Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan

Volume 8, Nomor 2, Oktober 2007: 117-129

AGLOMERASI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI:


PERAN KARAKTERISTIK REGIONAL DI INDONESIA

Jamzani Sodik 1
Dedi Iskandar 1
1
Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Jalan SWK 104 (Lingkar Utara) Condongcatur 55283 Telp: 0274-486733, 0274-486402, 0274-486188
E-mail: jamzanis_edu@yahoo.com

Abstract

The aim of this study is to examine the effect of agglomeration of regional


economic growth across 26 provinces in Indonesia. The provincial pooling data
for the period of 1994-2003 are regressed using generalized least square (GLS)
method. Factors affecting the economic growth are considered such as
agglomeration, labor force, inflation rates, openness rate of the provinces, and
human capital. The study suggests the influence of three variables on the regional
economic growth: labor force, inflation rates and the openness rate of the
provinces; whereas the remaining two (agglomeration and human capital) are
likely to have no effect.
Keywords: agglomeration, regional characteristic, panel data

PENDAHULUAN pingan, bahkan kadang berebut lahan di seputar


pusat-pusat kota yang pada gilirannya semakin
Selama seratus tahun lebih, para pakar geografi, mengaburkan perbedaan baku antara desa dan
pakar ekonomi, perencana kota, para ahli strate- kota (McGee, 1991). Industri cenderung
gi bisnis, ilmuwan regional, dan para ilmuwan beraglomerasi di daerah-daerah dimana potensi
sosial lainnya telah mencoba memberikan pen- dan kemampuan daerah tersebut memenuhi
jelasan tentang “mengapa” dan “di mana” kebutuhan mereka, dan mereka mendapat man-
aktivitas ekonomi berlokasi. Ketimpangan dis- faat akibat lokasi perusahaan yang saling
tribusi kegiatan ekonomi secara regional dalam berdekatan. Kota umumnya menawarkan
satu negara telah menjadi perhatian utama. berbagai kelebihan dalam bentuk produktifitas
Inilah yang mendorong dilakukannya banyak dan pendapatan yang lebih tinggi, menarik
penelitian dalam bidang ini (Kuncoro, 2002). investasi baru, teknologi baru, pekerja terdidik
dan terampil dalam jumlah yang jauh lebih
Industrialisasi telah menjadi kekuatan
tinggi dibanding perdesaan (Malecki, 1991).
utama (driving force) di balik urbanisasi yang
cepat di kawasan Asia sejak dasawarsa 1980- Oleh karena itu, dapat dimengerti apabila
an. Berbeda dalam kasus industri berbasis sum- Aglomerasi (agglomeration), baik aktivitas
ber daya (resource-based industries), industri ekonomi dan penduduk di perkotaan, menjadi
manufaktur cenderung berlokasi di dalam dan isu sentral dalam literatur geografi ekonomi,
di sekitar kota. Pertanian dan industri berdam- strategi bisnis dan peningkatan daya saing
nasional dan studi-studi regional. (Krugman, aglomerasi terhadap pertumbuhan ekonomi
1998). regional (26 provinsi).
Persebaran sumberdaya yang tidak merata Dalam rangka analisis, ada beberapa
menimbulkan disparitas dalam laju pertumbu- tinjauan pustaka yang berkaitan erat dengan
han ekonomi antardaerah. Ketidakmerataan penelitian ini.
sumber daya ini tercermin pada konsentrasi
1. Konsep Ekonomi Aglomerasi (Agglomera-
kegiatan ekonomi yang terjadi pada daerah
tion Economies)
tertentu saja. Daerah-daerah dimana konsentrasi
kegiatan ekonomi terjadi memperoleh manfaat Dalam konteks ekonomi geografi, konsep
yang disebut dengan ekonomi aglomerasi aglomerasi berkaitan dengan konsentrasi spasial
(agglomeration economies). Seperti yang dika- dari penduduk dan kegiatan-kegiatan ekonomi
takan oleh Bradley and Gans (1996), bahwa (Malmberg dan Maskell, 2001). Hal ini sejalan
ekonomi aglomerasi adalah eksternalitas yang dengan apa yang dikemukakan oleh Montgome-
dihasilkan dari kedekatan geografis dari ry dalam Kuncoro (2002) bahwa aglomerasi
kegiatan ekonomi. Selanjutnya adanya ekonomi adalah konsentrasi spasial dari aktivitas ekono-
aglomerasi dapat memberikan pengaruh yang mi di kawasan perkotaan karena penghematan
positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi. akibat lokasi yang berdekatan (economies of
Sebagai akibatnya daerah-daerah yang termasuk proximity) yang diasosiasikan dengan kluster
dalam aglomerasi pada umumnya mempunyai spasial dari perusahaan, para pekerja dan kon-
laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding- sumen.
kan dengan daerah yang bukan aglomerasi. Keuntungan-keuntungan dari konsentrasi
Hubungan positif antara aglomerasi geo- spasial sebagai akibat dari ekonomi skala (scale
grafis dari kegiatan-kegiatan ekonomi dan per- economies) disebut dengan ekonomi aglomerasi
tumbuhan ekonomi telah banyak dibuktikan (agglomeration economies). (Mills dan Hamilt-
(Martin dan Octavianno, 2001). Aglomerasi on, 1989). Pengertian ekonomi aglomerasi juga
menghasilkan perbedaan spasial dalam tingkat berkaitan dengan eksternalitas kedekatan geo-
pendapatan. Semakin teraglomerasi secara grafis dari kegiatan-kegiatan ekonomi, bahwa
spasial suatu perekonomian maka akan semakin ekonomi aglomerasi merupakan suatu bentuk
meningkat pertumbuhannya. Daerah-daerah dari eksternalitas positif dalam produksi yang
yang banyak industri pengolahan tumbuh lebih merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
cepat dibandingkan daerah-daerah yang hanya terjadinya pertumbuhan kota. (Bradley and
mempunyai sedikit industri pengolahan. Ala- Gans, 1996). Ekonomi aglomerasi diartikan
sannya adalah daerah-daerah yang mempunyai sebagai penurunan biaya produksi karena
industri pengolahan lebih banyak mempunyai kegiatan-kegiatan ekonomi berlokasi pada
akumulasi modal. Dengan kata lain, daerah- tempat yang sama. Gagasan ini merupakan
daerah dengan konsentrasi industri pengolahan sumbangan pemikiran Alfred Marshall yang
tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan istilah localized industry sebagai
daerah yang tidak punya konsentrasi industri pengganti dari istilah ekonomi aglomerasi.
pengolahan. Ahli ekonomi Hoover juga membuat klasi-
Dengan adanya kenyataan seperti di atas fikasi ekonomi aglomerasi menjadi 3 jenis yaitu
maka penelitian ini akan menganalisis dampak large scale economies merupakan keuntungan

118 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 8, Nomor 2, Oktober 2007: 117 - 129
yang diperoleh perusahaan karena membe- minimum, dan keterkaitan ke depan dan ke
sarnya skala produksi perusahaan tersebut pada belakang. Konsep ini menjadi dasar
suatu lokasi, localization economies merupakan berkembangnya teori perdagangan regional
keuntungan yang diperoleh bagi semua perusa- baru.
haan dalam industri yang sama dalam suatu
Dalam sistem perkotaan teori neo
lokasi dan urbanization economies merupakan
klasik, mengasumsikan adanya persaingan
keuntungan bagi semua industri pada suatu
sempurna sehingga kekuatan sentripetal
lokasi yang sama sebagai konsekuensi membe-
aglomerasi disebut sebagai ekonomi ekster-
sarnya skala ekonomi (penduduk, pendapatan,
nal murni. (Krugman, 1998). Kekuatan
output atau kemakmuran) dari lokasi tersebut.
sentripetal muncul dari kebutuhan untuk
Berbeda dengan pendapat para ahli pulang-pergi (commute) ke pusat bisnis
ekonomi yang lain, O’Sullivan (1996) membagi utama dalam masing-masing kota yang
ekonomi aglomerasi menjadi dua jenis yaitu menyebabkan suatu gradien sewa tanah
ekonomi lokalisasi dan ekonomi urbanisasi. dalam masing-masing kota. Menurut
Dalam hal ini yang dimaksud dengan ekonomi Krugman (1998), keterbatasan teori neo
aglomerasi adalah eksternalitas positif dalam klasik di antaranya adalah melihat bahwa
produksi yaitu menurunnya biaya produksi ekonomi eksternal yang mendorong adanya
sebagian besar perusahaan sebagai akibat dari aglomerasi masih dianggap sebagi misteri
produksi perusahaan lain meningkat. (blackbox). Di samping itu sistem perkota-
an neo klasik adalah non spasial yang hanya
2. Teori Aglomerasi menggambarkan jumlah dan tipe kota tetapi
a. Teori Neo Klasik tidak menunjukkan lokasinya.

Sumbangan terbesar teori neo klasik adalah b. Teori Eksternalitas Dinamis


pengenalan terhadap ekonomi aglomerasi Teori-teori eksternalitas dinamis percaya
dengan argumentasi bahwa aglomerasi bahwa kedekatan geografis memudahkan
muncul dari prilaku para pelaku ekonomi transmisi ide, maka transfer teknologi
dalam mencari keuntungan aglomerasi merupakan hal penting bagi kota (Glaeser,
berupa ekonomi lokalisasi dan ekonomi et.al. 1992). Teori eksternalitas dinamis
urbanisasi. (Kuncoro, 2002). Asumsi yang didasarkan pada teori yang dikemukakan
digunakan oleh teori neo-klasik adalah con- oleh Marshall-Arrow-Romer (MAR), Porter
stant return to scale dan persaingan dan Jacob. Teori-teori ini mencoba menje-
sempurna. laskan secara simultan bagaimana memben-
Alfred Weber dikenal sebagai pendiri tuk kota dan mengapa kota tumbuh.
teori lokasi modern yang berkenaan dengan Eksternalitas MAR menekankan pada
tempat, lokasi dan geografi dari kegiatan transfer pengetahuan antarperusahaan
ekonomi. Minimisasi biaya yang dikombi- dalam suatu industri. Menurut MAR mono-
nasikan dengan bobot input-input yang ber- poli lokal merupakan hal yang lebih baik
beda dari perusahaan dan industri menentu- dibandingkan dengan kompetisi lokal sebab
kan lokasi optimal bagi suatu perusahaan. lokal monopoli menghambat aliran ide dari
Weber secara eksplisit memperkenalkan industri lain dan eksternalitas diinternalisasi
konsep ekonomi aglomerasi, skala efisien oleh inovator.

Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi (Jamzani Sodik dan Dedi Iskandar) 119
Seperti halnya MAR, Porter mengata- Dalam model eksternalitas teknologi,
kan bahwa dengan transfer pengetahuan transfer pengetahuan antarperusahaan mem-
tertentu, konsentrasi industri secara geogra- berikan insentif bagi aglomerasi kegiatan
fis akan mendorong pertumbuhan. Berbeda ekonomi. Informasi diperlakukan sebagai
dengan MAR, Porter menyatakan bahwa barang publik dengan kata lain tidak ada
kompetisi lokal lebih penting untuk mem- persaingan dalam memperolehnya. Difusi
percepat adopsi inovasi. informasi ini kemudian menghasilkan
manfaat bagi masing-masing perusahaan.
Tidak seperti MAR dan Porter, Jacob
Dengan mengasumsikan bahwa masing-
percaya bahwa transfer pengetahuan paling
masing perusahaan menghasilkan informasi
penting adalah berasal datang dari industri-
yang berbeda-beda, manfaat interaksi
industri inti. Variasi dan keberagaman
meningkat seiring dengan jumlah perusaha-
industri yang berdekatan secara geografis
an. Karena interaksi ini informal, perluasan
akan mendukung inovasi dan pertumbuhan
pertukaran informasi menurun dengan
dibandingkan dengan spesialisasi secara
meningkatnya jarak. Hal ini memberikan
geografis.
insentif bagi pengusaha untuk berlokasi
c. Teori Ekonomi Geografi Baru (The New dekat dengan perusahaan lain sehingga
Economic Geography) menghasilkan aglomerasi.
Teori ekonomi geografi baru berupaya 3. Tinjauan Empiris
untuk menurunkan efek-efek aglomerasi
Studi empiris tentang aglomerasi dan ekonomi
dari interaksi antara besarnya pasar, biaya
aglomerasi telah banyak menarik perhatian
transportasi dan increasing return dari
peneliti. Pada umumnya berbagai studi meng-
perusahaan. Dalam hal ini ekonomi aglo-
kaitkan aglomerasi dan pertumbuhan ekonomi
merasi tidak diasumsikan tetapi diturunkan
dalam pengertian pertumbuhan nilai tambah
dari interaksi ekonomi skala pada tingkat
industri, pertumbuhan kesempatan kerja, per-
perusahaan, biaya transportasi dan mobili-
tumbuhan produktivitas tenaga kerja. Adanya
tas faktor produksi.
berbagai konsep tentang ekonomi aglomerasi
Teori ekonomi geografi baru mene- dan teori yang mendasari berdampak terhadap
kankan pada adanya mekanisme kausalitas perbedaan ukuran aglomerasi dan ekonomi
sirkular untuk menjelaskan konsentrasi aglomerasi yang digunakan dengan asumsi
spasial dari kegiatan ekonomi (Krugman yang berbeda-beda.
dan Venables dalam Martin & Ottavianno,
Konsep ekonomi aglomerasi statis menje-
2001). Dalam model tersebut kekuatan
laskan hubungan antara ekonomi aglomerasi
sentripetal berasal dari adanya variasi
dengan pertumbuhan nilai tambah industri
konsumsi atau beragamnya intermediate
pengolahan di 13 wilayah perkotaan selama
good pada sisi produksi. Kekuatan sentrifu-
tahun 1957-1977.
gal berasal dari tekanan yang dimiliki oleh
konsentrasi geografis dari pasar input lokal Studi dari Hanson (1997), menguji hubu-
yang menawarkan harga lebih tinggi dan ngan antara upah dan kedekatan menuju pusat
menyebarnya permintaan. Jika biaya industri. Hanson mengestimasi upah relatif
transportasi cukup rendah maka akan terjadi industri manufaktur terhadap upah industri
aglomerasi. manufaktur nasional yang merupakan fungsi

120 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 8, Nomor 2, Oktober 2007: 117 - 129
jarak menuju Mexico City dan jarak menuju dap tingkat homogenitas. Ini berarti semakin
United States. Upah relatif regional berkorelasi besar penduduk perkotaan semakin produktif
negatif sangat kuat dengan jarak menuju industri yang berlokasi di daerah perkotaan.
Mexico City dan jarak dari Mexico city menuju Dengan kata lain penduduk perkotaan merupa-
Perbatasan United States. Kenaikan 10 persen kan penentu bagi keberadaan ekonomi urbani-
di dalam jarak dari Mexico City berhubungan sasi. Namun peubah kuadrat penduduk menun-
dengan 1,9 persen penurunan di dalam upah jukkan tanda negatif dan signifikan. Ini berarti
nominal relatif, dan 10 persen kenaikan di penduduk tidak lagi berpengaruh positif terha-
dalam jarak dari Mexico ke perbatasan United dap produktifitas pada saat jumlahnya melebihi
States berhubungan dengan 1,3 persen penu- batas optimum, tetapi malah sebaliknya
runan dalam upah nominal relatif. Hasilnya berpengaruh negatif (disekonomi urbanisasi).
menunjukkan bahwa perbedaan untuk mengak-
Sjoholm (1999) melakukan studi tentang
ses menuju pusat industri akan membuat perbe-
peran karateristik regional dan investasi lang-
daan upah regional. Kekuatan hubungan antara
sung terhadap pertumbuhan produktivitas
perbedaan upah regional dan kedekatannya
industri manufaktur di Indonesia. Studi tersebut
menuju pusat industri menggambarkan kebija-
menyimpulkan bahwa karateristik pada tingkat
kan perdagangan bermain sangat penting di
kabupaten tampaknya lebih mampu menjelas-
dalam pembangunan ekonomi regional.
kan pertumbuhan produktifitas ketimbang ting-
Juoro (1989), menganalisis faktor-faktor kat provinsi. Pada tingkat kabupaten struktur
penentu bagi konsentrasi di Indonesia (sekali- industri yang terdiversifikasi lebih dapat
gus ia juga menganalisis konsentrasi industri di meningkatkan pertumbuhan produktifitas secara
Filipina). Dengan mempergunakan fungsi seru- berarti. Studi ini tidak menemukan perusahaan
pa CES yang dikembangkan oleh Dhrymes atau industri di tingkat kabupaten yang terspe-
(1965), ia melakukan regresi upah (wages) sialisasi atau yang kompetisinya tinggi mewu-
sebagai fungsi dari output dan tenaga kerja. judkan pertumbuhan produktifitas yang tinggi.
Dari parameter-parameter estimasi tingkat
Penelitian yang sama pernah dilakukan
homogenitas (degree of homogeneity) yang
oleh Fujita (1988) dan Krugman (1991) yang
merepresentasikan skala ekonomi atau ekonomi
menyimpulkan bahwa: teori perdagangan dasar
lokalisasi untuk tingkat industri. Hasilnya
untuk increasing return mempunyai dua pre-
memperlihatkan bahwa hampir semua industri
diksi untuk ekonomi regional: pekerja terkon-
tiga dijit di Indonesia mempunyai tingkat
sentrasi di pusat industri, dan upah nominal
homogenitas lebih besar daripada satu. Keadaan
regional mengalami penurunan (decreasing)
ini merupakan pertanda pentingnya ekonomi
dalam ongkos transport menuju pusat industri.
lokalisasi bagi terkonsentrasinya industri di
daerah perkotaan besar (large urban areas). Kim (1995) menguji sejauh mana lokali-
sasi industri terkonsentrasi, dapat dijelaskan
Selanjutnya Juoro melakukan regresi ting-
melalui regresi lokalisasi yang diukur dengan
kat homogenitas sebagai fungsi dari peubah-
skala ekonomi dan faktor-faktor produksi
peubah ekonomi aglomerasi: penduduk perko-
(regression of localization of scale economies
taan dan jumlah jasa produsen (dalam hal ini
and resources). Intensitas bahan baku (raw
banyaknya lembaga keuangan). Hasilnya
material intensity) yang merupakan biaya bahan
menunjukkan bahwa peubah penduduk perko-
baku dibagi dengan nilai tambah pada industri
taan signifikan dan berpengaruh positif terha-

Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi (Jamzani Sodik dan Dedi Iskandar) 121
manufaktur, digunakan untuk mengukur wilayah yang relatif tertutup terhadap United
pentingnya faktor-faktor produksi. Sedangkan States. Konsisten dengan backward-forward
ukuran pabrik rata-rata (average plant size) linkage hypothesis, pertumbuhan pekerja lebih
atas dasar pekerja produksi (production work- tinggi di wilayah yang berlokasi dekat dengan
ers), digunakan sebagai pengukur skala seba- perusahaan hulu dan hilir (upstream and down-
gaimana model Heckscher Ohlin. Teori H-O stream industries). Tidak ditemukan bukti
muncul berkat karya Heckscher yang berjudul aglomerasi ekonomi berkorelasi positif dengan
“Foreign Trade and the Distribution of pertumbuhan pekerja. Secara bersama-sama
Income” (1919) dan buku Ohlin yang berjudul hasilnya menggambarkan decomposition sabuk
“International and Interregional Trade” (1933). manufaktur di Mexico City (manufacturing
Analisis H-O mengemukakan bahwa “keung- belt) dan spesialisasi pusat industri yang lebih
gulan komparatif ditentukan oleh distribusi luas terdapat di Mexico Utara.
sumber daya absolut antar negara, khususnya
Smith dan Florida (1994) menguji peran
oleh rasio faktor endowment relatif antarne-
khusus dari tipe aglomerasi, hubungan ke depan
gara” (Deardorff, 1996: 478-481 & 492-493;
dan kebelakang (backward-forward linkage)
John, 1985: 178-81). Teori keunggulan kompa-
perusahaan manufaktur di dalam proses penen-
ratif mengajukan dalil bahwa: (1) negara berda-
tuan lokasi industri. Dengan menggunakan
gang untuk memperoleh keuntungan dari
analisis ekonometrik dari Japanese-affiliated
perbedaan sumber daya alam yang mereka
manufacturing establishment in automotive-
miliki; (2) daerah akan berspesialisasi berdasar-
related industries. Dimulai dari konsep model
kan keunggulan komparatif yang mereka miliki.
proses penentuan lokasi Japanese automotive-
Hasil analisis menunjukkan dukungan terhadap
related manufacturing establishment dengan
model empiris dimana spesialisasi regional
menekankan pada peran aglomerasi didalam
dapat dijelaskan oleh skala ekonomi (plant
lokasi industri. Mengikuti Krugman (1991),
size), resource yang digunakan (raw material
Arthur (1990), dan yang lain David dan Rose-
intensity), industry dummy, dan time dummy.
bloom (1990), Walker (1989), mereka
Hanson (1998) yang menguji dampak menganjurkan bahwa aglomerasi mempunyai
liberalisasi perdagangan, terfokus pada ongkos pengaruh yang kuat atas lokasi industri. Hipo-
transpor, yang mana perusahaan berpindah ke tesis lanjutan bahwa aglomerasi merupakan
wilayah yang relatif baik untuk mengakses faktor yang signifikan di dalam lokasi industri
pasar luar negeri. Hubungan kedepan dan ke Japanese-affiliated manufacturing establish-
belakang (backward-forward linkages), men- ment. Hasil empirik dari model memperkuat
dorong perusahaan untuk berlokasi dekat hipotesis ini. Hasilnya konsisten lintas geografi,
dengan pembeli (buyers) dan penyalur (suppli- yang sesuai dengan persamaan yang mengguna-
ers), dan aglomerasi ekonomi, yang mendorong kan perbedaan proxy pengukuran, dan penemu-
pertumbuhan sebelum adanya pusat industri. an yang sama dengan menggunakan Tobit,
Khususnya fakta di sini mempertimbangkan Poisson, atau bentuk fungsi dari Binomial yang
pertumbuhan pekerja industri regional di negatif. Penemuan empirik ini berkenaan
Mexico sebelum dan setelah reformasi perda- dengan hipotesis utama yang kuat. Sebagai pili-
gangan. Konsisten dengan hipotesis dari trans- han tambahan di dalam area yang relatif tertu-
port cost bahwa pertumbuhan pekerja setelah tup dengan Japanese automotive assembly
reformasi perdagangan adalah lebih tinggi di establisment, Japanese automotive-related

122 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 8, Nomor 2, Oktober 2007: 117 - 129
manufacturing memilih lokasi dengan populasi Definisi Operasional Variabel
yang besar, kepadatan industri manufaktur yang
tinggi, dan upah yang tinggi. Temuan ini men- 1. Variabel Dependen
dukung kepercayaan, tetapi berlawanan dengan Dalam penelitian ini yang menjadi variabel
muatan catatan kebijaksanaan yang lazim dalam dependen adalah laju pertumbuhan produk
literatur lokasi industri. Signifikan yang besar domestik regional bruto per provinsi seluruh
ditemukan pada peran upah, serikat pekerja dan Indonesia. Data laju pertumbuhan PDRB yang
konsentrasi minoritas di dalam pilihan lokasi digunakan dalam penelitian ini merupakan data
Japanese-affiliated manufacturing. Penemuan laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga
empirik unambiguously mengindikasikan Japa- konstan 1993 menurut provinsi.
nese-affiliated manufacturing establishment
cenderung untuk berlokasi di tempat di mana 2. Variabel Independen
upah tinggi. Pilihan lokasi ini sangat kontras
a. Aglomerasi
dengan hipotesis upah rendah yang ada di
dalam literatur. Mereka percaya bahwa orientasi Aglomerasi adalah konsentrasi spasial dari
upah yang tinggi dari Japanese manufacturing aktivitas ekonomi dikawasan perkotaan
establishment mencerminkan trade-off di dalam karena penghematan akibat lokasi yang
modal manusia yang besar dan stabilitas berdekatan (economies of proximity) yang
kekuatan pekerja yang lebih baik. diasosiasikan dengan kluster spasial dari
perusahaan, para pekerja dan konsumen.
Kuncoro (2002), melakukan studi tentang
dinamika spasial industri manufaktur di Indone- Untuk mencari aglomerasi, disini kita
sia dengan tahun pengamatan 1976 sampai menggunakan indeks Balassa:
1999. Studi ini menegaskan bahwa aglomerasi ⎛ Eij ⎞ ⎛ ∑ i Eij ⎞
industri besar dan sedang sangat berhubungan Balassaij = ⎜ ⎟ /⎜ ⎟
⎜ ∑ Eij ⎟ ⎜ ∑ i ∑ j Eij ⎟
dengan konsentrasi perkotaan di Jawa. ⎝ j ⎠ ⎝ ⎠
Aglomerasi industri manufaktur dan populasi
dimana:
yang besar telah berkembang di Jabotabek dan
Greater Bandung di bagian barat, dan Greater i = Sektor
Surabaya di bagian timur pulau Jawa. Daerah- j = Wilayah
daerah tersebut menawarkan daya aglomerasi E = Tenaga Kerja
yang kuat, yang pada akhirnya akan menarik
Pembilang dari indeks ini menyajikan
baik orang maupun perusahaan-perusahaan
bagian wilayah j dari total tenaga kerja di
sektor industri manufaktur i . Semakin ter-
METODE PENELITIAN
pusat suatu industri, semakin besar Indeks
Balassanya. (Sbergami, 2002)
Keseluruhan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder yang b. Laju Angkatan Kerja
diperoleh dari hasil pencatatan yang sistematis Laju angkatan kerja adalah persentase
berupa data runtut waktu (time series) dan data perubahan jumlah angkatan kerja suatu
(cross-section) dari tahun 1994-2003. Sumber provinsi dari tahun ke tahun. Angkatan
data yang diperoleh dari hasil publikasi BPS. kerja adalah jumlah penduduk yang bekerja
dan penduduk yang belum bekerja atau

Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi (Jamzani Sodik dan Dedi Iskandar) 123
sedang mencari pekerjaan pada suatu X1 = Aglomerasi
wilayah dalam jangka waktu tertentu. X2 = Laju Angkatan Kerja
X3 = Laju Inflasi
c. Laju Inflasi
X4 = Laju Openness (Laju Keterbukaan Eko-
Laju inflasi adalah kenaikan harga secara nomi)
umum dan terus-menerus. Selain itu laju X5 = Human capital
inflasi merupakan merupakan salah satu εit = Variabel Pengganggu
indikator dan menjadi barometer untuk
β1, β2, β3, β4, β5 = koefisien regresi dari
menilai stabilitas dan pertumbuhan ekono-
masing-masing variabel yang mem-
mi suatu wilayah.
pengaruhi.
d. Laju Openness (laju keterbukaan ekonomi)
Metode analisis yang dilakukan menggu-
Laju openness adalah persentase laju peru- nakan data runtut waktu (times series) dari
bahan ekspor netto pada suatu provinsi dari tahun 1994-2003 dan data Cross section dari
tahun ke tahun. Provinsi-provinsi di Indonesia (26 provinsi).
e. Human Capital
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini human capital diproxy
dengan tingkat pendidikan, yaitu persentase Secara teoritis, ada beberapa keuntungan yang
laju perubahan jumlah penduduk (siswa) diperoleh dengan menggunakan data yang
baik laki-laki maupun perempuan yang digabungkan tersebut. Pertama, semakin
masih duduk atau belajar di tingkat SLTA banyak jumlah observasi yang dimiliki bagi
pada suatu daerah dari tahun ke tahun. kepentingan estimasi parameter populasi yang
membawa akibat positif dengan memperbesar
Alat Analisis Data derajat kebebasan (degree of freedom) dan
menurunkan kemungkinan kolinearitas antar
Untuk mencapai hasil penelitian dan pengujian variabel bebas. Kedua, dimungkinkannya esti-
hipotesis dalam penelitian ini maka digunakan masi masing-masing karakteristik individu
analisis regresi dengan metode GLS (Gener- maupun karakteristik menurut waktu secara
alized Least Squares) atau metode kuadrat terpisah. Dengan demikian, analisis hasil esti-
terkecil yang menghasilkan penaksiran linier masi akan lebih komprehensif dan mencakup
dan tidak bias (Gujarati, 1995:52). hal-hal yang lebih mendekati realita. (lihat,
Model ini, secara umum dapat ditunjukkan Hsio,1995).
dengan formulasi sebagai berikut: Di dalam model persamaan regresi linear
Yit = αoi + β1X1it + β2X2it + β3X3it + klasik (classical linear regression model),
gangguan (error terms) selalu dinyatakan ber-
β4X4it + β5X5it + εit
sifat homoscedastic dan serially uncorrelated.
dimana: Dengan begitu, penggunaan metode ordinary
Y = Laju Pertumbuhan PDRB least square akan menghasilkan penduga yang
i = Provinsi (1,…,26) bersifat best linear unbiased. Namun demikian,
t = Waktu (tahun 1994,…,2003) asumsi mengenai gangguan tersebut tidak dapat
α = Konstanta diterapkan pada data panel. Data panel yang
tersusun atas beberapa individu untuk beberapa

124 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 8, Nomor 2, Oktober 2007: 117 - 129
periode, membawa masalah baru dalam sifat model atau error components model, penelitian
gangguan tersebut. Masalah tersebut adalah ini akan menggunakan statistik Hausman
karena gangguan (disturbances atau error term) (Sitanggang dan Nachrowi, 2004).
yang ada kini menjadi tiga macam, yaitu gang-
guan antarwaktu (time-series related distur- Spesifikasi Hausman Test
bances), gangguan antarindividu (cross-section Asumsi utama dalam model regresi adalah
disturbances) dan gangguan yang berasal dari bahwa error komponen atau E(μit/Xit) = 0. Hal
keduanya. (lihat, Gujarati, 2003). ini penting karena faktor penggangggu (distur-
Jika seluruh gangguan individu (μi), gang- bance) mengandung efek individual invariant
guan waktu (λt) dan random noise digabungkan (μi) yang bersifat unobserved dan mungkin saja
menjadi satu dan mengikuti seluruh asumsi berkorelasi dengan Xit. Sebagai contoh, dalam
awal random noise yang terdistribusikan secara persamaan bahwa μi mungkin dinotasikan seba-
normal-bebas-identik, maka penggunaan meto- gai unobservable secara individual dan mung-
de generalized least square akan menghasilkan kin saja berkorelasi dengan sejumlah variabel
penduga yang memenuhi sifat best linear unbi- pada sisi kanan persamaan. Dalam kasus ini,
ased. Metode ini, dengan kata lain, menyatakan E(uit/Xit) ≠ 0 dan estimator GLS ( β̂ GLS) akan
bahwa seluruh gangguan yang terjadi mengikuti bias dan tidak konsisten dengan β. Namun
distribusi normal, dengan rata-rata (expected demikian, dengan melakukan transformasi μi
value) sebesar nol, sebagaimana asumsi yang dan mengabaikannya maka within estimator
dipegang dalam model persamaan regresi linear ( β̂ within) akan unbiased dan konsisten dengan β.
klasik. Cara ini dikenal dengan nama Random Hausman (1978) menyarankan untuk mem-
Effect Model, atau juga disebut Error Compo- bandingkan ( β̂ GLS) dengan β̂ within, di mana
nents Model. keduanya konsisten dengan null hypothesis H0:
Namun demikian, bila asumsi bahwa selu- E(μit/Xit) = 0, tetapi tentunya dengan perbedaan
ruh gangguan tersebut tidak dapat dinyatakan limit probabilitas. Pada kenyataannya, β̂ within

mengikuti seluruh asumsi random noise seperti akan konsisten bahkan ketika H0 benar atau
dalam model persamaan regresi linear klasik, tidak benar, sedangkan β̂ GLS akan BLUE, kon-
maka baik penggunaan ordinary least square
sisten dan asymtotic pada H0, tetapi akan tidak
maupun generalized least square tidak akan
konsisten ketika H0 tidak benar. Uji statistik
memberikan hasil yang memenuhi sifat best
akan mendasarkan pada q~ = β̂ GLS - β̂ within,
linier unbiased. Dengan cara ini, maka kompo- 1

nen gangguan antar waktu dan komponen dengan H0, plim q~ = 0, dan cov( q~ , β̂ GLS ) = 0.
1 1
gangguan antarindividu akan tergabung di
dalam konstanta intercept model. Cara ini dike- Dengan menggunakan kenyataan bahwa
nal dengan nama Fixed Effect Model atau juga ^
disebut Dummy Variable Model. Metode esti- β GLS − β = ( X ' Ω −1 X ) −1 X ' Ω −1u dan
masi ini mendapatkan penduga yang efisien ~
β Within − β = ( X ' QX ) −1 X ' Qu ,
dengan menerapkan proses estimasi terhadap ^
data simpangan (deviation) dari rata-rata menu- akan diperoleh E ( q1 ) = 0 , dan
rut waktu, rata-rata menurut individu, dan rata- ^ ^ ^ ^ ~

rata menurut keduanya. Sehingga untuk


cov( β GLS , q1 ) = var(β GLS ) − cov( β GLS , β Within )
memilih antara penggunaan dummy variable

Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi (Jamzani Sodik dan Dedi Iskandar) 125
= ( X ' Ω −1 X ) −1 − Tabel 1. Uji Hausman test
( X ' Ω −1 X ) −1 XΩ −1 E (uu ' )QX ( X ' QX ) −1
Periode χ Hitung χ Tabel
= ( X ' Ω −1 X ) −1 − ( X ' Ω −1 X ) −1 = 0 (1) Pengamatan

~ ^ ^ 1994-2003 19,5963* 11,0705


Selanjutnya jika β Within = β GLS − q1 , akan
~ ^ ^ Sumber : data diolah
diperoleh var(β Within ) = var(β GLS ) + var(q1 ) Keterangan : signifikan pada α 5persen
^ ^
Sejak cov(β GLS , q1 ) = 0 , maka; Berdasarkan Tabel 1 hasil uji Hausman
^ ~ ^
menunjukkan bahwa untuk periode pengamatan
var(q 1) = var(β Within ) − var(β GLS ) =
1994-2003 chi square hitung lebih besar dari-
σ v2 ( X ' QX ) −1 − ( X ' Ω −1 X ) −1 (2) pada chi square table sehingga Ho ditolak.
Dengan demikian estimasi menunjukkan bahwa
Dengan demikian Hausman test statistik pendekatan fixed effects lebih baik dibanding-
adalah sebagai berikut: kan dengan pendekatan random effect. Berarti
' −1
terdapat perbedaan antar unit yang dapat dilihat
^
⎡ ^
⎤ ^ (3) melalui perbedaan dalam constants term. Dalam
m1 = q1 ⎢ var(q1 ⎥ q1
⎣ ⎦ fixed effects model diasumsikan bahwa tidak
terdapat time-specific effect dan hanya memfo-
dimana H0 asymtotic berdistribusi sebagai
kuskan pada individual-specific-effects.
χ K2 di mana K adalah dimensi vektor slope β .
Selanjutnya guna memenuhi aspek teknis Hasil Estimasi Fixed Effect
operasional, Ω akan digantikan oleh konsis-
tensi estimator Ω̂ , sehingga GLS akan Berdasarkan hasil Hausman test menunjukkan
memungkinkan untuk diakukan. Penolakan ter- nilai Whitung > χ 2 , ini menunjukkan analisis
hadap statistik Hausman tersebut berarti dalam penelitian ini lebih lanjut digunakan
penolakan terhadap fixed effect model atau Fixed Effect. Adapun untuk membahas dari
dummy variable model. Sehingga semakin penelitian ini diperoleh hasil estimasi seperti
besar nilai statistik Hausman tersebut, semakin nampak dalam Tabel 2.
mengarah kepada penerimaan dugaan error Dari hasil analisis regresi diketahui bahwa
components model (Baltagi, 2003). laju angkatan kerja, laju inflasi, laju Openness,
memberikan pengaruh nyata terhadap laju per-
HASIL DAN PEMBAHASAN tumbuhan ekonomi regional, sedangkan varia-
bel aglomerasi dan human capital tidak mem-
Hasil Uji Hausman Test pengaruhi pertumbuhan ekonomi regional (laju
PDRB riil).
Berdasarkan hasil uji Hausman test diperoleh
hasil seperti tersaji pada Tabel 1.

126 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 8, Nomor 2, Oktober 2007: 117 - 129
Tabel 2. Hasil Estimasi Regresi dengan nesia. Surabaya dan Bandung sebagai perban-
Metode Fixed Effect dingan ternyata masih kurang dari separuh skala
Jabotabek yang mampu menyerap tenaga kerja
Variabel Periode 1994- yang banyak, sedangkan nilai tambah yang
2003
diciptakan Jabotabek mencapai separuh dari
Aglomerasi (X1) 1.0779898
seluruh daerah industri utama di Indonesia.
(2.185111)
Laju Angkatan Kerja (X2) 0.134042*** Variabel laju angkatan kerja berpengaruh
(0.041088)
Laju Inflasi (X3) -0.157417*** signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
(0.010719) Dengan kenyataan seperti itu, maka pemerintah
Ekspor Netto (X4) 0.007190*** di Indonesia harus terus meningkatkan kualitas
(0.001867)
Human Capital (X5) -0.050949 angkatan kerjanya agar nantinya menjadi tenaga
(0.051314) kerja yang unggul, terampil dan dapat diandal-
F hitung 80.52415 kan dalam mempengaruhi pertumbuhan eko-
R2 hitung 0.584465 nomi.

Sumber: data diolah Variabel laju inflasi berpengaruh signifi-


Keterangan : *** sig pada α = 0,01; ** sig pada α = 0,05; kan terhadap laju pertumbuhan PDRB riil
* sig pada α = 0,10
dengan tanda negatif, hal ini menunjukkan
Pembahasan bahwa tingkat inflasi yang menjadi indikator
kestabilan suatu perekonomian sangat berperan
Variabel aglomerasi tidak berpengaruh signifi- dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi
kan terhadap laju pertumbuhan ekonomi regio- regional.
nal (PDRB riil). Dengan kenyataan seperti itu
Variabel laju openness memiliki arah yang
maka diketahui bahwa untuk Indonesia yang
konsisten dengan teori meskipun dengan koefi-
bukan merupakan negara industri maju, aglo-
sien (signifikan secara statistik) yang relatif
merasi bukan menjadi ukuran yang baik untuk
kecil. Sehingga bisa dikatakan bahwa tingkat
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Ini
keterbukaan perekonomian suatu daerah belum
dikarenakan aglomerasi yang ada di Indonesia
begitu besar berperan dalam meningkatkan
itu tidaklah banyak dan tidak merata. Hal ini
pertumbuhan ekonomi regional.
sesuai dengan studi dari Kuncoro (2002),
bahwa perkembangan industri manufaktur yang Tingkat pendidikan tidak berpengaruh
pesat di Indonesia ternyata bias ke pulau Jawa signifikan terhadap laju pertumbuhan PDRB
dan Sumatera, ini jelas terlihat mencolok untuk riil. Ini bisa berarti bahwa, siswa yang ada di
industri besar dan menengah (IBM), yang sekolah menengah umum (SLTA) tidaklah
sering diasosiasikan dengan industri manufak- menjadi suatu ukuran yang baik untuk mem-
tur yang modern. Provinsi-provinsi di pulau pengaruhi pertumbuhan ekonomi regional di
Jawa dan provinsi-provinsi di pulau-pulau lain Indonesia.
di Indonesia secara jelas menggambarkan
ketimpangan distribusi aktivitas industri.
Daerah industri yang paling menonjol di pulau
Jawa adalah Jabotabek Extended Industrial
Area (EIA). Jabotabek boleh dikatakan merupa-
kan daerah aglomerasi industri terbesar di Indo-

Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi (Jamzani Sodik dan Dedi Iskandar) 127
KESIMPULAN tingkat vertikal (antara pemerintah pusat-
provinsi-kabupaten/kota) dan pada tingkat hori-
Dari hasil penelitian selama periode 1994-2003 sontal (antardepartemen dan badan-badan lain-
diketahui bahwa variabel aglomerasi mempu- nya yang terkait), sehingga diperlukan refor-
nyai nilai koefisien yang paling tinggi masi mendasar berkaitan dengan perbaikan
dibandingkan dengan variabel independen yang iklim bisnis, ekspor dan investasi di Indonesia.
lain, yaitu laju angkatan kerja, tingkat inflasi,
laju openness, dan tingkat pendidikan. Hal ini DAFTAR PUSTAKA
menunjukkan bahwa aglomerasi (pengelom-
pokan industri) jika lebih dikembangkan lagi Adisasmita, Raharjo H. 2005. Dasar-Dasar
bisa memberikan kontribusi yang cukup besar Ekonomi Wilayah. Yogyakarta: Graha
dalam mendukung meningkatnya laju pertum- Ilmu.
buhan ekonomi daerah. Ardani, Amiruddin. 1992. Analysis of Regional
Variabel laju openness memiliki arah yang Growth and Disparity: the Impact Analy-
konsisten dengan teori meskipun dengan koefi- sis of the Project on Indonesian Develop-
ment. Ph.D. Dissertation City and Regio-
sien (signifikan secara statistik) yang relatif
nal Planning. University of Pensylvania
kecil. Hal ini menunjukkan bahwa variabel
Philadelphia. USA (tidak dipublikasikan).
ekspor netto bisa lebih berperan dalam mening-
katkan pertumbuhan ekonomi regional jika Arsyad, Lincolin. 1988. Ekonomi Pemba-
daerah bisa lebih meningkatkan ekspornya. ngunan. Cetakan Pertama. Yogyakarta:
STIE YKPN
Variabel laju inflasi yang merupakan indi-
Badan Pusat Statistik. tt. Statistik Indonesia:
kator kestabilan perekonomian suatu daerah
Berbagai edisi. Jakarta: BPS.
sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
dengan arah yang negatif. Untuk itu daerah Baldwin, Richard E., and Toshihiro Okubo,
perlu menjaga agar inflasi bisa terkendali. 2006, Heterogeneous firms, Agglomera-
tion and Economic Geography: Spatial
Lebih lanjut dalam studi ini, pendekatan fixed
Selection and Sorting, Journal of Eco-
effect lebih baik dibanding random effect dalam
nomic Geography 6(3):323-346
menjelaskan perilaku pertumbuhan ekonomi
regional di Indonesia. Baltagi, B. H. 2003. Econometric Analysis of
Panel Data. Second Edition. England:
Dari penelitian ini saran yang diajukan John Wiley & Sons.
penulis sebagai berikut; Aglomerasi (penge-
Bradley, Rebecca & Gans, Joshua S. 1996.
lompokan industri) sebaiknya dapat ditingkat-
Growth in Australian Cities. The Econo-
kan dengan cara membangun sentra-sentra atau
mic Record. The Economic Society of
kawasan yang dikhususkan untuk industri. Australia, Vol. 74 (226).
Dengan dibangunnya kawasan industri yang
Duranton, Gilles and Diego Puga. 2004.
dilengkapi dengan fasilitas infrastruktur yang
Microfoundations of urban agglomeration
memadai serta berbagai kemudahan-kemuda-
economies. In Vernon Henderson and
han.
JacquesFrançois Thisse (eds.) Handbook
Di sini dibutuhkan kerjasama yang baik of Regional and Urban Economics,
antara provinsi dan kabupaten/kota mengenai Volume 4. Amsterdam: NorthHolland,
koordinasi peraturan perundang-undangan baik 2063–2117.

128 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 8, Nomor 2, Oktober 2007: 117 - 129
Glaeser, Kallal H.D, Scheinkman J.A, & Regional, and National Change. New
Shleifer A. 1992. Growth in Cities. Jour- York: John Wiley & Sonc, Inc.
nal of Political Economy. 100 (6). 1126-
Malmberg A. and Maskell P. 1997. Towards
1152.
and Explanation of Industry Agglomera-
Gujarati, Damodar N, 1995. Basic Econometric, tion and Regional Spezialitation. Euro-
third edition, Singapore: Mc.Graw Hill, pean Planning Studies, Vol. 5, No. 1, pp
25-41.
Hanson Gordon. 1998. North American Eco-
nomic Integration and Industry Location. Martin P. and Ottavianno. 2001. Growth and
NBER Working Paper Series. Working Agglomeration. International Economic
Paper No. 6587. Review 42, No. 4, pp. 947-968.
Hayter, Roger. 1997. The Dynamics of Indus- McGee T.G. 1991. The Emergence of Desa-
trial Location, the Factory, the Firm and Kota Regions in Asia. Expanding a
the Production System. Chichester: John Hypothesis. Honolulu: University of
Wiley. Hawai Press.
Hidayati, Amini, dan Mudrajad Kuncoro, 2004, Mills, Edwin S. and Hamilton, Bruce W. 1989.
Konsentrasi Geografis Industri Manufak- Urban Economic. fourth edition. London:
tur di Greater Jakarta dan Bandung Harper Collin
Periode 1980-2000: Menuju Satu Daerah
O’Sullivan, Arthur, 1996. Urban Economic.
Aglomerasi? Jurnal Empirika, Vol 17,
third Edition. United States of America:
No.2, Desember 2004
Irwin Press.
Hsiao C. 1995. Analysis of Panel Data. New
Sbergami, Frederica. 2002. Agglomeration and
York: Cambridge University Press.
Economic Growth: Some Puzzles.
Juoro, Umar. 1989. Perkembangan Studi Eko- Geneva: Graduate Institute of Internatio-
nomi Aglomerasi dan Implikasi bagi Per- nal Studies.
kembangan Perkotaan di Indonesia.
Sitanggang, Ignatia, R dan Nachrowi, Djalal, N,
Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indone-
(2004), Pengaruh Struktur Ekonomi Pada
sia, Vol. 37, No. 2.
Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral:
Krugman. 1998. Space: the Final Frontier. Analisis Model Demometrik di 30
Journal of Economic Perspectives, 12(2), Provinsi pada 9 Sektor di Indonesia,
161-174. Seminar Akademik Tahunan Ekonomi I,
“Perubahan Struktural dalam rangka
Kuncoro, Mudrajad, 2000, Beyond Agglomera-
Penyehatan Ekonomi”, Penguatan Kebi-
tion and Urbanization, Gadjah Mada
jakan Publik dalam Perspektif Nasional
International Journal of Business: Vol 2,
dan Global. Program Studi Ilmu Ekonomi
No. 3, September.
Pascasarjana FEUI dan ISEI, 8-9 Desem-
Kuncoro, Mudrajad, 2002. Analisis Spasial dan ber.
Regional, Studi Aglomerasi dan Kluster
Takuma, Fumio and Komei Sasaki, 2000,
Industri Indonesia. Yogyakarta: UPP
Spatial Structure of a Metropolitan Area
AMP YKPN.
with an Agricultural Hinterland, Journal
Malecki. 1991. Technology and Economic De- of Urban Economics, Vol. 48, No. 2,
velopment: the Dynamics of Local, September, pp. 307-320

Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi (Jamzani Sodik dan Dedi Iskandar) 129

Anda mungkin juga menyukai