Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirrohiim
Assalamu’alaikum warohmatullohi wa barokaatuh

Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena limpahan rahmat
serta anugerah dari-Nya saya mampu untuk menyelesaikan makalah ini dengan judul
“KRITERIA KEBENARAN DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU”.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi agung kita,
yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kita
semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang
sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Adapun penulisan makalah ini merupakan bentuk dari pemenuhan tugas mata kuliah
Filsafat Ilmu.
Demikianlah yang dapat saya haturkan, saya berharap supaya makalah yang telah saya
buat ini mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.

Palangka Raya, 01 Oktober 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 1

C. Tujuan Penulisan .............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 2

1. Pengertian Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya ...................................... 2

2. Teori-teori Kebenaran ...................................................................................... 2

3. Perkembangan Filsafat ..................................................................................... 4

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 15

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 15

B. Saran................................................................................................................. 15

DAFTAR PUSAKA .......................................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menentukan pengetahuan yang benar.
Apa yang disebut benar bagi setiap orang adalah tidak sama maka oleh sebab itu
kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu pun berbeda-
beda. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut dengan
kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini merupakan landasan bagi proses
penemuan kebenaran tersebut. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran
di mana tia-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenaran masing-masing. Karena
itu, kegiatan berfikir adalah usaha untuk menghasilkan pengetahuan yang benar atau
kriteria kebenaran.

Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai
kebenaran, namun masalahnya tidak hanya sampai disitu. Problem kebenaran inilah
yang memacu tumbuh dan berkembangnya epistimologi. Telaah epistimologi terhadap
kebenaran membawa orang kepada sesuatu kesimpulan bahwa perlu dibedakan adanya
tiga jenis kebenaran, yaitu kebenaran epistimologi, kebenaran ontologis, dan kebenaran
semantis. Kebenaran epistimologis adalah kebenaran yang berhubungan dengan
pengetahuan manusia. Kebenaran dalam arti ontologis adalah kebenaran sebagai sifat
dasar yang melekat pada hakekat segala sesuatu yang ada atau diadakan. Kebenaran
dalam arti simantis adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan
bahasa.

B. Rumusan Permasalahan
1. Apa yang dimaksud kebenaran dan tingkatannya?
2. Apa itu teori-teori kebenaran?
3. Bagaimana perkembangan filsafat?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud kebenaran dan tingkatannya.
2. Untuk mengetahui apa saja teori kebenaran.
3. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan filsafat.

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Kebenaran dan Tingkatanya


Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan manusia. Sebagai nilai-
nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat
kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu
menjadi :
1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama
yang dialami manusia
2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui
indara, diolah pula dengan rasio
3. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah
kebenaran itu semakin tinggi nilainya
4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa
dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami
kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya
pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran,
manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam
kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan
hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan
dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.

2. Teori-Teori Kebenaran

1. Teori Koherensi (coherence theory)


Teori ini dikembangkan oleh kaum idealis dan sering disebut teori konsistensi
atau teori saling berhubungan.Dikatakan demikian karena teori ini menyatakan bahwa
kebenaran tergantung pada adanya saling hubungan secara tepat antara ide – ide yang
sebelumnya telah diakui kebenarannya.The Consistence theory of truth/Coherence
theory of truth mengatakan bahwa kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan

2
yang baru dengan putusan-putusan lain yang telah kita ketahui dan akui kebenarannya
terlebih dahulu. Bochenski berpendapat bahwa kebenaran itu terletak pada adanya
kesesuaian antara suatu benda atau hal dengan pikiran atau idea.Titus dkk berpendapat
”Kebenaran itu adalah sistem pernyataan yang bersifat konsisten secara timbal balik ,
dan tiap –tiap pernyataan memperoleh kebenaran dari sistem tersebut secara
keseluruhan”.
Jadi suatu pernyataan cenderung benar bila pernyataan tersebut koheren (saling
berhubungan) dengan pernyataan lain yang benar atau bila arti yang dikandung oleh
pernyataan tersebut koheren dengan pengalaman kita.
Contohnya :
 Pernyataan bahwa ”di luar hujan turun”, adalah benar apabila pengetahuan tentang
hujan (air yang turun dari langit) bersesuaian dengan keadaan cuaca yang
mendung, gelap dan temperatur dingin dan fakta –fakta yang menunjang.
Pernyataan bahwa ”Semua manusia pasti mati adalah sebuah pernyataan yang
benar, maka pernyataan bahwa si fulan adalah manusia dan si fulan pasti mati adalah
benar pula, sebab pernyataan kedua konsisten dengan pernyataan pertama.

2. Teori Korespondensi (corespondence theory)


Teori ini diterima oleh kaum realis dan kebanyakan orang. Teori ini menyatakan
bahwa jika suatu pernyataan sesuai dengan fakta, maka pernyataan itu benar, jika tidak
maka pernyataan itu salah menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu keadaan benar
itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu
pernyataan/pendapat dengan objek yang dituju/dimaksud oleh pernyataan/pendapat
tersebut. Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaras
dengan realitas, yang serasi dengan situasi aktual. Titus berpendapat ”Kebenaran”
adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta itu sendiri”.

Contohnya :
 Bila ada orang yang menyatakan bahwa sungai Nil adalah sungai terpanjang di
dunia, maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu sesuai dengan fakta.
Karena secara faktual sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia.
Pernyataan ” Ibukota Indonesia adalah Jakarta, maka pernyataan ini adalah
benar sebab pernyataan ini sesuai dengan fakta yakni Jakarta adalah Ibukota Indonesia.

3
3. Teori Pragmatis (pragmatic theory)
Teori dicetuskan oleh Charles S.Pierce (1839-1914). Teori ini menganggap
suatu pernyataan, teori atau dalil itu memiliki kebenaran bila memiliki kegunaan dan
manfaat bagi kehidupan manusia.Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya
dengan kegunaan(utility), dapat dikerjakan(workability), dan akibat yang memuaskan
(satisfactory consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutlak/tetap,
kebenarannya tergantung pada kerja, manfaat dan akibatnya.
Kriteria pragmatisme juga dipergunakan oleh ilmuwan dalam menentukan
kebenaran ilmiah dalam perspektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang
sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan
dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis selama pernyataan itu
fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya
pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri
yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan.

Contohnya :

 Teori tentang partikel tak akan berumur lebih dari 4 (empat) tahun.
 Ilmu Embriologi diharapkan mengalami revisi setiap kurun waktu 15 tahun.
Kedua ilmu di atas disesuaikan dengan perkembangan teknologi yang ada.

3. Perkembangan Filsafat
Sebelum filsafat lahir dan berkembang pesat, di Yunani telah berkembang
mitos-mitos. Bahkan kalau di pikirkan secara seksama lagi, ternyata filsafat sendiri
dilahirkan dan dikembangkan melalui jalan mitologis. mitos-mitos yang berkembang
sendiri merupakan metode yang dilakukan untuk memahami segala sesuatu yang ada,
karena ketidaktahuan dan penasarannya manusia terhadap alam semesta ini dan pada
saat itu jawabannya hanya ada di dalam mitos sehingga muncul anggapan bahwa bumi
ini bisa gelap karena ada raksasa yang menggengam bumi ini, dan menjadi terang
kembali setelah raksasa melepas genggamannya. Khayalan-khayalan itu menjadi
“keyakinan” yang selanjutnya membentuk pemahaman normatif tentang setiap
keberadaan dan kekuatan yang ada di dalamnya. Kemudian setelah berkembang jaman
manusia pun mulai mencari kebenaran yang bisa dibuktikan secara rasional yang
melahirkan sebuah ilmu pengetahuan, mereka berhasil mengubah masyarakat yang
mitos menjadi logos yang sekarang dikenal dengan “filsafat”.

4
Filsafat sebagai induk pemikiran ilmiah selalu berada dibelakang kemajuan
suatu peradaban. Langkah ini dimulai dengan cara coba-coba (trial and error). Cara ini
membimbing manusia pada kemampuan menemukan pengetahuan ilmiah yang
melibatkan observasi dan eksperimen.
Lambat laun perkembangan ilmu filsafat pun semakin pesat, perkembangan
filsafat terdiri dari 5 periode yaitu:
1. Periode Yunani (600 SM–322 SM)
Pada zaman yunani kuno terdapat 3 masa perkembangan yaitu masa awal, masa
kaum sofis serta masa keemasan. Pada masa awal ini, filsafat hanya membahas tentang
alam dan kejadian alamiah terutama dalam hubungannya dalam perubahan-perubahan
yang terjadi. Namun mereka yakin bahwa perubahan-perubahan ini terdapat suatu unsur
yang menentukan, tapi mereka punya perbedaan pendapat tentang perbedaan unsur-unsur
tersebut. Seperti Thales menyebutnya unsur air, Anaximandros dengan unsur yang tidak
terbatas (to apeiron), Anaximenes dengan unsur udara. Anaximandros dan anaximenes
adalah kedua murid Thales namun berbeda pendapat dalam pemahamannya tentang
unsur-unsur tersebut. Selanjutnya Heraklitos mengatakan unsur tersebut adalah api,
menurutnya api adalah lambang perubahan. Karena tidak ada didunia yang tetap, definitf
dan sempurna, tetapi berubah. Segala sesuatu berada dalam status “menjadi” kemudian
berubah.
Pemikiran Phytaghoras berbeda dengan filosof pada masanya kecuali
Anaximandros dalam memahami unsur tersebut. Menurutnya unsur tersebut tidak dapat
ditentukan dengan pengenalan indrawi, melainkan dapat diterangkan dengan
perbandingan dasar antar bilangan, karena Phytaghoras terkenal sebagai pengembang
ilmu pasti dengan dalil terkenalnya yaitu “dalil Phyitaghoras”. Perminides dari Elea
mengemukakan unsur “metafisika”, yaitu mempersoalkan “ada” yang berkembang
menjadi “yang ada, sejauh ada” (being as being, being as such). Dari yang ada, ada, dan
yang tak ada, mempunyai arti bahwa prulalitas itu tidak ada.
Filosof berikutnya kembali kepada pengalaman indrawi, antara lain Demokritos
dan Leucippus yang bersama-sama memuat teori “atomisme”. Mereka berpendapat
bahwa segala sesuatu yang ada terdiri atas bagian-bagian kecil yang tidak bisa dibagi-
bagi lagi, meskipun bentuk atom itu sendiri sangat kecil dan tidak Nampak oleh indera
namun atom selalu bergerak membentuk realitas yang tampak oleh indera manusia.
Di lanjutkan pada masa kaum sofis, yaitu kaum yang pandai berpidato yang tidak
lagi menaruh perhatian utama kepada alam, tetapi menjadikan manusia sebagai pusat

5
perhatian studinya. Tokohnya adalah Protagoras, dia memperlihatkan sifat-sifat
relativisme (kebenaran bersifat relative), tidak ada kebenaran yang tetap, umiversal dan
definitif. Benar, baik dan bagus selalu berhubungan dengan manusia, tidak manidiri
sebagai kebenaran mutlak.
Selanjutnya adalah masa keemasan filsafat di Yunani yang dintadi dengan
Socrates (470SM-399SM) yang menentang kaum sofis yang mengatakan bahwa
kebenaran adalah sifatnya relative dan tidak mutlak. Namun menurut Socrates,
kebenaran itu sifatnya mutlak, universal dan obyektif yang harus dijunjung tinggi oleh
semua orang. Metode yang digunakan olehnya adalah dengan bertanya secara radikal dan
kritis kepada orang yang bersangkutran sampai orang yang ditanya dapat menemukan
apa yan baik dan benar didalam dirinya sendiri. Keberanian, kejujuran dan keteguhannya
dalam bersifat harus dibayar mahal olehnya dengan meminum racun sebagai hukuman
mati karena dia dianggap menyebarkan kesesatan dan merusak moral pemuda dan
masyarakat saat itu.
Dari caranya berfilsafat, ia mengembangkan secara de facto menjadi suatu
metode yang dikenal dengan metode Induktif. Dalam metode ini dikumpulkan contoh
dari peristiwa khusus yang diambil cirri-ciri khususnya kemudian dicari cirri-ciri
umumnya hingga memperoleh suatu definisi terhadap sesuatu.
Jasa Socrates yang paling besar adalah mengembalikan tradisi filsafat Yunani
yang sempat digoyahkan oleh kaum sofis. Socrates mempunyai murid dari kalangan
bangsawan Yunani bernama Plato (427SM-347SM). Plato mendirikan sekolah filsafat
yang disebut Akademia. Dia mengubah metode Socrates menjadi teori Idea. Menurutnya
idea adalah bentuk mula jadi atau model yang bersifat umum dan sempurna yang disebut
prototypa, sedangkan benda individual dunia hanya merupakan bentuk tiruan yang tidak
sempurna/kekal. Oleh karena itu dalam filsafatnya plato menentang realisme karena yang
dianggap benar menurut realisme adalah yang dapat diindra dan ada begitu saja, tapi kata
plato obyek tersebut sebenarnya sudah ada di dalam idea yang nyata sedangkan objek
duniawi hanyalah tiruan dari dunia idea saja. Gagasan plato ini banyak memberikan dasar
pada perkembangan logika.
Namun demikian logika ilmiah sesungguhnya baru saja terwujud oleh muridnya
yaitu Aristoteles (384SM-322SM), karena dia lebih sistematis dalam berfilsafat. Dalam
berfilsafat dia menggarap masalah kategori, struktur bahasa, hokum formal konsistensi
proposisi, silogisme kategoris, pembuktian ilmiah, perbedaan atribut hakiki dengan

6
bukan hakiki, kesatuan pemikiran, metode berdebat, kesalahan berpikir sampai
menyentuh bentuk-bentuk dasar simbolisme.
2. Periode Helenitas-Romawi
Masa ini tidak lepas dari peranan Raja Alexander Agung, uang membuat
kebudayaan yunani menjadi kebudayaan Helenitas. Diera ini dibuka juga sekolah-
sekolah baru mengalahkan Akademia plato dan Lykeion aristoteles, sehingga
memunculkan banyak aliran-aliran baru seperti stoisisme, epikurisme, skeptisisme,
ekletisisme, dan neoplatoisme.
Stoisme adalah mazhab yang didirikan oleh Zeno dari kition di Athena sekitar
300 SM. Nama “stoa” mengacu dari serambi bertiang empat tempat Zeno mengajar.
Menurut stoisme jagat raya di ditentukan oleh “logos” yang berarti rasio dengan begitu
seluruh kejadian jagat raya ini telah ditentukan dan tidak bisa dielakan dan jiwa manusia
merupakan bagian dari logos sehingga mampu mengenali jagat raya. Manusia dapat
hidup bahagia dan bijaksana jika menggunakan rasionya dalam mengendalikan diri
nafsu-nafsunya secara sempurna. Mati dan hidup merupakan kejadian yang sudah
ditentukan dan sifatnya mutlak.
Epikurisme dibangun epikueros (341SM-270SM) yang kembali memunculkan
“Atomisme demokritos” bahwa segala hal terdiri atas atom yang senantiasa bergerak dan
bertabrakan secara kebetulan sehingga terciptanya segala sesuatu. Dalam ajarannya
terhadap manusia, dia berpendapat manusia bisa bahagia jika mengakui susunan dunia
ini dan tidak ditakut-takuti oleh dewa. Dengan begini manusia bebas dalam berkehendak
untuk mencari kesenangan sepuas-puasnya tanpa harus memperdulikan dewa. Namun
jika kesenangan yang manusia dapat terlalu banyak maka ia akn gelisah dan tidak tenang,
oleh karena itu yang manusia itu sendiri harus bisa membatasi diri dalam mencari
kesenangan itu sendiri agar memperoleh kesenangan yang hakiki yaitu kesenangan
rohani.
Skeptisisme dipelopori oleh Pyrrho (365SM-275SM), aliran ini mengajarkan
keragu-raguan dan kesangsian terhadap sesuatu yang ada, walaupun sesuatu itu nyata
adanya. Karena mereka menyakini bahwa kemampuan manusia tidak akan sampai bisa
menemukan kebenaran yang mutlak.
Ekletisisme, Cicero (106SM-43SM). Aliran ini hanya sebagai penengah berbagai
aliran filsafat bagi masyarakat dalam menghadapi berbagai permasalahan namun tidak
sampai menggabungkan segala aliran filsafat itu kedalam satu pemikiran namun hanya

7
menggunakan aliran-aliran tertentu pada kondisi tertentu dan tidak memihak kepada
aliran apapun.
Neoplatoisme,sesuai dengan namanya aliran ini mencoba menghidupkan kembali
filsafat Plato, tetapi dipengaruhi juga oleh aliran filsafat setelahnya seperti Aristoteles
dan Stoa, oleh karena itu tidak lah heran jika aliran ini mensintesiskan semua aliran
filsafat saat itu. Tokoh nya adalah Plotinos, aliran ini mengajarkan tentang hakikat
adanya “yang satu” ayitu Allah. Artinya semuanya berasal dan kembali kepada “yang
satu” sehingga menimbulkan gerakan dari atas kebawah dan dari bawah ke atas. Pada
gerakan dari atas ke bawah, artinya taraf yang paling tinggi yaitu Allah mengelurkan
taraf-taraf yang ada di bawahnya melalui jalan emanasi yang berarti tidak merubah dan
mengurangi kesempurnaan “yang satu”. Prosesnya adalah seperti ini, dari yang satu
dikeluarkan akal budi sesuai dgn gagasan Plato. Di dalam akal budi ada dualitas yaitu
yang memikirkan dan yang dipikirkan. Dari akal budi melahirkan jiwa dunia (psyche)
dan darinya dikeluarkan materi (hyle) bersama dengan psykhe terciptalaj jagat raya.
Sebagai taraf terendah, materi yang palin tidak sempurna dan merupakan pusat kejahatan.
Pada gerakan dari bawah keatas, setiap taraf-taraf yang dikeluarkan yang satu
akan kembali menuju Allah, karena manusia memilii tiga taraf(akal budi, psyche, dan
hyle) maka hanya manusialah yang mampu kembali pada yang satu. Cara kembalinya
ada tiga cara yaitu: penyucian manusia dari materi ketika bertapa, penyatuan manusia
dengan tuhan melebihi pengetahuan dan eksistensi.
3. Periode Patristik
Istilah patristic berasal dari kata latin “patres” yang berarti bapak dalam
lingkungan gereja. Dalam era ini, filsafat mulai disusupi oleh teologi kristiani, bahkan
terjadi pertentangan juga dikalangan para pemuka agama Kristen ini dalam menanggapi
filsafat. Ada tiga pendapat para bapak gereja dalam menanggapinya, pertama,setelah
adanya wahyu ilahi melalui roh kudus seharusnya pemikiran filsafat di stop bahkan
dihilangkan sama sekali karena dianggap menyalahi alkitab dan dianggap “kafir”. Kedua,
berusaha untuk menengahi dan menggabungkan kedua pemikiran tersebut. Ketiga,
filsafat merupakan langkah awal menuju pemahaman agama yang harus diterima dan
dikembangkan.
Tokoh utama dalam filsafat ini adalah Augustinus, ia mengatakan bahwa
pemikiran merupakan integrasi dari teologi Kristen dan pemikiran filsafatnya dan filsafat
itu sendiri tidak bisa lepas dari iman Kristen. Inti dari filsafat ini hanya membahas 2
aspek yaitu tuhan dan manusia. Oleh karena itu maka pembahasannya mencakup hal-hal

8
yg berhubungan dengan manusia, kepribadian, kesusilaan dan sifat-sifat tuhan.
Menurutnya manusia tidak akan sanggup mencapai kebenaran tanpa terang (lumens) dari
Allah, meskipun demikian dalam diri manusia sendiri sudah tertanam benih kebenaran
yang merupakan pantulan terang allah sendiri yaitu hati nurani.
Sebenarnya para bapak gereja menggunakan pemikiran filsafat adalah guna
memudahkan agama Kristen diterima oleh manusia dan mengembangkan agama Kristen
itu sendiri. Namun pada pelaksanaannya agama Kristen itu sendiri yang mengurung dan
mengekang pola pikir manusia dalam berfilsafat karena jika ada pemikiran yang ridak
sesuai dengan alkitab maka akan langsung dihukum. Dari situlah nantinya akan muncul
sekulerisme dikalangan eropa pada abad pertengahan yang memisahkan antara agama
dan filsafat bahkan mereka melawan ajaran-ajaran Kristen dan menjadikan akal sebagai
tuhan.
4. Periode Islam
Filsafat Islam muncul akibat imbas dari gerakan penerjemahan besar-besaran
buku-buku peradaban Yunani dan peradaban lainnya pada masa Daulat Abbasyiah
dimana pemerintah memberikan sokongan penuh terhadap gerakan penerjemahan
kedalam bahasa Arab ini, dan prestasi yang paling spektakuler adalah ulama berhasil
menerjemahkan ilmu filsafat sebagai mascot peradaban Yunani saat itu, baik Socrates,
plato, Aristoteles maupun lainnya.
Namun Filsafat Islam bukanlah filsafat Aristoteles atau Plato yang di bahasa
arabkan, akan tetapi independen yang memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan
filsafat Yunani. Hal ini dibuktikannya dari upaya para ahli ilmu kalam antara mu’tazilah
dengan asy’ariah yang menjelaskan bahwa agama Islam adalah agama yang rasional
sehingga mereka membungkus filsafat dalam baju keagamaan. Dan adanya batasan
filsafat masuk ke dalam agama yaitu filsafat tidak boleh dan haram hukumnya
mengobrak-abrik akidah agama Islam, namun hanya boleh menguatkan akidah dengan
cara memikirkan makhluknya saja dan tidak boleh memikirkan tentang dzatnya Allah
Swt.
Tokoh-tokoh filosof ini adalah Ibnu Taimiyah, Ibnu Rusyd (averros), Ibnu Sina
(Avicenna), dan Al-Farabi. Imbas filsafat masuk ke lngkungan Islam adalah munculnya
ilmu-ilmu pengatahuan baru seperti ilmu falak, astronomi, pengobatan bahkan para
ulama ahli dalam bidang tersebut berhasil membuat karya yang sangat berguna bagi
manusia sampai saat ini. Bahkan inu sina dan ibnu rusyd terkenal di barat sana namanya.

9
5. Periode Skolastik
Filsafat ini mempunyai corak semata-mata agama yang mengabdi kepada teologi
yang mencoba mensintesa kan antara kepercayaan dan akal. Berbeda dengan patristic,
skolastik hanya mengkaji teologi dan menggunakan filsafat sebagai pembuktiannya.
Tokohnya adalah Thomas Aquinas (1225-1274M), menurutnya pengetahuan
didapat melalui indra dan diolah akal tapi akal tidak mampu mencapai relitas tertinggi
yang ada pada daerah tuhan. Filsafat inilah yang bisa memperkuat dalil-dali agama guna
lebih mengabdi kepada tuhan.
Pembuktian Aquinas tentang adanya tuhan, pertama, dari sifat alam ini yang
selalu bergerak dengan teratur membuktikan bahwa ada yang mengatur semua ini yaitu
tuhan. Kedua, allah itu maha besar, sehingga tidak terpikirkan sesuatu yang lebih besar
lagi. Ketiga, hal yang terbesar tentulah berada dalam kenyataan karena apa yang ada
dalam pikiran saja tidak mungkin lebih besar. Keempat, allah tidak hanya berada dalam
pikiran tetapi dalam kenyataan juga, jadi Allah benar-benar ada.
Pandangan etika Aquinas menekankan superioritas kebaikan keagamaan. Dasar
kebaikan adalah kemurahan hati yang lebih dari sekedar kedermawanan dan belas kasih
melainkan terdapat didalam jiwa yang penuh cinta. Cinta kepada tuhan yang harus
diutamakan baru cinta kepada sesama manusia.
6. Periode Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan ini, masyarakat terutama di eropa mulai bosan dengan
pembatasan pemikiran mereka terhadap sesuatu oleh gereja. Karena setiap ada suatu
pendapat atau pemikiran yang tidak sesuai dengan paham gereja makan akan di kenakan
hukuman dan di cap sebagai “kafir” oleh gereja.
Akhirnya manusia mulai mencoba memisahkan hubungan antara agama dan ilmu
pengetahuan. Disini mulai adanya pencarahan dan kebebasan berpikir manusia dalam
mencari suatu kebenaran. Namun dimasa ini filsafat masih jatuh bangun dari hasrat
radikalisasi pemikirannya. Karena pada saat ini manusia masih mebutukan agama dan
bimbingan gereja untuk menjalani hidup yang damai dan memperoleh ketenangan yang
hakiki.
7. Periode modern
Setelah hampir sepuluh abad Eropa diselimuti paham teologis yang memanipulasi
kebenaran dan mematikan pemikiran bebas. Akhirnya munculnya suatu
gerakan cultural yang bertujuan menggulingkan paham gereja yang selama ini
mengekang mereka dalam mencari kebenaran dan berpikir bebas, gerakan ini disebut

10
“renaisans” yang artinya kelahiran kembali. Semangat renaisans ini menimbulkan rasa
kepercayaan pada otonomi manusia dalam mencari kebenaran. Ilmu pengetahuan yang
tadinya tidak berkembang akibat dominasi gereja mulai berkembang dengan pesatnya
dimasa renaisans.
Kebenaran tidak lagi bersumber dari alkitab tetapi pada pengalaman empiris dan
perumusan hipotesis yang rasional. Oleh karena itu, sumber pengetahuan hanya apa yang
secara alamiah dapat dipakai oleh manusia yaitu, akal (rasio) dan pengalaman (empiris).
Maka pada abad ini muncul dua aliran yang saling bertentangan yaitu antara aliran
rasionalisme dan aliran empirisme. Perdebatan antara kedua aliran ini terus berlangsung
dan mempengaruhi pemikiran filsafat setelahnya.
Tokoh dari aliran rasionalisme adalah Rene Descartes (1596-1650), aliran ini
menyatakan bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan dapat dipercaya adalah
rasio, hanya pengetahuan yang diperoleh akalah yang memenuhi syarat untuk dijadikan
sumber pengetahuan. Pengalaman inderawi selalu diragukan, selalu berubah dan tidak
pasti. Bisa saja kursi yang kita duduki adalah tidak nyata dan hanya mimpi belaka.
Bahkan dia sendiri meragukan akan kebenaran adanya dirinya sendiri. Makanya
munculah “karena saya berpikir maka saya ada”. Kaum rasionalis selalu meragukan
segala sesuatu dan tidak percaya akan pengalamannya sendiri. Pengalaman hanya bisa
dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang telah didapatkan oleh akal. Akal tidak
memerlukan pengalaman, karena akal mampu menurunkan kebenaran dari akal sendiri.
Dan metode yang digunakan adalah deduktif. Namun meskipun begitu, Descartes tidak
menafikan tentang adanya tuhan karena menurut dia tuhan adalah “matematikawan
agung” yang begitu rasional dalam menciptakan dunia ini secara terstruktur dan wajib
ditemukan oleh akal manusia dalam penciptaannya itu.
Aliran empirisme dengan tokohnya adalah David Hume (1711-1776) mengatakan
bahwa, pengalamanlah yang menjadi sumber ilmu pengetahuan baik pengalaman
batiniah maupun lahiriah. Akal hanyalah mengolah bahan-bahan pengalaman yang
diperoleh inderawi. Karena tidak ada satupun ada dalam pemikiran yang tidak terlebih
dahulu terdapat pada data-data inderawi. Contohnya, kita tidak akan mengetahui bahwa
api itu panas jika kita sendiri belum mencoba dan membuktikannya bahwa api itu panas.
Oleh akal lalu disimpilkan bahwa api itu panas. Lalu munculah pengetahua baru
berdasarkan pengalaman. Metode yang digunakan adalah induktif.

11
8. Era baru dimulai
Era baru ini dimulai dengan “Kritisisme” Immanuel Kant (1724-1804) yang
berusaha mendamaikan antara aliran rasionalisme dan empirisme. Ia mengatakan bahwa
pengenalan manusia merupakan perpaduan antara unsur a priori dengan unsur
aposteriori. Kant berpendapat bahwa pada taraf inderawi unsur apriori hanyalah kesan
yang diterima oleh inderawi sebagai gejala-gejala. Kemudian data-data inderawi tersebut
diolah oleh sesuatu yang disebut “akal budi”. Peran akal budi disini adalah memberi
putusan-putusan yang kemudian ditransmisikan kedalam otak. Dan oleh otaklah yang
akan memilih dan mengesahkan putusan-putusan yang dibuat akal budi. Ibaratnya
pengalaman adalah suatu soal pilihan ganda, pilhan-pilihan ganda itu adalah putusan-
putusan yang dibuat akal budi kemudian yang bertugas memilih jawaban yang paling
benarnya adalah rasio kita.
Selanjutnya adalah Idealisme yang Tokohnya adalah G.W.F. Hegel (1770-1831).
Menyatakan bahwa “setiap Tesa pasti ada Antitesa nya dan dari keduanya akan
mengahasilkan Sintesa yang memiliki gabungan sifat dari tesa dan antitesanya tapi
sintesa bukanlah tesaaupun antitesa”. Sebagai contohnya, suatu golongan menginginkan
Negara menguasi segala urusan agama. Pandangan ini mempunyai dampak positif yaitu
adanya kesatuan antara kekuatan dan kekuasaan politik karena tidak ada batasan agama
sehingga ketertiban suatu Negara bisa terwujud, ini yang disebut tesa. Antitesa dari
pernyataan ini ialah kebebasan agama ditiadakan karena agama harus tunduk kepada
pemerintah. Lalu sintesa bagi kedua pendapat tersebut adalah memisahkan antara agam
dan pemerintah, baik agama maupun pemerintah harus diberi bagiannya masing-masing,
sehingga ketertiban nasional terjamin dan kebebasan agama pun terjamin juga karena
tidak tercampur antara kepentingan agama dengan kepentingan politik.
Era ini dilanjutkan dengan munculnya paham Positivisme yang dipopulerkan oleh
Auguste Comte (1798-1857). Dia menganggap hukum-hukum alam yang mengendalikan
manusia dan gejala sosial dapat dipergunakan sebagai dasar untuk mengadakan
pembaharuan-pembaharuan social dan politik untuk menyelaraskan institusi-institusi
masyarakat dengan hokum-hukum itu. Sehingga Auguste comte menemukan ilmu baru
tetntang masyarakat yaitu “sosiologi”. Positivism erat kaitannya dengan empirisme
namun berbeda dengan empirisme yang menjadikan pengalaman batiniah dan lahiriah
sebagai sumber pengetahuan. Positivism hanya mengambil yang berdasarkan fakta
saja.sebagai contoh, air mendidih 100° C dan besi ini panjangnya 10 meter. Ukuran-
ukuran ini perasional, kuuantitatif dan tidak mungkin adanya perbedaan pendapat.

12
Positivisme merupakan aliran tertinggi dari kehidupan manusia karena manusia tidak
perlu lagi mencari penyebab-penyebab dari suatu fakta. Manusia hanya berusaha
menetapkan relasi-relasi atau hubungan persamaan dan urutan yang terdapat antara fakta-
fakta. Dan disinilah ilmu pengetahuan dalam arti yang sebenarnya.
Aliran yang muncul kemudian adalah Fenomenologi dipelopori oleh Edmund
Husserl (1859-1938), inti filsafatnya adalah bahwa untuk menemukan pemikiran yang
benar seseorang harus kembali kepada “benda-benda” sendiri yaitu hakikat dirinya
sendiri. Akan tetapi benda-benda itu tidak langsung memperlihatkan hakikat sendirinya,
karena pemikiran pertama tidak membuka tabir yang menutupi hakikat maka
diperlukannya pemikiran kedua yang berupa “intuisi”. Dalam menggunakan intuisi
digunakan suatu metode yang disebut reduksi yaitu penempatan sesuatu di antara dua
kurung. Maksudnya, melupakan pengertian-pengertian tentang objek untuk sementara
dan berusaha melihat objek secara langsung dengan intuisi tanpa bantuan pengertian-
pengertian yang ada sebelumnya. Tujuannya adalah menemukan bagaimana objek
dikonstitusi sebagai fenomena asli dalam kesadaran manusia. Namun fenomenologi
mempunyai kelemahan karena dalam menentukan pengetahuan yang murni objektif
tanpa ada pengaruh apapun, tapi fenomenologi sendiri mengakui bahwa ilmu
pengetahuan yang diperoleh tidak bebas nilai tetapi bermuatan nilai dengan kata lain
status seluruh pengetahuan adalah sementara dan relatif.
Aliran selanjutnya adalah Eksistensialisme, tokohnya adalah Friedrich Wilhelm
Nietzsche (1844-1900). Gagasan utama dari dia adalah kehendak berkuasa (will to
power) dimana ditunjukan menjadi ubermensch atau manusia super. Ubermensch adalah
cara manusia memberikan nilai pada dirinya sendiri tanpa berpaling dari dunia dan
menengok kesebrang dunia, dengan kata lain tidak lagi percaya akan bentuk nilai
adikodrati dari manusia dan dunia. Sedangkan eksistensi itu sendiri adalah cara manusia
berada didalam dunia dan keberadaannya karena setiap orang mempunyai tempatnya
sendiri dalam kehidupan ini yaitu sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Jadi
jangan menghendaki sesuatu yang melebihi kemampuanmu, karena melakukan sesuatu
yang melebihi kemampuan sendiri mengandung cirri kepalsuan yang menjijikan. Doktrin
aliran ini adalah “eksistensi mendahului esensi” yg berarti setelah manusia berada
didunia ini, di sendiri yang harus menentukan siapa dirinya ini. Karena pada awalnya
manusia bukanlah apa-apa tanpa bereksistensi.
Cara mencapai manusia super adalah dengan cara mereka harus berani
menghadapi kehidupan ini baik saat bahagia maupun sedih. Mereka harus cerdas dalam

13
menjadikan penderitaan itu sebagai titik balik untuk memunculkan potensi maksimal
dirinya, terakhir dia harus bangga terhadap potensi apa yang dimilikinya.

14
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan manusia. Sebagai nilai-
nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat
kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.

Perkembangan filsafat terdiri dari 5 periode yaitu:


1. Periode Yunani (600 SM–322 SM)
2. Periode Helenitas-Romawi
3. Periode Patristik
4. Periode Islam
5. Periode Skolastik
6. Periode Abad Pertengahan
7. Periode modern
8. Era baru dimulai

B. SARAN
Setelah mengetahui kriteria kebenaran dan perkembangan filsafat, diharapkan
kepada mahasiswa dan mahasiswi agar dapat memperlajarinya.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://kurniawanikroma.blogspot.com/2016/09/perkembangan-filsafat.html
http://dirgantarawicaksono.blogspot.com/2013/04/kriteria-kebenaran-dalam-filsafat.html
https://van88.wordpress.com/teori-teori-kebenaran-filsafat/

16

Anda mungkin juga menyukai