Anda di halaman 1dari 10

Hawa dingin masih setia menyelimuti Kota Seoul walaupun secara perlahan sinar mentari

mulai mencuri celah dibalik awan. Di tengah aktivitas pagi kota itu tampak seorang gadis muda yang
sedang mengencangkan hoodienya karena hawa dingin yang terus mengusik. Gadis itu berjalan
dengan santainya di jalan setapak hendak menuju sekolah barunya. Dengan seragam rapi dan
lengkap ia terus bersenandung lagu favoritnya yang ia mainkan lewat airphodsnya.

Kang Mina, itulah nama gadis itu. Tubuhnya bisa dibilang agak kurus, kulitnya putih dengan
rambut hitam yang lurus pula. Wajah gadis itu kecil sehingga terlihat lucu, dan akan semakin cantik
bila dia tersenyum . Mina berangkat dengan suasana hati yang baik sampai seorang pengendara
sepeda melesat dengan cepatnya dan menyipratkan air yang tergenang sisa hujan tadi malam.

Sraaak!

Sontak Mina kaget dan langsung berteriak ke arah orang itu “Ya! Apa kau tidak lihat?!” nihil,
orang itu hanya menoleh kemudian berlalu begitu saja tanpa ada rasa bersalah sedikit pun. Akhirnya
dengan sangat terpaksa Mina berjalan menahan malu karena seragamnya yang kotor sontak
mencuri perhatian siswa yang datang bersamaan dengannya kala itu.

“Menyebalkan! Akan awas saja orang itu kalau bertemu lagi, aku akan memberinya
pelajaran” oceh mina sambil membersihkan roknya yang kotor akibat insiden tadi. Mina
mengencangkan ikatan rambutnya agar terlihat lebih rapi, melihat sejenak ke arah cermin selepas
itu ia melesat dari toilet hendak menjuju ruang guru.

“Kau pikir kau siapa? Kau hanyalah anak yang tidak diinginkan!”

“Apa? Kalau aku anak yang tidak diinginkan, lantas kenapa Ayah melebihkan kasih sayangnya
padaku ketimbang kau ha?!”

Mina kaget mendengar sebuah percakapan yang terjadi di sebuah gudang. Ya, toilet yang
baru saja dipakai Mina memang berada di dekat gudang karena toilet utama sedang dalam
perbaikan. Sekarang semua siswa sedang melakukan KBM, hingga Mina kaget akan apa yang baru
saja ia dengar. Mengapa masih ada siswa yang berkeliaran? Dengan hati-hati Mina mengintip dari
balik jendela gudang itu.

“Kenapa mereka di sini? Dasar anak jaman sekarang bukannya sekolah malah berkelahi”
Mina terus mengawasi dua pemuda itu, entah apa yang membuatnya sangat penasaran seperti ini,
tidak biasanya ia tertarik dengan urusan orang lain seperti sekarang.

“Hh! Kau hanyalah anak simpanan, jadi tidak usah berbangga diri”

Buuukk!!
Pukulan telak diterima oleh pemuda bermata tajam itu, hingga saat itu Mina baru menyadari
jika pemuda yang baru saja dipukul adalah orang yang sama dengan orang yang membuat
serangamnya kotor.

Diam-diam Mina merekan adegan perkelahian mereka, ia hendak melaporkan kejadian itu
agar mereka mendapat hukuman dan memberikan efek jera. Namun saat sedang asyik merekam
tiba-tiba seekor tikus lewat dan membuat Mina berteriak.

“Akkkhh!” sontak gadis itu membekap mulutnya. Sadar aksinya sudah ketahuan Mina
langsung berlalu begitu saja walaupun ia sempat bertatapan dengan anak bermata rusa yang
memukul anak bermata tajam tadi.

.......

“Anyeonghaseyo.. Kang Mina imnida” Mina kemudian membungkuk memberi salam selepas
memperkenalkan dirinya. Matanya memerhatikan sekeliling kelas sekedar memerhatikan teman-
teman barunya. Namun skakmat! Mina membulatkan matanya karena kaget. Kesialan apa lagi ini?
Nyatanya dia ditempatkan di kelas yang sama dengan anak yang ia pergoki tadi.

Glep. Mina menelan salivanya. Mengatasi rasa gugupnya ia mencoba mengukir seulas
senyum agar tak terlalu kentara akan kegugupannya saat ini. Gadis itu kemudian berjalan menuju
bangkunya yang hanya terpisah satu bangku dengan orang yang ia pergoki tadi.

“Kang Mina... seharusnya kau tadi tidak usah ikut campur urusan mereka”

Pelajaran langsung dimulai kala itu juga, untuk beberapa saat Mina melupakan rasa
gugupnya tadi karena fokus dengan pelajaran yang diberikan oleh gurunya. Mina adalah gadis yang
rajin dan pintar, ia dengan cepat bisa mengatur fokusnya bila sudah berkaitan dengan kata ‘belajar’.
Hingga sudah menjadi hal biasa bagi seorang Kang Mina mendapat rangking di atas 5 besar.
Rangking paling rendahnya adalah saat SMP yaitu 4, saat itu ia sampai menangis selama seminggu
karena rangking yang turun dari satu ke empat, padahal ia sudah berusaha mati-matian untuk
tesnya.

Tak terasa waktu istirahat sudah tiba, Mina terlalu menikmati waktu matematikanya
sehingga ia rasa waktu berjalan dengan cepat. Mina meregangkan badannya sejenak berusaha
melemaskan otot-otonya yang sedang menegang.

“Hai, perkenalkan namaku Kim Yeri” tegur gadis sebangku Mina, sejak tadi mereka belum
sempat berkenalan karena guru mereka langsung membuka materi.

“Ah... iya, aku Kang Mina, salam kenal ya” jawab Mina sambil tersenyum manis.
“Ayo ke kantin, sekalian aku ajak jalan-jalan”

Mina mengiyakan ajakan Yeri tadi. Ia hendak beranjak dari kursinya namun tiba-tiba
seseorang menahan pergelangan tangannya.

“Mau kemana kau? Kita punya urusan bukan?” tannya orang tadi sambil menatap Mina sinis.
Yeri hanya mengerutkan dahinya heran. Ia tidak tahu kalau Mina dan Jihoon saling mengenal satu
sama lain.

“Lepaskan!”-Mina.

“Park Jihoon, ada apa denganmu? Tidak bisakah kau tidak membuat onar sehari saja?!”
Geram Yeri melihat teman barunya dicegat begitu saja oleh berandal sekelas Jihoon. “Mina-ssi, ayo
tinggalkan dia” Yeri menarik Mina pergi dari hadapan Jihoon.

Mina memikirkan perbuatannya pagi ini, ia sadar bahwa ia sudah ikut campur dalam
kehidupan seseorang, itulah sebabnya ia tak langsung melapor tadi karena ia tak tahu apa yang
terjadi di antara dua siswa yang berkelahi tadi. Gadis itu memutuskan untuk mencari tahu terlebih
dahulu sebelum melaporkan kejadian itu. Mina terus diam dalam pikirannya sehingga membuat
heran Yeri yang baru saja datang membeli jus.

“Tidak makan?”.

“Eh... iya... hehe... aku tidak mood” jawab Mina sambil menompa dagunya.

“Karena Jihoon? Sebenarnya ada apa dengan kalian? Apa kalian saling mengenal
sebelumnya?” cerca Yeri dengan sederet pertanyaan yang sukses membuat Mina kebingungan harus
menjawab apa “Aku sarankan ya, sebaiknya kau jauh-jauh dari Jihoon” Yeri meneguk jus melon di
hadapannya “Dia itu berandal, kau bisa kena bully kalau kau berurusan dengannya” lanjutnya.

“Ha?? Aku akan melaporkannya ke guru kalau dia sampai membullyku” jawab Mina enteng.

“Aish... tidak semudah itu” Yeri manggantungkan kalimatnya “Apa kau pikir dunia ini tidak
kejam? Ayahnya seorang yang berkuasa, dia anak pemilik yayasan. Kalau kau nekat berurusan
dengannya, bisa-bisa kau yang dikeluarkan”.

“Jadi aku harus terima begitu saja kalau aku dibully? Begitu?” dengus Mina, moodnya makin
anjlok saat ini mendengar bahwa si tukang bully bisa menang dengan berlindung di balik kuasa
ayahnya.

......
“Menyebalkan sekali! Apa-apaan ini? Surat ancaman? Heol!” runtuk mina sambil sesekali
melirik kertas yang ia genggam. Ya, ia sedang memegang surat ancaman yang dikirimkan oleh
seorang Park Jihoon. Jihoon mengancamnya agar ia segera menghapus bukti yang ia rekam tadi.
Sambil berjalan menyusuri gang sempit menuju rumahnya, gadis itu mencoba mengatur napasnya
yang sedikit tidak teratur karena menahan kesal dari tadi.

“Lihat, gadis cantik... sedang apa malam-malam sendirian ha?” seorang tak dikenal tiba-tiba
muncul di hadapan Mina. Mina hanya mematung berusaha memahami situasi.

“Wah mangsa yang bagus” celetuk yang lainnya yang baru saja datang dengan dua orang
temannya. Total ada empat orang asing di depan Mina sekarang yang entah apa niat mereka
terhadap Mina.

“Siapa?” gumam Mina pelan.

“Apa kau mau bersenang-senang dengan kami gadis manis?”

Glep.

“Pergi kalian atau aku teriak” ancamnya sambil melangkah mundur. Namun naas, kaki Mina
menginjak kaleng bekas membuat gadis itu jatuh terhempas. Ia mengutuk siapapun yang membuang
sampa itu sembarangan.

“Akhhh!”

Bruk!

Tiba-tiba seorang dari pereman itu terhempas karena tendangan seseorang yang baru saja
datang.

“Lari! Palliwa!” seru seorang pria dan langsung menarik tangan Mina. Mina hanya bisa
pasrah dan mengikuti kemana pria itu membawanya. Entah ia orang jahat atau bukan, tubuhnya
seolah otomatis mengikutinya. Seharian ini otak Mina memang agak error dan cenderung mengikuti
instingnya tanpa berpikir.

Tepat di sebuah gang sempit, seorang yang menggunakan masker itu membekap mulut
Mina dan menahan tubuh gadis itu hingga menghimpit tembok. 10 senti, itulah jarak wajah mereka
saat ini. Mina terus memberontak, namun pria itu terus menahannya dengan posisi memojokkan
Mina dan mengintruksikannya untuk diam. Setelah dirasa aman pria itu melepaskan Mina yang
sudah merasa sesak sejak tadi.
“Siapa lagi kau? Kenapa hari ini masalahku selalu datang bertubi-tubi?!” Kesal, Mina
menginjak pria yang secara tak langsung sudah menolongnya tadi.

“Yak! Sadar! Aku sudah menyelamatkanmu dari preman? Dimana rasa terimakasihmu?”
balas pria tadi sambil membuka masker yang terpasang di wajahnya sejak tadi.

Mina membulatkan matanya tak percaya, sontak gadis itu memekik “Kau si pria bersepeda
yang dipukul oleh Park Jihoon?!”.

“Diam! Kalau mereka kembali bagaimana?” dengan spontan pria itu membekap mulut Mina
lagi.

........

Mina menyesap teh hangatnya di sebuah banku taman saat ini. Di hadapannya kini berdiri
seorang yang tak dikenalnya sedang bersandar pada batang pohon sambil melipat tangannya di
dada.

“Gadis aneh, kau masih bisa santai bahkan saat hampir diculik”

“Bukan urusanmu” ketus Mina lalu menyeruput tehnya lagi, “Mau bicara apa kau?”

“Baiklah, to the point. Pertama jangan ikut campur urusanku dengan Jihoon. Kedua
hindarilah Jihoon sebisa mungkin atau kau tidak akan hidup tenang”.

“Apa hakmu mengatur hidupku hah? Aku bahkan tak mengenalmu”.

“Ikuti saja kataku, hapus video yang kau rekam tadi”

“Iya, nanti di rumah”

“Sekarang!”

“Dasar cerewet. Baik, liaht ini aku akan menghapusnya di depan mata kepalamu. Lihat” balas
Mina jengkel sambil memperlihatkan bahwa ia sedang menghapus video yang tadi ia ambil.

Mina beranjak dari kursinya hendak pulang mengingat ini sudah hampir jam 10 malam.
Namun ia menyadari sesuatu, tempat ini asing baginya, ia tak tahu di mana ia sekarang mengingat ia
baru pindah tiga hari yang lalu. Melihat ekspresi bingung Mina, pria tadi menghampiri gadis
berkuncir kuda itu dan bertanya “Tidak jadi pulang?” tanyanya dengan nada mengejek.

“Bukan urusanmu”.

“Dimana?”
“Apa?”

“Rumahmu”

Mina mendesah pelan kemudian menunjukkan sebuah alamat dari ponselnya, “Ini, kau tau
itu dimana?” dengan berat hati Mina bertanya pada orang di sampingnya itu.

“Ikuti aku” jawabnya sambil berlalu begitu saja. Lagi-lagi, Mina mengikuti orang yang tak
dikenalnya itu tanpa pikir panjang.

........

“Park Woojin, dari mana saja kau? Kenapa baru pulang?” tanya ayahnya saat Woojin baru
saja memasuki rumahnya.

“Rumah teman. Sudah aku mau istirahat” balas Woojin singkat dan berlalu begitu saja
meninggalkan ayahnya yang merasa kesal karena tingkah Woojin.

“Park Woojin. Berhenti!”. Woojin mengikuti intruksi ayahnya. Ia mendengus mengisyaratkan


ketidaksukaannya.

“Sekarang ap-“

Plak!

Sebuahtamparan sukses mendarat di pipi Woojin, membuat yang mpunya pipi sedikit
meringis kesakitan. Tak lama setelah itu tuan Park membuka suara “Sampai kapan kau akan bersikap
seperti ini? Apa kau tidak belajar sopan santun ha? Kau!” ucap tuan Park sambil menunjuk wajah
Woojin “Kau harusnya bisa meniru bagaimana Jihoon bersikap terhadap orang yang lebih tua”
lanjutnya.

“Jihoon lagi Jihoon lagi, memang anak ayah hanyalah Jihoon seorang ya. Oh benar, aku
bukan siapa-siapa lagi sejak mereka datang kan, sejak ibu meninggal aku juga bukan anakmu lagi, iya
kan? Oh lagi... ya benar, aku tidak pernah belajar sopan santun, karena sosok ayah yang seharusnya
mengajariku malah sibuk dengan wanita lain bahkan saat istri sahnya sekarat” Woojin mengakhiri
kalimatnya dengan senyum yang terlihat mengejek.

“Lancang kau!”

Percuma, Woojin bahkan segera meluncur ke kamarnya tanpa mendengarkan ocehan


ayahnya yang sudah menjadi-jadi.
Bocah bermata tajam itu menghempaskan tubuhnya di kasur king size miliknya. Ia melirik
bingkai foto yang terpajang di nakas sebelah tempat tidurnya. “Eomma, kenapa meninggalkanku
secepat ini” gumamnya sambil meraih bingkai foto itu kemudian ditatapnya lekat foto seorang
wanita paruh baya yang cantik dengan hanbok birunya.

Woojin kembali ke memorinya, diingatnya dulu keluarganya adalah keluarga yang harmonis.
Setiap bulan mereka akan bertamasya sekedar menghabiskan waktu bersama. Namun semuanya
berubah 10 tahun lalu saat ibunya mulai sakit. Bukannya perhatian, ayahnya malah semakin
menjauh hingga mengharuskan Woojin bocah umur 8 tahun mengurus ibunya yang terkadang juga
dibantu bibinya. Saat itu Woojin belum tahu apa-apa sampai 2 tahun setelahnya ibunya meninggal.
Lagi-lagi, ayahnya nampak acuh dan tidak bersedih sama sekali, bahkan tiga bulan setelah kematian
ibunya, ayahnya membawa seorang wanita dan seorang anak kecil yang seumuran dengannya.

Woojin kecil yang awalnya tidak mengerti, akhirnya mulai paham dengan keadaan
keluargnya. Setahu dia,ibu dan ayahnya memang hasil perjodohan kakek dan neneknya, namun ia
tak menyangka bahwa ayahnya menyimpan wanita lain selam ini, bahkan punya anak yang usianya
tak jauh berbeda dengannya. Artinya, penghianatan itu sudah terjadi sejak lama, sebelum ia lahir.
Selama 10 tahun itu ia sudah dibohongi oleh sang ayah yang awalnya ia sangat banggakan. Sakit,
lama-lama ia makin kesal. Kekesalannya mulai mengubah sikapnya, ia menjadi lebih tertutup dan
sering berontak. Ditambah lagi sikap Jihoon yang bermuka dua, anak itu akan bersikap sok baik di
depan ayahnya dan akan membully Woojin jika ada kesempatan. Bukannya takut, jika Woojin
melawan ia tetap tidak akan punya seorang yang memihaknya. Jihoon dengan lidah licinnya bisa
memutar balikkan fakta dengan cepat.

.......

“Gawat kalau sampai kotak pensilku hilang dicuri orang” runtuk Mina pada dirinya sendiri
mengingat fakta bahwa ia meninggalkan kotak pensilnya di laboratorium kemarin, konsekuensinya
hari ini ia harus datang lebih pagi untuk menemukan bendanya itu.

“Untung saja masih ada” mina menepuk-nepuk kotak pensil biru kesayangannya itu. Setelah
selesai dengan urusannya, Mina segera malangkah menuju kelasnya. Tak sengaja ia melewati kelas
11-3, ia sempat melihat seorang anak sedang mengguntingi baju olahraga. Sejenak kening Mina
berkerut, ia memerhatikan anak laki-laki dan bertanya-tanya kenapa ia menggunting baju
olahraganya. Namun beberapa saat kemudian ia abaikan dan kembali berjalan menuju kelasnya.

........
Tiba saatnya istirahat Mina, Yeri, dan Yuqi sedang asyik ngobrol di kelasnya sambil ngemil
jajanan yang baru saja mereka beli dari kantin.

“Hey, apa kalian dengar tentang festival sekolah?” ucap Yuqi memecah keheningan.

“Em.. iya aku juga dengar, festival akan diadakan dua minggu lagi, sepertinya minggu ini
akan menjadi minggu sibuk dan akan jarang ada pelajaran” jawab Yeri girang.

“Lalu, apa yang harus kita lakukan saat festival berlangsung” tanya Mina kebingungan, ini
adalah tahun pertamanya mengikuti festival mengingat ia adalah siswa pindahan.

“Setiap kelas akan membuka stan, entah itu menjual makanan atau souvenir, pokoknya akan
ada pesta besar-besaran, selain itu juga akan ada penampilan bakat dari setiap kelas, lalu akan
dipilih tiga juara terbaik dari semua kelas” Jelas Yuqi panjang lebar membuat Mina hanya
mengangguk-angguk sambil mengunyah snaknya.

“Ya! Apa kau tahu? Park Woojin membuat masalah lagi, kali ini katanya dia sengaja
menggunting seragam teman kelasnya sendiri!” teriak Haechan dari pintu kelas 11-2, sontak semua
mata langsung tertuju pada bocah yang memang dikenal cerewet itu. “Mereka sedang berkelahi di
depan kelasnya” lanjutnya lagi masih dengan nada berteriak.

Tak mau ketinggalan beberapa siswa di kelas itu berlari ke luar kelas untuk melihat adegan
baku hantam kata Haechan tadi. Termasuk Yuqi yang sedari tadi sudah melesat duluan
meninggalkan Yeri dan Mina.

Mina sudah di tempat kejadian akibat paksaan spontan dari Yeri yang membawanya kemari.

“Wah yang benar saja Woojin melakukan itu”.

“Hangyul pasti geram sekali seragamnya digunting seperti itu”.

“Park Woojin keterlaluan sekali”.

Mina mendengar beberapa bisikan dari orang-orang yang berkumpul saat itu. Ia merasa
sedikit heran karena kejadian ini dan peristiwa yang ia lihat tadi pagi.

“Hentikan!” tiba-tiba Guru Han datang ke gerombolan siswa yang itu. “Kalian ini punya
perasaan atau tidak ha? Kenapa kalian diam saja saat teman kalian berkelahi?! Bubar semuanya! Bel
masuk akan segera berbunyi!” gertak guru Han lagi. Alhasil para siswa mulai berpencar mengikuti
instruksi guru Han.

......
“Pak, permisi” ucap Mina setelah diperbolehkan masuk oleh gurunya. Mina sekarang berada
di ruang guru, dia berniat menjelaskan apa yang ia lihat, agar masalahnya menjadi lurus.

“Kang Mina? Siswa pindahan itu kan? Ada apa?” tanya guru Han kemudian.

“Begini pak, sebenarnya saya tadi melihat Gyul... Hangyul itu yang memotong seragamnya
sendiri” agak takut Mina mengutarakan apa yang ia lihat tadi pagi, ia yakin betul saat itu sedang
melihat Hangyul di kelas 11-3 sedang berdiri di depan loker dan sedang menggunting seragam. Inilah
yang mengganjal di pikiran gadis itu selama kelas tadi.

“Apa? Maksudmu Woojin difitnah begitu?”.

“I... saya kurang tahu juga pak, bagaimana jika melihat rekaman CCTV saja, Pak”.

“Hh....” guru Han tampak memijat keningnya sesaat. “Baik, nanti akan aku periksa, kau boleh
pulang. Terimakasih infonya ya”

“Iya, Pak. Kalau begitu saya permisi”.

..........

“Kang Mina! Ikut denganku!” Jihoon tiba-tiba menarik tangan Mina yang tengah asyik
ngobrol dengan Yeri saat jam istirahat.

“Lepas! Mau apa kau?!” balas Mina sambil meronta.

“Ikut saja! Dan kau, tidak usah ikuti kami!” tambah Jihoon sambil menunjuk Yeri.

Pasrah itulah yang Mina rasakan saat ini. Namja di depannya ini terus saja menggertaknya
dan mengancamnya hingga badannya mulai gemetar, tangannya dingin, dan matanya mulai berkaca-
kaca.

“Kubilang apa? Tidak usah ikut campur urusanku! A... apa kau pacarnya Woojin? Iya? Itulah
kenapa kau selalu ikut campur urusanku dengannya?”.

“Kau bicara apa hah? Apa salahku? Aku sudah menghapus video waktu itu. Urusan kita
selelsai Park Jihoon” balas Mina dengan suara bergetar berusaha menahan tangisnya.

“Kau! Kau yang melaporkan kalau Hangyul yang menggunting seragam itu kan? Mengaku
saja kau!”.

“Lalu kenapa? Itu fakta! Apa urusannya denganmu?!”.


“Diam!” kali ini Jihoon bertindak dengan menampar Mina hingga gadis itu sedikit terhempas.
“Hangyul dihukum gara-gara kau! Dasar sialan!”.

Sekarang Mina paham. Hangyul dan Jihoon adalah satu komplotan yang bertindak menindas
Woojin. Itulah kesimpulan sementara yang Mina tangkap dari percakapan singkatnya dengan Jihoon.

Anda mungkin juga menyukai