Anda di halaman 1dari 11

BED SIDE DEATH (BSD)

TANATOLOGI

Presentan :

Cindy May McGuire (12100118032)

Andika (12100118)

Preseptor:

Nurul Aida Fatya, dr., Spf

SMF ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SARTIKA ASIH BANDUNG

2019
Definisi Tanatologi

thanatos (yang berhubungan dengan kematian)logos (ilmu). ilmu yang mempelajari


segala macam aspek yang berkaitan dengan mati. Meliputi pengertian (definisi), cara-cara
melakukan diagnosis, perubahan-perubahan yang terjadi sesudah mati serta kegunaannya..1

Fungsi :

Menentukan apakah seseorang benar-benar telah meninggal. Menentukan berapa lama


seseorang telah meninggal. Membedakan perubahan-perubahan post mortal dengan kelainan-
kelaianan yang terjadi pada waktu korban masih hidup.1

Tanda-tanda kematian?

Fungsi pernafasan dan peredaran darah berhenti  Somatic death (systemic


death/clinical death) dan kematian pasti / kematian tingkat sel  Celullar death (molecular
death).1

Tanda-tanda kematian somatic death :

Hilangnya semua respon terhadap sekitarnya (respon terhadap komando/perintah,


taktil, dan sebagainya).

Tidak ada gerakan otot serta postur, dengan catatan pasien tidak sedang berada
dibawah pengaruh obat-obatan

Tidak ada reflex pupil

Tidak ada reflex kornea

Tidak ada respon motorik dari saraf cranial terhadap rangsangan.

Tidak ada reflex menelan atau batuk ketika tuba endotrakeal didorong kedalam

Tidak ada reflex vestibulookularis terhadap rangsangan air es yang dimasukkan ke


dalam lubang telinga.

Tidak ada nafas spontan ketika respirator dilepas untuk waktu yang cukup lama
walaupun pCO2 sudah melampaui nilai ambang rangsangan nafas (50 torr).1

Tanda-tanda cellular death :

1. Menurunnya suhu mayat

(ARGOR MORTIS ).

2. Timbulnya lebam mayat


(LIVOR MORTIS ).

3. Terjadinya kaku mayat

(RIGOR MORTIS )

4. Perubahan pada kulit

5. Perubahan pada mata

6. Proses pembusukan dan kadang-kadang ada proses mummifikasi dan adipocere 1

 Jenis Kematian
1. Mati somatis (mati klinis)

Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu sistem saraf
pusat, sistem kardiovaskular dan sistem pernapasan yang menetap (irreversible).1

2. Mati suri (suspended animation, apparent death)

Terhentinya ketiga sistem kehidupan diatas yang ditentukan dengan alat kedokteran
sederhana. (reversible)1,2

3. Mati seluler (mati molekuler)

Suatu kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian
somatis.1

4. Mati serebral

Suatu kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan
serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih
berfungsi dengan bantuan alat.1,2

5. Mati otak (mati batang otak)

Kematian dimana bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang
irreversible, termasuk batang otak dan serebelum.1,2

6. Diagnosa Kematian

Prinsipnya adalah mendeteksi traktus respiratorius dan denyut jantung.2,3

A. Tes Kardiovaskuler
1. Magnus test.Caranya dengan mengikat/menutup ujung jari korban dengan karet, lalu
dilepaskan, maka tidak tampak adanya perubahan warna dari pucat menjadi merah.

2. Diaphonos test.Caranya dengan menyinari ibu jari korban dengan lampu senter dan tidak
terlihat ada sirkulasi (warna merah terang).

3. Fluorescin test.Caranya dengan menyuntikkan zat warna fluorescin maka zat warna
fluorescin akan terlokalisir di tempat suntikan karena tidak ada aliran darah.

4. Tes lilin.Bagian tubuh korban ditetesi lilin cair maka tidak akan terjadi vasodilatasi
(hiperemi) sebagai reaksi terhadap rangsang panas karena sirkulasi tidak ada.

5. EKG dan Stetoskop.2,3

B. Tes pernafasan

Kaca : Tidak tampak uap air ketika kaca diletakkan di depan hidung atau mulut korban.Bulu-
bulu halus : Tidak terdapat reaksi bersin/ geli ketika bulu-bulu halus diletakkan di depan hidung
korban.Winslow test : Dilakukan pada orang yang pernafasannya agonal (tinggal satu-satu
nafasnya) dengan cara menempatkan cermin di dada korban dan disinari dengan lampu senter.
Bila bernafas maka sinar lampu senter akan ikut bergerak dengan syarat pemeriksa tidak boleh
bergerak. Atau bisa menggunakan baskom berisi air yang akan bergerak bila ada pergerakan di
dada.Stetoskop.2,3

C. Tes Saraf

Memeriksa reflex : reflex kornea, EEG.2

 Perubahan Setelah Kematian

1. Perubahan cepat (early)

• Tidak adanya gerakan.

• Jantung tidak berdenyut (henti jantung).

• Paru-paru tidak bergerak (henti nafas).

• Kulit dingin dan turgornya menurun.

• Mata tidak ada reflek pupil dan tidak bergerak.

• Suhu tubuh sama dengan suhu lingkungan lebam mayat (post mortal lividity).

• Lebam mayat.
2. Perubahan lambat (late)

• Kaku mayat (post mortal rigidity).

• Pembusukan (decomposition).

• Penyabunan (adipocere).

• Mummifikasi.

 Tanda-tanda Kematian
Tanda-tanda perubahan yang biasa timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit
kemudian..2, 4

 Tanda kematian tidak pasti

1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi)

2. Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.

3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin terjadi
spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.

4. Tonus otot menghilang dan relaksasi.

5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.

6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air mata.

 Tanda-tanda Kematian Pasti

1. Lebam Mayat (Livor Mortis)1,2

• Kematian klinis  ada gaya gravitasi  eritrosit menempati tempat terbawah  mengisi
vena dan venula  bercak warna merah ungu (lividae)

• Darah tetap cair karena ada aktivitas fibrinolisin

• Muncul 20-30 menit pasca kematian mendekat setelah 8-12 jam, kurang dari 8 jam lebam
mayat masih hilang pada penekanan dan dapat berpindah jika posisi mayat diubah

• Menetapnya lebam karena bertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak 
tidak bisa berpindah lagi
• Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada penekanan menujukan saat
kematian <8-12 jam

• Warna lebam seperti Merah kebiruan itu normal, Cherry-red menandakan adanya
Keracunan CO dan HCN, dan Light brown menandakan adanya Keracunan Nitrobezena /
Potassium Chloride.

Perbedaan Lebam Mayat dan Memar1


Lebam Mayat Memar
Lokasi Bagian tubuh terbawah Dimana saja
Permukaan Tidak menimbul Bisa menimbul
Batas Tegas Tidak tegas
Warna Kebiru – biruan atau merah Diawali dengan merah yang
keunguan, warna spesifik lama kelamaan berubah
pada kematian karena kasus seiring bertambahnya waktu
keracunan
Penyebab Distensi kapiler – vena Ekstravasasi darah dari kapiler
Efek Bila ditekan akan memucat Tidak ada efek penekanan
penekanan
Bila dipotong Akan terlihat darah yang Terlihat perdarahan pada
terjebak antara pembuluh jaringan dengan adanya
darah, tetesan akan perlahan – koagulasi atau darah cair yang
lahan berasal dari pembuluh yang
ruptur
Mikroskopis Unsur darah ditemukan Unsur darah ditemukan diluar
diantara pembuluh darah dan pembuluh darah dan tampak
tidak terdapat peradangan bukti peradangan
Enzimatik Tidak ada perubahan Perubahan level dari enzim
pada daerah yang terlibat
Kepentingan Memperkirakan waktu Memperkirakan cedera,
medicolegal kematian dan posisi saat mati senjata yang digunakan
Aspek Medikolegal Pada Pemeriksaan Lebam Mayat

Kegunaan pemeriksaan lebam mayat :1

1. Dapat memperkirakan waktu kematian.

2. Dapat memperkirakan posisi kematian.

3. Tanda pasti kematian seluler (mati yang terjadi adalah mati seluler).

4. Mengetahui adanya manipulasi (perubahan pada jenazah).

5. Dapat mengetahui penyebab kematian.

2. Kaku Mayat (Rigor Mortis)

Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolisme tingkat


celuller masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen yang menghasilkan energi. 
ubah ADP jd ATP  selama masih ada ATP serabut actin dan myosin masih lentur.

Bila cadangan glikogen habis  energi tidak terbentuk  actin dan myosin menggumpal 
otot menjadi kaku. Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian kaku mayat mulai
tampak 1-2 jam setelah mati klinis  arahnya sentripetal  lengkap dalam 12 jam 
dipertahankan selama 12 jam  menghilang bertahap sesuai urutan terbentuknya.

Faktor yang mempercepat: aktivitas fisik prakematian, suhu tubuh yang tinggi, tubuh kurus,
suhu lingkungan tinggi.1

Beberapa keadaan yang menyerupai kaku mayat:1

a. Cadaveric spasme

Cadaveric spasme atau instantaneous rigor adalah suatu keadaan dimana terjadi kekakuan
pada sekelompok otot dan kadang-kadang pada seluruh otot, segera setelah terjadi kematian
somatis dan tanpa melalui relaksasi primer. Penyebabnya akibat habisnya cadangan glikogen dan
ATP yang terjadi saat mati klinis disebabkan karena kelelahan.

b. Heat Stiffening

Heat Stiffening yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein oleh panas. Kekakuan ini
terjadi terjadi akibat suhu tinggi, misalnya pada kasus kebakaran. Serabut otot memendek
menimbulkan fleksi leher, siku, paha dan lutut. Posisi seperti petinju.
c. Cold Stiffening

Cold Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu rendah, dapat terjadi bila
tubuh korban diletakkan dalam freezer, atau bila suhu keliling sedemikian rendahnya, sehingga
cairan tubuh terutama yang terdapat sendi-sendi akan membeku.

3. Penurunan Suhu Tubuh (Algor Mortis)

Terjadi karena proses pemindahan panas dari tubuh yang panas ke lingkungan yang lebih
dingin dengan cara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.Penurunan lebih cepat jika suhu
sekeliling rendah, lingkungan berangin dengan kelembapan rendah, tubuh kurus, posisi
telentang, tidak berpakaian/tipis, umumnya orang tua dan anak kecil.1

 Marshall dan Hoare (1962)  penelitian terhadap mayat telanjang dengan suhu
lingkungan 15,5oC:3

• Penurunan suhu dengan kecepatan 0,55oC tiap jam pada 3 jam pertama

• Penurunan suhu 1,1oC tiap jam pada 6 jam berikutnya

• Penurunan suhu 0,8oC tiap jam pada periode selanjutnya

• Penurunan suhu menurun 60% jika pasien berpakaian

4. Pembusukan (Dekomposisi)

Merupakan proses degradasi jaringan akibat autolisis dan kerja bakteri.Mulai tampak 24 jam
pascamati. Autolisis adalah perlunakan atau pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril
dan muncul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pascamati dan hanya dicegah
dengan pembekuan jaringan.1

Larva lalat dijumpai setelah pembusukkan yaitu 36-48 jam pascamati  kumpulan telur lalat
ditemukan beberapa jam pascamati di alis mata, sudut mata, lubang hidung, dan bibir  menetas
dalam 24 jam. Perbandingan kecepatan pembusukan mayat dalam tanah:air:udara 1:2:8.1

Pembusukan muncul lebih cepat bila suhu keliling optimal 26,5C, kelembapan dan udara
yang cukup,banyak bakteri pembusuk, tubuh gemuk atau menderita penyakit infeksi atau sepsis.1

• Ciri-ciri:1

• Warna kehijauan pada perut kanan bawah yang secara bertahap menyebar ke
seluruh dada dan perut serta tercium bau busuk.
• Pembuluh darah kulit melebar, hijau kehitaman

• Kulit ari mengelupas/menggelembung

• Pembengkakkan tubuh menyeluruh, terutama pada jaringan longgar

• Ciri-ciri:1

• Tubuh dalam sikap petinju

• Rambut dan kuku mudah dicabut

• Seluruh wajah membengkak warna ungu kehijauan

• 36-48 jam pascamati  larva lalat

• Faktor yang mempercepat: suhu keliling optimal, kelembapan udara cukup, banyak
bakteri pembusuk, tubuh gemuk, penderita infeksi/sepsis.

5. Adiposera (Lilin Mayat)

Perubahan postmortem berupa terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau
berminyak, berbau tengik dalam jaringan lunak tubuh pascamati.Terbentuk disembarang lemak
tubuh, bahkan didalam hati tetapi lemak superfisial yg pertama kali terkena.1

Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat dilihat di pipi, payudara, bokong, bagian tubuh
atau ekstimitas. Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga
bertahun-tahun, sehingga identitas mayat dan perkiraan sebab kematian masih dimungkinkan.
Setelah 12 minggu pascamati terlihat secara makroskopik. Faktor yang mempercepat:
kelembapan dan lemak tubuh yang cukup, suhu hangat, invasi bakteri endogen ke jaringan.
Faktor yang memperlambat: air, udara dingin.1

6. Mumifikasi

Proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi
pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan.Jaringan berubah
menjadi keras-kering, keriput, gelap dan tidak membusuk.Terjadi pada suhu hangat, kelembaban
rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi, waktu yang lama (12-14 minggu).1

• Cairanserebrospinal1

• Kadar nitrogen asam amino < 14 mg% dan Kadar kreatin< 5 mg% belumlewat
10 jam
• Kadar nitrogen non protein < 80 mg%  belum lewat 24 jam

• Kadar kreatin< 10 mg%  belum 30 jam

Cairan vitreus peningkatan kalium bermakna (24-100 jam pascamati). Perubahan kadar semua
komponen darah. .Reaksi supravital sama seperti orang hidup  rangsang listrik masih
menimbulkan kontraksi otot mayat 90-120 menit pascamati dan mengakibatkan sekresi kelenjar
keringat sampai 60-90 menit pascamati.1

Perkiraan Saat Kematian

Mata dalam waktu 30 menit kekeruhan makula dan memucatnya diskus optic. 2 jam 
retina pucat, diskus dan makula menjadi kuning, vaskular koroid berupa bercak-bercak berlatar
merah dengan pola segmentasi yang jelas. 3 jam  vaskular koroid kabur. 5 jam  vaskular
koroid menjadi homogen-pucat. 6 jam  kekeruhan kornea, diskus kabur hanya pembuluh besar
yang bersegmentasi yang terlihat dengan latar belakang kuning-kelabu. 10-12 jam  kekeruhan
pada mata yang ditutup/tidak. 15 jam  makulasaja yang tampak, berwarna coklat gelap.1

Lambung adanya makanan menandakan korban memakan makanan tersebut sebelum mati

Rambut memanjang 0,4 mm/hari

Kuku  memanjang 0,1 mm/hari

Cairanserebrospinal

◦ Kadar nitrogen asam amino < 14 mg% dan Kadar kreatin< 5 mg% belumlewat
10 jam

◦ Kadar nitrogen non protein < 80 mg%  belum lewat 24 jam

◦ Kadar kreatin< 10 mg%  belum 30 jam

Cairan vitreus peningkatan kalium bermakna (24-100 jam pascamati)

Perubahan kadar semua komponen darah

Reaksi supravital sama seperti orang hidup  rangsang listrik masih menimbulkan kontraksi
otot mayat 90-120 menit pascamati dan mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 60-90
menit pascamati.1
Daftar Pustaka

1. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Jakarta: Binarupa
Aksara; 1997.
2. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama.Bagian Kedokteran Forensik FK Uni.
Indonesia. Jakarta; 2001.
3. Idries AM. Pedoman Praktis Ilmu Kedokteran Forensik bagi Praktisi Hukum. Cetakan
pertama. Jakarta: Sagung Seto; 2009.
4. Dix, J., Graham,M. Causes of death atlas Series : Time of Death, Decomposition and
Identification. New York : CRC Press, 2006.

Anda mungkin juga menyukai