DISUSUN OLEH :
DOSEN PEMBIMBING :
Antigen (Ag) merupakan suatu zat yang dapat bereaksi dengan antibodi.
Tidak semua antigen dapat memicu produksi antibodi; zat yang dapat memicu
produksi antibodi disebut imunogen. Antibodi (Ab) merupakan suatu protein yang
dihasilkan sebagai akibat interaksi dengan suatu antigen. Protein ini mampu
bergabung dengan antigen yang menstimulasi produksinya. Antigen adalah
molekul yang bereaksi dengan antibodi / imunosit. Tidak harus membangkitkan
respon imun. Imunogen adalah molekul yang membangkitkan respon imun.
Hapten adalah molekul berukuran kecil, tidak imunogenik, dapat bereaksi dengan
antibodi yang timbul akibat stimulasi hapten bersangkutan yang terikat molekul
carrier. Sedangkan epitop adalah bagian antigen yang bereaksi dengan antibodi.
Antibodi atau imunoglobulin adalah protein terlarut yang diproduksi oleh sel
B sebagai respon terhadap antigen. Setiap antibodi dapat terikat secara spesifik
pada antigen tunggal. Di dalam tubuh antibodi memiliki tiga fungsi, yaitu
netralisasi, opsonisasi, dan aktivasi komplemen. Antibodi dapat melakukan
netralisasi dengan cara mengenali antigen pada patogen secara spesifik sehingga
mencegah patogen berikatan atau menempel pada sel inang. Antibodi juga dapat
menyelimuti tubuh patogen dengan cara mengenali antigen yang berada di
permukaan patogen secara spesifik sehingga mempermudah proses fagositosis.
Selain itu, antibodi dapat mengaktivasi kumpulan protein yang disebut dengan
komplemen.
Berdasarkan jenis reaksi yang terjadi, immunoassay terbagi menjadi dua, yaitu
reaksi primer dan sekunder. Berikut jenis-jenis immunoassay yang termasuk
dalam reaksi primer:
Radioimmunoassay (RIA)
Pengujian antibodi atau antigen yang memanfaatkan pengikatan
secara langsung. RIA menggunakan label berupa senyawa radioaktif,
biasanya 125I. Pada RIA, antigen dalam sampel akan terikat pada
permukaan microplate dan akan dikenali oleh antibodi berlabel.
Immunoassay jenis ini sudah jarang digunakan karena berbahaya.
Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Mendeteksi keberadaan antigen atau antibodi yang terimobilisasi
dalam sumur menggunakan antigen atau antibodi spesifik yang
terkonjugasi dengan enzim. Pengikatan antigen dengan antibodi dideteksi
melalui perubahan warna substrat menjadi produk. ELISA terbagi menjadi
empat jenis, yaitu langsung (direct), tidak langsung (indirect), kompetitif,
dan sandwich. Hasil ELISA dapat dideteksi menggunakan
spektrofotometer.
Prinsip ELISA :
ELISA merupakan teknik biokimia yang biasa digunakan dalam
imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam sampel.
ELISA diperkenalkan pertama kali oleh Engvall dan Pearlmann pada
tahun 1971. ELISA merupakan immunoassay yang menggunakan enzim
sebagai label.
Prinsip immunoassay ini adalah mendeteksi keberadaan antigen
atau antibodi yang terimobilisasi dalam sumur menggunakan antigen atau
antibodi spesifik yang terkonjugasi dengan enzim. Kehadiran antigen atau
antibodi target ditandai dengan terjadinya reaksi enzimatik. Jika kompleks
antigen dan antibodi terbentuk maka susbtrat yang ditambahkan ke dalam
sumur akan diubah menjadi produk. Proses enzimatik tersebut akan
mengakibatkan terjadinya perubahan warna. Perubahan warna tersebut
yang akan dikuantifikasi menggunakan spektrofotometer atau ELISA
reader.
ELISA dikerjakan pada alat yang disebut microplate. Microplate
terdiri dari 96 sumur dan terbuat dari plastik dimana protein dapat
teradsorbsi atau terikat dengan mudah. Jenis plastik yang digunakan
sebagai bahan pembuatan microplate adalah polystyrene, polypropylene,
polycarbonate. ELISA dapat digunakan untuk berbagai macam kebutuhan,
seperti menghitung tingkat antibodi, mendeteksi virus, mendeteksi
perubahan hormon, dan mendeteksi sirkulasi penanda inflamasi.
Keunggulan dan Kelemahan ELISA :
Jika dibandingkan dengan immunoassay yang lain, ELISA
memiliki banyak keunggulan. ELISA merupakan immunoassay yang
sangat sensitif karena dapat mendeteksi analit hingga konsentrasi
pikogram per mililiter (pg/ml). Selain itu, ELISA merupakan salah satu
jenis immunoassay yang bersifat kuantitatif. Dengan menggunakan ELISA
kita bukan hanya dapat mengetahui keberadaan antigen atau antibodi
dalam sampel namun dapat mengetahui kosentrasi antibodi atau antigen
tersebut secara tepat. ELISA ini juga bersifat reproducible sehingga hasil
yang didapatkan pada waktu dan tempat yang berbeda akan tetap sama.
Berdasarkan kelebihan tersebut, ELISA banyak digunakan baik dalam
bidang klinis maupun riset. Oleh karena itu sudah banyak pula orang
membuat kit yang berbasis ELISA. Keberadaan kit tersebut sangat
mempermudah proses analisis menggunakan ELISA.
Jika dilihat dari harga pemeriksaan, ELISA masih tergolong mahal
karena selain menggunakan antibodi spesifik, ELISA juga membutuhkan
enzim khusus yang dikonjugasikan pada antibodi. Selain itu, waktu analisa
yang dibutuhkan juga cukup lama, dari mulai sekitar dua jam hingga dua
hari (Thermo Scientifc, 2010). Pengerjaan ELISA baik yang manual
maupun kit cukup rumit, oleh karena itu dibutuhkan tenaga ahli dalam
pengerjaannya. Berbeda dengan aglutinasi dan imunokromatografi yang
sederhana dan bisa dilakukan siapa saja.
Tahapan dan Komponen ELISA :
a. Coating atau Capture
Pada tahap ini antigen atau antibodi target diimobilisasi
pada permukaan sumur microplate. Proses imobilisasi ini dapat
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pada proses
imobilisasi secara langsung (coating), antigen atau antibodi
target langsung terikat pada permukaan sumur microplate.
Reagen yang dibutuhkan pada tahap ini adalah coating buffer.
Coating buffer biasanya mengandung 0.2 M sodium carbonat
atau bicarbonat dengan pH 9.4.
Ketika antigen atau antibodi target dicampurkan dengan
coating buffer, antigen atau antibodi tersebut akan bermuatan
negatif sehingga dapat berikatan dengan permukaan sumur
microplate yang berumuatan positif. Antigen atau antibodi
target dapat menempel pada permukaan sumur microplate
karena adanya interaksi hidrofobik dan ionik. Kebanyakan
protein dapat terikat pada permukaan sumur microplate dalam
kondisi basa, tetapi tidak semua protein.
Jika antigen atau antibodi yang akan dianalisis hanya
berada dalam jumlah sedikit maka proses imobilisasi akan sulit
terjadi. Untuk mengatasi hal tersebut bisa dilakukan proses
imobilisasi tidak langsung. Pada proses imobilisasi secara tidak
langsung (capture), antigen atau antibodi target dapat terikat
pada permukaan sumur microplate dengan bantuan antigen atau
antibodi lain.
Diperlukan waktu inkubasi yang cukup lama sekitar dua
jam pada suhu ruang hingga semalaman pada suhu 4o°C untuk
memastikan protein target terikat pada permukaan sumur
microplate. Setelah proses coating selesai maka perlu dilakukan
pencucian menggunakan wash buffer yang terdiri dari 0.1 M
phosphate atau tris base, 0.15 M sodium chloride dengan pH
7.2. Wash buffer juga mengandung 0.05% Tween 20 yang
berfungsi sebagai detergen. Pencucian ini berfungsi untuk
membuang kelebihan protein atau molekul lain dari sumur
microplate.
b. Plate blocking
Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah
penempelan protein non target pada permukaan sumur
microplate. Oleh karena itu, pada tahap ini protein pembatas
ditambahkan untuk menutupi permukaan sumur microplate
yang belum terikat protein target. Reagen yang biasa digunakan
pada tahap ini adalah blocking buffer. Blocking buffer
mengandung 2% BSA yang dilarutkan pada wash buffer.
Blocking buffer yang digunakan tidak boleh mengandung
komponen yang dapat bereaksi dengan antibodi atau antigen
target. Diperlukan waktu inkubasi sekitar satu jam pada suhu
ruang atau semalaman pada suhu 4o°C untuk memastikan
semua permukaan microplate tertutup. Setelah masa inkubasi
selesai perlu dilakukan pencucian menggunakan wash buffer
untuk memastikan semua blocking buffer terbuang dari sumur
microplate. Proses pencucian diulang tiga sampai lima kali.
c. Probing atau Detection
Pada tahap ini dilakukan penambahan antigen atau antibodi
spesifik yang telah terkonjugasi dengan enzim sehingga dapat
mengenali antigen atau antibodi dalam sampel. Terdapat dua
jenis enzim yang biasa dikonjugasikan dengan antibodi, 18
yaitu Alkaline Phosphatase (AP) dan Horseradish Peroxidase
(HRP). Enzim AP memiliki berat molekul sebesar 140 kDa
sehingga sulit dikonjugasikan dalam jumlah banyak . Enzim ini
juga memiliki masalah stabilitas sehingga harus disimpan dan
ditangani secara tepat. Enzim HRP memiliki berat molekul
yang lebih kecil yaitu 40 kDa sehingga mudah dikonjugasikan
dalam jumlah banyak dan menjadi lebih sensitif. Pemilihan
jenis enzim akan mempengaruhi sinyal yang dihasilkan. Sinyal
deteksi sebenarnya dapat diamplifikasi dengan cara
memodifikasi antibodi deteksi, misalnya dengan menggunakan
avidin atau streptavidin yang dikombinasikan dengan biotin.
Avidin dan streptavidin merupakan protein yang dapat
terikat kuat dengan biotin. Biotin adalah vitamin yang dapat
berikatan dengan protein, antibodi, dan biomolekul lain.
Karena biotin memiliki ukuran yang kecil maka sebuah avidin
atau streptavidin dapat mengikat lebih dari satu biotin.
Kemudian biotin tersebut dikonjugasikan dengan enzim. Hal
tersebut menyebabkan satu antibodi dapat dikonjugasikan
dengan lebih dari satu enzim. Amplifikasi Sinyal Biotin-
Avidin/Streptavidin. Jumlah antibodi deteksi (enzim konjugat)
harus tepat karena akan mempengaruhi sinyal yang dihasilkan.
Semakin sedikit enzim konjugat yang digunakan maka sinyal
akan semakin lemah. Semakin banyak enzim konjugat yang
digunakan maka sinyal akan semakin kuat tetapi dapat juga
meningkatkan 19 background dari ELISA . Oleh karena itu,
disarankan melakukan tahapan optimasi jumlah enzim konjugat
yang akan digunakan. Diperlukan waktu inkubasi sekitar satu
jam pada suhu ruang atau semalaman pada suhu 4o°C untuk
memastikan antibodi deteksi berikatan dengan antigen target.
Setelah masa inkubasi selesai perlu dilakukan pencucian
menggunakan wash buffer untuk membuang kelebihan antibodi
deteksi. Proses pencucian diulang tiga sampai lima kali.
d. Signal Measurement
Tahap ini diawali dengan penambahan susbtrat ke dalam
sumur microplate. Subtrat yang digunakan berupa senyawa
kromogenik. Penggunaan senyawa kromogenik sebagai
substrat memiliki keunggulan antara lain: perubahan warna
yang kuat; pengikatan antara enzim dan susbtrat kuat; dan
memiliki hubungan linier antara intensitas dan enzim. Substrat
tersebut harus disesuaikan dengan enzim yang dikonjugasikan
dengan antibodi. Jika enzim yang digunakan adalah AP maka
substrat yang bisa digunakan adalah p-nitrophenyl phosphate
(PNPP) atau 5-bromo-4-chloro-3- indolyl-phosphate atau nitro
blue tetrazolium (BCIP/NBT). Jika enzim yang digunakan
adalah HRP maka bisa menggunakan substrat 3,3'-5,5'
tetramethylbenzidine (TMB), o-Phenylenediamine
dihydrochloride (OPD), atau 2,2'-azino-bis(3-
ethylbenzothiazoline-6-sulphonic acid) (ABTS). Ketika
substrat ditambahkan akan terjadi reaksi enzimatik yang
menyebabkan perubahan warna. Sebelum sinyal diukur, reaksi
enzimatik perlu dihetikan terlebih dahulu menggunakan stop
solution yang mengandung 1M H3PO4 atau 2N H2SO4.
Perubahan warna tersebut diukur menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 450 nm.
Jenis-Jenis ELISA :
Semenjak pertama kali dikenalkan pada abad ke 20, sudah ada
empat jenis ELISA yang berhasil dikembangkan, yaitu jenis
langsung (direct), tidak langsung (indirect), sandwich, dan
kompetitif.
a. ELISA direct
ELISA jenis ini merupakan ELISA yang paling
sederhana. Antigen target diimobilisasi pada permukaan
sumur microplate secara langsung. ELISA direct hanya
menggunakan satu jenis antibodi deteksi yang terkonjugasi
dengan enzim. ELISA direct memiliki beberapa
keunggulan yaitu sederhana, cepat, relatif lebih murah, dan
mengurangi kemungkinan cross reactivity. Kekurangan
ELISA jenis ini yaitu tidak dapat mengamplifikasi sinyal
sehingga kurang sensitif
b. ELISA indirect
ELISA jenis indirect merupakan hasil
pengembangan ELISA direct. Pada ELISA jenis ini sinyal
dapat diamplifikasi. Sama seperti ELISA direct, antigen
target pada ELISA ini diimobilisasi pada permukaan sumur
microplate secara langsung. Namun ELISA indirect
menggunakan dua jenis antibodi, yaitu antibodi deteksi
yang tidak terkonjugasi dengan enzim (antibodi primer) dan
antibodi yang terkonjugasi dengan enzim (antibodi
sekunder). Jenis antibodi primer yang biasanya digunakan
adalah antibodi monoklonal sedangkan jenis antibodi
sekundernya adalah antibodi poliklona;. Kekurangan
ELISA jenis ini yaitu adanya kemungkinan cross reactivity
antara antibodi primer dan sekunder.
c. ELISA sandwich
ELISA sandwich merupakan jenis ELISA yang
paling sering digunakan dalam bidang klinis maupun riset.
Berbeda dengan dua jenis ELISA sebelumnya, ELISA jenis
ini diawali dengan tahap capture. Antigen target
diimobilisasi dengan bantuan antibodi lain yang disebut
antibodi capture. Oleh karena itu, ELISA sandwich
membutuhkan dua antibodi atau lebih. Antibodi yang
bertugas untuk membantu proses imobilisasi antigen
disebut antibodi capture sedangkan antibodi yang berfungsi
untuk mendeteksi kehadiran antigen disebut antibodi
deteksi. Kedua antibodi tersebut harus dapat mengenali
epitop yang berbeda. ELISA sandwich memiliki
keunggulan dibanding dua jenis sebelumnya, yaitu lebih
spesifik dan dapat mengamplifikasi sinyal. Kekurangan
jenis ini adalah lebih mahal, lebih lama, dan adanya
kemungkinan cross reactivity.
d. ELISA kompetitif
Pada ELISA jenis ini, antigen yang berlabel akan
berkompetisi dengan antigen yang tidak berlabel untuk
berikatan dengan antibodi primer. Pengukuran sinyal pada
ELISA jenis ini berbeda dengan ketiga jenis sebelumnya.
Jika pada ketiga jenis lain semakin banyak antigen dalam
sampel maka sinyalnya akan semakin kuat. Namun, pada
ELISA ini semakin banyak 22 antigen dalam sampel,
semakin sedikit antigen berlabel yang terikat pada sumur
dan sinyalnya akan semakin lemah.
Aglutinasi
Reaksi aglutinasi dapat terjadi antara antigen yang terlarut (soluble)
dengan antibodi yang tidak terlarut (insoluble) atau sebaliknya. Antigen
atau antibodi dapat dibuat menjadi tidak terlarut dengan cara
mengikatkannya pada permukaan carier seperti partikel latex.
Penggumpalan terjadi jika molekul antigen memiliki berbagai macam
epitop yang menyebabkan ikatan silang.
Presipitasi
Reaksi presipitasi dapat terjadi antara antigen yang terlarut dengan
antibodi yang terlarut juga. Ketika sejumlah antibodi terlarut dicampurkan
dengan antigen terlarut maka akan terjadi interaksi antibodiantigen yang
menyebabkan pengendapan. Reaksi presipitat dipengaruhi oleh jumlah
epitop yang dimiliki antigen dan jumlah antibodi yang dapat terikat pada
antigen tersebut. Reaksi Presipitasi
Fiksasi Komplemen
Keberadaan antibodi spesifik pada serum pasien dideteksi
menggunakan antigen, komplemen, dan sel darah merah Jika di dalam
serum terdapat antibodi maka akan terjadi reaksi pengikatan antara
antibodi dengan antigen dalam reagen secara spesifik. Penambahan
komplemen yang terikat pada kompleks antigen-antibodi akan membentuk
sistem yang memungkinkan sel darah merah menjadi pellet. Jika kompleks
antigen-antibodi tidak terbentuk maka penambahan komplemen akan
melisiskan sel darah merah. Jenis immunoassay ini jarang digunakan.
Sumber :