Anda di halaman 1dari 12

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS

PADA PASIEN TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANT


DI RUMAH SAKIT X PERIODE JANUARI-JUNI 2013

NASKAH PUBLIKASI

Oleh:

SITI AMINAH
K100090017

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2014
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS
PADA PASIEN TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANT
DI RUMAH SAKIT X PERIODE JANUARI-JUNI 2013

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat


Sarjana Farmasi (S. Farm) pada Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah di Surakarta

Oleh:

SITI AMINAH
K100090017

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2014
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN
TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANT DI RUMAH SAKIT X PERIODE
JANUARI-JUNI 2013

EVALUATION OF USE ANTITUBERCULOSIS DRUG IN PATIENS MULTI DRUG


RESISTANT TUBERCULOSIS IN X HOSPITAL THE PERIOD JANUARY TO JUNE
2013

Siti Aminah*, Suharsono**, dan EM Sutrisna


Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl A Yani Tromol Pos I, Pabelan Kartasura Surakarta 57102
Email: Sitiaminah417@ymail.com

Penyakit Tuberculosis Multi Drug Resistant (TB MDR) adalah tuberkulosis yang
disebabkan oleh kuman TB yang telah resisten terhadap dua jenis OAT yaitu Isoniazid
dan Rifampisin. Tingginya mortalitas pada pasien TB MDR yang mendorong peneliti
untuk melakukan penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
pengobatan dan mengevaluasi penggunaan obat antituberkulosis pada pasien TB MDR
di Rumah Sakit X periode Januari-Juni 2013. Penelitian ini termasuk dalam jenis
penelitian deskriptif yang dilakukan secara retrospektif. Pengambilan data dilakukan di
bagian rekam medis Rumah Sakit X. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak
40 kasus dengan atau tanpa penyakit lain yang menyertai. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan Pedoman Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis
Resisten Obat 2013 untuk mengetahui ketepatan penggunaan obat yang terdiri dari tepat
indikasi, tepat obat, dan tepat dosis. Hasil penelitian menunjukkan gambaran pengobatan
pada pasien TB MDR yaitu menggunakan OAT kategori 2 yang terdiri dari Kanamisin,
Levofloksasin, Sikloserin, Pirazinamid, Etionamid, Etambutol, dan Vitamin B6. Dosis obat
yang diberikan sesuai dengan berat badan masing-masing pasien. Dosis obat yang
diberikan sesuai dengan berat badan masing-masing pasien. Untuk evaluasi
penggunaan obat diperoleh hasil tepat indikasi sebesar 100%, tepat obat sebesar 82,5%,
dan tepat dosis sebesar 95%.

Kata kunci: TB MDR, evaluasi antituberkulosis, Rumah Sakit X.

ABSTRACT

Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR TB) is TB caused by TB bacteria


resistant to two types namely Isoniazid and Rifampisin OAT. The high mortality in MDR
TB patients that encourage researcher to conduct this study. The purpose of this study is
to describe and evaluate the use of medication antituberculosis drugs in MDR TB in X
hospital the period January to June 2013.This research include in this type descriptive
conducted retrospectivel. Data collection was performed ad hospital the medical record of
X hospital. Samples that met the inclusion criteria of 40 cases with or without other
accompanying disease. Data analysis was performed using the Integrated Guidelines for
Management of Drug Resistant Tuberculosis Control 2013 to determine the accuracy of
the use of drugs consisting of proper indication, the right drug, and right dose. The results
showed description treatment of MDR TB using 2 categories namely OAT kanamicyn,
Levofloxacin, Cycloserine, Pyrazinamide, Ethionamide, Ethambutol, and Vitamin B6. The
dose of drug administered id accordance with the weight of each patient. To apropriate
use of medications obtained result indicative of 100%, 82,5% right drug, and right dose of
95%

Keyword: MDR tuberculosis, antituberculosis evaluation, X Hospital

1
PENDAHULUAN

Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri


Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyerang segala usia maupun jenis kelamin.
Gambaran penyakit ini di seluruh dunia menunjukkan angka morbiditas dan mortalitas
yang meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Terjadinya resistensi kuman M.
tuberculosis terhadap OAT merupakan masalah yang ditemui pada pengobatan TB.
Resistensi ini merupakan keadaan dimana OAT tidak mampu untuk membunuh kuman
M. tuberculosis (Menkes, 2013). Salah satu jenis resistensi tersebut adalah TB Multi
Drug Resistant atau resistensi obat ganda. Tuberculosis Multi Drug Resistant (TB MDR)
merupakan TB yang disebabkan oleh bakteri TB yang telah resisten terhadap 2 jenis
OAT (obat antituberkulosis) yaitu INH dan Rifampisin (Dirjen PP & PL, 2009).
Menurut WHO jumlah kasus TB MDR di Indonesia menempati urutan ke
delapan dari 27 negara. WHO juga memperkirakan angka kejadian TB MDR sekitar 2%
pada pasien TB yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT (Dirjen PP &
PL, 2009). Berdasarkan penelitian Munir et al (2010) dari 101 pasien dengan TB MDR
dari usia 16 tahun sampai 70 tahun dengan rata-rata usia 37 tahun. Usia 24 sampai 25
tahun yang mengalami TB MDR sebesar 35,6%. Pasien laki-laki lebih banyak dibanding
perempuan dengan persentase sebesar 52,5%.
Menurut Novizar et al (2010) faktor resiko terjadinya TB MDR adalah sebesar
92% pada pasien yang memiliki riwayat pengobatan TB lebih dari satu kali sebelumnya.
Sebagian besar merupakan kasus kronik/gagal pada pengobatan dengan OAT kategori
dua. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Munawwaroh et al (2013) hasil kualitatif
menunjukkan faktor resiko yang paling banyak dikeluhkan oleh pasien TB MDR adalah
jenuh dengan lamanya pengobatan, biaya pengobatan dan efek samping yang
disebabkan karena pengobatan TB MDR. TB MDR atau resistensi ganda adalah TB
yang disebabkan oleh adanya resistensi kuman TB tehadap 2 jenis OAT lini pertama
yaitu INH dan Rifampisin dengan atau tanpa OAT lainnya (WHO, 2012). Beberapa
penyebab resistensi terhadap OAT adalah pemakaian obat tunggal dalam pengobatan
tuberkulosis, penggunaan panduan obat yang tidak adekuat, dan pemberian obat yang
tidak teratur (Tao & Kendall, 2013).
Menurut penelitian Kalsum et al (2012) pada pasien yang telah mendapatkan
pengobatan TB MDR diperoleh 13 efek samping yang muncul setelah pengobatan. Efek
samping tersebut antara lain adalah mual (100%), arthalgia (90%), muntah (70%),
anoreksia (62%), gastritis (38%), vertigo (33%), insomnia (43%), diare (24%), gangguan
penglihatan (29%), gangguan psikotik (19%), dermatitis (38%), dan gangguan
pendengaran (33%). Dan berdasarkan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Dr.
Moewardi, dari 33 pasien TB MDR 57,6% mengalami efek pendengaran menurun akibat
menggunakan obat TB MDR dan 54,2% pasien TB MDR mengalami efek pendengaran
menurun setelah menggunakan Streptomisin dalam pengobatan (Reviono et al, 2013).
Menurut penelitian Masjedi et al (2008) dari 43 pasien yang menjalani
pengobatan TB MDR 29 pasien (67,5%) sukses dalam pengobatan, 19 pasien (44,2%)
sembuh dan menyelesaikan pengobatan, 14 pasien (32,5%) hasil pengobatannya
lemah, 6 (14%) pasien gagal dalam pengobatan dan 8 (18,6%) pasien meninggal dunia.
Tingginya mortalitas pada pasien TB MDR mendorong peneliti untuk melakukan evaluasi
penggunaan obat antituberkulosis pada pasien TB MDR.

METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan
deskriptif. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik
untuk mengetahui deskripsi atau gambaran pengobatan pada pasien TB MDR.

2
Definisi Operasional dan Batasan Variabel Penelitian

Evaluasi penggunaan obat antituberkulosis pada pasien TB MDR adalah


penggunaan obat meliputi pemilihan jenis, dosis, frekuensi, cara pemberian dan variasi
panduan OAT, dan lama pemberian. Pasien dalam penelitian ini adalah pasien yang
didiagnosis TB MDR di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit X periode Januari-Juni 2013.
Tepat indikasi adalah tepat pemberian obat sesuai dengan gejala dan diagnosa pasien
yang tertulis di rekam medis. Tepat obat adalah pemilihan obat berdasarkan data yang
tertera dalam rekam medis dibandingkan dengan Pedoman Manajemen Terpadu
Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat 2013. Tepat pasien adalah kesesuaian
pemberian obat dengan memperhatikan kondisi fisiologis dan patologis pasien dan tidak
kontraindikasi pada pasien. Tepat dosis adalah tepat besaran dosis obat yang diberikan,
cara pemberian, frekuensi dan durasi pemberian obat.

Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita TB MDR
di Rumah Sakit X terhitung sejak tanggal 1 Januari sampai 30 Juni 2013.Sampel pada
penelitian ini adalah pasien TB MDR rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Moewardi dan memenuhi kriteria inklusi yaitu: seluruh pasien yang terdiagnosa TB MDR
dan pasien TB MDR rawat inap di Rumah Sakit X. Kriteria eksklusi pada penelitian ini
adalah pasien TB MDR yang menderita infeksi lain dan pasien yang data
pengobatannya tidak lengkap.

Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan secara retrospektif melalui rekam medis pasien


TB MDR di Rumah Sakit X Surakarta dalam periode waktu 6 bulan (Januari-Juni 2013)
menggunakan lembar pengumpul data (LPD). Data dikelompokkan berdasarkan
diagnosis penderita TB MDR, untuk memperoleh informasi tentang: Umur pasien, jenis
kelamin, berat badan, iagnosis pasien, dosis, frekuensi, durasi, kombinasi, dan cara
pemberian obat, disajikan menurut cara pemberian tertentu, misal oral atau parenteral,
dan data laboratorium dilihat dari pemeriksaan dahak, pemeriksaan kultur bakteri untuk
mengetahui biakan kuman TB, dan pemeriksaan DST atau uji kepekaan M. tuberculosis
terhadap obat anti TB.

Alat dan Bahan

Bahan penelitian yang digunakan adalah data rekam medis pasien rawat inap
di Rumah Sakit X yang menyajikan data meliputi identitas pasien (nama, jenis kelamin,
umur, dan berat badan), hasil pemeriksaan fisik (TD, HR, RR, dan suhu), regimen dosis,
hasil pemeriksaan pasien, cara pemberian serta jangka waktu pemberian, dan
penegakan diagnosis. Alat yang digunakan adalah buku Pedoman Manajemen Terpadu
Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat 2013.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data sebanyak 40 kasus pasien yang


menderita TB MDR. Data tersebut meliputi deskripsi pasien (jenis kelamin, umur, dan
berat badan), gejala, diagnosis penyakit, regimen pengobatan, dosis obat, lama
pengobatan, pemeriksaan laboratorium, dan hasil pengobatan.

3
Deskripsi Pasien TB MDR

Jenis kelamin

Data pasien TB MDR di Rumah Sakit X yang diperoleh dikelompokkan


berdasarkan jenis kelamin untuk mengetahui perbandingan antara pasien laki-laki dan
perempuan yang menderita TB MDR.

Tabel 1. Distribusi deskripsi pasien yaitu jenis kelamin, umur, dan keluhan pasien TB
MDR di Rumah Sakit X Periode Januari-Juni 2013
Frekuensi Persentase
Jenis kelamin Laki-laki 17 42,5%
Perempuan 23 57,5%
Umur 18-25 6 15%
26-35 6 15%
35-45 9 22,5%
46-55 10 25%
56-65 9 22,5%
Keluhan Batuk 24 60%
Dahak 12 30%
Batuk darah 2 5%
Sesak nafas 13 32,5%
Demam 1 2,5%
Nyeri dada 4 10%
BB menurun 8 20%
Berkeringat di malam 1 2,5%
hari

Dari tabel 1 diperoleh data tentang pasien TB MDR dengan jenis kelamin laki-
laki sebanyak 17 orang (42,5%) dan pasien perempuan sebanyak 40 orang (57,5%).
Terdapat sedikit perbedaan pada jumlah pasien laki-laki dengan pasien perempuan.
Pasien perempuan lebih banyak dibandingkan dengan pasien laki-laki.
Umur

Distribusi umur pasien TB MDR di Rumah Sakit X periode Januari-Juni 2013.


Pembagian umur pasien menut BPA (The British Pediatric Assosiation) yaitu bayi
berumur 0-1 bulan, balita 1 bulan-2 tahun, anak 2-12 tahun, remaja 12 tahun-18 tahun,
dewasa 18-65 tahun dan lansia > 65 tahun (Aslam, 2003). Dari tabel 1 menunjukkan
bahwa distribusi umur pasien yang menderita TB MDR hampir merata yang paling
banyak berusia 46-55 tahun. Berbeda dari penelitian Munir et al (2013) dari 101 pasien
TB MDR dari usia 16-70 tahun rata-rata pada usia 37 tahun.

Gejala dan tanda yang menyertai

Berdasarkan teori, keluhan utama pasien TB MDR adalah batuk terus


menerus disertai dahak, selain itu gejala lain yang sering dijumpai adalah batuk darah,
sesak nafas, nyeri dada, demam, nafsu makan menurun, berat badan menurun, dan
berkeringat di malam hari. Tabel 1 menunjukkan keluhan penderita TB MDR yang
menjalani pengobatan di Rumah Sakit X Surakarta Periode Januari-Juni 2013.

4
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluhan yang dirasakan penderita yang
paling banyak dijumpai adalah batuk dengan persentase sebesar 60%. Secara umum
gejala TB MDR hampir sama dengan Tuberculosis paru lainnya gejala tersebut
diantaranya adalah batuk. Batuk merupakan gejala yang paling umum pada penderita
TB, pada awal perjalanan penyakit batuk mungkin tidak produktif, tetapi peradangan
pada nekrosis jaringan terjadi dan biasanya sputum mulai diproduksi. Gejala yang
lainnya adalah nyeri dada, sesak nafas, hemoptisis, dan gejala sistemik diantaranya
demam, menggigil, berkeringat di malam hari, mudah lelah, dan menurunnya berat
badan (WMA, 2008).

Penyakit lain yang menyertai

Berdasarkan data rekam medis pasien yang diteliti di bagian Rekam Medis
Rumah Sakit X tidak hanya terdiagnosis TB MDR melainkan ada penyakit lain yang
menyertai. Penyakit lain tersebut diantaranya adalah Diabetes melitus, hipertensi,
hemoptisis dan lain-lain. Distribusi penyakit tersebut dapat dilihat di tabel berikut ini.

Tabel 2. Distribusi penyakit penyerta yang diderita pasien TB MDR di Rumah Sakit XPeriode Januari-
Juni 2013

Jenis penyakit Jumlah Persentase (%)


DM tipe 2 5 12,5
Hipertensi 1 2,5
Anemia 1 2,5
Dyspepsia 1 2,5
Hemoptisis 2 5
Hematemesis 1 2,5
Abdominal discomfort 2 5
Depresi ringan 1 2,5
Kolelitiasis 1 2,5

Dari tabel 2 tersebut diperoleh distribusi penyakit lain yang menyertai pasien TB
MDR paling banyak adalah pasien TB MDR dengan diagnosis DM tipe 2 yaitu sebesar
12,5% (5 orang). Pasien TB dengan diagnosis DM tipe 2 merupakan salah satu penyakit
yang termasuk pasien TB MDR dengan kondisi khusus.

Gambaran Pengobatan TB MDR

Panduan utama OAT untuk pasien TB MDR di Rumah Sakit X adalah OAT
kategori II yang terdiri dari Kanamisin (Km), Levofloksasin (Lfx), Sikloserin (Cs),
Etionamid (Eto), Pirazinamid, Etambutol, dan Vitamin B6 sebanyak 31 pasien. Pasien TB
MDR yang mendapatkan Levofloksasin, Sikloserin, Etionamid, Pirazinamid, Etambutol
dan Vitamin B6 sebanyak 2 pasien. Pasien TB MDR yang mendapatkan regimen Obat
Kanamisin, Levofloksasin, Etionamid, Pirazinamid, Etambutol, Vitamin B6 dan Isoniazid
(INH) sebanyak 5 pasien. Pasien yang mendapatkan regimen obat Kanamisin,
Levofloksasin, Sikloserin, Etionamid, Pirazinamid dan Etambutol sebanyak 2 pasien.
Dosis obat disesuaikan dengan berat badan masing-masing pasien. Distribusi berat
badan pasien TB MDR di RSUD Dr. Moewardi adalah pasien dengan berat badan 30 kg
1 pasien, berat badan 33-50 kg sebanyak 19 pasien, berat badan antara 51-70 kg
sebanyak 10 pasien, berat badan 65 kg sebanyak 1 pasien dan berat badan lebih dari 70
kg sebanyak 1 pasien. Pemberian obat diberikan satu kali sehari, untuk obat suntik yaitu
Kanamisin diinjeksikan 5x dalam seminggu secara intra muskular dan untuk obat oral
diminum setiap hari. Lama pengobatan pada pasien TB MDR adalah 6 bulan fase
intensif dengan obat oral dan injeksi dan dilanjutkan dengan fase lanjutan selama 18-24
bulan dengan obat oral tanpa pemberian Kanamisin.

5
Evaluasi Penggunaan Obat Antituberkulosis

Penggunaan obat yang rasional harus tepat secara medik dan memenuhi
syarat-syarat tertentu. Penggunaan obat yang rasional mencakup tentang pemilihan
obat yang tepat, indikasi yang tepat, dosis, pemberian dan durasi pengobatan yang
tepat, pasien yang tepat serta kepatuhan terhadap pengobatan.

Tepat Indikasi

Pengobatan dikatakan tepat indikasi jika dilihat berdasarkan kesesuaian


pemilihan obat dengan indikasi penyakitnya atau sesuai dengan kondisi klinis pasien
yang dapat dilihat dari diagnosisnya.

Tabel 3. Aspek ketepatan indikasi penggunaan obat antituberkulosis pada Pasien Tuberkulosis MDR di
Rumah Sakit XSurakarta Periode Januari-Juni 2013

Diagnosis Tepat indikasi Tidak tepat indikasi


TB MDR  -

40 0
Jumlah
Persentase 100% 0

Tepat indikasi merupakan pemberian obat kepada pasien sesuai dengan


diagnosis pasien yang tertulis dalam rekam medis. Pasien yang dirawat di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit X yang terdiagnosis TB MDR sebanyak 40 pasien (100%).
Pasien TB MDR juga mempunyai beberapa gejala yang menandakan pasien menderita
TB MDR yaitu gejala utama adalah batuk terus menerus disertai dengan dahak selama
lebih dari 2 minggu, selain itu gejala lain yang sering dijumpai adalah batuk darah, sesak
nafas, nyeri dada, demam, lemas, nafsu makan berkurang, berat badan turun, dan
berkeringat di malam hari.

Tepat Obat

Dalam pengobatan TB MDR hal yang sangat menentukan dalam proses


penyembuhan adalah kepatuhan pasien. Obat antituberkulosis yang digunakan pada
pasien TB MDR di Rumah Sakit X adalah OAT kategori II yaitu Kanamisin, Levofloksasin,
Sikloserin, Etionamid, Pirazinamid, Etambutol, dan Vitamin B6

Tabel 4. Aspek Kesesuaian obat antituberkulosis pada pasien TB MDR di Rumah Sakit X Periode
Januari-Juni 2013

Panduan OAT Panduan Tepat Tidak


yang diberikan OAT standar regimen tepat
obat regimen
obat
Km-Lfx-Eto-Z-E-Vit. B6 
Km-Lfx-Eto-Z-E-Vit.B6/-INH
Km-Lfx-Cs-Eto-Z-E-Vit. B6/ 
Km-Lfx-Cs-Eto-Z-E Eto-Lfx-Cs-Z-E 
Jumlah 33 7
Persentase 82, 5% 17,5%

Berdasarkan tabel 4 diperoleh ketepatan regimen obat pada pasien TB MDR


di Rumah Sakit X sebanyak 33 kasus (82,5%) dan tidak tepat obat sebanyak 7 kasus

6
(17,5%). Ada 7 kasus yang mengalami ketidak tepatan regimen obat yaitu 5 kasus
dikarenakan adanya pemberian INH dan 2 kasus pasien yang yang diberikan Sikloserin
tetapi tidak diberikan Vitamin B6. Berdasarkan Pedoman Manajemen Terpadu
Penanggulangan TB Resisten Obat, obat yang diberikan untuk pasien TB MDR adalah
OAT lini kedua yang terdiri dari Kanamisin, Etionamid, Levofloksasin, Sikloserin,
Pirazinamid, Etambutol serta Vitamin B6 50 mg tiap pemberian Sikloserin 250 mg

Tepat Dosis

Dosis adalah sejumlah obat yang memberikan efek terapetik pada penderita,
pemberian dosis obat kepada penderita dipengaruhi oleh faktor obat dan cara pemberian
obat tersebut. Dosis untuk masing-masing obat berbeda berdasarkan berat badan
pasien. Penggunaan OAT standar berdasarkan ketepatan dosis dapat dilihat dari
kesesuaiannya dengan berat badan pasien dan kesesuaiannya dengan dosis standar
terapi. Standar terapi yang digunakan untuk membandingkan kesesuaian dosis adalah
Pedoman Manajemen Terpadu Penanggulangan TB Resisten Obat 2013.

Tabel 6. Aspek kesesuaian dosis obat antituberkulosis pada pasien TB MDR di Rumah Sakit X periode
Januari-Juni 2013
Berat badan (kg) Dosis yang Dosis standar Tepat regimen Tidak tepat
digunakan dosis regimen dosis
30kg Km 500 mg 15-20mg/kg/BB 
7,5-10mg/kg/BB
Lfx 750mg 15-20mg/kg/BB
20-30 mg/kg/BB
20-30 mg/kg/BB
Cs 500mg
Eto 500mg

Z 1250mg

E 600mg
33-50 Km 750mg 500-750mg 
Lfx 750mg 750mg
Cs 500mg 500mg
Eto 500mg 500mg
Z 1500mg 750-1500mg

E 1200 mg 800-1200mg

51-70 kg Km 1000mg 1000mg


Lfx 750mg 750 mg
Cs 750mg 750mg
Eto 750mg 750 mg
Z 1750mg 1500-1750mg
1200-1600mg
E 1200mg
65kg Km 1000mg 1000mg 
Lfx 750mg 750 mg
Cs 750mg 750mg
Eto 750mg 750 mg
Z 1750mg 1500-1750mg
E 2000mg 1200-1600mg

>70 kg Km 1000mg 1000mg 


Lfx 2000mg 750-1000mg
Cs 1000mg 750-1000mg
Eto 1000mg 750-1000mg
Z 2500mg 1500-1750mg
E 2000mg 1600-2000mg

Jumlah 38 2
Persentase (%) 95% 5%

7
Berdasarkan tabel 6 diperoleh jumlah pasien yang menerima dosis sesuai
dengan standar terapi dalam kategori tepat dosis sebanyak 38 kasus (95%) sedangkan
yang menerima dosis tidak sesuai dengan dosis standar adalah 2 kasus (5%) dari 40
kasus. Ketidaksesuaian dalam penggunaan dosis OAT dapat menyebabkan terjadinya
resistensi kuman TB dan terjadi penurunan efektifitas OAT sehingga dapat memperlama
pengobatan dan pasien semakin sulit untuk sembuh. Dari hasil tersebut diperoleh
ketepatan evaluasi penggunaan obat antituberkulosis pada pasien TB MDR di Rumah
Sakit ‘X’ dari 40 pasien yang diteliti diperoleh pasien yang tepat indikasi sebanyak 40
pasien, tepat obat sebanyak 33 pasien, dan tepat dosis sebanyak 38 pasien.
Pasien pada penelitian ini merupakan pasien rawat inap, hasil pengobatan
pasien adalah belum sembuh tetapi dilanjutkan dengan pengobatan TB MDR rawat jalan
di Puskesmas masing-masing daerah dan ada 1 pasien yang meninggal selama dirawat
lebih dari 48 jam. Pada pasien jika tidak ditemukan efek samping atau efek samping
dapat ditangani dengan baik, keadaan pasien sudah cukup baik, dan pasien sudah
mengetahui bagaimana cara minum obat dan jadwal mendapat suntikan sesuai dengan
pengobatan TB MDR maka pasien dapat melanjutkan pengobatan rawat jalan. Setiap
sebulan sekali pasien di follow up pemeriksaan dahak untuk mengetahui konversi biakan
kuman TB.

KESIMPULAN

1. Gambaran pengobatan pada pasien TB MDR di Rumah Sakit X adalah Obat


antituberkulosis lini ke-2 yaitu Kanamisin, Levofloksasin, Sikloserin, Etionamid,
Pirazinamid, Etambutol, dan Vitamin B6 untuk fase awal dan Levofloksasin,
Sikloserin, Etionamid, Pirazinamid, Etambutol, dan Vitamin B6 untuk fase lanjutan.
Dosis obat yang digunakan disesuaikan dengan berat badan masing-masing pasien.
2. Berdasarkan evaluasi penggunaan obat antituberkulosis diperoleh hasil pasien
dengan tepat indikasi sebesar 100%, tepat obat sebesar 82,5%, dan tepat dosis
sebesar 95%.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disampaikan saran sebagai berikut:


Penelitian ini dapat dilanjutkan tentang evaluasi penggunaan obat antituberkulosis
dengan metode yang berbeda, seperti menggunakan metode secara prospektif sehingga
dapat diketahui efektivitas pengobatan pada pasien TB MDR.

DAFTAR PUSTAKA

Aslam, M., Tan, C. K., & Prayitno, A., 2003, Farmasi Klinis: Menuju Pengobatan Rasional
& Penghargaan Pilihan Pasien 2003, 192, Gramedia, Jakarta.

Depkes, 2007, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Dirjen PP & PL, 2009, Pelatihan Penanggulangan TB MDR Modul 1 Pengantar Pelatihan,
1-5, Direktorat Jenderal pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

8
Kalsum, U., Sartono, T.R., & Caesary, A.G., 2012, Efek samping Obat pada Pasien MDR
(Multi Drug Resistant) TB di RSUD dr. Saiful Anwar Malang, Laporan
Penelitian: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.

Kemenkes, 2013, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tentang


Pedoman Manajemen Terpadu pengendalian Tuberkulosis Resisten
Obat, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 21-37, Jakarta

Masjedi, M.R., Tabarsi P., Chitsaz, E., Baghai, P., Mirsaeidi, M., Amiri, M.V, et al, 2008,
Outcome of Treatment of MDR TB Patient with Standaridised Regimen,
Iran, 2002-2006, The International Journal of Tuberculosis and Lung
Disease, 12 (7), 752.
.
Munawwaroh, R., Leida, I., & Wahhiddudin, 2013, Gambaran Faktor Resiko Pengobatan
TB MDR RS Labuang Baji Kota Makassar Tahun 2013, Laporan
Penelitian: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanudin.
Reviono, Widoyono, Harsini, Apridasasri, J., Sutanto, Y.S., 2013,
Streptomisin dan Insidensi Penurunan Pendengaran pada Pasien
Multidrug Resistant Tuberculosis di Rumah Sakit Dr. Moewardi, Jurnal
Respirasi Indonesia, 33 (3), 167.

Tao, L. & Kendall, K., 2013, Sinopsis Organ Pulmonologi: Pendekatan dengan Sistem
Terpadu dan Disertai Kumpulan Kasus Klinik, diterjemahkan oleh
Gunardi, S., Hartono, A., Gunawijaya F., A.angerng & Widowati H., 171-
201, Karisma Publishing Group, T

Tjay, T.H., & Raharja, K., 2007, Obat-Obat Penting, Penggunaan dan Efek-Efek
Sampingnya, 158, PT Elek Media Komputindo, Jakarta.

Munir, S.M., Nawas, A., & Sutoyo, D.K., 2010, Pengamatan Pasien Tuberkulosis Paru
Multi drug Resistant (TB MDR) di Poliklinik Paru RSUP Persahabatan,
Jurnal Respirasi Indonesia, 30 (2), 93-95.

WHO, 2012, Multidrug-Resistant tuberkulosis (MDR-TB) www.who.itb/tb(diakses tanggal


15 juli 2013).

Widoyono, 2008, Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &


Pemberantasannya, 15-19, Erlangga, Surabaya.

WMA, 2008, Course on Multidrug-Resistant Tuberculosis MDR TB, World Medical


Association, 55, France

Anda mungkin juga menyukai