesan
Dipandang positif oleh orang lain akan bermanfaat bagi orang-orang di dalam organisasi.
Dalam konteks politik, kesan yang bagus mungkin bisa membantu memengaruhi
distribusi keuntungan untuk kepentingan mereka sendiri. Proses yang digunakan para
individu untuk mengendalikan kesan yang dibentuk orang lain terhadap diri mereka
disebut pengelolaan atau manajemen kesan (impression management).

5. Etika Berprilaku secara Politis


Pembahasan ini mengenai politik dengan memberikan beberapa panduan etis untuk
perilaku politik. Meskipun tidak ada cara pasti untuk membedakan proses berpolotik
yang etis dan tidak etis. Terkadang orang terlibat dalam perilaku politik karena alasan
kecil yang baik. Kebohongan terang-terangan bisa menjadi contoh yang ekstrim dari
pengaturan kesan. Intinya adalah bahwa sebelum berbuat demikian, satu hal yang harus
diingat adalah pakah hal itu benar-benar sepadan dengan risikonya. Pertanyaan lain yang
harus diajukan adalah sebuah pertanyaa etis yaitu bagaimana manfaat terlibat dalam
perilaku politik mengimbangi segala bahaya yang akan mengenai orang lain?. Pertanyaan
terakhir yang perlu dijawab adalah apakah kegiatan politik selaras dengan standar
kesetaraan dan keadilan.

Anda mungkin juga menyukai