BLOK IMUNHEMA
KELOMPOK 7 KELAS B
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
SKENARIO 2
Seorang anak perempuan berusia 13 tahun dibawa orangtuanya ke PKM
dengan keluhan lemas sejak 6 bulan yang lalu, hilang timbul, dan memberat
sejak 2 hari, Pasien juga mengeluh mengalami pusing dan pengelihatan
berkunang-kunang. Keluhan gusi berdarah dialami 2 hari yang terjadi tiba-
tiba. Kulit tampak memar – memar dan petekie pada kedua ekstremitas
superior. Ada demam naik turun sejak 1 bulan yang lalu, tidak terlalu tinggi.
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada. Pemeriksaan tanda
vital didapatkan adanya takipneu. Mata tampak pucat DD anemia aplastic,
anemia pada leukemia
Kata sulit
Kata kunci
1. Seorang anak perempuan berusia 13 tahun
2. keluhan lemas sejak 6 bulan yang lalu, hilang timbul, dan memberat sejak
2 hari
3. Pasien juga mengeluh mengalami pusing dan pengelihatan berkunang-
kunang
4. Keluhan gusi berdarah dialami 2 hari yang terjadi tiba-tiba
5. Kulit tampak memar – memar dan petekie pada kedua ekstremitas
superior
6. demam naik turun sejak 1 bulan yang lalu, tidak terlalu tinggi
7. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada. Pemeriksaan tanda
vital didapatkan adanya takipneu
8. . Mata tampak pucat DD anemia aplastic, anemia pada leukemia
Rumusan masalah
a) Primer
1) Kongenital
Jenis Fanconi memiliki suatu pola pewarisan resesif
autosomal dan sering disertai dengan retardasi pertumbuhan
dan cacat kongenital di rangka (misal-nya mikrosefalus, tidak
adanya radius atau ibu jari), kelainan saluran ginjal (misalnya
ginjal pelvis atau ginjal tapal kuda/horseshoe kidney), cacat
kulit (daerah-daerah hiperpigmentasi atau hipopigmentasi);
kadang-kadang terdapat retardasi mental. Persoalan yang
mendasari tampaknya adalah perbaikan (repair) DNA yang
mengalami gangguan. Sel dari penderita anemia Fanconi (AF)
memperlihatkan frekuensi pecahnya kromosom spontan yang
sangat tinggi dan uji diagnostik adalah peningkatan pemecahan
setelah inkubasi limfosit darah perifer dengan diepoksibutana
(tes DEB).
2) Idiopatik Didapat
Penyakit ini merupakan anemia aplastik yang paling
sering ditemukan. Walaupun mekanismenya belum
diketahui, respons yang baik terhadap globulin anti-
limfosit (GAL) dan siklosporin A menunjukkan bahwa
kerusakan autoimun yang diperantarai sel T, kemungkinan
terhadap sel induk yang berubah secara struktural dan
fungsional, berperan penting.
Seringkali disebabkan oleh kerusakan langsung di
sumsum hemopoietik akibat radiasi atau obat sitotoksik.
Obat anti-metabolit (mis. metotreksat) dan inhibitor
mitosis (mis. daunorubisin) menyebabkan aplasia
sementara saja, tetapi agen pengalkil, khususnya
busulfan, dapat menyebabkan terjadinya aplasia kronik
yang sangat menyerupai penyakit idiopatik kronik.
Beberapa individu menderita anemia aplastik akibat efek
samping obat idiosinkrasi yang jarang terjadi, seperti
kloramfenikol atau emas yang tidak diketahui bersifat
sitotoksik. Mereka juga dapat menderita penyakit ini
dalam beberapa bulan setelah hepatitis virus (hepatitis A
atau non-A, non-B, non-C). Kloramfenikol memiliki
insidensi toksisitas sumsum tulang sangat tinggi,
sehingga obat ini harus digunakan untuk pengobatan
infeksi yang mengancam jiwa dan untuk penyakit yang
membutuhkan obat ini sebagai pengobatan optimum
(mis. tifoid). Zat kimia seperti benzene mungkin terlibat
sebagai penyebab penyakit ini.
b) Sekunder
1) Radiasi pengion: pemajanan tidak sengaja (radioterapi,
isotope radioaktif, stasiun pembangkit tenaga nuklir.
2) Zat kimia : benzene dan pelarut organic lain, TNT ,
insektisida, pewarna rambut, kloridan, DDT.
3) Obat : obat yang biasanya menyebabkan depresi
sumsum tulang (bisulfan , siklofosfamid, antrasiklin,
neutrosourea,). Obat yang kadang-kadang menyebabkan
depresi susmsum tulang ( kloramfenikol, sulfonamida,
emas, dll.)
4) Infeksi : hepatitis virus (A atau Non-A, Non B.
b. Patofisiologi
c) Proses imunologik
Referensi :
- McKenzie SB. Text book of hematology, 2nd edition. Baltimore: William &
Wilkins. 1996;309-417.
Referensi
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Penerbit Buku Kedokteran :
EGC.
D. Pemeriksaan dalam Mendiagnosa Kasus pada Skenario
1. Anamnesis
Langkah Klinik
a) Mengucapkan basmalah dan salam, lalu pemeriksa berdiri,
memperkenalkan diri dan mempersilahkan pasien duduk
b) Berbicara dengan lafal yang jelas dan menggunakan bahasa yang
bisa dipahami pasien, menyebut nama pasien saat mengajukan
pertanyaan, menjaga suasana santai dan rileks serta memberikan
respon yang baik dalam rangka membina sambung rasa
c) Menanyakan identitas: nama , umur, alamat dan pekerjaan
- Seperti yang terdapat dalam kasus skenario 2 Seorang anak
perempuan berusia 13 tahun
d) Menanyakan keluhan utama dan keluhan penyerta yang berkaitan
dengan keluhan utama berdasarkan kronologis dan perkembangan
penyakit
- Keluhan utama seperti lemas sejak 6 bulan yang lalu, hilang
timbul, dan memberat sejak 2 hari
- Keluhan penyerta seperti pusing dan pengelihatan berkunang-
kunang. Keluhan gusi berdarah dialami 2 hari yang terjadi tiba-
tiba. Ada demam naik turun sejak 1 bulan yang lalu, tidak terlalu
tinggi.
e) Melakukan anamnesis sistem lainnya
f) Seperti Menggali riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan
dan alergi obat, serta riwayat kebiasaan /gaya hidup pasien
- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada.
g) Menggali riwayat penyakit dalam keluarga dan lingkungan
h) Melakukan cek silang dan menayakan apabila ada keluhan yang
ingin ditambahkan oleh pasien
i) Mengakhiri anamnesis dengan mengucapkan hamdalah dan
menyimpulkan diagnosis sementara
2. Pemeriksaan Fisik Dasar (Inspeksi, Palpasi, Perkusi Dan Auskultasi)
Pemeriksan fisik dilakukan dengan posisi pemeriksa berada disebelah
kanan pasien.
a) Inspeksi
1. Bentuk tubuh penderita: apakah kurus, atletis atau gemuk.
2. Perbandingan ukuran kepala dan panjang anggota badan
3. Cara berjalan dan gerakannya
4. Adanya deformitas atau kelainan bentuk
5. Keadaan kulit,rambut, mukosa mata dan kuku
f) Manifestasi Klinis
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga
keluhan dan gejala yang timbul adalah akibat dari pansitopenia
tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan anemia
dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe
d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain.
Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia
yang akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi
sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat
lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu dapat
mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan
di organ-organ. Manifestasi klinis pada pasien dengan anemia
aplastik dapat berupa:
1) Sistem kardiovaskuler : rasa lesu, cepat lelah, palpitasi, sesak
napas intoleransi terhadap aktivitas fisik, angina pectoris
hingga gejala payah jantung.
2) Susunan saraf : sakit kepala, pusing, telingga mendenging,
mata berkunang – kunang terutama pada waktu perubahan
posisi dari posisi jongkok ke posisi berdiri, iritabel, lesu dan
perasaan dingin pada ekstremitas..
3) Sistem pencernaan : anoreksia, mual dan muntah, flaturensi,
perut kembung, enek di hulu hati, diare atau obstipasi.
4) Sistem urogeniatal : gangguan haid dan libido menurun.
5) Epitel dan kulit: kelihatan pucat, kulit tidak elastis atau kurang
cerah, rambut tipis dan kekuning kuningan.
6) Gejala Perdarahan : ptekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan
subkonjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis/melenaatau
menorhagia pada wanita. Perdarahan organ dalam lebih jarang
dijumpai, namun jika terjadi perdarahan otak sering bersifat
fatal.
7) Tanda-tanda infeksi: ulserasi mulut atau tenggorokan, selulitis
leher, febris, sepsis atau syok septik.
g) Pemeriksaan Penunjang
Kelainan laboratorik yang dapat dijumpai pada anemia
aplastik adalah :
o Anemia normokromik normositer disertai
retikusitopeniaAnemia sering berat dengan kadar Hb<7
g/dl
o Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai
sel muda dalam darah tepi
o Trombositopenia, yang bervariasi dari ringan sampai
sangat berat
o Sumsum tulang: hipoplasia sampai aplasia. Aplasia
tidak menyebar secara merata pada seluruh sumsum
tulang, sehingga sumsum tulang yang normal dalam
satu kali pemeriksaan tidak dapat menyingkirkan
diagnosis anemia aplastik, harus diulangi pada tempat-
tempat yang lain.
o Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, HbF
meningkat.
Darah Lengkap: Jumlah masing-masing sel darah (eritrosit,
leukosit, trombosit)
Hapusan Darah Tepi: Ditemukan normokromik normositer
.
h) Diagnosis
Kriteria diagnosis anemia aplastik berdasarkan
International Agranulocytosisand Aplastic Anemia Study Group
(IAASG) adalah :
Satu dari tiga sebagai berikut:
Hb < 10 g/dl atau Hct < 30%
Trombosit < 50x109/L
Leukosit , 3,5x109/L
Retikulosit <30x109/L
Gambaran sumsum tulang:Penurunan selularitas dengan
hilangnya atau menurunnya semua sel hematopoeitik atau
selularitas normal oleh hiperplasiaeritroid fokal dengan deplesi
seri granulosit dan megakariosit.
Tidak adanya fibrosis yang bermakna atau infiltrasi neoplastik
Pansitopenia karena obat sitostakita atau radiasi terapeutik
harus diekslusi
i) Penatalaksanaan
Terapi Kausal
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen
penyebab. Tetapi sering hal ini sulit dilakukan karena
etiologinya yang tidak jelas atau penyebabnya yang tidak dapat
dikoreksi.
Terapi Suportif
Terapi ini adalah untuk mengatasi akibat pansitopenia.
Untuk mengatasi infeksi antara lain :
Higiene mulut
Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang
tepat dan adekuat. Sebelum ada hasil tes sensitivitas, antibiotik
yang biasa diberikan adalah ampisilin, gentamisin, atau
sefalosporin generasi ketiga.
Tranfusi granulosit konsentrat diberikan pada sepsis berat
kuman gram negatif, dengan neutropenia berat yang tidak
memberikan respon pada antibiotika adekuat.
Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang
j) Komplikasi
Komplikasi Anemia Aplastik
Biasanya Anemia Aplastik akan sembuh dengan sendirinya setelah
dilakukan pengobatan, salah satunya dengan transfusi darah.
Namun, untuk mencegah komplikasi cara tersebut tidak boleh
dilakukan secara terus-menerus karena dikhawatirkan tubuh akan
mengembangkan antibodi dalam darah yang ditransfusi, sehingga
pengobatan yang dilakukan menjadi tidak efektif.
k) Prognosis
Prognosis atau perjalanan penyakit anemia aplastik sangat
bervariasi, tetapi tanpa pengobatan pada umumnya memberikan
prognosis yang buruk. Prognosis dapat dibagi tiga, yaitu :
kasus berat dan progresif, rata-rata meninggal dalam 3
bulan (10-15% kasus)
pasien dengan perjalanan penyakit kronik dengan remisi
dan relapse dapat meninggal dalam 1 tahun (50% kasus)
pasien yang mengalami remisi sempurna atau parsial
(sebagian kecil pasien)
l) Pencegahan dan Edukasi
Pencegahan pengobatan yang mengakibatkan anemia
aplastik sangat penting. Karena tidak mungkin meramalkan
pasien mana yang akan mengalami reaksisamping terhadap
bahan tertentu, obat yang potensial toksik hanya boleh
digunakanapabila terapi alternatif tidak tersedia. Pasien yang
minum obat toksik dalam jangka waktu lama harus memahami
pentingnya pemeriksaan darah secara periodik danmengerti
gejala apa yang harus dilaporkan. Tindakan pencegahan dapat
mencakup linkungan yang dilindungi dan hygiene yang baik.
Pada perdarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi
komponen darahyaitu sel darah merah, granulosit, trombosit
dan antibiotik. Agen- agen perangsangsum-sum tulang seperti
androgen diduga menimbulkan eritropoesis. Penderita
anemiaaplastik kronik dapat menyesuaikan diri dengan baik
dan dapat dipertahankan pada Hb antara 8 dan 9 dengan
transfusi darah yang periodik
2. Leukimia
a) Definisi
Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai
“darah putih” pada tahun 1874, adalah penyakit neoplastik yang
ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk
hematopoetik.
Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan
genetik pada satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan
dari sel yang normal akan tertekan pada waktu sel leukemia
bertambah banyak sehingga akan menimbulkan gejala klinis.
Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik
yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel
induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok
sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia
beredar secara sistemik.
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas,
sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal dengan
jumlah yang berlebihan, dapat menyebabkan kegagalan sumsum
tulang dan sel darah putih sirkulasinya meninggi.
b) Patofisiologi
Keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan
tubuh terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai
perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum
tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel
darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemi
memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh
terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain
pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut
berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan
mengenai aberasi kromosomal yang terdapat pada pasien dengan
leukemia. Perubahan kromosom dapat meliput i perubahan angka,
yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau
perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali),
delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau
lebih mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang
berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi
sel darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan
ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan
penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang
kompleks). Translokasi kromosom mengganggu pengendalian
normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali
dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum
tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-
sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam
organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal,
dan otak.
c) Klasifikasi Leukemia
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan
maturasi sel dan tipe sel asal yaitu :
1) Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang
yang berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh
komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan
penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki
perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan
meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.
a. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik
adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari
sistem limfopoetik yang mengakibatkan organomegali
(pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%)
daripada umur dewasa (18%).21 Insiden LLA akan
mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa
pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan
setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan
dari sumsum tulang19 (gambar 2.8. hapusan sumsum tulang
dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).
Gambar Leukemia Limfositik Akut
b. Penatalaksanaan Medis
Kemoterapi
Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi
tinggi untuk membunuh sel- sel leukemia. Sinar
berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau
bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel
leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang atau
partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar
gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan
jika terdapat keluhan pendesakan karena
pembengkakan kelenjar getah bening setempat.21
Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan
untuk mengganti sumsum tulang yang rusak dengan
sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang
rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi
atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum
tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah
yang rusak karena kanker.49 Pada penderita LMK,
hasil terbaik (70-80% angka keberhasilan) dicapai
jika menjalani transplantasi dalam waktu 1 tahun
setelah terdiagnosis dengan donor Human
Lymphocytic Antigen (HLA) yang sesuai.
Pada penderita LMA transplantasi bisa
dilakukan pada penderita yang tidak memberikan
respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia
muda yang pada awalnya memberikan respon
terhadap pengobatan.
Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi
akibat-akibat yag ditimbulkan penyakit leukemia
dan mengatasi efek samping obat. Misalnya
transfusi darah untuk penderita leukemia dengan
keluhan anemia, transfusi trombosit untuk
mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk
mengatasi infeksi.36
3) Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier ditujukan untuk membatasi atau
menghalangi perkembangan kemampuan, kondisi, atau
gangguan sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang
membutuhkan perawatan intensif.43 Untuk penderita
leukemia dilakukan perawatan atau penanganan oleh tenaga
medis yang ahli di rumah sakit. Salah satu perawatan yang
diberikan yaitu perawatan paliatif dengan tujuan
mempertahankan kualitas hidup penderita dan
memperlambat progresifitas penyakit. Selain itu perbaikan
di bidang psikologi, sosial dan spiritual. Dukungan moral
dari orang-orang terdekat juga diperlukan.
Berikut ini table diagnosis banding :
Takipneu √ -
Ikterus √ -
Referensi :
Wahid.I .Trombositosis Esensial. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed 5
jilid II halaman 1220.Interna publish ING 2006.
-Sanches.A.Ewton.A.Esential Trombositosis.A.Review Of Diagnostik An
Phatological Features.Lab MED.Vol 130 Ah. 1144-1149.
- Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Dalam RSUP Denpasar. Denpasar.
Lab/SMF Penyakut Dalam FK UNUD/ RSUP Denpasar, Bali.
- Referensi: Gunawan.G.Sulistia. 2008 Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta
Artinya :
Referensi :
Al-Quran surah al-Anbiyaa ayat 35
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, IM. Hematologi Klinik ringkas. Penerbit Buku Kedokteran. EGC: Jakarta.
2003. P: 98-109.
Hoffbrand, A.V., Pettit. J.E., Moss, P.A.H. Hematologi. Edisi ke-4. Jakarta :
Penerbit buku kedokteran EGC.
Widjanarko, A. Anemia Aplastik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
II Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2001. p. 637-643.
Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Dalam RSUP Denpasar. Denpasar: Lab
/SMF Penyakit Dalam FK UNUD / RSUP Denpasar Bali, 1994.