Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan didunia dan dianggap


sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan. Hal ini karena selain
prevalensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan problema pasca akut. Sepuluh
persen dari infeksi virus hepatitis B akan menjadi kronik dan 20 % penderita hepatitis kronik
ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan mengalami cirroshis hepatis dan karsinoma
hepatoselluler (hepatoma). Kemungkinan akan menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi
pada usia balita dimana respon imun belum berkembang secara sempurna,(Jurnal Kedokteran
Brawijaya. 2015; 28(4): 340-344).
Infeksi virus Hepatitis B (HBV) yang pertama kali ditemukan pada tahun 1996, telah
terjadi pada lebih dari 350 juta penduduk di seluruh dunia. Infeksi HBV saat ini merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang besar serta serius, karena selain manifestasinya sebagai
penyakit HBV akut beserta komplikasinya, lebih penting lagi ialah dalam bentuk sebagai
karier, yang dapat menjadi sumber penularan bagi lingkungan,( Praktis Administrasi Klaim
Faskes BPJK, 2014; 202-204).
Pada saat ini didunia diperkirakan terdapat kira-kira 350 juta orang pengidap (carier)
HBsAg dan 220 juta (78 %) diantaranya terdapat di Asia termasuk Indonesia. Berdasarkan
pemeriksaan HBsAg pada kelompok donor darah di Indonesia prevalensi Hepatitis B berkisar
antara 2,50-36,17 % (Sulaiman, 1994). Selain itu di Indonesia infeksi virus hepatitis B terjadi
pada bayi dan anak, diperkirakan 25 -45,g% pengidap adalah karena infeksi perinatal. Hal ini
berarti bahwa Indonesia termasuk daerah endemis penyakit hepatitis B dan termasuk negara
yang dihimbau oleh WHO untuk melaksanakan upaya pencegahan (Imunisasi).
Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui darah/darah produk yang
terkontaminasi HBV (Hepatitis B Virus). Di Indonesia kejadian hepatitis B satu diantara 12-
14 orang, yang berlanjut menjadi hepatitis kronik, chirosis hepatis dan hepatoma. Satu atau
dua kasus meninggal akibat hepatoma.

Mengingat jumlah kasus dan akibat hepatitis B, maka diperlukan pencegahan sedini
mungkin. Menurut WHO bahwa pemberian vaksin hepatitis B tidak akan menyembuhkan

1
pembawa kuman (carier) yang kronis, tetapi diyakini 95 % efektif mencegah berkembangnya
penyakit menjadi carier, (Eur Heart J. 2013;34:2159–2219).

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana riwayat penyakit Hepatitis B?
b. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Hepatitis B?
c. Apa saja manifestasi klinis penyakit Hepatitis B?
d. Bagaimana pathogenesis dari penyakit Hepatitis B?
e. Bagaimana cara pengobatan Hepatitis B?
f. Bagaimana cara pencegahan penyakit Hepatitis B?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui riwayat penyakit hepatitis B
b. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan hepatitis B
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit Hepatitis B
d. Untuk mengetahui pathogenesis dari penyakit Hepatitis B
e. Untuk mengetahui pengobatan Hepatitis B
f. Untuk mengetahui pencegahan penyakit Hepatitis B

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Hepatitis B merupakan penyakit infeksi virus pada hati yang disebabkan oleh virus
hepatitis B. Virus hepatitis B menyerang hati, masuk melalui darah ataupun cairan tubuh dari
seseorang yang terinfeksi seperti halnya virus HIV. Virus hepatitis B adalah virus
nonsitopatik, yang berarti virus tersebut tidak menyebabkan kerusakan langsung pada sel
hepar. Sebaliknya, adalah reaksi yang bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh yang
biasanya menyebabkan radang dan kerusakan pada hepar,(Transplant Proc. 2015;47:445–
450).

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh "Virus Hepatitis B"
(VHB), suatu anggota famili Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut
atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosi hati atau kanker
hati. Virus ini pertama kali ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan
nama antigen Australia. Virus ini termasuk DNA virus. Mula-mula dikenal sebagai "serum
hepatitis" dan telah menjadi epidemi pada sebagian Asia dan Afrika. Hepatitis B telah
menjadi endemik di Tiongkok dan berbagai negara Asia, (Journal of Hepatology, 2013;
59(1): 24-30).

Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan dan dianggap sebagai


persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan. Hal ini karena selain prevalensinya
tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan problema pasca akut bahkan dapat terjadi
cirroshis hepatitis dan karsinoma hepatoseluler primer. Sepuluh persen dari infeksi virus
hepatitis B akan menjadi kronik dan 20 % penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25
tahun sejak tertular akan mengalami cirroshis hepatis dan karsinoma hepatoselluler
(hepatoma). Kemungkinan akan menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada usia
balita dimana respon imun belum berkembang secara sempurna,(Bulletin of the World Health
Organization. 2014; 92 : 782-789).

3
2.2 Etiologi
Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut "Partikel
Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada
inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat Hepatitis B core antigen
(HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo
protein dan menurut sifat imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe
yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting, karena menyebabkan
perbedaan geogmfik dan rasial dalam penyebarannya. Virus hepatitis B mempunyai masa
inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari. (Siregar).

2.3 Manifestasi klinis Hepatitis B


Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis hepatitis B dibagi
2 yaitu :
1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang
sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B
dari tubuh kropes. Hepatitis B akut terdiri atas 2 yaitu :
a. Hepatitis B akut yang khas
Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus
yang jelas. Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :
1. Fase Praikterik (prodromal)
Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi,
anoreksia, mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air kemih
menjadi gelap. Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati
(kadar bilirubin serum, SGOT dan SGPT, Fosfatose alkali, meningkat).
2. Fase lkterik
Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali
dan splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada
minggu kedua. setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan
laboratorium tes fungsi hati abnormal.
3. Fase Penyembuhan
Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase.
pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan
laboratorium menjadi normal.

4
b. Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar
mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan berakhir
dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus
yang berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil yang tinggi pada
pemeriksaan fisik hati menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga
koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal
akut dengan anuria dan uremia.
2. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu
dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk
menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan VHB.
Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B kronik.
Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan yang
mantap.

2.4 Penularan dan Patogenesis Hepatitis B

Sumber penularan virus Hepatitis B dapat berupa darah, saliva, kontak dengan
mukosa penderita virus hepatitis B, feces dan urine, dan lain sebagainya seperti sisir, pisau
cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang terkontaminasi virus hepatitis B. Selain itu
dicurigai penularan melalui nyamuk atau serangga penghisap darah. (Sunata, 2009)
Penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu :

a. Parenteral

Dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum atau
benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tattoo

b. Non Parenteral

Karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus hepatitis B.

Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara penting yaitu:

a. Penularan vertikal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang HBsAg
positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal. Resiko

5
terinfeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi antar negara satu dan lain
berkaitan dengan kelompok etnik.
b. Penularan horizontal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang pengidap
virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya: melalui hubungan seksual.

Virus hepatitis b terutama mengganggu fungsi hati oleh mereplikasi dalam sel-sel hati
yang dikenal sebagai hepatocytes. Reseptor belum diketahui, meskipun ada bukti bahwa
reseptor di virus hepatitis b bebek yang berkerabat adalah karboksipeptidase D. HBV virions
(DANE partikel) mengikat sel melalui domain preS antigen permukaannya virus dan
kemudian diinternalisasi oleh endositosis. Reseptor PreS dan IgA dituduh interaksi ini. HBV-
preS reseptor spesifik terutama dinyatakan di hepatocytes; Namun, virus DNA dan protein
juga telah terdeteksi di situs extrahepatic, menyatakan bahwa reseptor selular untuk HBV
mungkin juga ada pada sel-sel extrahepatic. (Hepatitis b mekanisme, 2010)

Selama HBV infeksi, respon imun yang di-host menyebabkan kerusakan dunia dan
izin virus. Meskipun respon imun bawaan tidak memainkan peran penting dalam proses ini,
respon imun adaptif, terutama virus khusus sitotoksik t lymphocytes (CTLs), memberikan
kontribusi untuk sebagian besar hati cedera yang berhubungan dengan HBV infeksi. Oleh sel-
sel yang membunuh terinfeksi dan memproduksi antivirus sitokin yang mampu
membersihkan HBV dari hepatocytes yang layak, CTLs menghilangkan virus. Meskipun
kerusakan hati dimulai dan ditengahi oleh CTLs, sel-sel antigen nonspecific peradangan
dapat memperburuk diinduksi CTL immunopathology dan trombosit diaktifkan di tempat
infeksi dapat memfasilitasi akumulasi CTLs di hati.

2.5 Pengobatan Hepatitis B


Infeksi hepatitis B akut biasanya tidak memerlukan pengobatan karena kebanyakan
orang dewasa membersihkan infeksi secara spontan. Pengobatan antivirus dini mungkin
hanya diperlukan dalam kurang dari 1 % dari pasien , yang infeksi mengambil kursus sangat
agresif ( hepatitis fulminan ) atau yang immunocompromised . Di sisi lain , pengobatan
infeksi kronis mungkin diperlukan untuk mengurangi risiko sirosis dan kanker hati . Individu
kronis terinfeksi terus menerus tinggi serum alanine aminotransferase , penanda kerusakan
hati , dan tingkat HBV DNA adalah kandidat untuk terapi .
Meskipun tidak ada obat yang tersedia dapat membersihkan infeksi , mereka dapat
menghentikan virus dari replikasi , sehingga meminimalkan kerusakan hati . Saat ini , ada
tujuh obat berlisensi untuk pengobatan infeksi hepatitis B di Amerika Serikat . Ini termasuk
6
obat antivirus lamivudine ( Epivir ) , adefovir ( Hepsera ) , tenofovir ( TDF) , telbivudine
(Tyzeka ) dan entecavir ( Baraclude ) dan dua modulator sistem kekebalan interferon alfa - 2a
dan pegylated interferon alfa - 2a ( Pegasys ) . Penggunaan interferon , yang membutuhkan
suntikan harian atau tiga kali seminggu , telah digantikan oleh long-acting interferon pegilasi
, yang disuntikkan hanya sekali seminggu .
Bayi yang lahir dari ibu diketahui membawa hepatitis B dapat diobati dengan antibodi
terhadap virus hepatitis B ( hepatitis B immune globulin atau HBIG ) . Ketika diberikan
dengan vaksin dalam waktu dua belas jam dari lahir , risiko tertular hepatitis B berkurang 90
%. Perawatan ini memungkinkan seorang ibu untuk menyusui anaknya dengan selamat .
Pada bulan Juli 2005 , peneliti dari A * STAR dan National University of Singapore
mengidentifikasi hubungan antara protein DNA - binding milik kelas protein heterogen
ribonucleoprotein nuklir K ( hnRNP K ) dan replikasi HBV pada pasien . Mengontrol tingkat
hnRNP K dapat bertindak sebagai pengobatan yang mungkin untuk HBV . (Wikipedia, 2013)

2.6 Pencegahan Hepatitis B


Menurut Park ada lima pokok pencegahan yaitu :

1. Health Promotion, usaha peningkatan mutu kesehatan


2. Specifik Protection, perlindungan secara khusus
3. Early Diagnosis dan Prompt Treatment, pengenalan dini terhadap penyakit, serta
pemberian pengobatan yang tepat
4. Usaha membatasi cacat
5. Usaha rehabilitasi Dalam upaya pencegahan infeksi Virus Hepatitis B, sesuai
pendapat Effendi dilakukan dengan menggabungkan antara pencegahan penularan dan
pencegahan penyakit.

Pencegahan dapat dilakukan dengan melalui tindakan Health Promotion baik pada
hospes maupun lingkungan dan perlindungan khusus terhadap penularan. Health Promotion
terhadap host berupa pendidikan kesehatan, peningkatan higiene perorangan, perbaikan gizi,
perbaikan sistem transfusi darah dan mengurangi kontak erat dengan bahan-bahan yang
berpotensi menularkan virus VHB.

Pencegahan virus hepatitis B melalui lingkungan, dilakukan melalui upaya:


meningkatkan perhatian terhadap kemungkinan penyebaran infeksi VHB melalui tindakan
melukai seperti tindik, akupuntur, perbaikan sarana kehidupan di kota dan di desa serta

7
pengawasan kesehatan makanan yang meliputi tempat penjualan makanan dan juru masak
serta pelayan rumah makan.

Perlindungan Khusus Terhadap Penularan Dapat dilakukan melalui sterilisasi benda-


benda yang tercemar dengan pemanasan dan tindakan khusus seperti penggunaan sarung
tangan bagi petugas kesehatan, petugas laboratorium yang langsung bersinggungan dengan
darah, serum, cairan tubuh dari penderita hepatitis, juga pada petugas kebersihan,
penggunaan pakaian khusus sewaktu kontak dengan darah dan cairan tubuh, cuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dengan penderita pada tempat khusus selain itu perlu dilakukan
pemeriksaan HBsAg petugas kesehatan (Onkologi dan Dialisa) untuk menghindarkan kontak
antara petugas kesehatan dengan penderita.

Selain itu, pencegahan penyakit dapat dilakukan melalui immunisasi baik aktif
maupun pasif,

1. Immunisasi Aktif Pada negara dengan prevalensi tinggi, immunisasi diberikan


pada bayi yang lahir dari ibu HBsAg positif, sedang pada negara yang prevalensi
rendah immunisasi diberikan pada orang yang mempunyai resiko besar tertular.
Vaksin hepatitis diberikan secara intra muskular sebanyak 3 kali dan memberikan
perlindungan selama 2 tahun. Program pemberian sebagai berikut: Dewasa:Setiap
kali diberikan 20 µg IM yang diberikan sebagai dosis awal, kemudian diulangi
setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan. Anak :Diberikan dengan dosis 10
µg IM sebagai dosis awal , kemudian diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya
setelah 6 bulan.
2. Immunisasi Pasif Pemberian Hepatitis B Imunoglobulin (HBIG) merupakan
immunisasi pasif dimana daya lindung HBIG diperkirakan dapat menetralkan
virus yang infeksius dengan menggumpalkannya. HBIG dapat memberikan
perlindungan terhadap Post Expossure maupun Pre Expossure. Pada bayi yang
lahir dari ibu, yang HBsAs positif diberikan HBIG 0,5 ml intra muscular segera
setelah lahir (jangan lebih dari 24 jam). Pemberian ulangan pada bulan ke 3 dan
ke 5. Pada orang yang terkontaminasi dengan HBsAg positif diberikan HBIG 0,06
ml/Kg BB diberikan dalam 24 jam post expossure dan diulang setelah 1 bulan.
(Siregar).

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh "Virus Hepatitis B"
(VHB), suatu anggota famili Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut
atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosi hati atau kanker
hati. Virus ini pertama kali ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan
nama antigen Australia. Virus ini termasuk DNA virus. Mula-mula dikenal sebagai "serum
hepatitis" dan telah menjadi epidemi pada sebagian Asia dan Afrika. Hepatitis B telah
menjadi endemik di Tiongkok dan berbagai negara Asia. Virus hepatitis B berupa partikel
dua lapis berukuran 42 nm yang disebut "Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen
HBsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase.
Pada partikel inti terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen
(HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat imunologik
proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini
secara epidemiologis penting, karena menyebabkan perbedaan geogmfik dan rasial dalam
penyebarannya. Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari.
Secara epidemiologik cara penularan hepatitis terbagi atas dua yaitu : Penularan
vertikal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang HBsAg positif kepada anak
yang dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal. Resiko terinfeksi pada bayi mencapai 50-
60 % dan bervariasi antar negara satu dan lain berkaitan dengan kelompok etnik. Penularan
horizontal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang pengidap virus hepatitis B
kepada orang lain disekitarnya, misalnya: melalui hubungan seksual.
Infeksi hepatitis B akut biasanya tidak memerlukan pengobatan karena kebanyakan
orang dewasa membersihkan infeksi secara spontan . Pengobatan antivirus dini mungkin
hanya diperlukan dalam kurang dari 1 % dari pasien , yang infeksi mengambil kursus sangat
agresif ( hepatitis fulminan ) atau yang immunocompromised . Di sisi lain , pengobatan
infeksi kronis mungkin diperlukan untuk mengurangi risiko sirosis dan kanker hati . Saat ini ,
ada tujuh obat berlisensi untuk pengobatan infeksi hepatitis B di Amerika Serikat . Ini
termasuk obat antivirus lamivudine ( Epivir ), adefovir ( Hepsera ), tenofovir ( TDF) ,
telbivudine ( Tyzeka ) dan entecavir ( Baraclude ) dan dua modulator sistem kekebalan
interferon alfa - 2a dan pegylated interferon alfa - 2a ( Pegasys ) . Penggunaan interferon ,

9
yang membutuhkan suntikan harian atau tiga kali seminggu , telah digantikan oleh long-
acting interferon pegilasi , yang disuntikkan hanya sekali seminggu .
Sebelum terjangkitnya penyakit hepatitis, ada baiknya untuk dapat melakukan
pencegahan, yakni Menurut Park ada lima pokok pencegahan yaitu :

1. Health Promotion, usaha peningkatan mutu kesehatan


2. Specifik Protection, perlindungan secara khusus
3. Early Diagnosis dan Prompt Treatment, pengenalan dini terhadap penyakit, serta
pemberian pengobatan yang tepat
4. Usaha membatasi cacat
5. Usaha rehabilitasi Dalam upaya pencegahan infeksi Virus Hepatitis B, sesuai
pendapat Effendi dilakukan dengan menggabungkan antara pencegahan penularan dan
pencegahan penyakit.

10
DAFTAR PUSTAKA

Hepatitis b mekanisme. (2010). News Medical. Wikipedia. (2013). Pengobatan Hepatitis B.


News Medical.
Siregar, F. A. (n.d.). Hepatitis B Ditinjau Dari Kesehatan Masyarakat Dan Upaya
Pencegahan . Sumatra Utara: Universitas Sumatra Utara Fakultas Kesehatan
Masyarakat.
Sunata, A. (2011). Virus Hepatitis B. Jakarta: Akademi Keperawatan Kabupaten Subang.
Mancia,G.Fagard, R., Narkiewicz, K., Redon, J., Zanchetti, A., Bohm, M. et al, 2013
ESH/ESC Guidelines For The Management Of Arterial Hypertension: The Task
Force For The Management Of Arterial Hypertension Of The European Society Of
Hypertension (ESH) And Of The European Society Of Cardiology (ESC). Eur Heart
J. 2013;34:2159–2219.
Tong, M.S., Chai, H.T., Liu, W.H., Chen, C.L., Fu, M., Lin, Y.H. et al, Prevalence of
hypertension after living-donor liver transplantation: a prospective study. Transplant
Proc. 2015;47:445–450.
Thomson EC, Fleming VM, Main J, Klenerman P, Weber J, Eliahoo J, et al. Predicting
spontaneous clearance of acute hepatitis C virus in a large cohort of HIV-1-infected
men. Gut 2011; 60:837–845.
Lao TT, Sahota DS, Law LW, Cheng YKY, Leung TY.and Age-Specific Prevalence of
Hepatitis B Virus Infection in Young Pregnant Women, Hong Kong Special
Administrative Region of China. Bulletin of the World Health Organization.
2014; 92 : 782-789
Wen WH, Chang MH, Zhao LL, .et al Mother-to-Infant Transmi ssion of H epatitis B Virus
In fection: Significance of Maternal Viral Load and Strategies for Intervention.
Journal of Hepatology, 2013; 59(1): 24-30

Suyoso, Mustika S and Harijono A., Ensefalopati Hepatik pada Sirosis Hati: Faktor
Presipitasi dan Luaran Perawatan di RSUD dr. Saiful Anwar Malang. Jurnal
Kedokteran Brawijaya. 2015; 28(4): 340-344

Badan Pe yelenggara Jaminan Kesehatann . Panduan Praktis Administrasi Klaim Faskes


BPJS Kesehatan. Jakarta: Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatann ; 2014
Mishra S, Purandre P, Thakur R, Agrawal S and, Alwani M. Study on Prevalence of Hepatitis
B in Pregnant Women and Its Effect on Maternal and Fetal Outcome at Tertiary Care
Centre. International Journal of Reproduction, Contraception, Obstetrics, and
Gynecology. 2017; 6(6): .2238-2240

11

Anda mungkin juga menyukai