DISUSUN OLEH:
a. Latar Belakang
Tanah merupakan elemen penting dari struktur bawah sebuah kontruksi, baik untuk
kontruksi bawah bangunan dan jembatan maupun kontruksi perkerasan jalan. Sehingga tanah
harus mempunyai daya dukung yang baik untuk menahan beban yang akan dipikulnya.
Namun kenyataan dilapangan banyak ditemukan tanah yang memiliki daya dukung
yang rendah, hal ini dapat dipengaruhi oleh sifat tanah yang tidak memadai, misalnya
kompresibilitas, permeabilitas, maupun plastisitasnya
Sifat plastisitas tanah yang tinggi cenderung mudah terjadi kembang susut, Tanah
yang baik dalam pekerjaan Teknik Sipil diantaranya harus mempunyai indeks plastisitas <
17% (Hardiyatmo HC, 1992). Pada musim kemarau tanah akan mengalami retak akibat
kekurangan air. Sifat tanah ini bisa disebut tanah ekspansif. Sifat tanah ini memiliki tingkat
sensitifitas yang tinggi terhadap perubahan kadar air dan memiliki plastisitas yang tinggi,
kekuatan geser yang rendah, pemampatan atau perubahan volume yang tinggi dan potensi
kembang susut yang besar, sehingga akan menyebabkan kegagalan struktur diatasnya.
Dalam hal ini maka sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas tanah. Stabilisasi
merupakan suatu cara untuk memperbaiki karakteristik suatu lapisan tanah yang memiliki
daya dukung yang rendah, agar tanah tersebut menjadi layak dan memiliki daya dukung
sesuai yang diharapkan. Penggunaan kapur sebagai bahan stabilisasi telah dikenal sejak lama.
Stabilisasi dengan kapur telah digunakan dengan sukses untuk konstruksi dan peningkatan
Bandar Udara Internasional Denver tahun 1991-1993 dan yang terbaru adalah ditahun 2003.
Penelitian mengenai stabilisasi tanah lempung telah banyak dilakukan, antara lain
penelitian Rosyidi dan Sucriana (2000) pada tanah lempung ekspansif dengan penambahan
kapur dan abu sekam padi dan penelitian Agung Prihanto (2001) pada tanah lempung dengan
penambahan kerak ketel. Dari penelitian di atas dijelaskan bahwa dengan penambahan zat
aditif (kapur, abu sekam padi, kerak ketel) akan mampu memperbaiki sifat-sifat mekanik
tanah dan meningkatkan daya dukung tanah lempung ekspansif.
Stabilisasi tanah adalah usaha yang dilakukan untuk memperbaiki karakteristik lapisan
tanah yang memiliki kuat dukung yang rendah dengan mencampurkan sesuatu kedalamnya
sehingga dapat meningkatkan kualitas daya dukung tanah.
Menurut Bowles (1991), stabilisasi tanah diperlukan apabila tanah yang terdapat di
lapangan bersifat sangat lepas dan sangat mudah tertekan, mempunyai indeks konsistensi
yang tidak sesuai, permeabilitas yang terlalu tinggi, atau sifat lain yang tidak sesuai untuk
proyek pembangunan, dengan demikian dapat diketahui tujuan dilakukannya stabilisasi tanah
adalah dengan tujuan untuk memperbaiki (meningkatkan ) daya dukung tanah, memperkecil
penurunan lapisan tanah, menurunkan permeabilitas dan swelling potensial tanah, menjaga
dan mempertahankan potensi tanah yang ada (existing strength).
Penggunaan kapur padam sebagai bahan stabilisasi sangat efektif terhadap tanah
berjenis lempung. Kapur padam memiliki ikatan ion Ca, Mg, dan Na yang menyebabkan
bertambahnya ikatan antara partikel pada tanah. Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian
untuk stabilisasi tanah dengan melakukan pengujian sifat-sifat fisis tanah dan kuat dukung
tanah (CBR) dengan variasi penambahan kapur 0%, 5%, 10% dan 15% dengan lama
pemeraman 0, 4, 7 dan 14 hari.
Variasi campuran kapur padam ini dilakukan untuk mengetahui persentase kapur padam pada
uji kompaksi tanah yang menghasilkan berat tanah kering maksimum (d maks) untuk
digunakan pada pengujian CBR. Pengujian sampel dilakukan dengan dua perlakuan yaitu
sampel tanah diperam dulu baru dipadatkan dan sampel di padatkan dulu baru diperam.
b. Rumusan Masalah
Tanah harus mempunyai daya dukung yang baik untuk menahan beban yang akan
dipikulnya, namun kenyataan dilapangan banyak ditemukan tanah yang memiliki daya
dukung yang rendah sehingga perlu untuk melakukan stabilisasi tanah dengan kapur.
Diharapkan stabilisasi tanah dengan campuran kapur dapat diketahui seberapa besar pengaruh
penurunan indeks plastis tanah dan pengaruhnya pada nilai CBR tanah, serta besarnya
pengaruh pada variasi penambahan kapur terhadap lama pemeraman.
c. Tujuan penelitian
d. Batasan Penelitian
e. Manfaat penelitian
a. Definisi Tanah
Tanah memiliki peran yang sangat penting untuk sebuah konstruksi baik untuk
konstruksi struktur maupun konstruksi perkerasan jalan. Menurut Hardiyatmo (2006), tanah
adalah himpunan mineral, bahan organik, endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak
diatas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh
karbonat, zat organik atau oksida-oksida yang mengendap diantara partikel-partikel.
b. Tanah Lempung
Tanah lempung dan mineral lempung adalah tanah yang memiliki partikel- partikel
mineral tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengna air”.
Partikel-partikel tanah berukuran yang lebih kecil dari 2 mikron (=2µ), atau <5 mikron
menurut sistem klasifikasi yang lain, disebut saja sebagai partikel berukuran lempung
daripada disebut lempung saja. Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran
koloid (<1µ) dan ukuran 2µ merupakan batas atas (paling besar) dari ukuran partikel mineral
lempung.
Tanah lempung merupakan tanah yang berukuran mikroskopis sampai dengan sub
mikroskopis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah
lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada
kadar air lebih tinggi, lempung bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak (Das, 2006).
Hardiyatmo (2006), menjelaskan bahwa beberapa jenis tanah lempung mempunyai
sifat sensitif terhadap gangguan yang berbeda-beda, maka perlu diadakan pengelompokkan
yang berhubungan dengan sifat sensitifnya. Pengelompokan sifat sensitif tanah lempung dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Sensitivitas lempung
Sensitivitas Sifat tanah
1 Tidak sensitif
1–2 Sensitivitas rendah
2–4 Sensitivitas sedang
4–8 Sensitif
8 – 16 Sensitivitas extra
> 16 Quick
Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (Hardiyatmo HC, 1999) adalah sebagai berikut:
i. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm
ii. Permeabilitas rendah
iii. Kenaikan air kapiler tinggi
iv. Bersifat sangat kohesif
v. Kadar kembang susut yang tinggi
vi. Proses konsolidasi lambat
Tanah yang akan dipergunakan dalam pekerjaan teknik sipil memiliki beberapa
kriteria, diantaranya haruslah mempunyai indeks plastisitas <17%, karena tanah yang
mempunyai indeks plastisitas >17% dapat mempengaruhi masalah teknis, sifat tanah ini
mudah menyerap air dan menyebabkan kembang susut yang besar. Tanah dengan IP>17%
dikategorikan sebagai tanah lempung (Hardiyatmo HC, 1999).
Tanah Lempung merupakan jenis tanah berbutir halus yang sangat dipengaruhi oleh
kadar air dan mempunyai sifat yang cukup rumit. Kadar air mempengaruhi sifat kembang
susut dan kohesi pada tanah berbutir halus jenis lempung. Tanah Lempung yang mempunyai
fluktuasi kembang susut yang tinggi disebut lempung ekspansif. Tanah lempung ekspansif
ini sering menimbulkan kerusakan pada bangunan seperti jalan bergelombang, retaknya
dinding, dan terangkatnya pondasi.
C. Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang
berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa kedalam kelompok-kelompok dan sub
kelompok berdasarkan pemakaiannya.
Dunn (1991), mengatakan sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan
beberapa jenis tanah. Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk mengelompokkan tanah-tanah
sesuai perilaku dari tanah pada kondisi fisis tertentu. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam
urutan beradasarkan satu kondisi fisis tertentu bisa saja mempunyai urutan yang tidak sama
jika didasarkan pada kondisi-kondisi fisis lain.
Sistem klasifikasi tanah yang digunakan pada penelitian ini adalah USCS (Unified Soil
Clasification System) dan AASHTO (American Association of State Highway and
Transportation Officials). Sistem-sistem ini menggunakan sifat-sifat indeks tanah yang
sederhana seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan indeks plastis.
G Gradasi baik W
Kerikil
Gradsi buruk P
S Berlanau M
Pasir
Berlempung C
Lanau M
Lempung C wL < 50% L
Organik O wL > 50% H
Gambut Pt
Sistem klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and
Transportation Officials).
Pada mulanya sistem klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway
and Transportation Officials) dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public Road
Administration Classification system. Setelah diadakan beberapa kali perbaikan, sistem ini
dipakai oleh The American Association of State Highway Officials (AASHTO) dalam tahun
1945. Tujuan klasifikasi tanah dengan sistem AASHTO (American Association of State
Highway and Transportation Officials) adalah agar dapat dengan mudah menentukan kualitas
tanah dalam perancangan timbunan jalan, perencanaan lapisan pondasi jalan (subbase), dan
lapisan tanah dasar jalan (subgrade).
Sistem klasifikasi AASHTO membagi tanah kedalam 8 kelompok, A1 sampai A8
termasuk sub-sub kelompok. Tanah-tanah dalam kelompoknya dievaluasi terhadap indeks
kelompoknya yang dihitung dengan rumus-rumus empiris. Pengujian yang digunakan adalah
analisis saringan dan batas-batas Atterberg. Indeks kelompok (group index) (GI) digunakan
untuk mengevaluasi lebih lanjut tanah – tanah dalam kelompoknya. Bila indeks kelompok
(GI) semakin tinggi, maka tanah semakin berkurang ketepatan penggunaan.
Klasifikasi tanah A1 sampai A3 merupakan tanah granuler yaitu jenis tanah pasir,
kerikil, dan batuan. Tanah A1 merupakan tanah granuler bergradasi baik, sedangkan A3
adalah pasir bersih bergradasi buruk. Tanah A2 termasuk tanah granuler (kurang dari 35%
lolos saringan nomor 200), tetapi masih mengandung lanau dan lempung. Tanah berbutir
halus diklasifikasikan dari A4 sampai A7, yaitu tanah lempung-lanau. Perbedaan keduanya
didasarkan pada batas-batas atterberg.
F. Kadar air
Kadar air tanah adalah perbandingan antara berat air yang dikandung tanah dan berat
kering tanah, dinyatakan dalam persen. Cara penetapan kadar air dapat dilakukan dengan
sejumlah tanah basah yang dikeringkan dalam oven 100 -110 untuk waktu tertentu. Air
yang hilang karena pengeringan merupakan sejumlah air yang terkandung dalam tanah
tersebut.
G. Stabilisasi Tanah
Stabilisasi tanah adalah suatu metode yang digunakan untuk meningkatkan
kemampuan daya dukung suatu lapisan tanah dengan cara memberikan perlakuan khusus
terhadap lapisan tanah tersebut (Panguriseng, 2001).
Panguriseng (2001) menyatakan tujuan stabilisasi tanah adalah untuk memenuhi
minimal satu dari empat sasaran berikut:
1. Meningkatkan daya dukung tanah.
2. Memperkecil penurunan lapisan tanah.
3. Menurunkan permeabilitas dan swelling potensial tanah.
4. Mempertahankan potensi tanah yang ada
Stabilisasi tanah dapat dibedakan berdasar mekanisme kerja komposit antara massa
tanah dengan bahan stabilizer:
Stabilisasi kimia
Stabilisasi dengan mencampurkan bahan kimia agar terjadi reaksi kimia padacampuran
tersebut, sehingga menghasilkan senyawa baru yang lebih stabildari sebelumnya.
Contoh: stabilisasi dengan semen, kapur, larutan kimia, dan lain-lain.
Stabilisasi fisik
Stabilisasi dengan menggunakan energi yang disalurkan kedalam lapisantanah,
sehingga memperbaiki karakteristik lapisan.
Stabilisasi mekanis
Stabilisasi dengan menyisipkan material kedalam lapisan tanah, sehinggamampu
memperbaiki karakteristik massa tanah.
Contoh: sand piles, stone piles, nailing, anchor, cerucuk, geosyntetics (sebagaielemen
reinforcement, separator, filtrasi, drainase), dan lain-lain.
Stabilisasi thermal
Stabilisasi dengan menggunakan panas (thermal) untuk membakar materialtanah, sehingga
kadar air kristal massa tanah menjadi sangat rendah yangmemungkinkan ikatan senyawa
dalam massa tanah lebih stabil (irreversible).
Contoh: pembuatan keramik, gerabah, batu bata, dan lain-lain.
H. Pemadatan Tanah
Pemadatan tanah merupakan proses densifikasi tanah dengan mengurangi rongga
udara menggunakan peralatan mekanis. Derajat pemadatan tanah diketahui dalam parameter
pengukuran unit berat kering.
Proctor (1993) telah mengamati bahwa ada hubungan yang pasti antara kadar air dan
berat volume kering tanah padat. Untuk berbagai jenis tanah umumnya, terdapat satu nilai
kadar air optimum tertentu untuk mencapai berat volume kering maksimumnya.
Berat volume kering setelah pemadatan bergantung pada jenis tanah, kadar air, dan
usaha yang diberikan oleh alat penumbuknya karakteristik kepadatan tanah dapat dinilai dari
pengujian standar laboratorium yang disebut Protor.
Pengujian pemadatan tanah atau kompaksi dilakukan dengan menggunakan Standar
Proctor AASHTO T 99 (ASTM D 698) dan standar modifiet AASHTO 180 (ASTM D 1557).
Secara umum standar inilah yang digunakan sebagai acuan untuk melakukan pemadatan
tanah. Pada Tabel 2.6. menunjukkan perbandingan antara metode Standar Proctor AASHTO
T 99 (ASTM D 698) dengan Modified Proctor AASHTO 180 (ASTM D 1557).
Tabel 2.6. Perbandingan metode Standar Proctor AASHTO T 99 (ASTM D 698) dengan
Modified Proctor AASHTO 180 (ASTM D 1557).
Dalam melakukan pengujian pemadatan tanah dilakukan minimal lima kali pengujian
dengan kadar air yang berbeda. Perbedaan setiap kali pengujian yang dilakukan kurang lebih
5%. Hasil pemadatan dapat digambarkan dalam grafik dengan menghubungkan antara kadar
air dan berat volume kering sehingga diketahui nilai kadar air optimum dan berat volume
kering maksimumnya.
Hubungan antara berat volume kering ( d), dan kadar air (w), dinyatakan dalam
persamaan :
d = ..................................................(2.6)
d (ZAV) = .........................................(2.7)
dengan :
d (ZAV) : berat volume kering dalam keadaan jenuh (gr/cm3)
Gs : specific gravity
w : berat volume air (gr/cm3)
Pretince (1998), menunjukkan rentang kadar air optimum pada pengujian kompaksi (Modified
AASHTO) berbagai jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Nilai CBR yang didapat adalah nilai yang terkecil diantara hasil perhitungan kedua nilai
CBR. Beban penetrasi Bahan Standar dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Tekanan Standar
Penetrasi (inch) Beban standar (lbs)
(lbs/inch2)
Grafitas khas tanah adalah perbandingan antara berat butir-butir dengan berat air
destilasi diudara dengan volume yang sama dan pada temperatur tertentu. Biasanya diambil
pada temperatur 27,5 . Nilai specific grafity pada macam-macam tanah dapat dilihat pada
tabel 2.3 (Hardiyatmo, 1992). Grafitas khas tanah (specific gravity) memiliki persamaan :
G= ...........................................................(2.2)
Atterberg Limit diciptakan oleh Albert Atterberg seorang kimiawan swedia, yang
kemudian diperbaharui oleh Arthur Casagrande. Atterberg (1911), memberikan cara untuk
menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan
kandungan kadar air tanah. Batas-batas tersebut adalah batas cair (liquid limit), batas plastis
(plastic limit), dan batas susut (shinkage limit).
Persentase kadar air yang dibutuhkan untuk menutup celah sepanjang 12,7 mm pada
dasar mangkok, sesudah 25 kali pukulan didefinisikan sebagai batas cair tanah tersebut.
Karena sulitnya mengatur kadar air pada waktu celah menutup pada 25 kali pukulan, maka
biasanya percobaan dilakukan beberapa kali, yaitu dengan kadar air yang berbeda dengan
jumlah pukulan berkisar antara 15 sampai 35 kali pukulan. Kemudian, hubungan kadar air
dan jumlah pukulan digambarkan dalam grafik semi logaritmik untuk menentukan kadar air
pada 25 kali pukulan.
Selanjutnya cawan dan tanah isinya dikeringkan dalam oven, setelah tanah dalam
cawan mengering, tanah dalam cawan tersebut dikeluarkan (ASTM D-427, 1998). Nilai batas
susut dapat diketahui dengan mengambil contoh tanah yang telah kering dicelupkan kedalam
air raksa dan nilai batas susutnya dihitung dalam persamaan berikut :
SL =[ .............................................(2.4)
dengan :
W1 : berat tanah basah dalam cawan percobaan (gram)
W2 : berat tanah kering oven (gram)
V1 : volume tanah basah dalam cawan percobaan (cm3)
V2 : volume tanah kering oven (cm3)
Indeks plastis (PI) adalah rentang kadar air pada kondisi plastis, dengan persamaan :
PI = LL – PL............................................(2.5)
Indeks plastis (PI) merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis.
Karena itu, indeks plastis menunjukkan sifat keplastisan tanah. Jika tanah mempunyai PI
tinggi, maka tanah mengandung banyak butiran lempung. Jika PI rendah, seperti lanau, sedikit
pengurangan kadar air berakibat tanah menjadi kering. Batasan mengenai indeks plastis, sifat,
macam tanah, dan kohesi diberikan oleh Atterberg dapat dilihat pada Tabel 2.4
Sifat dan karakteristik tanah sangat dipengaruhi oleh komposisi dan ukuran
butirannya. Analisis ukuran butir tanah adalah penentuan persentase berat butiran pada ukuran
diameter tertentu. Untuk menganalisis ukuran butir tanah, perlu dilakukan dua pengujian yang
simultan, dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yakni : analisis saringan (sieve analysis)
dan analisis hidrometer (hydrometer analysis) (Hariyatmo, 2006). Kurva distribusi diameter
butir tanah dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Kurva distribusi diameter butir tanah
Analisis saringan dipergunakan untuk mengetahui distribusi ukuran butir tanah yang
berbutir kasar (granuler). Distribusi ukuran partikel tanah berbutir kasar dapat ditentukan
dengan metode pengayakan (sieving). Contoh tanah dilewatkan melalui satu set saringan
standar yang memiliki lubang yang makin kecil ukurannya dari atas kebawah. Berat tanah
yang tertahan disetiap saringan ditentukan dan persentase kumulatif dari berat tanah yang
melewati tiap saringan dihitung.
Jika terdapat partikel-partikel berbutir halus pada tanah, contoh tanah tersebut harus
dibersihkan terlebih dahulu dari butiran halus tersebut dengan cara mencucinya dengan air
melalui saringan berukuran terkecil (Craig, 1987). Berdasarkan ASTM (American Standard of
Testing Material) memiliki susunan saringan yang dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Pada pengujian ini, tanah yang diuji adalah tanah lempung yang telah dicampur
dengan kapur. Stabilisasi tanah dengan campuran kapur adalah pilihan yang sesuai dan cocok
untuk tanah lempung atau tanah yang termasuk dalam kelompok CH (lempung dengan
plastisitas tinggi), Sedangkan untuk tanah yang tidak mengandung lempung (tanah butiran)
stabilisasi dengan kapur tidak terlalu berpengaruh.
Tanah lempung yang dicampur dengan kapur akan segera bereaksi dan membentuk
suatu struktur campuran yang stabil, dan disamping itu hasil campuran kapur dan tanah
lempung mudah dipadatkan. Sifat kapur yang bisa bereaksi pada bahan pozolan alamiah halus
lainnya seperti Hidrous Silica yang ada dalam tanah. Ketika terjadi campuran antar kapur
dengan tanah lempung maka akan terjadi kontak antara mineral lempung serta komponen
pozolan dengan bahan kapur, terjadi pertukaran ion dan kemudian terbentuklah suatu gel
kalsium silica yang tidak dapat diuraikan dengan air, sehingga terjadilah proses
penggumpalan (flocculation).
Pada proses stabilisai ini, dilakukan pemeraran agar kita dapat mengetahui
perubahan yang terjadi dalam jangka waktu tertentu diakibatkan oleh proses kimia antara
tanah, kapur, dan air. Cara perawatan yang dilakukan terhadap benda uji adalah perawatan
kering dimana sampel dibungkus dengan plastik transparan pada suhu kamar, yang
diharapkan tidak terjadi terlalu banyak perubahan kadar air. Masa perawatan yang
dilakukan pada setiap sampel adalah 0, 4, 7, dan 14 hari yang nantinya diharapkan didapat
hubungan antara masa perawatan dengan kekuatan benda uji.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Metode pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini adalah Studi Literatur dan
Penelitian di Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Kristen Immanuel.
Studi Literatur dilakukan dengan mencari dan menggumpulkan teori-teori dan data-data dari
buku ajar, standar perencanaan yang relevan, jurnal maupun buku-buku petunjuk teknis yang
sesuai dengan pembahasan “Pengaruh Waktu Pemeraman Stabilisasi Tanah Menggunakan
Kapur Terhadap Nilai Cbr”, serta masukkan dari dosen pembimbing.
Data-data sampel tanah yang didapat sesuai dengan kondisi real di lapangan diteliti di
laboratorium, dengan melakukan pengujian analisa saringan, berat jenis, batas konsistensi
tanah (Atterber Limit), nilai kadar air optimum, dan kuat dukung tanah (CBR). Kemudian
dilanjutkan dengan pengujian sampel dengan penambahan kapur 0%, 5%, 10% dan 15%
dengan lama pemeraman 0, 4, 7 dan 14 hari. Pengujian sampel dilakukan dengan 2 (dua)
perlakuan yaitu sampel tanah diperam dulu baru dipadatkan dan sampel di padatkan dulu baru
diperam. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui pengaruh variasi penambahan kapur
terhadap lama pemeraman.
Penelitian dilakukan 2 tahap, yaitu penelitian terhadap tanah asli (sebelum
dicampur kapur ) dan penelitian setelah dicampur kapur.
a) Indeks Properties :
Pekerjaan Laboratorium
Uji kompaksi
Pada pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya berat kering tanah optimum
dan kadar air optimum. Pengujian ini dilakukan dengan menambahkan campuran kapur
padam dengan variasi 0%, 2,5%, 5%, 7,5% dan 10%. Selanjutnya hasil uji kompaksi tanah
tanpa campuran maupun dengan campuran dilihat pada tabel uji kompaksi.
Tabel Hasil uji kompaksi
No. Campuran kapur Berat kering tanah Kadar air optimum (%)
padam (%) optimum (gr/cm3)
1 0 1,85 19,87
2 5
3 10
4 15
Sampel Uji
Sampel pengujian untuk tanah asli yang dibuat untuk masing-masing lokasi soil
Pengujian terhadap basic peroperties dan engineering properties dari kedua sampel
tanah asli selesai, maka selanjutnya diambil salah satu c ontoh tanah yang memiliki sifat-sifat
plastisitas dan CBR yang lebih rendah. Kemudian dilakukan perencanaan terhadap
pencampuran tanah asli dengan bahan stabilisasi kapur.
VARIASI
No Pengujian Jumlah Benda Uji
(0%,5%,10%,15%)x(0,4,7,14 hari)
1 Pengujian Batas Cair 3x3x1 sampel 9 sampel
2 Pengujian bataas plastis 3x3x1 sampel 9 sampel
3 percobaan compaction 3x5 sampel 15 sampel
4 PemeriksaanCBR 3x3x3 sampel 27 sampel
Laboratorium
5 Percobaan Unconfined 3x3x1 sampel 9 sampel
Compection Test
Jumlah total benda uji 69 ampel
Mulai
Penelitian Dilaboratorium
Pembahasan
Pada pengujian ini dilakukan mulai dari study literatur, persiapan alat dan bahan
pengujian, pengujian dilaboratorium, analisis data hasil penelitian, hingga pelaporan penelitian
dimulai dari bulan September 2019 sampai dengan April 2020.
Bulan
No Tahap Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8
Persiapan
a. Konsultasi Dosen Pembimbing
b. Study literature
1
c. Seminar proposal
d. Pengambilan bahan uji
dilapangan
e. Persiapan bahan dan peralatan
di laboratorium
Pelaksanaan
a. Basic properties.
(test kadar air, batas cair,
2 batas plastis, analisis
saringan, analisis hidrometer,
dan berat jenis.)
b. Engineering properties.
percobaan pemadatan, CBR
laboratorium, dan Unconfined
Compression Test
Penyusunan Laporan
b. Pembuatan laporan
DAFTAR PUSTAKA
Ariyani N., Yuni, A., 2010, Pengaruh Penambahan Kapur pada Tanah Lempung Ekspansif dari
Dusun Bodrorejo Kalten, Jurnal Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UKRIM.
Bowles J.E., 1984, Sifat-sifat Fisis Tanah dan Geoteknik Tanah Edisi Kedua, Erlangga, Yogyakarta.
Das B.M., 1993, Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis) Edisi Ketiga, Erlangga,
Jakarta.
Hardiyatmo H.C., 2014, Mekanika Tanah I Edisi Keenam, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Hardiyatmo H.C., 1992, Mekanika Tanah II Edisi Kelima, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Harnaeni S.R., 2007, Tinjauan CBR Lempung yang distabilisasi dengan Kapur Pada Pemadatan Sisi
Basah, Jurnal Dinamika TEKNIK SIPIL Volume 7 Nomor 2 Juli 2007 : 163-269.
Prihanto A., 2001, Tinjauan Penggunaan Baggase Ash Sebagai Aditif Untuk Memperbaiki Sifat-Sifat
Tanah, Tugas Akhir S1, FTS UKRIM, Yogyakarta.
Rokman A., Artiani G.P., 2015, Perbaikan Sifat Fisik Tanah Bekas Timbunan Sampag Dengan
Menggunakan Bahan Stabilisasi Kapur, Jurnal Semnastek, FT UNJ, Jakarta.
Syahrial., 2010, Stabilisasi Tanah Lempung Menggunakan Kapur, Tesis, Program Magister Teknik
Sipil Universitas Islam Riau, Pekanbaru.
Trissiyana., 2015, Pengaruh Waktu Pemeraman dengan Penambahan Kapur Sebagai Bahan
Additive Pada Tanah Lempung Ekspansif Terhadap Nilai CBR Tanah, Jurnal Juristek Volume 4
Nomor 1 Juli 2015 :70-78.
Ukirman, 2013, Pengaruh Penambahan Kapur dan Semen terhadap Nilai CBR Tanah lempung
Merah, Jurnal Wahana TEKNIK SIPIL Volume 18 Nomor 1 Juni 2013 : 163-269.
Widhiarto H., Andriawan A.H., Matulessy A., 2015, Stabilisasi Tanah Lempung Ekspansif dengan
Menggunakan Campuran Abu-Sekam dan Kapur, Jurnal Pengabdian LPPM UNTAG