Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

A. Profil RSUD Dr. Moewardi Surakarta


RSUD Dr. Moewardi adalah salah satu rumah sakit yang berada di
Wilayah Karesidenan Surakarta. RSUD Dr. Moewardi mempunyai sejarah
yang panjang yaitu sejak zaman penjajahan oleh Jepang dan telah
mengalami perubahan nama beberapa kali. Pada awalnya RSUD Dr.
Moewardi bernama Rumah Sakit Ziekenzorg, lalu mengalami perubahan
yang kedua yaitu menjadi Rumah Sakit Tentara Surakarta, dan perubahan
nama yang ketiga yaitu Rumah Sakit Bale Kusolo diambil alih dan dikelola
oleh Pemerintahan RI dan diganti nama menjadi Rumah Sakit Pusat
Surakarta. Selanjutnya tanggal 1 Januari 1950 ditetapkan sebagai hari jadi
RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Kemudian RSUD Dr. Moewardi mengalami
perubahan nama yang kelima kali yaitu menjadi Rumah Sakit Umum Jebres
dan diserahkan kepada Pemerintah Daerah Swatantra Tingkat I Jawa Tengah
di Semarang. Pada tanggal 12 Agustus 1973 nama Rumah Sakit Jebres
dirubah dan diberikan nama Komplek Rumah Sakit Dr. Moewardi oleh
Keputusan Gubernur Kepada Daerah Tingkat I Jawa Tengah.
Nama Rumah Sakit Dr. Moewardi dapat bertahan hingga saat ini dan
telah berkembang pesat dalam segala aspek. RSUD Dr. Moewardi juga telah
menerima banyak akreditasi, salah satunya yaitu Akreditasi KARS Paripurna.
Tentunya untuk mencapai semua itu tidak lepas dari kerjasama seluruh
Civitas Hospitalis RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Untuk membangun dan mengembangkan Rumah Sakit RSUD Dr.
Moewardi menyusun struktur organisasi yaitu struktur organisasi Direksi
yang terdiri dari Direktur yang dijabat oleh dr. Endang Agustinar, M.Kes,
Wakil Direktur Umum dijabat oleh dr. Suharto Purwoko, dr.Sp.U, Wakil
Direktur Pelayanan dijabat oleh dr. Purwoko, Sp.An, dan Wakil Direktur
Keuangan dijabat oleh Drs. Syahrudin Hamzah, SE, MM.
Setelah struktur organisasi Direksi, RSUD Dr. Moewardi juga
menyusun struktur Pejabat Struktural Pelayanan. Salah satunya yaitu Ka.
Bidang Pelayanan Keperawatan yang dijabat oleh Sukardi Sugeng R, SKP,
MPH. Ka. Bidang Pelayanan Keperawatan membawahi Mutu Pelayanan

3
Keperawatan yang dijabat oleh Santosa Sekti W, S.Kep., Ns. Dan Sumber
Daya Pelayanan Keperawatan yang dijabat oleh Eko Haryadi, S.Kep., Ns.

B. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan materi teori dasar keperawatan
2. Mendeskripsikan profil, pelayanan unggulan, metode penugasan dan
struktur organisasi ruangan yang dikunjungi

C. Manfaat Penulisan
Hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
pegawai baru mengenai hal-hal yang berkaitan dengan area praktik asuhan
keperawatan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta ini sehingga mempermudah
proses adaptasi atau segera dapat menyesuaikan dengan standar kerja yang
ada

4
BAB II

KONSEP TEORI DAN HASIL PEMBEKALAN PEGAWAI BARU

A. Materi Teori Dasar Keperawatan

1. Sistem evaluasi dan penilaian kinerja tenaga keperawatan RSUD Dr.

Moewardi

Penilaian prestasi kerja dilaksanakan untuk mengevaluasi kinerja

pegawai, yang dapat memberi petunjuk bagi pejabat yang berkepentingan

dalam rangka mengevaluasi kinerja unit dan organisasi

a. Bidang Pekerjaan

Penilaian prestasi kerja dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan

dalam kebijakan perencanaan kuantitas dan kualitas SDM, serta

kegiatan perancangan pekerjaan dalam organisasi

b. Bidang Pengangkatan dan Penempatan

Penilaian prestasi kerja dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan

dalam proses rekrutmen, seleksi, dan penempatan pegawai dalam

jabatan, sesuai dengan kompetensi dan prestasi kerjanya

c. Bidang Pengembangan

sebagai dasar pertimbangan pengembangan karier dan pengembangan

kemampuan serta keterampilan pegawai yang berkaitan dengan pola

karier dan program pendidikan dan pelatihan dalam organisasi

d. Bidang Penghargaan

sebagai dasar pertimbangan pemberian penghargaan dengan berbasis

prestasi kerja seperti kenaikan pangkat, kenaikan gaji, tunjangan

prestasi kerja, promosi, atau kompensasi dan lain-lain

5
e. Bidang Disiplin

sebagai dasar peningkatan kinerja pegawai dan kewajiban pegawai

mematuhi peraturan perundang-undangan tentang disiplin pegawai

Penilaian prestasi kerja pegawai dilaksanakan secara sistematis yang

penekanannya pada tingkat capaian sasaran kerja pegawai atau tingkat

capaian hasil kerja yang telah disusun dan disepakati bersama antara

Pegawai dengan Pejabat Penilai. Penilaian prestasi kerja pegawai

diarahkan sebagai pengendalian perilaku kerja produktif yang disyaratkan

untuk mencapai hasil kerja yang disepakati dan bukan penilaian atas

kepribadian seorang pegawai. Penilaian prestasi kerja pegawai

dilaksanakan oleh Pejabat Penilai sekali dalam 1 tahun (akhir Desember

tahun bersangkutan/akhir Januari tahun berikutnya). Dalam hal terjadi

perpindahan pegawai setelah bulan Januari maka yang bersangkutan

tetap menyusun SKP pada awal bulan sesuai dengan surat perintah

melaksanakan tugas atau surat perintah menduduki jabatan. pegawai

yang tidak menyusun SKP dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai

disiplin pegawai (PP 53 Tahun 2010).

Unsur perilaku kerja yang mempengaruhi prestasi kerja yang

dievaluasi harus relevan dan berhubungan dengan pelaksanaan tugas

pekerjaan dalam jenjang jabatan setiap Pegawai Negeri Sipil yang dinilai.

Penilaian prestasi kerja pegawai bertujuan untuk menjamin objektivitas

pembinaan pegawai yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan

sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.

6
Setiap pegawai wajib menyusun SKP. SKP memuat kegiatan tugas

jabatan dan target yang harus dicapai. Setiap kegiatan tugas jabatan

yang akan dilakukan harus berdasarkan pada tugas dan fungsi,

wewenang, tanggung jawab, dan uraian tugas yang telah ditetapkan

dalam Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK). SKP yang telah disusun

harus disetujui dan ditetapkan oleh Pejabat Penilai sebagai kontrak kerja.

Dalam hal SKP yang disusun oleh pegawai tidak disetujui oleh Pejabat

Penilai maka keputusannya diserahkan kepada Atasan Pejabat Penilai dan

bersifat final. Unsur-unsur SKP yaitu

a. Kegiatan Tugas Jabatan

Mengacu pada Penetapan Kinerja/RKT. Dalam melaksanakan kegiatan

tugas jabatan pada prinsipnya pekerjaan dibagi habis dari tingkat

jabatan tertinggi sampai jabatan terendah secara hierarki

b. Angka kredit

c. Target

Dalam menetapkan target meliputi aspek sbb:

1) Kuantitas (Target Output)

2) Kualitas (Target Kualitas)

3) Waktu (Target Waktu)

4) Biaya (Target Biaya)

2. Sistem penugasan dan Mapping Tenaga Keperawatan RSUD Dr. Moewardi

Era globalisasi dan perkembangan iptek menuntut perawat, sebagai

suatu profesi, memberi pelayanan kesehatan yang optimal. Ada berbagai

metode dalam pemberian asuhan keperawatan, diantaranya :

a. Metode Fungsional

7
Menekankan bahwa setiap perawat diharuskan melaksanakan fungsi-

fungsi tertentu dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien.

Metode ini mengharuskan bagi klien mendapatkan asuhan

keperawatan yang terpisah-pisah dari perawat satu dan perawat yang

lain. Metode penugasan ini diterapkan di Instalasi rawat jalan, dan

instalasi bedah sentral

b. Metode Kasus.

Metode penugasan dalam asuhan keperawatan dimana setiap satu

klien dalam satu shift dirawat oleh seorang perawat. Karena penentuan

tugas hanya didasarkan pada klien dan perawat, maka metode ini akan

memberikan kepastian bahwa hari-hari berikutnya klien akan dirawat

oleh perawat yang sama. Metode penugasan ini diterapkan di Instalasi

perawatan intensif (ICU, ICCU, PICU/NICU dan hemodialisa)

c. Metode Tim

Mengacu pada prinsip bahwa setiap klien berhak untuk menerima

asuhan keperawatan yang sebaik-baiknya, dan setiap perawat berhak

untuk menerima bantuan dari sesama anggota tim dalam memberikan

asuhan keperawatan kepada klien. Metode penugasan ini diterapkan

di Instalasi perawatan intensif (HCU), Instalas Rawat Inap Cendana,

Mawar, Melati, Anggrek, Aster dan Instalasi gawat Darurat

d. Metode perawatan primer

Terdiri dari 5 (lima) subsistem yaitu : nilai-nilai profesional, hubungan

antar profesional, metode asuhan keperawatan, pendekatan

managemen dalam pengambilan keputusan dan sistem kompensasi

dan penghargaan.

8
Pada aspek di tetapkan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan

jumlah klien sesuai dengan ketergantungan kien. Di samping jumlah

perawat di tentukan juga jenis tenaga di ruang rawat yaitu kepala ruang,

clinical care manager (CCM), perawat primer (PP) dan perawat asosiet

(PA) sehingga peran dan fungsi masing-masing tenaga sesuai dengan

kemampuannya dan terdapat tanggung jawab yang jelas dalam sistem

pemberian asuhan keperawatan. Karena keterbatasan ketenagaan RSDM

menggunakan Metode Team modifikasi yaitu dengan Shif Pagi

menggunakan sistem penugasan Team, dengan satu PP ada yang satu PA

ada yang dua PA dan Shif sore malam menggunakan Perawat

penanggungjawab shif.

Perhitungan kebutuhan ketenagaan untuk tiap-tiap ruang

menggunakan acuan dari buku Standard Tenaga Keperawatan Di Rumah

Sakit dari Direktorat Pelayanan Keperawatan Keperawatan Direktorat

pelayanan medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia th. 2002

Rencana kebutuhan disusun untuk jangka panjang lima tahun dan jangka

pendek setiap tahun.

3. Pelayanan rawat jalan dan rawat inap RSUD Dr.Moewardi

Merupakan RS rujukan Jawa tengah bagian selatan dan Jawa Timur

sebelah barat. Jenis layanan : rawat jalan, rawat inap dan emergency

(IGD), pelayanan spesialis dan sub spesialis, pelayanan Rawat Jalan,

poliklinik reguler dan pavilion. Cara pasien datang : sendiri maupun

rujukan.

Patient-centered care sebagai asuhan yang menghormati dan

responsif terhadap pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien. Serta

9
memastikan bahwa nilai-nilai pasien menjadi panduan bagi semua

keputusan klinis.

Case Manager adalah profesional yang bekerja secara kolaboratif,

memastikan bahwa pasien dirawat ke tingkat asuhan yang tepat, dalam

perencanaan asuhan yang efektif dan menerima pengobatan yang

ditentukan, serta didukung pelayanan dan perencanaan yang dibutuhkan

selama maupun sesudah perawatan RS. Ciri : Manajemen, Komunikator,

Wawasan pelayanan klinis, Membantu pasien memenuhi kebutuhan

pelayanan.

PCC dan Asuhan Terintegrasi

a. DPJP :

Team Leader, Kerangka asuhan medis, Koordinasi, Review asuhan,

Mengintegrasikan asuhan pasien

b. Profesional Pemberi Asuhan (PPA) lainnya

Perawat, Apoteker, Ahli Gizi, Fisioterapis, dll

c. Case Manager/ Manajer Pelayanan Pasien :

Menjaga kontinuitas pelayanan selama di RS dan setelah

pulang/follow-up

d. Manajemen kendali mutu dan biaya

Kolaborasi dgn PPA dan Pemangku kepentingan lainnya

Beberapa metode pencatatan asesmen

a. SOAP : Subjective, Objective, Assessment, Plan

b. ADIME : Assessment, Diagnosis, Intervention (+ Goals), Monitoring,

Evaluation

c. DART : Description, Assessment, Response, Treatment

10
4. Manajemen Transfer Pasien RSUD Dr. Moewardi

a. Skrining Awal Pasien

Melakukan penilaian awal pada saat kontak pertama dengan pasien di

dalam atau di liar rumah sakit. Hal yang perlu dilakukan

1) Kaji riwayat alergi

2) Kode infeksi

3) Kode Triage

b. Transfer Pasien

1) Transfer Ekstrahospital

2) Transfer Interhospital

Terdiri dari :

a) Dari poli klinik ke ruangan

b) Dari IGD ke ruangan

c) Pemindahan pasien ke ruang tindakan

Tranfer interhospital harus disertai surat pengantar rujukan rangkap

2, resume medis dan keperawatan, form tranfer external, form

serah terima.

5. Manajemen TRIAGE DAN SKRINING Pasien

a. Pengertian

Adalah suatu proses klasifikasi pasien berdasarkan tipe dan tingkat

kegawatannya untuk dapat : tepat pasien, tempat, waktu, perawatan.

b. Kategori

1) Non disaster : Intrahospital dan bersifat individu

2) Disaster : Extrahospital, bersifat banyak, bencana di RS bila ada

>10 korban.

c. Jenis Triange

11
1) Trafick Direktor Triage

Triage dilakukan bukan perawat triase, tetapi dilakukan oleh

petugas pendaftaran, satpam, atau tenaga non kesehatan. Misal

sakit panu di saat jam poli,

2) Sport Check Triage

Triase dilakukan secara cepat secara visual oleh petugas berlisensi (

dokter, perawat )

3) Couprehensive Triage

Petugas yang melakukan triase ada;ah petugas yang sudah

berkompetan, ada protokol standart teknis.

Triage yang diterapkan oleh RSDM Dr. Moewardi adalah PACS (

Singapore Patient Acuity Categorization Scale ). Terdiri dari 5 PAC:

1) PAC 1 ( Biru )

Sangat Amat mengancam jiwa

Contoh : pasien kolaps kardiovaskuler

Penolong tidak boleh delay, respon time 0 detik.

2) PAC 2 ( Merah )

Sakit berat / distres berat

Hemodinamik stabil

Butuh pengawasan ketat bisa berubah menjadi resiko kolaps

Respon time 5 menit

3) PAC 3 ( Kuning )

Sakit Akut Moderat

Tidak beresiko menjadi kegawatan

Pasien mampu berjalan

4) PAC 4 ( Hijau )

12
Non emergency, Bisa di poliklinik

Tidak butuh pengobatanj segera

5) PAC 5 ( Hitam )

Pasien datang sudah meninggal.

d. Managemen Korban Bencana Alam

Tujuan :

1) Mengurangi / mencegah kecacatan

2) Mengurangi / mencegah kematian

3) Menentukan rujukan

Penyebab :

1) Alam

2) Teknologi

3) Konflik

6. Manajemen Resusitasi

a. Pengertian Syock

Adalah keadaan dimana terjadi kegagalan sirkulasi darah perifer/ tepi

yang menyeluruh, sehinggaaliran darah ke jaringan perifer tidak

memadahi untuk menunjang hidup.

b. Gejala Umum Syock

 Penurunan kesadaran / gelisah

 Hipotensi <90

 Hipotermi, kulit teraba dingin, lembab, nadi cepat dan kecil

 Perbedaab tekanan darah pada posisi terlentang, duduk, dan berdiri

>10 mmHg

 Perbedaan frekuensi nadi pada terlentang >15 x / menit.

c. Obat-obatan

13
 Adrenalin pada kasus caediovaskuler akut secara IV / IM 0,3-0,5 cc

/ 3cc adrenalin 1 amp drip dalam NaCl 0,9%.

 Kortikosteroid 10-20 mg IV

 Vasopresor. Bila cairan tidak memadahi ( Dopamin, Dobujec,

Kombinasi )

Resusitasi Jantung dan Paru

a. Pengelolaan Intensif Paska resusitasi :

1) Gauging : memberikan terapi penyebab kematian

2) Human Mentation : Diharapkan pulih dengan tindakan resusitasi

otak yang baru.

3) Intensive Care : resusitasi jangka panjang.

b. Obat-obatan RJP

1) Adrenalin 0,5-1 mg dosis orang dewasa 10 mg / kg BB

Epineprin / Adrenalin, Amiodaron, lidocain, Atropin.

2) Obat-obatan untuk perbaikan sirkulasi

Dopamin / Dobutamin, Nonadrenalin

3) Obat-obatan lain

Furocemide, Morvin, Nitrogliserin, Digoxin, Aminofillin.

c. Fibrilation Treatment

1) 100 – 300 joule pada dewasa

2) 100 – 200 joule pada anak

3) 50 – 100 joule pada bayi.

7. SPF Medikal (Penyakit Dalam)

SPF adalah sekelompok perawat fungsional yang bertugas memberikan

pelayanan keperawatan secara langsung kepada pasien sesuai dengan

14
seminatnya. Terdiri dari SPF Medikal, Bedah, Anak, Gadar, Kep Kritis dan

Maternitas

a. Area

1) Rawat Inap :

a) Ruang Anggrek 1 dan 2

b) Ruang Anggrek 3 (multi case, mrpkn ruang perawatan paviliun)

c) Ruang Melati 1

d) Ruang Melati 3 (ruang perawatan kls 1 dan 2, multi case)

e) Ruang Cendana 1, 2 dan 3 ( paviliun)

f) Ruang Aster V

2) Rawat Jalan

a) Klinik Penyakit dalam

b) Klinik Jantung

c) Klinik paru

d) Klinik Syaraf

e) Klinik Kulit Kelamin

f) Klinik Geriatri

g) MCU dan Endoskopi

h) Klinik Hastiti

b. Keanggotaan

Jumlah anggota SPF Medikal sampai saat ini sekitar 212 orang masih

bertambah, terdiri dari PK I – PK IV. Penentuan Perawat Klinik (PK)

saat ini masih berdasarkan pendidikan dan masa kerja.

c. Peran

1) Sebagai pemberi pelayanan

a) Melakukan pengkajian sesuai seminat

15
b) Menegakkan diagnose keperawatan

c) Melakukan tindakan keperawatan sesuai kompetensinya ( PK

I,II,III,IV)

d) Melakukan dokumentasi pada form integrasi

e) Melakukan evaluasi atau asesment lanjutan

2) Sebagai edukator

a) Menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan

b) Menjadi saksi dan pendamping saat dokter memberikan

informasi kepada pasien

c) Menjelaskan peran yang dpt dilakukan oleh pasien dan keluarga

d) Melibatkan pasien dan atau keluarga dlm rangka meningkatkan

kemampuan kemandirian.

3) Sebagai Tim Pemberi asuhan

a) Melakukan tindakan mandiri

b) Melakukan tindakan kolaburasi

c) Bersama tim lain berkoordinasi dalam memberikan asuhan

d) Sebagai mitra dokter dalam pelayanan

8. Manajemen Perawatan Nyeri

a. Pengertian nyeri

Adalah suatu pengalaman yang tidak menyenangkan dan emosional

yang tidak mengenakkan yang berhubungan kerusakan jaringan.

b. Klasifikasi nyeri

a. Tempat

Somatic Pain : Bisa dilokalisir sendi / ptot

Viceral Pain : Iskemik, tidak bisa dilokalisir

16
b. Causa

Canser Pain

Non Canser Pain

c. Embrioligical

1) Reffered Pain

Nyeri di salah satu organ dirasakan oleh organ lain /

sekitarnya

2) Phantom Pain

Sensasi nyeri dirasakan pada anggota tubuh yang hilang

d. Severity

1) Mild : 1-3

2) Moderate : 4-6

3) Severe : 7-10

e. Onset / waktu / Durasi

1) Acute pain : cepat hilang

2) Chronic pain : lama hilang, cemas, takut, tidak bisa tidur

f. Assesment nyeri

Tujuan:

1) Menentukan dasar nyeri

2) Meningkatkan kenyamanan dan kepuasan

3) Mengurangi komplikasi

4) Mengurangi lama perawatan

5) Memungkinkan tritasi obat analgetik

6) Mengurangi kejadian dan keparahan nyeri

7) Penelitian dan dokumentasi

17
Asesment Awal

1) Pengkajian awal saat masuk RS

2) Pengkajian rutin / lanjutan

3) Pengkajian episode akut

4) Pengkajian setelah pemberian analgetik

Asesmen lanjutan

Interval regional : Pemeriksaan rutin ( tiap 4, 6, 8 jam ) dan atas

permintaan pasien.

Pengukuran nyeri

1) NIPS ( 0 - <1 bulan )

2) Flacc Pain Scale ( 1 bulan – 3 tahun )

3) Wang Bakers combinet numeric scale

9. Manajemen Perawatan Kegawatdarurat Bedah

Pembedahan merupakan salah satu prosedur yang sering dipakai

untuk mengatasi masalah kesehatan seorang pasien. Tindakan

pembedahan tidak bisa terlepas dari risiko, baik risiko ringan, sedang

sampai risiko berat yang berakibat pada kematian. Faktor risiko pasien

yang menjalani prosedur pembedahan ada banyak macamnya. standar

ASA (nilai yg diterapkan pd kondisi pasien yg akan menjalani

pembedahan) yaitu , jenis luka operasi, durasi operasi, penyakit penyerta,

dan lain–lain.

Persiapan peri-operatif sangat efektif untuk menekan insiden

mortalitas akibat pembedahan. Kegawat-daruratan bedah merupakan

suatu kondisi yang bila tidak segera ditangani dengan prosedur

pembedahan akan mengalami cacat, kehilangan organ tubuh atau bahkan

kematian. Sangat diperlukan adanya management risiko.

18
Klasifikasi operasi dibedakan menjadi tiga yaitu Darurat

(emergensi), segera (urgent), dijadwalkan (scheduled), elektif. Operasi

darurat (emergensi) yaitu operasi segera Resusitasi sekaligus dengan

tindakan bedah harus dilakukan dalam 1 jam. Contohnya; pecahnya

aneurisma, trauma dada, trauma kepala dan trauma abdomen.

Operasi segera/ urgent yaitu operasi ditunda sesingkat mungkin

mungkin setelah resusitasi, biasanya dikerjakan dalam 24 jam. Contoh;

obstruksi usus, emboli, perforasi, fraktur mayor. Operasi dengan

dijadwalkan ( scheduled) adalah suatu operasi dini namun bukan

penyelamatan, biasanya dikerjakan dalam 1-3 minggu. Contohnya

pembedahan kanker, kardiovaskuler. Operasi elektif adalah Operasi pada

waktu yang sesuai bagi pasien dan dokter. Contohnya kolesistektomi.

ASA adalah indikator resiko perioperatif. Persiapan pasien bedah

emergensi terdiri dariBedah emergensi berbeda dengan bedah elektif,

diagnosa yang mendasari mungkin tidak diketahui dan operasi yang

direncanakan tidak pasti, waktu untuk mempersiapkan kondisi medis

pasien terbatas, sering ada nyeri, kecemasan dan distres yang

harusdiatasi. Perawatan pasien pra operatif adalah sebagai berikut :

Anamnesis rekam medis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,

hipotensi, manajemen nyeri, penggantian cairan, syok, terapi cairan

berlebihan, oksigenasi, koreksi metabolik, pasang NGT, antibiotik

profilaksis/empiric, komunikasi.

10. Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif adalah pelayanan secara total dan aktif untuk

pasien yang penyakitnya tidak memberikan respon, tidakbisa di

sembuhkan secara kuratif. Contohnya kanker, HIV/AIDS. Di RSDM di

19
tetapkan berdasarkan SK DIREKTUR NO 188.4/531/2015 yang berlaku

pada tanggal 1 Februari 2015. Ketua Hengki Agung

N,dr,.MSI.,Med.,SpB(K) Onk, Wakil Ketua dr Heri dr dwi SpAn,Mkes,

anggotanya terdiri dari KSM, perawat, Psikolog, apoteker, gizi ,

rohaniawan.

Tujuan perawatan paliatif yaitu mengurangi penderita pasien,

memperpanjang umur, meningkatkan kwalitas hidupnya, memberikan

suport pada keluarganya, meski pada akhirnya meninggal. Sasarannya

terdiri dari seluruh pasien (Dewasa dan anak) dan anggota keluarga.

Prinsip perawatan paliatif yaitu memandang kehidupan dan

kematian adalah suatu yang normal, tidak mempercepat atau

menghambat suatu kematian, membebaskan pasien dari nyeri dan gejala

– gejala lain, mengupayakan agar pasien bisa hidup seaktif mungkin.

Permasalahan pasien paliatif terdiri dari nyeri 55, 76 %, nutrisi 24%,

luka kanker, luka dekubitus, stoma, konstipasi, inkontinensia, perdarahan,

kelemahan umum, masalah eliminasi, masalah pernapasan,

psikhososiospiritual,dan lain - lain 20, 24%.

Peran dan fungsi perawat dalam perawatan paliatif yaitu sebagai

pelaksana perawatan, pengelola, pendidik, dan penelitian. Standar

perawatan paliatif terdiri dari mengurangi symtomps, mempertahankan

kemandirian pasien, komunikasi terbuka, dukungan terhadap pasien dan

keluarga, membina hubungan baik dengan anggota tim kesehatan lain

merupakan kekuatan bagi pasien, dan meningkatkan komunikasi

interpersonal.

Perawatan holistic dan askep perwatan paliatif terdiri dari asesment,

diagnosa, NCP, implementasi, dan evaluasi. Tugas utama perawat dalam

20
perawatan paliatif adalah komunikasi, koordinasi, advokasi, mengontrol

gejala, kontinuitas asuhan, dan pendekatan terhadap keluarga.

11. Perawatan Pasien Transmisi Infeksi

a. Jenis kewaspadaan terhadap transmisi dibedakan menjadi

1) Kontak

2) Melalui droplet.

3) Melalui udara

4) Melalui common vehicle(makanan,air,alat)

5) Melalui vektor

b. Kewaspadaan berbasis transmisi

1) Kontak

a) Berdasarkan penempatan yaitu ditempatkan diruang rawat

terpiasah, kohorting, tempatkan dengan jarak > 1 m antar kaki

tempat tidur, jaga agar tidak ada kontaminasi silang.

b) Berdasarkan transport pasien yaitu batasi gerak, transport

kalau diperlukan, kewaspadaan agar resiko minimal transmisi

ke pasien lain/lingkungan.

c) Berdasarkan APD petugas yaitu sarung tangan, gaun, dan

apron.

2) Droplet

a) Berdasarkan penempatan yaitu tempatkan pasien di ruang

terpisah, kohorting, tempatkan denganjarak > 1m antar kaki

tempat tidur dan jarak dengan pengunjung, pertahankan pintu

terbuka, tidak perlu penanganan khusus terhadap udara dan

ventilasi.

21
b) Berdasarkan transport pasien yaitu batasi gerak dan

transportasi, batasi droplet dari pasien dengan masker, higyene

respirasi dan etika batuk.

c) Berdasarkan APD petugas yaitu masker dipakai bila dalam

radius 1 meter saat kontak.

3) Udara /airbone

a) Berdasarkan penempatan yaitu tempatkan pasien di ruang

terpisah yang mempunyai tekanan negatif, pertukaran udara 6-

12x/m, usahakan pintu pasien tertutup, bila ruang terpisah

tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan pasien lain

yang mengidap microba yang sama.

b) Berdasarkan transport pasien yaitu batasi gerak dan transport

pasien dan pasien diberi masker.

c) Berdasarkan APD petugas yaitu perlindungan saluran nafas

kenakan masker respirator (N95) masker bedah/prosedur,

sarung tangan, gaun, dan goggle.

c. Ruang isolasi

Ruang isolasi adalah ruang khusus yang terdapat di rumah sakit yang

merawat pasien dengan kondisi medis tertentu terpisah dari ruang

lain. Syarat ruang isolasi yaitu :

1) Pencahayaan

2) Pengaturan sirkulasi udara

a) R.Isolasi bertekanan negatif :penyakit menular.

b) R.Isolasi bertekanan positif : penyakit imumune deficiency.

3) Pengelolaan limbah (penimbunan, penampungan, pengangkatan,

pemgolahan dan pembuangan).

22
d. Penanganan MRSA dan ESWL

1) Semua petugas dan pengunjung sebelum dan sesudah kepasien

melakukan cuci tangan dengan sabun dengan desinfektan cair

yang mengandung chlor heksidin.

2) Beri mupirosin nasal selama 3 hari berturut-turut.

3) Mandikan pasien dengan sabun yang mengandung chlor heksidin

setiap pagi dan sore selama 3 hari berturut-turut.

4) Ganti pakaian pasien setiap pagi dan sore.

5) Ganti sprei,stik,perlak,selimut dan sarung bantal setiap hari.

6) Ganti gordyn pasien seminggu sekali dan apabila pasien sudah

pulang.

7) Tempatkan linen kotor ditempat linen infeksius.

e. Peraturan Untuk Kewaspadaan Isolasi

1) Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi

dan sekresi dari seluruh pasien untuk meminimalisir risiko

transmisi infeksi.

2) Dekontaminasi tangan sebelum kontak dengan pasien

3) Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan

tubuh).

4) Gunakan tehnik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk

menghindari menyentuh bahan infeksius.

5) Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan

darah dan cairan tubuh serta barang yang terkontaminasi.

Disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung tangan. Ganti

sarung tangan antara pasien.

23
6) Penanganan limbah feses, urin dan sekresi pasien yang lain dalam

lubang pembuangan yang disediakan,bersihkan dan disinfeksi

urinal dan lain – lain.

7) Tangani bahan infeksius sesuai prosedur.

8) Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen infeksius pasien telah

dibersihkan dan didisinfeksi dengan benar antar pasien.

f. Manajemen Penanganan MRSA dan ESWL

1) Perawatan di bangsal

2) Prosedur kewaspadaan standart dan kewaspadaan kontak.

3) Tempatkan pasien diruang isolasi single room.

4) Atau dengan sistem kohorting dengan kasus MRSA dan ESBL yang

sama disetiap ruang.

5) Pasien dirawat diruang infeksi dan letakkan tempat tidur pasien

dilokasi paling ujung dan diberi jarak minimal 2,5 m dari tempat

tidur lain serta tersedia APD dan sabun cairan antiseptik yang

mengandung chlor heksidin dan.

12.Manajemen Perawatan Perioperatif

Perioperatif merupakan istilah gabungan yang mencakup tiga fase

pembedahan:

a. Fase pra operatif

Keperawatan preoperatif adalah mulai dari keperawatan bedah

sampai diantar ke ruang tindakan. Keperawatan preoperatif terdiri

dari persiapan fisik, persiapan penunjang, persiapan mental/psikis.

b. Fase intra operatif

24
Keperawatan intra operatif adalah dari pasien ke ruang operatif

sampai recovery room. Prinsip-Prinsip Umumnya adalah prinsip

asepsis ruangan, prinsip asepsis personil

(Scrubbing,gowning,gloving), prinsip asepsis pasien, dan prinsip

asepsis instrumen. Anggota tim operasi terdisri dari anggota tim steril

dan tim non steril. Fungsi keperawatan intra operatif adalah perawat

sirkuler untuk mengatur ruangan, alat, kondisi pasien sedangkan

perawat scrub nurse sebagai disenfeksi, alat, dan pembedahan.

Aktifitas Keperawatan Intra Operatif adalah safety management,

monitoring fisisologis, dukungan psikologis, dan pengaturan dan

koordinasi nursing care.

c. Fase pasca operatif

Proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien

pada keadaan equilibrium fisiologis,menghilangkan nyeri, dan

pencegahan komplikasi.

Tiga faktor penting yang termasuk dalam tindakan perioperatif adalah

penyakitnya, pasien, dan jenis pembedahan. Indikasi perawatan

perioperatif adalah diagnostik, kuratif, reparatif, rekonstruksi, dan

paliatif. Klasifikasi pembedahan berdasarkan urgensi adalah

kedaruratan/emergensi, urgen, diperlukan, elektif, dan pilihan.

13.Pelayanan Anastesi dan Bedah

Wilayah kerja anastesi terdiri dari ruang IBS, OK IGD, ruang resusitasi,

Cath lab, Endoskopy, Ponek, Radiologi/ Radioterapi. Sebelum ke ruang

operasi harus mengisi form anastesi dulu. Pelayanan anastesi meliputi

pelayanan anastesi/sedasi perioperatif, pelayanan tindakan resusisitasi,dan

pelayanan regional. edukasi dan persetujuan tindakan anastesi meliputi

25
tujuan, indikasi, tata cara tindakan, alternatif tindakan, komplikasi dan

resiko, dan prognosis.

Instruksi pra anastesi meliputi puasa, hapus kosmetik, lapas protese,

perhiasan, dan berikan obat premedikasi sesuai dengan instruksi. Edukasi

dan persetujuan tindakan pembedahan meliputi tujuan, indikasi, tata cara

tindakan, alternatif tindakan, komplikasi, resiko, dan prognosis.

14. Kompetensi Anak Dan Proses Asuhan Keperawatan Anak

Tujuan SPF bedah terdiri dari pengelompokan perawat seminat,

peningkatan skill dan knowlege, sarana dan jenjang karir. Kompetensi yang

dimiliki meliputi pengetahuan, kemampuan, ketrampilan, dan sikap

perilaku. Sebaran anggota SPF bedah terdiri dari ruang IBS, mawar 3,

mawar 2, melati 3 ,anggrek 3, anggrek 2, poli cendana 1,2,3, dan poli gigi

mulut, bedah, mata,cendana, dan THT. Pembadahan pre op meliputi

persiapan yang baik, Administrasi yang baik, waktu tunggu yang baik.

15.Implementasi Hak Pasien Dalam Integrasi Pelayanan

Second opinion adalah pasien meminta pendapat oleh dokter langsung

yang setingkat / level yang lebih tinggi.Layanan kerohanian ada 2 yaitu

layanan kerohanian aktif dan Layanan kerohanian pasif. Layanan

kerohanian aktif yaitu setiap hari layanan kerohanian berkunjung

sedangkan layanan kerohanian pasif yaitu berdasarkan permintaan pasien

kemudian menyiapkan formulir kerohanian dan suruh mengisi formulirnya

kemudian telp ke no 522. Hak pasien dan keluarga ada 11.

16. Pengorganisasian Komite Keperawatan RSUD Dr Moewardi

Komite keperawatan adalah satuan organisasi non struktural di

dalam rumah sakit sebagai wadah tenaga keperawatan fungsional, yang

dipimpin oleh seorang ketua, dan bertanggung jawab kepada Direktur,

26
berkoordinasi dengan bidang terkait bertugas membantu dalam

menyelenggarakan asuhan keperawatan di RSUD Dr Moewardi.

Keanggotaannya adalah semua perawat fungsional yang bertugas

memberikan jaminan kepada pasien sebagai pelayanan profesional

kredensial. Srtuktur organisasinya terdiri dari Direktur kemudian kebawah

ketua komite yang terdiri dari wadir, komite medik, bidang pelayanan

keperawatan dan SPF, kemudian sekretaris, sub komite mutu profesi, sub

komite kredensial, dan sub komite etika dan disiplin profesi. Semua SPF

dipilih langsung oleh seluruh perawat fungsional. Setelah satu tahun

pegawai baru akan dilakukan kredensial pegawai baru, yang meliputi tes

sifat individual, teori, dan praktek.

17. Evaluasi Mutu Pelayanan Keperawatan Dan Audit Keperawatan

Mutu adalah kualitas, pelayanan yang paling tepat, sesuai

kebutuhan pasien dan konsumen. Pengertian mutu diterapkan dalam

pelayanan keperawatan adalah caring/peduli, empati, bersifat relatif

untuk setiap klien, berupa pengawasan diperlukan dalam lingkungan yang

kompetitif, berupa kepuasan yang harus dicapai sesuai standart

operasional, dan merupakan tantangan yang harus diterima dan dipenuhi

oleh keperawatan. Indikator mutu pelayanan adalah pasien safety,

keterbatasan perawatan diri, kepuasan pasien, kecemasan, kenyamanan,

pengetahuan, dan form rekap mutu klinik keperawatan bulanan.

Audit terdiri dari kuesioner, observasi, wawancara, dokumentasi.

Pelakunya yaitu tim atau auditor dengan SK Direktur. Waktunya secara

rutin tiap bulan dan periodik. Secara rutin yaitu indikator mutu klinik

keperawatan, sedangan secara periodik tiap 6 bulan atau satu tahun audit

keperawatan dan kepatuhan terhadap prosedur(SPO).

27
18. Panduan Etik Keperawatan

Etika profesi adalah pelaksanaan tugas keperawatan. Standart etik

terdiri dari perawat dengan klien, perawat dengan praktik keperawatan,

perawat dengan masyarakat, perawat dengan profesi. Azas kode etik

terdiri dari menghormati otonomi klien, manfaat (benefience), tidak

merugikan (non malefisien), kerahasiaan (confidentially), keadilan

(justice), dan kejujuran (veracity).

Tujuan dari etika profesi adalah sebagai aturan dasar terhadap

hubungan perawat dengan perawat, pasien, dan anggota tenaga

kesehatan lainnya. Kemudian sebagai aturan dasar jika terdapat perawat,

dan sebagai kurikulum pendidikan.

Pelanggaran etik yaitu terdiri dari dasar penilaian dampak,

frekuensi, jenis terdiri dari ringan, sedang, berat, pencegahan masalah

etik terdiri dari buku pedoman etik dan sosialisasi, dan penanganan

masalah etik terdiri dari pengaduan dan pengambilan keputusan.

Penanganannya yaitu dari pengaduan baik secara tulis maupulah

lisan, kemudian dilaporkan, setelah itu sampai ke komite keperawatan,

dari komite keperawatan akan meminta tanda tangan baik yang melapor

maupun orang yang dilaporkan, kemudian akan diambil keputusan dan

direkomensasikan.

19. Kredensial dan Jenjang Karir Keperawatan

Kredensial adalah proses evaluasi tenaga keperawatan untuk

menentukan kelayakan pemberian kewenangan klinis, sedangkan

rekredensial adalah proses Re evaluasi terhadap tenaga keperawatan

yang telah memiliki kewenangan klinis, untuk menentukan kelayakan.

28
Kewenangan klinis tenaga keperawatan adalah uraian intervensi

keperawtan dan kebidanan yang dialakukan oleh tenaga keperawtan

berdasarkan area praktik. Penugasan klinik adalah penugasan dari kepala/

Direktur Rs. Mitra bestari adalah keluarga yang kompetensi baik,

sedangkan buku putih adalah buku dokumen keperawatan klinis. SPF

terdiri dari 6 yaitu SPF medikal, bedah, anak,maternitas, gadar, dan

kristis. Perawat klinis ada 5 yaitu perawat klinis satu, perawat klinis 2,

perawat klinis 3, perawat klinis 4, dan perawat klinis 5. Masing – masing

sesuai dengan kompetensi yang dimiliki dan jenjang karir yang telah

ditentukan.

20. Phlebotomi

a. Pengertian

Phlebotomi atau “phlebotomy” diambil dari bahasa Yunani, yaitu

kata phlebos yang berarti vena, dan tome¸yang berarti

insisi/pemotongan. Sejarah terjadinya yang mendukung kemungkinan

pengeluaran darah untuk alasan terapi mungkin dimulai di Mesir pada

tahun 1400 sebelum masehi.

Phlebotomi adalah proses pengambilan darah dengan teknik yang

benar sehingga komponen analitnya bisa dipertahankan. Tujuan

phlebotomi ini untuk mendapatkan sampel darah dengan

meminimalisir kesalahan sehingga tidak mengganggu hasil

pemeriksaan laboratorium. Phlebotomis adalah istilah tenaga

kesehatan yang terlatih serta tersertifikasi untuk melakukan

pengambilan sampel darah baik itu dari vena, arteri, maupun kapiler.

Tugas utama seorang phlebotomis adalah untuk mendapatkan

spesimen darah untuk tes diagnostik, baik dengan penusukan vena,

29
penusukan kulit, atau penusukan arteri. Tiap langkah dalam proses

phlebotomi berpengaruh pada kualitas spesimen dan sangat berperan

dalam mencegah terjadinya kesalahan hasil laboratorium, kecelakaan

pada pasien dan bahkan kematian. Contohnya, sentuhan jari saat

memastikan letak vena sebelum menusukkan jarum akan

meningkatkan kemungkinan spesimen untuk terkontaminasi. Ini dapat

menyebabkan kesalahan pada hasil kultur darah, yang kemudian akan

memperpanjang perawatan di rumah sakit, memperlambat diagnosa

dan menyebabkan penggunaan antibiotik yang tidak diperlukan.

Perlakuan dan guncangan pada pengiriman tabung sampel darah

dapat menyebabkan lisis atau bahkan tabung terbuka dan merusak sel

darah merah, menyebabkan hasil pemeriksaan laboratorium yang

tidak valid. Kesalahan administrasi dalam melengkapi formulir dan

mengidentifikasi pasien sangat merugikan dan seharusnya dapat

dicegah. Efek lain yang merugikan bagi pasien antara lain ; memar

pada lokasi penusukan, pingsan, kerusakan jaringan atau urat syaraf,

dan hematoma. Uraian petunjuk ini sederhana tetapi memuat

beberapa langkah penting dalam pengambilan darah yang aman untuk

pasien.

b. Prinsip hukum dasar

Sebagai seorang tenaga medis profesional harus dapat

bertanggung jawab terhadap semua tindakan yang dilakukan serta

tidak dapat bertindak bila tidak dapat pelatihan terlebih dahulu. Jika

standar pelayanan tidak terpenuhi, maka tenaga phlebotomi tersebut

yang bertanggung jawab jika menimbulkan suatu kerugian. Sebagai

30
contoh, hampir semua institusi hanya mengijinkan 2 kali kegagalan

sebelum meminta bantuan kepada yang lebih ahli.

Oleh karena itu dalam setiap bertindak kita harus menghindari

malpraktek, bertindak selalu disertai inform consent dan menjunjung

tinggi kerahasiaan pasien. Aspek legal dalam pelaksanaan tindakan

medis phlebotomi dan pengambilan sampel :

1) Kemampuan dan Kewenangan

2) Kewenangan bersifat umum diatur Depkes

3) Kewenangan khusus diserahkan pada profesi masing-masing

4) Kompetensinya ditegaskan dalam Pasal 61 ayat (3) UU no 20 thn

2003 tentang Sisdiknas

5) PP 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

6) Pasal 1367 KUH Perdata

Secara garis besar terdapat 2 divisi hukum yang dapat terjadi dalam

pelayanan kesehatan yaitu hukum sipil atau hukum perdata dan

hukum kriminal atau hukum pidana.

Hukum Perdata merupakan salah satu bidang hukum yang

memuat seluruh aturan yang mengatur hubungan antar perseorangan

di dalam masyarakat dan kepentingan dari orang – orang yang

bersangkutan. Di dalam hukum perdata kesalahan atau kerugian

dapat disebabkan secara sengaja, tidak sengaja (kelalaian). Pada

kesalahan yang tidak sengaja dapat dicontohkan dengan hal berikut,

pasien dijadwalkan untuk dilakukan tindakan phlebotomi, dan saat

tengah melakukan tindakan pengambilan darah, petugas menerima

panggilan telepon dan meninggalkan pasien begitu saja sendirian

dengan kondisi jarum masih menempel di lengannya. Setelah

31
menunggu beberapa menit, petugas tidak kunjung datang sehingga

pasien mencabut sendiri jarum tersebut dan mengeluh bahwa dia

ditelantarkan oleh petugas.

Hukum Pidana merupakan hukum kriminal dan adalah bagian

dari hukum yang berlaku di suatu negara, mengadakan dasar – dasar

dan aturan – aturan yang mengatur tindakan yang dilarang atau

diperbolehkan disertai dengan sanksi dan ancaman berupa pidana

tertentu bagi siapapun yang melanggar. Contoh pelanggaran pidana

dalam tindakan phlebotomi yaitu tenaga phlebotomis dapat didakwa

melakukan penyerangan apabila memaksa melakukan tindakan

pengambilan darah tanpa persetujuan dari pasien. Petugas tidak boleh

memaksa pasien agar mematuhi kehendaknya, hal ini akan berakibat

pada gugatan pidana tindakan penyerangan (assault), yaitu usaha

tidak bisa dibenarkan untuk menyentuh orang lain, atau ancaman

untuk melakukannya dan baterai (battery) yaitu tindakan menyentuh

orang lain tanpa mendapatkan persetujuan dari pihak tersebut.

c. Malpraktek

Malpraktek atau kelalaian profesional adalah suatu pemberian

pelayanan di bawah standar, tidak kompeten, yang menyebabkan

kerugian bagi penerima pelayanan kesehatan. Penggugat dalam kasus

malpraktek biasanya menggugat lebih dari satu tenaga kesehatan, bisa

juga menggugat suatu instansi. Dalam kasus malpraktek, penggugat

harus dapat membuktikan empat faktor yang mendukung penegakan

malpraktek atau kelalaian, yaitu tugas, kelalaian, cidera, dan sebab –

akibat. Dalam hal pengambilan sampel darah yang bisa terjadi

32
contohnya, seorang phlebotomis melakukan terus tindakan phlebotomi

walaupun telah gagal 2 kali tanpa memanggil seniornya yang lebih ahli.

d. INFORM CONSENT (Persetujuan Medik)

Inform consent adalah persetujuan pasien atau keluarganya

secara sadar untuk mengijinkan, diperiksa, dilakukan tindakan medis

atau diobati oleh tenaga kesehatan. Dalam hal ini pasien dapat

mengetahui tindakan apa saja yang akan dilakukan terhadap dirinya.

Melakukan suatu tindakan medis tanpa disertai inform consent dapat

dikategorikan sebagai ancaman kesehatan. Phlebotomi merupakan

suatu prosedur yang rutin dilakukan tetapi tetap mengandung unsur

yang dapat membawa kita ke dalam gugatan hukum. Tidak ada

satupun tenaga medis pada umumnya dan phlebotomis pada

khususnya yang ingin bermasalah terhadap hukum.

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi Phlebotomy

1) Pelaksanaan phlebotomy.

2) Tempat phlebotomy yang dilakukan.

3) Peralatan phlebotomy dan cara penggunaanya.

4) Keadaan pasien.

f. Faktor-faktor yang menyebabkan hemolisis secara in-vitro dan in-vivo.

Hemolisis adalah kerusakan dari membrane sel darah merah,

menyebabkan pembebasan hemoglobin dan komponen internal lainya

kedalam cairan sekitarnya. Hemolisis dideteksi secara visual dengan

menampilkan warna merah dalam serum atau plasm. Hemolisis adalah

kejadian umum dilihat dalam sampel serum dan dapat mengganggu uji

parameter laboratorium. Hemolisis dapat terjadi dari dua sumber : in-

vivohemolisis oleh karena kondisi patologis, seperti anemia hemolitik

33
autoimun atau reaksi transfusi dan in-vitrohemolisis oleh karena koleksi

spesimen yang tidak tepat, pengolahan spesimen, atau transportasi

spesimen

1) In-vitro hemolisis :

a) Pengocokan atau pencampuran terlalu keras.

b) Terguncang-guncang selama pengiriman.

c) Pengambilan darah pada daerah yang hematoma.

d) Penarikan syringe plunger terlalu cepat.

e) Penggunaan jarum yang terlalu kecil

f) Penggunaan tabung yang terlalu besar untuk wing needle yang

diameternya kecil.

g) Terjadi gelembung darah karena pemasangan jarum spuit

kurang pas.

h) Pemindahan darah dari spuit ketabung dilakukan dengan

tekanan (Muliaty, tanpa tahun).

2) In-vivo hemolisis oleh karena kondisi patologis bisa disebabkan :

Penyakit malaria, zat racun, bias ular, anemia hemolitica

g. Teknik Phlebotomy

Pengambilan spesimen dilaksanakan dengan benar, agar spesimen

tersebut mewakili keadaan yang sebenarnya.

1) Phlebotomy dengan spuit/syringe

a) Menyiapkan tourniquet, kapas alkohol, kapas kering,spuit,

tabung dan plester.

b) Posisi lengan pasien harus lurus,jangan membengkok siku, pilih

lengan yang banyak melakukan aktifitas, letakan tangan diatas

meja.

34
c) Melakukan perabaan (palmasi) pada lokasi vena yang akan

ditusuk, pasien diminta untuk mengepalkan tangan.

d) Pasang tourniquet lebih kurang 3 jari diatas liat siku .

e) Lokasi vena yang akan ditusuk didesinfeksi dengan kapas alkohol

70 % dengan sekali usap.

f) Tusuk bagian vena tadi dengan lubang jarum menghadap keatas

dengan kemiringan antara jarum dan kulit 15 derajat.

g) Setelah volume darah cukup, dilepaskan tourniquet dan pasien

diminta membuka kepalan tanganya.

h) Lepaskan atau tarik jarum dan segera letakan kapas alkohol 70

% & diatas bekas suntikan untuk menekan bagian tersebut dan

ditutup dengan plester atau hepavyx.

i) Memindahkan sampel darah dari dalam spuit ke tabung dengan

cara melepaskan jarum lalu mengalirkan darah perlahan melalui

dinding tabung.

j) Jika sampel harus diberi antikoagulan, maka segera mungkin

darah dimasukan kedalam tabung dengan antikoagulan

(EDTA,Citras) campur dengan membolak- balikan tabung

beberapa kali (Anonim, 2004).

2) Phlebotomy dengan vacuntainerneedle (jarum vacutainer).

a) Menyiapkan tourniquet, kapasal kohol, kapas kering, jarum,

holder, tabung dan plester/ hepavyx.

b) Memasang jarum pada holder dengan cara memasukan bagian

jarum yang tertutup karet kedalam lubang holder lalu

memutarnya searah jarum jam hingga kencang.

35
c) Meminta pasien untuk meletakan tanganya diatas meja,

melakukan perabaan (palmasi) untuk mencari vena yang akan

ditusuk.

d) Memsang tourniquet pada lengan leih kurang 3 jari diataslipatan

siku dan mendesinfeksi lokali vena yang akan ditusuk dengan

kapas alcohol 70 % dengan sekali usap.

e) Menusukan jarum pada vena pasien dengan posisi lubang jarum

menghadap keatas.

f) Memasukan tabung vacutainer kedalam holder dengan cara

mendorongnya hingga tertancap pada jarum dan darah akan

terhisap masuk kedalam tabung dan akan berhenti sendiri jika

volume telah sesuai dengan kapasitas isi tabung.

g) Melepas torniquet lalu menarik tabung dari dalam holder dan

menarik jarum dari vena, menutup vena yang ditusuk dengan

kapas,ditekan dan ditutup dengan plester atau hepavyx

3) Phlebotomy dengan wing needle (jarum bersayap)

Jika menggunakan spuit :

a) Melepaskan bagian jarum yang berpelindung karet.

b) Melepaskan jarum spuit.

c) Memasang slang wingneedle pada ujung spuit dengan cara

memutar searah jarum jam hingga kencang.

d) Melakukan pengambilan darah seperti pada pengambilan darah

menggunakan spuit.

Jika menggunakan vacutainer :

36
a) Memasang bagian jarum yang berpelindung karet pada holder

dengan cara memasukanya pada lobang holder lalu

memutarkanya hingga terpasang dengan kencang.

b) Melakukan pengambilan darah dengan cara seperti pada

pengambilan darah dengan menggunakan vacuntainerneedle

(jarum vacutainer).

4) Pengambilan Darah Kapiler

Pengambilan darah kapiler atau dikenal dengan istilah skinpuncture

yang berarti proses pengambilan sampel darah dengan tusukan kulit.

Tempat yang digunakan untuk pengambilan darah kapiler adalah :

a) Ujung jari tangan (fingerstick) atau anak daun telinga.

b) Untuk anak kecil dan bayi diambil di tumit (heelstick) pada 1/3

bagian tepi telapak kaki

c) Lokasi pengambilan tidak boleh menunjukkan adanya gangguan

peredaran, seperti vasokonstriksi (pucat), vasodilatasi (oleh

radang, trauma, dsb), kongesti atau sianosis setempat.

Pengambilan darah kapiler dilakukan untuk tes-tes yang memerlukan

sampel dengan volume kecil, misalnya untuk pemeriksaan kadar

glukosa, kadar Hb, hematokrit (mikrohematokrit) atau analisa gas

darah (capillary method).

Prosedur

a) Siapkan peralatan sampling : handskun, lancet steril, kapas

alcohol 70%, sediakan strip (glukosa, Hb dll) untuk bahan uji

coba dan pendokumentasian.

b) Pilih lokasi pengambilan lalu desinfeksi dengan kapas alkohol

70%, biarkan kering.

37
c) Peganglah bagian tersebut supaya tidak bergerak dan tekan

sedikit supaya rasa nyeri berkurang.

d) Tusuk dengan lancet steril. Tusukan harus dalam sehingga darah

tidak harus diperas-peras keluar. Jangan menusukkan lancet jika

ujung jari masih basah oleh alkohol. Hal ini bukan saja karena

darah akan diencerkan oleh alkohol, tetapi darah juga melebar di

atas kulit sehingga susah ditampung dalam wadah

e) Setelah darah keluar, buang tetes darah pertama dengan

memakai kapas kering, tetes berikutnya boleh dipakai untuk

pemeriksaan

f) Pengambilan darah diusahakan tidak terlalu lama dan jangan

diperas-peras untuk mencegah terbentuknya jendalan.

5) Penangan sampel darah pasca phlebotomy

a) Peralatan dan tabung yang diperlukan telah siap sebelum

melaksanakan phlebotomy.

b) Sampel darah yang telah berhasil diambil dengan spuit, segera

jarum dilepas dari spuit, masukan darah kedalam botol yang berisi

anti koagulan maupun botol kimia, dengan cara mengalirkan darah

perlahan melalui dinding tabung.

c) Campur segera darah yang diberi antikoagulan,dengan cara

memutar botol searah dan berlawanan jarum jam.

d) Pemberian identitas pada sampel darah dengan menempelkan

barcode pada botol atau berilah formulirnya laboratorium sesuai

permintaan pemeriksaan.

e) Mengirim sampel darah ke laboratorium beserta dengan formulir

pemeriksaan laboratorium.

38
f) Spuit dan tabung tempat sampel harus bersih dan kering agar

sampel tidak hemolisis

6) Faktor Penyulit dalam Pengambilan Darah Vena

a) Faktor Fisik Pasien

 Kegemukan

 Pada pasien yang gemuk terkadang phlebotomis sulit untuk

menemukan pembuluh darah vena yang akan ditusuk karena

terhalang oleh jaringan lemak. Orang yang gemuk memiliki vena

yang lebih dalam dan tidak terlihat sehingga sulit untuk dipalpasi.

 Oedema

 Edema merupakan penimbunan cairan tubuh. Phlebotomis

menjadi sulit untuk menemukan letak vena. Jika darah yang

diambil pada tempat yang oedema, maka darah akan tercampur

dengan cairan oedema sehingga akan terjadi pengenceran.

Phlebotomis dapat mencari pembuluh darah lain yang tidak

oedema.

 Luka bakar

 Pasien yang mengalami luka bakar, jaringan pada tubuhnya

rusak dan mudah mengalami infeksi. Jangan melakukan

pengambilan di daerah ini. Pasien sangat rentan terhadap infeksi.

b) Faktor Psikologis Pasien

Faktor penderita yang kurang kooperatif disebabkan penderita

merasa ketakutan sehingga penderita menolak untuk dilakukan

pengambilan darah. Cara mengatasinya dengan mencari bantuan

petugas lain dan menenangkan pasien agar pasien mengerti

39
perlunya untuk dilakukan pengambilan darah. Bila tidak berhasil,

jelaskan secara tertulis pada lembar permintaan laboratorium.

c) Faktor Teknik

Gagal pengambilan darah disebabkan cara pengambilan darah vena

yang salah oleh phlebotomis dan tusukan sudah tepat tetapi darah

tidak cukup terhisap, kemungkinan :

a. Kesalahan teknik : Arah tusukan tidak tepat, sudut tusukan

terlalu kecil atau terlalu besar, salah menentukan vena yang

dipilih, tusukan terlalu dalam atau kurang dalam dan pembuluh

bergeser karena tidak terfiksasi

b. Kesalahan non teknik : Pembuluh darah menyempit (kolaps)

karena rasa takut yang berlebihan dan menyebabkan volume

darah berkurang. Volume darah berkurang karena pendarahan

berat, kekurangan cairan tubuh, dan tekanan darah turun.

d) Komplikasi

Dalam pengambilan darah vena yang salah dapat menyebabkan

komplikasi, antara lain:

1. Pingsan (Syncope)

Pingsan adalah keadaan dimana pasien kehilangan kesadaran

beberapa saat karena penurunan tekanan darah. Gejala dapat

berupa rasa pusing, keringat dingin, pengelihatan kabur, nadi

cepat, bahkan bisa sampai muntah. Pingsan dapat disebabkan

karena pasien mengalami rasa takut yang berlebihan atau karena

pasien puasa terlalu lama. Sebelum dilakukan phlebotomi

hendaknya seorang phlebotomis menanyakan apakah pasien

memiliki kecenderungan untuk pingsan saat dilakukan pengambilan

40
darah. Jika benar maka pasien diminta untuk berbaring.

Phlebotomis hendaknya memberikan pengertian kepada pasien agar

pasien merasa nyaman dan tidak takut. Agar pasien tidak takut,

phlebotomist sebaiknya mengajak pasien berbicara agar

perhatiannya teralihkan. Pengambilan darah vena pada orang

pingsan harus diberi oksigen agar pembuluh darah membuka sebab

pada orang pingsan pembuluh darahnya menutup. Cara Mengatasi :

a. Hentikan pengambilan darah

b. Pasien dibaringkan di tempat tidur, kepala dimiringkan ke salah

satu sisi

c. Tungkai bawah ditinggikan (lebih tinggi dari posisi kepala)

d. Longgarkan baju dan ikat pinggang pasien

e. Minta pasien untuk menarik nafas panjang

f. Minta bantuan kepada dokter

g. Jika pasien belum sempat dibaringkan, minta pasien

menundukkan kepala diantara kedua kakinya dan menarik nafas

panjang

2. Hematoma

Terjadi karena :

a. Vena terlalu kecil untuk jarum yang dipakai

b. Jarum menembus seluruh dinding vena

c. Jarum dilepaskan pada saat tourniquet masih dipasang

d. Tusukan berkali-kali

e. Tusukan tidak tepat

f. Pembuluh darah yang rapuh

41
Cara mengatasi : Jika terjadi hematoma lepaskan jarum dan tekan

dengan kuat sehingga darah tidak menyebar dan mencegah

pembengkakan. Apabila ingin cepat hilang, kompres dengan air

hangat seraya diurut dan diberi salep trombopop.

3. Petechiae

Bintik kecil merah dapat muncul karena pendarahan kapiler di

bawah kulit. Ini karena kelainan pembuluh darah. Jika terjadi

setelah dibendung dapat dikarenakan pembendungan yang terlalu

lama.

4. Nyeri pada bekas tusukan

Rasa nyeri berlangsung tidak lama sehingga tidak memerlukan

penanganan khusus. Nyeri bisa timbul akibat alkohol yang belum

kering atau akibat penarikan jarum yang terlalu kuat. Cara

pencegahan : Setelah kulit didesinfeksi, tunggu alkohol hingga

mengering sebelum dilakukan pengambilan darah dan penarikan

jarum jangan terlalu kuat.

5. Vena kolaps

Terjadi karena penarikan plunger terlalu lama atau terlalu cepat.

6. Pendarahan berlebihan

Pendarahan yang berlebihan terjadi karena terganggunya sistem

koagulasi darah pada pasien. Hal ini bisa terjadi karena : Pasien

melakukan pengobatan dengan obat antikoagulan sehingga

menghambat pembekuan darah, pasien menderita gangguan

pembekuan darah dan pasien mengidap penyakit hati kronis

sehingga pembentukan protrombin dan fibrinogennya terganggu.

42
Cara mengatasi : Menekan kuat pada tempat pendarahan dan

memanggil dokter untuk penanganan selanjutnya

7. Kerusakan vena

Terjadi karena pengambilan darah yang berulang kali pada tempat

yang sama sehingga meyebabkan kerusakan dan peradangan

setempat. Hal ini mengakibatkan pembuluh darah menutup.

Pencegahannya dengan menghindari pengambilan berulang kali

pada tempat yang sama.

8. Komplikasi neurologis

Komplikasi neurologis dapat bersifat lokal karena tertusuknya

syaraf dilokasi penusukan. Hal ini dapat menimbulkan keluhan nyeri

atau kesemutan yang menjalar ke lengan. Serangan kejang juga

dapat terjadi. Cara mengatasi : Hentikan pengambilan darah,

baringkan pasien dengan kepala dimiringkan ke salah satu sisi,

bebaskan jalan nafas dan hindari agar lidah tidak tergigit atau

hubungi dokter

9. Terambilnya darah arteri

Salah penusukan dapat mengakibatkan terambilnya darah arteri

karena phlebotomis menusuk pembuluh darah arteri. Jadi, seorang

phlebotomis harus bisa menentukan pembuluh darah yang akan

ditusuk.

10.Alergi

Alergi bisa terjadi karena bahan-bahan yang dipakai dalam

phlebotomi, misalnya alergi terhadap antiseptik dan plester. Gejala

alergi bisa ringan atau berat, berupa kemerahan dan gatal.

Phlebotomis hendaknya menanyakan apakah pasien memiliki

43
riwayat alergi terhadap bahan-bahan yang akan digunakan dalam

proses pengambilan darah. Jika pasien alergi terhadap alkohol 70%

maka dapat diganti dengan larutan iodium atau dengan betadine.

Cara mengatasi : Tenangkan pasien dan beri penjelasan dan

panggil dokter untuk penanganan selanjutnya

7) Tabung sample darah

Dalam pengambilan darah diperlukan urutan yang benar. Hal ini berkaitan

dengan kualitas sample yang diinginkan. Berikut ini adalah urutan tabung

sebagai berikut :

a) Botol steril, berfungsi sebagai kultur darah

b) Tabung tutup biru. Tabung ini berisi natrium sitrat. Umumnya

digunakan untuk pemeriksaan koagulasi (mis. PPT, APTT)

c) Tabung tutup merah. Tabung ini tanpa penambahan zat additive,

darah akan menjadi beku dan serum dipisahkan dengan pemusingan.

Umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah, imunologi,

serologi dan bank darah (crossmatching test)

d) Tabung tutup kuning. Tabung ini berisi gel separator (serum separator

tube/SST) yang fungsinya memisahkan serum dan sel darah. Setelah

pemusingan, serum akan berada di bagian atas gel dan sel darah

berada di bawah gel. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia

darah, imunologi dan serologi

e) Tabung tutup hijau. Tabung ini berisi natrium atau lithium heparin,

umumnya digunakan untuk pemeriksaan fragilitas osmotik eritrosit,

kimia darah.

44
f) Tabung tutup ungu atau lavender. Tabung ini berisi EDTA. Umumnya

digunakan untuk pemeriksaan darah lengkap dan bank darah

(crossmatch)

g) Tabung tutup abu-abu terang. Tabung ini berisi natrium fluoride dan

kalium oksalat, digunakan untuk pemeriksaan glukosa.

B. Kunjungan Area Praktik Asuhan Keperawatan

1. Melati 3

a. Profil Ruangan

Kepala Ruang : Partini, S. Kep.Ns

Kepala instalasi: Suhartati, S. Kep, Ns.

Ruang melati III untuk perawatan pasien kelas I dan kelas II.

Penyakit yang biasanya dirawat di ruang Melati III yaitu penyakit

interna, bedah, paru, anak, obsgyn, jantung dan semua pasien BPJS

kelas I. Di ruang Melati III pada rungan kelas 2 meliputi kamar 4,

kamar 3, kamar 5, dan kamar 7. Ruang kelas I (1 kamar 3 tempat

tidur) meliputi kamar 2, kamar 4, kamar 6, kamar 8, kamar 10

sampai kamar 20, kecuali kamar yang digunakan sebagai toilet.

Kapasitas tempat tidur ruang Melati III adalah 5 tempat tidur. Jumlah

perawat 28 orang, PUK 2 orang, dan administrasi 1 orang.

b. Visi dan Misi

Visi dan Misi Ruang Melati 3 menginduk pada Visi dan Misi RSUD Dr.

Moewardi.

c. Indikator Mutu

1) Visit DPJP 100%

2) Assessment awal dokter 1x24 jam

3) Assessment awal perawat 1x24 jam

45
4) Pencegahan pasien MRSA dan ISBL.

d. Metode Penugasan

Metode penugasan di Ruang Melati III menggunakan metode

keperawatan primer, yang terdiri dari 4 perawat primer yaitu PP I :

Mursilah S.Kep, Ns (kamar 1-6), PP II : Alexius Ruswoko, S. Kep. Ns

(kamar 14-20)

46
e. Stuktur Organisasi

KEPALA INSTALASI
Suhartati, S.kep.Ns SMF
BIDANG PELAYANAN
KEPERAWATAN
KEPALA RUANG MELATI 3
Partini, S.kep.Ns CASE MANAGER

DMN

PP I PP I PP I PP I

Suhartati, Suhartati, Suhartati, Suhartati,


Mursilah, S.kep.Ns Alexius, S.kep.Ns Sri W, S.Kep.Ns Suwarto, S.Kep
S.kep.Ns S.kep.Ns S.kep.Ns S.kep.Ns

PA PA PA PA

Aris Winanti, AMK Eka S, AMK Maya Widi, AMK Retno Dyah W

Haryanto,AMK Nining S, AMK Mulyadi, S.Kep Sri Wahyuni, AMK

Teti I. AMK Adi Laktrini, AMK Sinta R, S.Kep.Ns Argeta Eri, AMK

Sri P, Amd. Keb Wisma D, AMK Harun S, S.Kep Agnes, Amd.Keb

Nining Amd.Keb Fajar Tri, AMK Anik Iswati, AMK Dewi S,S.Kep.Ns

Bangkit D, AMK Ayu Kirana, AMK Okvi R, S.Kep.Ns Arina Yusti,AMK

ADMINISTRASI PUK PUK


TYAS W, SKM PARTINAH RESTU EKA

47
f. Denah lokasi ruangan

KAMAR MANDI
20 A-C
18 A-C 17 A-C
16 A-C 15 A-C
14 A-C 13 A-C
12 A-C 11 A-C
10 A-C
9 A-C
NURSE STATION

RUANG KARU RUANG OBAT


RUANG KAINS

8 A-C 7 A-C
6 A-C 5 A-C
4 A-C 3 A-C
2 A-C 1 A-C
PENTRIY KAMAR MANDI

48
2. HCU Melati

a. Profil Ruang

Ka Instalasi ibu Suharati,S.Kep,Ns

Kepala Ruang Bpk Ari Setiajati, S.Kep,Ns

Jumlah ketenagaan perawat primer 3, 13 perawat asossiated. Jumlah

bed 10

Pasien yang masuk ke HCU Melati adalah pasien dengan kegawatan

penyakit Dalam, CKD; Asidosis Metabolik, Hiperkalemi, Anemia Berat.

Kontra indikasi pasien di HCU Melati adalah pasien resiko tinggi

penularan lewat airbone, flu burung, Tbc, B20. Tujuan HCU Melati

adalah untuk monitoring mencegah Resiko Hipoksia.

Fasilitas :

1) Terdapat EKG Monitor pada tiap bed

2) Suction pada dinding masing-masing bed

3) Infus Pump

4) Defibrilator

5) Bed 10 dengan jarak antar bed 2 meter dengan sekat Gorden

b. Visi dan Misi

Visi dan Misi Ruang HCU Melati menginduk pada Visi dan Misi RSUD

Dr. Moewardi

c. Indikator Mutu

Indikator mutu mengikuti indikator mutu instalasi melati, yaitu :

1) Visit DPJP 100%

2) Assessment awal dokter 1x24 jam

3) Assessment awal perawat 1x24 jam

49
4) Pencegahan pasien MRSA dan ISBL.

d. Metode Penugasan

Primer Modifikasi

e. Struktur Organisasi

Kepala Bidang Pelayanan


Keperawatan
Sukardi, S.Kep.MPH
Kepala Instalasi
Suhartatik,S.Kep.Ns
SMF
Kepala Ruang
Ari Setiyajati, S.Kep.Ns

Perawat Primer Perawat Primer Perawat Primer PETUGAS NON SHIF


Sri Mulyani, S.Kep Winarti, S.Kep Dwi I, S.Kep.Ns PUK
Deni Imam
Perawat Associated Perawat Associated Perawat Associated

Marina W, AMK Suyanti, AMK Kholifah, AMK Administrasi


Herman, S.Kep.Ns

Anang Tri, AMK Dyna S, AMK Senja B, AMK

Andriyanti, S.Kep.Ns Pandu B, AMK Nur Okta, S.Kep.Ns

Galih K, S.Kep.Ns Pipit L, AMK Sardiyono, S.Kep.Ns

Sutarto, AMK Wiwik, S.Kep.Ns Oktavia, AMK

Tatik K, AMK
PASIEN BED A,B,C,D PASIEN BED H,I,J

PASIEN BED E,F,G

3. Anggrek 1

a. Profil Ruang

Anggrek 1 merupakan ruang perawatan kelas 3 dan 2 dengan

kapasitas 58 bed. Dengan fasilitas ruangan :

1) Kamar 1 Non Infeksius kelas 3 terdapat 9 Tempat Tidur

2) Kamar 2 Ruang Infeksius kelas 3 terdapat 9 tempat tidur

50
3) Kamar 3 HCU PARU terdapat 4 tempat tidur

4) Kamar 4 Ruang Non Infeksius Kelas 2 terdapat 6 tempat tidur

5) Kamar 5 Ruang Infeksius kelas 2 terdapat 10 tempat tidur

6) Kamar 6 ruang Psikiatri terdapat 6 tempat tidur

7) Kamar 7 Ruang Infeksius terdapat 6 tempat tidur

8) Kamar 8 Ruang Isolasi Avian Influenza terdapat 2 tempat tidur,

yang 1 tempat tidur untuk memandikan jenasah

9) Kamar 9 Ruang TB MDS terdapat 7 tempat tidur

b. Pelayanan Unggulan

Anggrek 1 merupakan rawat inap yang melayani pasien dengan

gangguan sistem pernafasan, TB MDR, Psikiatri, dan terdapat HCU

serta ruangan Isolasi Avian Influenza yang memberikan pelayanan

kepada pasien kelas 2 dan 3.

c. Indikator Mutu

1) Pengisian Assesment Awal 1x24 Jam Rawat Inap Anggrek

2) Angka Capaian Kelengkapan Pengisian Inform Consent

d. Metode Penugasan

Dalam bentuk Primary Nurse (Perawat Primer). Ada 4 PP setiap PP

membawahi 2 kamar perawatan, di mana setiap PP terdapat 2 PA (

Perawat Asosiate ) penugasan PP pada saat sift pagi. Sift Sore

Penugasan dalam bentuk KA Tim yaitu 4 perawat. Sift malam

Penugasan dalam bentuk KA Tim yaitu 4 perawat.

51
e. Struktur Organisasi

KEPALA INSTALASI
KSM
BIDANG PELAYANAN
KEPERAWATAN Eny Widaryanti, S.kep.Ns

KEPALA RUANG ANGGREK 1 CASE MANAGER


DMN Sri Hanum P, S.Kep.Ns Erna W, S.Kep.Ns

PP I PP II PP III PP IV

Suhartati, Suhartati, Suhartati, Suhartati,


Eni Setyowati,S.Kep Wahyu W, S.Kep Wali Suluh, AMK Nanik W, AMK
S.kep.Ns S.kep.Ns S.kep.Ns S.kep.Ns

Yulianti, AMK Zulfikar Suwarsih, AMK Dimas E, AMK

PA PA PA PA

Ninik W, AMK Safitri, AMK Munawaroh, AMK Yuni, AMK

Mulatsari, S.Kep.Ns Aris D, AMK Ikasari N, AMK Rofiq Adi, AMK

Wahyu P, AMK Endang S, AMK Kurniawan, AMK Fani S, AMK

Desiana T, AMK Novi N, AMK Arif B, S.Kep

Srigati, AMK Septiana M

ADMINISTRASI PUK PUK


PUJI ASTUTI AGUS SURAWAN

52
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
RSUD Dr. Moewardi merupakan Rumah Sakit Tipe A Pedidikan. Visi
dari RSUD Dr. Moewardi yaitu : “Rumah Sakit Terkemuka Berkelas Dunia”.
Sedangkan Misi ada 2 diantaranya :
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan berbasis pada keunggulan
sumber daya manusia. Kecanggihan dan kecukupan alat serta
profesionalisme management pelayanan
2. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian kesehatan yang unggul
berbasis pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan
yang bersinergi dengan mutu pelayanan.
Selain Visi dan Misi RSUD Dr. Moewardi memiliki Motto/Jargon yaitu : Kami
senang melayani Anda dengan cepat, tepat, nyaman dan mudah. Tujuan
umum pelayanan keperawatan di RSUD Dr. Moewardi adalah meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan di Rumah Sakit. Sedangkan tujuan khususnya
ada 5 yaitu : tercapainya zero komplain terhadap asuhan keperawatan,
meningkatkan dokumentasi asuhan keperawatan, menurunkan terjadinya
nosokomial, memperpendek hari rawat, dan terselenggaranya penelitian
keperawatan yang unggul.

B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit
Dengan penugasan Penulisan Laporan Orientasi Pegawai Baru ini
diharapkan Rumah Sakit dapat meningkatkan kualitas dalam penerimaan
para pegawai baru di tahun-tahun berikutnya.
2. Bagi Pegawai Baru (Perawat)
Dengan mengikuti Orientasi Pegawai Baru ini diharapkan para pegawai
baru khususnya perawat mampu memahami profil RSUD Dr. Moewardi,
peraturan-peraturan yang telah ditetapkan, sistem pelayanan
keperawatan yang diterapkan, dan segala sesuatu yang ada di
lingkungan RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

53

Anda mungkin juga menyukai