Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Serangan jantung adalah suatu penyakit di mana terjadinya gangguan aliran darah ke
jantung sehingga menyebabkan sel-sel jantung mati akibat kurangnya pasokan darah ke sel-sel
jantung. Penyakit jantung koroner merupakan penyebab nomor satu kematian pada orang
dewasa di Amerika. Di seluruh dunia jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Faktor
yang paling berhubungan dengan penyakit ini adalah gaya hidup yang kurang sihat, merokok,
konsumsi makanan berkolesterol tinggi, kurang gerak dan kurang istirahat.1,2
Sindrom koroner akut(ACS) merupakan kumpulan gejala yang mengambarkan proses
penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil, infark miokardium tanpa elevasi segmen
ST(NSTEMI) dan infark miokardium dengan elevasi segmen ST(STEMI). Ketiganya
mempunyai dasar patofisiologi yang sama, cuma hanya berbeda derajat keparahannya. Adanya
elevasi segmen ST pada EKG menggambarkan adanya oklusi total arteri koroner yang
menyebabkan nekrosis pada seluruh atau hampir seluruh lapisan dinding jantung. Pada
NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil terjadi oklusi parsial arteri koroner. Keduanya
mempunyai gejala klinis dan patofisiologi serupa, tetapi berbeda derajat keparahannya.
Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika iskemi cukup parah sehingga menyebabkan nekrosis sel-
sel miokardium; hal ini menyebabkan pelepasan biomarker dari sel-sel miokardium (Troponin
T atau I, atau CKMB) menuju ke sirkulasi. Sebaliknya, pada pasien dengan angina pektoris
tidak stabil tidak didapatkan peningkatan biomarker tersebut di sirkulasi.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Sindrom koroner akut adalah salah satu manifestasi klinis penyakit jantung koroner
yang utama dan sering mengakibatkan kematian. Sindrom koroner akut terjadi karena
terjadinya pengurangan oksigen akut atau subakut dari miokardium. Sindrom koroner akut
adalah gabungan gejala klinik yang menandakan iskemia miokard akut, yang terdiri dari infark
miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST segment elevation myocardial infarction =
STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (non ST segment elevation myocardial
infarction = NSTEMI), dan angina pectoris tidak stabil (unstable angina pectoris = UAP).
Ketiga kondisi tersebut berkaitan erat, hanya berbeda dalam derajat beratnya iskemia dan
luasnya jaringan miokardiaum yang mengalami nekrosis.4
UAP dan NSTEMI merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi
dan gambaran klinis. Perbedaan antara angina pectoris tidak stabil (UAP) dengan infark
miokard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) adalah apakah iskemi yang ditimbulkan
cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan miokardium, sehingga adanya marker
kerusakan miokardium dapat diperiksa.4
B. EPIDEMIOLOGI
Setiap tahun di Amerika Serikat 1.300.000 pasien dirawat di RS dengan APTS / Infark
Miokard non Q, dibandingkan 350.000 pasien Infark miokard dengan gelombang Q ST elevasi.
4

C. FAKTOR RESIKO
Dewasa ini ditemukan banyak faktor yang saling berkaitan dalam mempercepat proses
aterogenik. Telah ditemukan beberapa faktor yang dikenal sebagai faktor risiko yang
meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya aterosklerosis koroner pada individu tertentu.
Ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu : usia, jenis kelamin, ras dan
riwayat keluarga. Faktor-faktor risiko tambahan lainnya masih dapat diubah, sehingga
berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor risiko tersebut adalah
merokok, peningkatan kadar lipid serum, hipertensi, gangguan toleransi glukosa, dan obesitas.3

2
a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
1. Usia
Kerentanan yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Tetapi hubungan antara
usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lama paparan yang lebih
panjang terhadap faktor-faktor aterogenik.3
2. Jenis kelamin
Kejadian penyakit koroner relatif lebih rendah pada wanita sampai menopause, setelah
menopause kerentanannya menjadi sama dengan pria. Efek perlindungan estrogen
dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita sebelum menopause.3
3. Ras
Orang Amerika-Afrika lebih rentan tehadap aterosklerosis daripada orang kulit putih.3
4. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (yaitu saudara atau
orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan
kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur. Besarnya pengaruh genetik dan
lingkungan belum diketahui. Komponen genetik dapat dikaitkan pada beberapa bentuk
aterosklerosis yang nyata, atau yang cepat perkembangannya, seperti pada gangguan
lipid familial. Tetapi riwayat keluarga dapat pula mencerminkan komponen lingkungan
yang kuat, seperti gaya hidup yang menimbulkan stres atau obesitas.3
b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
1. Merokok
Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek langsung terhadap
dinding arteri. Karbon monoksida (CO) dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri,
nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan reaksi
trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri, sedangkan glikoprotein
tembakau dapat mengakibatkan reaksi hipersensitif dinding arteri.7
2. Hiperlipidemia
Lipid plasma (kolesterol, trigliserida, fosfolipida, dan asam lemak bebas) berasal dari
makanan (eksogen) dan sintesis lemak endogen. Kolesterol dan trigliserida adalah dua
jenis lipd yang relatif mempunyai makna klinis yang penting sehubungan dengan
aterogenesis. Lipid terikat pada protein, karena lipid tidak larut dalam plasma. Ikatan
ini menghasilkan empat kelas utama lipoprotein, yaitu; kilomikron, VLDL, LDL dan
HDL. LDL paling tinggi kadar kolesterolnya, sedangkan kilomikron dan VLDL kaya
akan trigliserida. Kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.7

3
Peningkatan kolesterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit
jantung koroner, sementara kadar HDL yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung
penyakit jantung koroner, sebaliknya kadar HDL yang rendah ternyata bersifat
aterogenik. Rasio kadar LDL dan HDL dalam darah mempunyai makna klinis untuk
terjadinya aterosklerosis.7
3. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan
darah dari ventrikel kiri, akibatnya beban kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya
terjadi hipertrofi ventrikel untuk menguatkan kontraksi. Akan tetapi kemampuan
ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertropi kompensasi akhirnya
terlampaui , tejadi dilatasi dan payah jantung. Jantung jadi semakin terancam dengan
adanya aterosklerosis koroner. Kebutuhan oksigen miokardium meningkat sedangkan
suplai oksigen tidak mencukupi, akhirnya mengakibatkan iskemia. Kalau berlangsung
lama bisa menjadi infark. 7
Disamping itu, hipertensi dapat meningkatkan kerusakan endotel pembuluh darah
akibat tekanan tinggi yang lama (endothelial injury).7
4. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus menyebabkan gangguan lipoprotein. LDL dari sirkulasi akan di bawa
ke hepar. Pada penderita diabetes mellitus, degradasi LDL di hepar menurun, dan
gikolasi kolagen meningkat. Hal ini mengakibatkan meningkatnya LDL yang berikatan
dengan dinding vaskuler.7
5. Obesitas
Kegemukan mungkin bukan faktor resiko yang berdiri sendiri, karena pada umumnya
selalu diikuti oleh faktor resiko lainnya.7
6. Hipertensi
Selain dapat meningkatkan kerusakan endotel pembuluh darah akibat tekanan tinggi
yang lama. Hipertensi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya rupturnya plak pada
pembuluh darah.1
7. Anemia
Adanya anemia mengakibatkan menurunnya suplai oksigen ke jaringan, termasuk ke
jaringan jantung. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen, jantung dipacu untuk
meningkatkan cardiac ouput. Hal ini mengakibatkan kebutuhan oksigen di jantung
meningkat. Ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen mengakibatkan
gangguan pada jantung.1

4
8. Kerja fisik / olahraga
Pada aktivitas fisik yang meningkat, kebutuhan oksigen terhadap jaringan dan
miokardium meningkat. Adanya aterosklerosis mengakibatkan suplai oksigen tidak
mencukupi, akhirnya mengakibatkan iskemia. Kalau berlangsung lama bisa terjadi
infark.1
D. ETIOLOGI
1. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan
arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang rupture
dan biasanya tidak sampai menyumbat. Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit
beserta komponennya dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal,
merupakan penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien.
2. Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin diakibatkan oleh
spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina
prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah
dan/atau akibat adanya disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan
oleh konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.
3. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke tiga ACS adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme
atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau
dengan stenosis ulang setelah intervensikoroner perkutan (PCI).
4. Inflamasi dan/atau infeksi
Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang berhubungan dengan
infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan
trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim
seperti metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga
selanjutnya dapat mengakibatkan ACS.
5. Faktor atau keadaan pencetus
Penyebab ke lima adalah ACS yang merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus
diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab dapat berupa penyempitan arteri koroner
yang mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita angina
stabil yang kronik.
ACS jenis ini antara lain karena :

5
a) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan tirotoksikosiso b)
Berkurangnya aliran darah koroner, berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada
anemia dan hipoksemia.
Kelima penyebab ACS di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyakterjadi
tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai lebih dari satu penyebab dan
saling terkait.6

6
E. KLASIFIKASI
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan
pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation myocardial
infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment elevation
myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indikator kejadian
oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi
untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa
menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer.
Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen
ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak
memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung.
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat keluhan
angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan.
Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T,
gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization, atau bahkan tanpa perubahan.
Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian infark
miokard yang ditandai dengan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang lazim
digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia marka jantung
terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi Infark Miokard Akut Segmen ST Non
Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial Infarction, NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak stabil
marka jantung tidak meningkat secara bermakna. Pada sindroma koroner akut, nilai ambang
untuk peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas
(upper limits of normal, ULN). Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan
(normal) atau menunjukkan kelainan yang nondiagnostik sementara angina masih berlangsung,
maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika ulangan EKG tetap menunjukkan
gambaran nondiagnostik sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau
selama 12-24 jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.2

7
Gambar. Alogaritme Evaluasi dan Tatalaksana SKA
F. PATOGENESIS
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner
yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan
tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi
trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white
thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total
maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih
distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga
memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner
menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20
menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard). Infark miokard tidak
selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai
vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot
jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas
miokardium karena proses hibernating dan stunning(setelah iskemia hilang), distritmia dan
remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA
tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami SKA karena

8
obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial (Angina Prinzmetal).
Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi
plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik,
seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus
terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis. 3,4
G. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke
lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat
berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal
sering disertai keluhan penyerta seperti diaforesis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas,
dan sinkop. 2
Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran
angina tipikal, rasa gangguan pencernaan, sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa
lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien
usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal
menahun, atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul saat istirahat,
keluhan ini patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas,
terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK). 2
H. DIAGNOSIS
Diagnosis angina pectoris tidak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi sedangkan
tidak ada kenaikan troponin maupun CK-MB dengan ataupun tanpa perubahan EKG untuk
iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya
gelombang T yang negatif. Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada
tahap awal serangan angina pectoris tidak stabil seringkali tak bisa dibedakan dari NSTEMI.2

a. Diagnosis dan Gambaran Klinis Angina Pektoris Tidak Stabil


Anamnesis merupakan hal yang sangat penting. Penderita yang datang dengan
keluhan utama nyeri dada atau nyeri ulu hati yang hebat, bukan disebabkan oleh trauma,
yang mengarah pada iskemia miokardium, pada laki-laki terutama berusia > 35 tahun
atau wanita terutama berusia > 40tahun, memerlukan perhatian khusus dan evaluasi
lebih lanjut tentang sifat, onset, lamanya, perubahan dengan posisi, penekanan,
pengaruh makanan, reaksi terhadap obat-obatan, dan adanya faktor resiko. Wanita
sering mengeluh nyeri dada atipik dan gejala tidak khas, penderita diabetes mungkin
tidak menunjukkan gejala khas karena gangguan saraf otonom.

9
Nyeri pada SKA bersifat seperti dihimpit benda berat, tercekik, ditekan, diremas,
ditikam, ditinju, dan rasa terbakar. Nyeri biasanya berlokasi di blakang sternum,
dibagian tengah atau dada kiri dan dapat menyebar keseluruh dada, tidak dapat ditunjuk
dengan satu jari. Nyeri dapat menjalar ke tengkuk, rahang, bahu, punggung, lengan kiri
atau kedua lengan. Lama nyeri > 20menit, tidak hilang setelah 5 menit istirahat atau
pemberian nitrat.2
Keluhan pasien umumnya berupa
- Resting angina : terjadi saat istirahat berlangsung > 20 menit
- New onset angina : baru pertama kali timbul, saat aktivitas fisik sehari-hari, aktifitas
ringan/ istirahat
- Increasing angina : sebelumnya usah terjadi, menjadi lebih lama, sering, nyeri atau
dicetuskan aktivitas lebih ringan.
Keluhan SKA dapat berupa rasa tidak enak atau nyeri di daerah epigastrium yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya dan dapat disertai gejala otonom sesak napas, mual
sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani
seringkali tidak ada yang khas.
1. Pemeriksaan Penunjang
o Elektrokardiografi (ECG)
Pemeriksaan ECG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi
risiko pasien angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukan
kemungkinan adanya iskemi atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang
nonspesifik seperti depresi segmen ST kurang dari 0.5mm dan gelombang T negatif
kurang dari 2mm, tidak spesifik untuk iskemi, dan dapat disebabkan karena hal lain.
Pada angina tak stabil 4% mempunyai EKG normal, dan pada NSTEMI 1-6% ECG
juga normal.2
o Exercise test
Pemeriksaan EKG tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak stabil
secara lansung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya mitral
insuffisiensi dan abnormalitas gerakan dinding reginal jantung, menandakan prognosis
kurang baik. Stress ekokardiografi juga dapat membantu menegakkan adanya iskemi
miokardium.2
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai
petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut European Society of Cardiology

10
(ESC) dan ACC dianggap adanya mionekrosis bila troponin T atau I positif dalam 24
jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Risiko kematian bertambah dengan tingkat
kenaikan troponin. 2
CKMB kurang spesifik karena juga ditemukan di otot skeletal, tapi berguna
untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali
normal dalam 48jam.2
b. Diagnosis dan Gambaran Klinis Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST
1. Evaluasi klinis
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala epigastrium dengan
ciri khas seperti diperas, diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau
tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis
berdasarkan gambaran klinis menunjukkan mereka memiliki gejala dengan onset baru
angina berat / terakselerasi memiliki prognosis lebih baik berbanding dengan memiliki
nyeri pada waktu istirahat. Gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop
atau nyeri lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang
lebih besar terutama pasien lebih dari 65 tahun.2
2. Pemeriksaan Penunjang
o Elektrokardiogram
Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal
penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Thrombolysis in Myocardial
Ischemia Trial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak
0.05mV merupakan predictor outcome yang buruk. Outocme yang buruk
meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST dan baik
depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan
informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.2
o Biomarker Kerusakan Miokard
Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih
disukai, karena lebih spesifik berbanding enzim jantung seperti CK dan CKMB.
Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-
4jam dan dapat menetap sampai 3-4minggu.2
o Stratifikasi Risiko
Penilaian klinis dan EKG merupakan pusat utama dalam pengenalan dan
penilaian risiko NSTEMI. Jika ditemukan risiko tinggi, maka keadaan ini

11
memerlukan terapi awal yang segera. Beberapa pendekatan untuk stratifikasi
telah tersedia.2
o Skor TIMI
Skor risiko merupakan suatu metoda sederhana dan sesuai untuk
stratifikasi risiko, dan angka faktor risiko bebas pada presentasi kemudian
ditetapkan. Skor risiko ini berasal dari analisis pasien-pasien pada penelitian
TIMI 11B dan telah divalidasi pada empat penelitian dan satu registry. Dengan
meningkatnya skor risiko, telah terobservasi manfaat yang lebih besar secara
progresif pada terapi dengan low molecular weight heparin (LMWH) versus
unfractionated heparin (UFH), dengan platelet GP Iib/IIIa receptor blocker
tirofiban versus palcebo, dan strategi nivasif versus konservatif.2
Pada pasien untuk semua level skor risiko TIMI, penggunaan klopidogrel
menunjukkan penurunan keluaran yang buruk relatif sama. Skor risiko juga
efektif dalam memprediksi keluaran yang buruk pada pasien yang pulang.2

Tabel. Skor risiko TIMI untuk UA/NSTEMI

o Penanda biologis (Biomarker) multipel untuk penilaian risiko


Newby et.al mendemonstrasikan bahwa strategi bedside menggunakan
mioglobin, creatinine kinase-MB dan troponin I memberikan stratifikasi risiko
yang lebih akurat dibandingkan jika menggunakan petanda tunggal berbasis
laboratorium. Sabatine et.al mempertimbangkan 3 faktor patofisiologi vyang
terjadi pada UA/NSTEMI yaitu2:

12
 Ketidakstabilan plak dan nekrosis otot yang terjadi akibat mikroembolisasi
 Inflamasi vaskular
 Kerusakan ventrikel kiri
Masing-masing dapat dinilai secara independen berdasarkan penilaian
terhadap petanda-petanda seperti cardiac-specific troponin, C-reactive protein
dan brain-natriuretic peptide, berturut-turut. Pada penelitian TACTICS-TIMI 18,
di mana risiko relatif, mortalitas 30 hari pasien-pasien dengan marker 0,1,2, dan
3 semakin meningkat berkali lipat 1,2.1,5.7 dan 13 berturut-turut. Pendekatan ini
dengan berbagai petanda laboratorium ini sebaiknya tidak digunakan sendiri-
sendiri tapi harusnya dapat memperjelas penemuan klinis.2
c. Diagnosis dan Gambaran Klinis Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST
Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesa nyeri
dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST  2mm, minimal pada dua
sadapan prekordial yang berdampingan atau  1mm pada dua sadapan ektremitas.
Pmeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat
diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu
hasil pemeriksaan enzim, dalam mengingat tatalaksana IMA, prinsip utama
penatalaksanaan adalah time is muscle.2
1. Anamnesis
Anamnesis yang cermat perlu dilakukan apakah nyeri dadanya berasal dari
jantung atau diluar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu
dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula
apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor resiko antara lain
hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stress serta riwayat sakit
jantung koroner pada keluarga.2
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi
STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress emosi atau penyakit medis atau bedah.
Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian
dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.2
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Harus
mampu mengenal nyeri dada angina dan mamapu membedakan dengan nyeri dada
lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA.2

13
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut2 :
 Lokasi: substernal , retrosternal, dan prekordial.
 Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
sperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
 Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah,
gigi, punggung interskapular, perut dan dapat juga ke lengan kanan.
 Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
 Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah
makan.
 Gejala yang menyertai: mual muntah, sulit bernapas, keringat dingin,
cemas dan lemas.

Gambar 3. Pola nyeri dada pada iskemia miokard


2. Pemeriksaan Fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali
ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30menit
dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark
anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau
hipotensi) dan hampir setengah pasien infark posterior menunjukkan hiperaktivitas
parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).2
Tanda fisik lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat
ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena
disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai
380C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI .2

14
3. Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dada atau keluhan yang dicurigai STEMI dan harus dilakukan segera dalam 10 menit
sejak kedatangan di UGD. Pemriksaan EKG menentukan keputusan terapi karena bukti
kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang
bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak
diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat
STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sadapan
secara kontinu harus dilakukan unutk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen
ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk
mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.2
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami
evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosa infark miokard
gelombang Q, sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika
obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak
kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST dan biasanya megalami UA atau
NSTEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan
gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard transmural
digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau menghilangnya gelombang R dan
infark miokard nontransmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara
segmen ST atau gelombang T. Namun tidak selalu ada korelasi gambaran patologis
EKG dengan lokasi infark (mural atau transmural) sehingga terminologi IMA
gelombang Q atau non Q menggantikan infark mural atau nontransmural.2

15
Gambar. EKG menunjukkan STEMI dengan evolusi patologik Q wave di lead I dan VL
4. Laboratorium
Petanda Kerusakan Jantung (Biomarkers)
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CKMB) dan Cardiac
Specific Troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan
sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal,
karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan
elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak
tergantung pada pemeriksaan biomarker.2
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan
adanya nekrosis jantung (infark miokard)2
 CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. CKMB turut meningkat pada
operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik.
 cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila
ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat
dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu2:
 Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam
4-8 jam.
 Creatinine Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai punak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.

16
 Lactic Dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
Unstable Angina Myocardial infarction
NSTMI STEMI
Tipe Gejala Cresendo, istirahat, Rasa tertekan yang lama dan nyeri dada
atau onset baru
Nyeri Dada <15 menit >15 menit
Serum Biomarker No Iya Iya
EGC Normal/ST depresi ST depresi atau ST-elevasi
atau gelombang T gelombang T (gelombang Q
invasi invasi later)
Tabel: Perbedaan antara Unstabel Angina, NSTEMI & STEMI

H. PENATALAKSANAAN
a. TERAPI AWAL
Terapi awal pada pasien dengan diagnosis kerja kemungkinan SKA atau SKA atas
dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada pemeriksaan EKG dan atau marka
jantung adalah morfin, oksigen, nitrat, aspirin yang tidak harus diberikan semua atau
bersamaan. 2
1. Tirah baring
2. Oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi 02 arteri ≤ 95% atau yang
mengalami distres respirasi.
3. Oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama tanpa
mempertimbangkan saturasi 02 arteri
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut lebih terpilih
mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat. 2
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate) 2
a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang direncanakan
untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik atau2
b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi reperfusi menggunakan
agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang dianjurkan adalah
clopidogrel). 2

17
6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang masih
berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. jika nyeri dada tidak hilang dengan satu
kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali.
Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga
dosis NTG sublingual. Dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN)
dapat dipakai sebagai pengganti. 2
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien yang
2
tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual
Obat-obatan yang diperlukan dalam menangani SKA adalah:
1. Anti Iskemia
a. Penyekat Beta (Beta blocker).
Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya terhadap
reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen miokardium.
Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan konduksi atrio-
ventrikler yang signfikan, asma bronkiale, dan disfungsi akut ventrikel kiri. Pada
kebanyakan kasus, preparat oral cukup memadai dibandingkan injeksi.2
Tabel . Jenis dan dosis penyekat beta untuk terapi IMA

b. Nitrat.
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel kiri
sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah
dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal maupun yang mengalami
aterosklerosis.2
Tabel . Jenis dan dosis nitrat untuk terapi IMA

18
c. Calcium channel blockers (CCBs).
Nifedipin dan amplodipin mempunyai fek vasodilator arteri dengan
sedikit atau tanpa efek pada SA Node atau AV Node. Sebaliknya verapamil dan
diltiazem mempunyai efek terhadap SA Node dan AV Node yang menonjol dan
sekaligus efek dilatasi arteri. Semua CCB tersebut di atas mempunyai efek
dilatasi koroner yang seimbang. Oleh karena itu CCB, terutama golongan
dihidropiridin, merupakan obat pilihan untuk mengatasi angina vasospastik.2
Tabel . Jenis dan dosis penghambat kanal kalsium untuk terapi IMA

2. Antiplatelet
Tabel . Jenis dan dosis antiplatelet untuk terapi IMA

3. Antikogulan.
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat
mungkin. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian antikoagulasi perlu
dilanjutkan hingga saat pasien dipulangkan dari rumah sakit. 2
Tabel . Jenis dan dosis antikoagulan untuk terapi IMA

19
4. ACE Inhibitor
ACE Inhibitor berguna dalam mengurangi remodelling dan menurunkan angka
kematian penderita pasca infark miokard yang disertai gangguan fungsi sistol jantung,
dengan atau tanpa gagal jantung klinis. Inhibitor ACE diindikasikan penggunaannya
untuk jangka panjang, kecuali ada indikasi kontra, pada pasien dengan fraksi ejeksi
ventrikel kiri ≤40% dan pasien dengan diabetes mellitus, hipertensi, atau penyakit
ginjal kronik (PGK). 2
Tabel . Jenis dan dosis inhibitor ACE untuk IMA

5. Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan
modifikasi diet, statin harus diberikan pada semua penderita UAP / STEMI termasuk
mereka yang telah menjalani revaskularisasi jika tidak terdapat indikasi kontra. Terapi
statin dosis tinggi hendaknya dimulai sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan
sasaran terapi untuk mencapai kadar kolesterol LDL < 100 mg/dl. 2
b. TERAPI LANJUT
Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis, diindikasikan untuk semua
pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang menetap atau
Left Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga) baru. Terapi reperfusi (sebisa mungkin
berupa IKP primer) diindikasikan apabila terdapat bukti klinis maupun EKG adanya iskemia

20
yang sedang berlangsung, bahkan bila gejala telah ada lebih dari 12 jam yang lalu atau jika
nyeri dan perubahan EKG tampak tersendat. 2
Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap pertama adalah menentukan ada tidaknya
rumah sakit sekitar yang memiliki fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsung pilih terapi
fibrinolitik. Bila ada, pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit atau klinik)
ke rumah sakit tersebut apakah kurang atau lebih dari (2 jam). Jika membutuhkan waktu lebih
dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik selesai diberikan, jika
memungkinkan pasien dapat dikirim ke pusat dengan fasilitas IKP. Stenting lebih disarankan
dibandingkan angioplasti balon untuk IKP primer. 2
Bila pasien tidak memiliki indikasi kontra terhadap terapi antiplatelet dual (dual
antiplatelet therapy-DAPT) dan kemungkinan dapat patuh terhadap pengobatan, drug-eluting
stents (DES) lebih disarankan daripada bare metal stents (BMS). 2
Farmakoterapi periprosedural
Pasien yang akan menjalani IKP primer sebaiknya mendapatkan terapi antiplatelet
ganda (DAPT) berupa aspirin dan penghambat reseptor ADP sesegera mungkin sebelum
angiografi. 2
Terapi fibrinolitik
Agen yang spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase) lebih disarankan
dibandingkan agen-agen yang tidak spesifik terhadap fibrin (streptokinase). 2
Tabel . Regimen fibrinolitik untuk infark miokard akut

Angiografi emergensi dengan tujuan untuk melakukan revaskularisasi diindikasikan


untuk gagal jantung/pasien syok setelah dilakukannya fibrinolisis inisial. Jika memungkinkan,
angiografi dengan tujuan untuk melakukan revaskularisasi (pada arteri yang mengalami infark)

21
diindikasikan setelah fibrinolisis yang berhasil . Waktu optimal angiografi untuk pasien stabil
setelah lisis yang berhasil adalah 3-24 jam. 2
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada syndrom koroner akut (ACS) yaitu :10
 Aritmia
 Disfungsi ventrikel kiri
 Hipotensi
 Lain-lain:
o Emboli Paru Dan Infark Paru
o Emboli Arteri Sistemik
o Stroke Emboli
o Disfungsi dan Ruptur m. Papilaris

J. PROGNOSIS
Prognosis dari Akut Koronaria Syndrome (ACS) Tergantung dari beberapa hal yaitu
Wilayah yang terkena oklusi, Sirkulasi kolateral, Durasi atau waktu oklusi, dan Kebutuhan
oksigen miokardium.8

22
BAB III
KESIMPULAN

Sindroma koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara pasokan dengan
kebutuhan oksigen miokard.
Sindroma koroner akut mencakup:
 Angina pektoris tak stabil (APTS)
 Non ST elevation myocard infark (NSTEMI)
 ST elevation myocard infark (STEMI)
Diagnosis ACS dapat ditegakkan dari 3 komponen utama, yaitu dari anamnesis, EKG,
dan pengukuran enzim-enzim jantung (cardiac marker).
Angina pectoris tak stabil ditandai dengan keluhan nyeri dada tipikal tanpa peningkatan enzim
jantung.
NSTEMI ditandai dengan nyeri dada tipikal yang disertai perubahan EKG berupa ST
depress dan peningkatan enzim jantung.
STEMI ditandai dengan nyeri dada tipikal yang disertai perubahan EKG berupa ST
elevasi dan peningkatan enzim jantung.
Penanganan dini yang harus segera diberikan kepada pasien nyeri dada dengan kecurigaan ACS
adalah MONACO (morfin, oksigen, nitrat, aspilet, clopidogrel).

23
DAFTAR PUSTAKA
1. Idrus A, Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid 3, Edisi 3, Jakarta 2007, halaman 1615-1625
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman tatalaksana
sindrom koroner akut.
3. David L.C, Arun K, Jamshid S, Acute Coronary Syndrome, dapat diundu di situs
Medscape, http://emedicine.medscape.com/article/1910735-overview
4. Tiong, KO, Kui HS, Alan F, Boon CC, Acute Myocardial Infarction, Sarawak
Handbook of Medical Emergency, edisi 3, Malaysia 2011, halaman 1.8-1.20.
5. Malcolm ST, Iskemia dan Infark Miokardium, Satu-Satunya Buku EKG yang Anda
Perlukan, edisi 5, EGC 2009, halaman 209-249
6. A.Maziar, Ahmad MJ, Samer M.G, Myocardial Infarction, boleh diunduh di situs
Medscape, http://emedicine.medscape.com/article/155919-overview
7. Zulkifili A, Nyeri Dada, Lima Puluh Masalah Kesehatan di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid 1, FKUI Jakarta 2008, halaman 212-219
8. John P, Cunha, Chest Pain, boleh di unduh di situs Emedicine Health,
http://www.emedicinehealth.com/chest_pain/article_em.htm
9. Andrew S, Pain Management Health Center, dapat diunduh di situs WebMD,
http://www.webmd.com/pain-management/guide/whats-causing-my-chest-pain
10. Bahri, Faktoer Resiko Penyakti Jantung Koroner, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, 2005.

24

Anda mungkin juga menyukai