Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

SISTEM KOMUNIKASI INTERPERSONAL

OLEH :

ULVIRA BADRIYAH KUMARA

18090000171

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MERDEKA

MALANG

2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya izin,
rahmat, dan kuasaNya kami masih diberikan kesehatan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul Sistem Komunikasi Interpersonal
Pada kesempatan ini tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak terutama kepada Dosen pengajar Mata Kuliah Psikologi
komunikasi yang telah memberikan tugas ini kepada saya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita,khususnya mengenai Sistem Komunikasi
Interpersonal. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan masih jauh dari apa yang diharapkan.
Untuk itu, saya berharap kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah
ini di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat
bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya.

Malang, 7 Oktober 2019


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan masalah
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Persepsi Interpersonal
2.2 Konsep Diri
2.3 Atraksi Interpersonal
2.4 Hubungan Interpersonal
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semenjak Manusia dilahirkan Komunikasi adalah ilmu dan anugrah Tuhan


Yang Maha Kuasa, kita mulai mengenal dan memahami sekeliling kita,
beradaptasi, memaknai setiap hakekat. Menuangkan gagasan dalam sebuah
susunan komunikasi dan Bahasa. Komunikasi adalah sebuah transaksi yang
sangat purba. Dan masih kita pakai hingga sekarng.

Manusia adalah "zoon politicon" saling membutuhkan satu sama lainnya,


yang sering kita sebut sebagai makhluk sosial. Keberadaan kelompok atau
individu lain adalah kepastian dan keharusan, kita tidak bisa hidup sendiri
didunia ini. Bahkan Tarzan pun tak bisa. Kita tak hanya membutuhkan
orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidup kita seperti makan dan
pakaian, tetapi kita juga memerlukan orang lain untuk saling berinteraksi
dan berkomunikasi.

Komunikasi pun menurut beberapa ahli dibedakan menjadi beberapa


kelompok salah satunya yaitu komunikasi Interpersonal atau Komunikasi
Antar pribadi yang melibatkan 2 atau 3 orang saja. Memang hal itu pun
masih sederhana bila untuk membahas komunikasi interpersonal, namun
ketika kita kaitkan antara Komunikasi Interpersonal dengan Persepsi
Interpersonal maka kita akan melihat bagaimana luas pembahasan 2 atau 3
orang saja.

Pada kesempatan ini Penyusun akan memaparkan persepsi interpersonal


dan kaitannya terhadap komunikasi. Faktor faktor yang mempengaruhnya
juga kendala dan manfaat membahasnya.

Dan semoga makalah ini memberikan masukan positif bagi pembacanya


pada umumnya. Dan penyusun pada khususnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Persepsi Interpersonal
2. Konsep Diri
3. Atraksi Interpersonal
4. Hubungan Interpersonal
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Persepsi Interpersonal

Pernahkah kita menjumpai seseorang yang duduk nongkrong (Jongkok)


dipinggir jalan di sore hari, lalu matanya terkadang semu memandang dan sesekali
melihat lalu lalang kendaraan yang lewat dihadapannya sambil menghisap
sepuntung rokok. Dengan baju kemeja lengan panjang, namun tak rapi, lusuh
dengan membuka 3 kancing bajunya. Apa yang anda pikirkan tentang orang itu?
Kita sering kali mempersepsi orang tersebut sebagai pengguran yang malas
berkerja, atau tak pernah dapat kerja. Atau dia adalah seseorang yang baru saja
dibebas tugaskan dari pekerjaannya. Sambil pusing memikirkan nasib hidupnya
dikemudian hari. Tapi apakah benar orang itu seperti yang kita persepsi. Bisa saja
orang tersebut adalah juru parkir ilegal. Atau seorang pekerja yang baru saja pulang
dari pekerjaannya sambil beristrahat melepas lelahnya.

Persepsi Interpersonal didefinisikan sebagai "memberikan makna terhadap


stimuli inderawi yang berasal dari seseorang(komunikan), yang berupa
pesan verbal dan nonverbal" (Jalaludin Rakhmat, 2005) kita pun bisa
menyadari bahwa ternyata kita pun hidup dalam persepsi orang lain. Dan
orang lain pun hidup dalam persepsi kita.

Agar tidak mengkaburi antara antara persepsi interpersonal dengan persepsi


objek. Jalaludin Rahmat memberikan empat perbedaan antara persepsi
interpersonal dengan persepsi objek :

"Pertama, pada persepsi objek, stimuli ditangkap oleh alat indera kita
melalui benda-benda fisik; gelombang, cahaya, gelombang suara,
temperature, dan sebagainya; pada persepsi interpersonal, stumuli mungkin
sampai kepada kita melalui lambang-lambang verbal atau grafis yang
disampaikan fihak ketiga.
Kedua, bila kita menanggapi objek, kita hanya menanggapi sifat-sifat luar
obyek itu; kita tidak meneliti sifat-sifat batiniyah obyek itu. Pada persepsi
interpersonal kita mencoba memahami apa yang tampak pada alat indera
kita.

Ketiga, ketika kita mempersepsi objek, objek tidak bereaksi kepada kita;
kita pun tidak memberikan reaksi emosional padanya. Dalam persepsi
interpersonal, faktor-faktor personal anda, dan karakteristik orang yang
ditanggapi serta hubungan anda dengan orang tersebut, menyebabkan
persepsi interpersonal sampai cenderung untuk keliru.

Keempat, objek relatif tetap, sedangkan manusia berubah-ubah. Persepsi


interpersonal yang berobjekkan manusia kemudian menjadi mudah salah."

1. Pengaruh Faktor-faktor Situasional pada Persepsi Interpersonal

a. Dalam mempersepsi seseorang kita dapat melihatnya dari faktor faktor


Situasional. Yaitu situasi yang bisa kita amati saat kita berjumpa dengan
orang lain. Dimana kita cenderung secara spontan telah memberi makna
terhadap faktor faktor tersebut, yang antara lain adalah Deskripsi
Verbal, Petunjuk Proksemik, Petunjuk kinesik, Petunjuk Wajah,
Petunjuk Paralinguistik dan Petunjuk Artifaktual.
b. Deskripsi verbal

Menurut eksperimen Solomon E. Asch tentang bagaimana


rangkaian kata sifat menentukan persepsi orang, kata yang pertama akan
mengarahkan penilaian selanjutnya. Pengaruh kata pertama disebut
sebagai primacy effect. Contoh bila saya kisahkan calon istri anda
cerdas, rajin, licah, kritis, kepala batu, dan dengki. Maka, anda akan
membayangkan dia sebagai orang yang “bahagia”, “humoris”, dan
“mudah bergaul”. Akan tetapi, bila rangkaian itu dibalik, dimulai dari
dengki, kepala batu, dan seterusnya, kesan anda tentang dia berubah.
Menurut teori Asch, ada kata-kata tertentu yang mengarahkan seluruh
penilaian kita tentang orang lain. Jika kata tersebut berada ditengah
rangkaian kata maka disebut central organizing trait. Pada eksperimen
yang lain, Asch membagikan daftar A dan B di bawah ini kepada dua
kelompok ;

Daftar stimulus A Daftar stimulus B

Cerdas Cerdas

Terampil Terampil

Rajin Rajin

Hangat Dingin

Teguh Teguh

Praktis Praktis

Waspada Waspada

Kata-kata hangat-dingin telah mewarnai seluruh kesan kita. Kata-kata


inilah yang disebut Central organizing trait. Menurut teori ini, ada
kata-kata yang mengarahkan seluruh penilaian kita tentang orang lain.

c. Petunjuk Proksemik

Proksemik adalah studi tentang penggunaan jarak daam


menyamaikan pesan; istilah ini dilahirkan oleh antroplog intercultural
Edward T. Hall.
Hall membagi jarak dalam empat corak: jarak publik, jarak sosial,
jarak personal, dan jarak akrab.

Jarak intim ketika berpelukan, berpegangan atau berbisik

 Bentuk dekat - kurang dari 15 cm


 Bentuk jauh - 15 sampai 45 cm

Jarak personal ketika berinteraksi antar teman akrab

 Bentuk dekat - 45 sampai 75 cm


 Bentuk jauh - 75 sampai 120 cm

Jarak sosial ketika bertemu dengan kenalan

 Bentuk dekat - 1.2 sampai 2.1 m


 Bentuk jauh - 2.1 sampai 3.6 m

Jarak publik ketika berhubungan dengan masyarakat

 Bentuk dekat - 3.6 sampai 7.5 m


 Bentuk jauh - 7.5 m lebih" (dalam Wikipedia)

Disini dikatakan bahwa jarak yang dibuat individu dalam hubungannya


dengan orang lain menunjukkan tingkat keakraban di antara mereka.
Betulkah kita memersepsi orang lain dengan melihat jarakanya dengan kita
? bagaimana penanggap menyimpulkan sesuatu dari jarakinterpersonal?

Pertama, kita menyimpulkan keakraban seseorang dengan orang lain


dari jarak mereka, seperti yang kita amati. Bila kawan kita selalu membuat
jarak dengan istrinya kita menduga mereka bukan pasangan yang bahagia.
Bila saat yang sama, ia terlihat duduk berdekatan dengan wanita lain, kita
menyimpulkan hubungannya dengan wanita itu lebih daripada sabahat
sekantor. Walaupun kawan kita berusaha meyakinkan kita akan kecintaan
pada istrinya, kita telah memercayai percept yang kita peroleh secara
proksemik. Jadi kita menganggap orag lain berdasarkan jarak yang dibuat
orang itu dengan orang lain atau jarak yang dibuat orang itu dengan kita.

d. Petunjuk Kinesik

Petunjuk kinesik adalah persepsi yang didasarkan kepada gerakan orang


lain yang ditunjukkan kepada kita. Beberapa penelitian membuktikan
bahwa persepsi yang cermat tentang sifat-sifat dari pengamatan petunjuk
kinesik. Begitu pentingnya petunjuk kinesik, sehingga apabila petunjuk-
petunjuk lalin (seperti ucapan) bertentangan dengan petunjuk kinesik, orang
mempercayai yang terakhir. Mengapa? Karena petunjuk kinesik adalah
yang paling sukar untuk dikendalikan secara sadar oleh orang yang menjadi
stimuli (selanjutnya disebut persona stimuli-orang yang dipersepsi;lawan
dari persona penanggap) (Jalaludin Rahmat, 2005)

Hafied Cangara(2003:110) mengatakan Kinesik ialah kode non-verbal


yang ditunjukkan oleh gerakan-gerakan badan. Yang dibedakan menjadi
lima macam

1. Emblems, ialah isyarat yang punya arti langsung pada simbol


yang dibuat oleh gerakan badan. Contoh, acung jempol berarti
yang terbaik untuk orang Indonesia
2. Illustrator, ialah isyarat yang dibuat dengan gerakan-gerakan
badan untuk menjelaskan sesuatu, misalnya membuka telapak
tangan kebawah setinggi pinggul untuk menunjukkan objek
yang dimaksud pendek.
3. Affect displays, ialah isarat yang terjadi karena adanya dorongan
emosional sehinggat berpengaruh pada ekspresi muka, misalnya
tertawa, menangis, tersenyum dan sebagainya.
4. Regulators, ialah gerakan-gerakan tubuh yang terjadi pada
daerah kepala, menggaruk garuk kepala tanda bingung,
mengangguk tanda setuju, dan menggeleng tanda menolak.
5. Adaptory, ialah gerakan badan yang dilakukan sebagai tanda
kejengkelan. Misalanya meggerutu, mengepalkan tinju,
membunyikan sendi sendi tangan.

Selain gerakan badan yang dilakukan oleh kepala dan tangan, juga gerakan gerakan
kaki bisa memberi isyarat seperti halnya posisi duduk, berkacak pinggang dan
sebagainya.

e. Petunjuk Wajah

Seperti petunjuk kinesik, petunjuk wajah pun menimbulkan persepsi


yang dapat diandalkan. Cicero, tokoh retorika Romawi, berkata, “Wajah
adalah cerminan jiwa”. Shakespeare, penyair inggris, menulis dalam
Macbeth, “Your face… is a book where men may read strange matters”.
Kata-kata sastra ini telah diteliti para psikolog sosial. Ekman (1975)
merancang serangkaian foto yang mengungkapkan berbagai emosi.
Penelitian Ekman dikritikkarena ada kemungkinan keseragaman
persepsi wajah disebakan kontak kultural bangsa-bangsa tersebut.
Ekman dan kawan-kawannya melkaukan penelitian lagi pada
kelompok-kelompok Irian yang terasing, mereka tidak mengalami
kontak budaya. Respons mereka pun hamper sama.

Diantara petunjuk verbal petunjuk facial adalah yang paling penting


dalam mengenali perasaan persona stimuli.

f. Petunjuk Paralinguistik

Yang dimaksud paralinguistic ialah bagaimana cara orang


mengucapkan lambing-lambang verbal. Petunjuk paralinguistic
mencerminkan bagaimana mengucapkannya, meliputi tinggi-rendahnya
suara, tempo bicara, gaya verbal (dialek), dan interaksi (perilaku ketika
melakukan komunkasi atau obrolan.

Misalnya ketika seseorang anak mengatakan pada Ayahnya Aku ingin


pergi kerumah teman malam ini dengan terbatah batah. Itu
menunjukkan kegugupan, dan bisa saja ayahnya justru berpersepsi
anaknya telah berusaha membohonginya. Dan Suara keras Ayahnya
mengatakan Hey, kamu bohong ya ? itu menunjukkan kemarahan ayah.

Perilaku komunikasi (cara berbicara) dapat memberi petunjuk


tentang kepribadian persona stimuli, suara dapat mengungkapkan
keadaan emosional.

Namun suatu kesalahan sering sekali terjadi bila komunikasi


berlangsung dari etnik berbeda atau yang berlatar belakang berbeda.
Misalnya contoh Anak dan Ayah tadi. Bagaimana bila ternyata mereka
berasal dari etnik Batak dan anaknya memang gagap? Penafsiran pun
akan berbeda bila kita yang berasal dari etnik lain dan tidak mengetahui
apa yang sebenarnya terjadi pada anak dan ayah tersebut.

g. Petunjuk Artifaktual

Meliputi segala macam penampilan (appearance) sejak potongan


tubuh, kosmetik yang dipakai, baju, tas, pangkat, badge, dan atribut-
atribut lainnya.
Kita pun cenderung membentuk kesan tentang orang lain dari bentuk
tubuhnya.
Bila kita mengetahui bahwa seseorang memiliki satu sifat (misalnya
cantik), kita akan beranggapan bahwa ia memiliki sifat-sifat tertentu
(misalnya periang); ini disebut halo effect.
2. Pengaruh Faktor-Faktor Personal pada Persepsi Interpersonal

Kecermatan persepsi interpersonal bukan hanya berpengarah pada


komunikasi interpersonal, tetapi juga pada hubungan interpersonal. Kualitas
komunikasi interpersonal kita akan lebih didukung dengan kecermatan
persepsi.

Pada bagian ini kita justru tidak membahas tentang proses persepsi itu
sendiri malainkan faktor-faktor personal yang mempengaruhi kecermatan
persepsi. Faktor faktor personal seperti Pengalaman, Motivasi dan
Kepribadian.

a. Pengalaman

Pengalaman memengaruhi kecermatan persepsi.


Pengalaman tidak selalu lewat proses belajar formal. Pengalaman
kita bertambah juga melalui rangkaian peristiwa yang pernah kita
hadapi.

Inilah yang menyebabkan seorang ibu segera melihat hal yang tidak
beres pada wajah anaknya atau pada petunjuk kinesik lainnya. Ibu
lebih berpengalaman memersepsi anaknya, daripada bapaknya. Ini
juga sebabnya mengapa lebih sukar berdusta didepan orang yang
paling dekat.

b. Motivasi

Motivasi lebih menstimulus kita untuk melakukan respon,


misalnya ketika kita lelah kita akan lebih memilih untuk beristirahat.

Motivasi yang sering mempengaruhi persepsi interpersonal adalah


kebutuhan untuk mempercayai "dunia yang adil" artinya kita
mempercayai dunia ini telah diatur secara adil.
c. Kepribadian

Dalam psikoanalisis dikenal proyeksi, sebagai salah satu


cara pertahanan ego. Proyeksi adalah mengeksternalisasikan
pengalaman subjektif secara tidak sadar. Orang melempar perasaan
bersalahnya pada orang lain. Maling teriak maling adalah contoh
tipikal dari proyeksi. Pada persepsi interpersonal, orang
mengenakan pada orang lain sifat-sifat yang ada pada dirinya, yang
tidak disenanginya. Sudah jelas, orang yang banyak melakukan
proyeksi akan tidak cermat menanggapi persona stimuli, bahkan
mengaburkan gambaran sebenarnya. Sebaliknya, orang yang
menerima dirinya apa adanya, orang yang tidak dibebani perasaan
bersalah, cenderung menafsirkan orang lain lebih cermat. Begitu
pula orang yang tenang, mudah bergaul dan ramah cenderung
memberikan penilaian posoitif pada orang lain. Ini disebut leniency
effect.

3. Proses Pembentukan Kesan

Kesan yang muncul akan membawa kita menentukan persepsi. Juga


sebaliknya persepsi juga akan membuat kita memberikan kesan terhadap
orang lain.

Komunikasi yang nyaman muncul dari persepsi dan kesan yang


positif. Bertemu dengan orang yang sudah kita takuti, sudah kita segani
cenderung akan membuat kita tidak nyaman saat berkomunikasi.

Proses pembentukan kesan menurut jalaludin rahmat (2005) terdiri


dari Stereotyping, Imlplicit Personal Theory dan Atribusi.

a. Strereotyping
Stereotipe adalah pendapat atau prasangka mengenai orang-orang dari
kelompok tertentu, dimana pendapat tersebut hanya didasarkan bahwa
orang-orang tersebut termasuk dalam kelompok tertentu tersebut. Stereotipe
dapat berupa prasangka positif dan negatif, Sebagian orang menganggap
segala bentuk stereotipe negatif. Stereotipe jarang sekali akurat, biasanya
hanya memiliki sedikit dasar yang benar, atau bahkan sepenuhnya dikarang-
karang (wikipedia)

Stereotyping ini juga menjalaskan terjadinya primacy effect dan halo


effect yang sudah kita jelaskan dimuka. Primacy effect secara sederhana
menunjukkan bahwa kesan pertama amat menentukan; karena kesan itulah
yang menentukan kategori. Begitu pula, halo effect. Persona stimuli yang
sudah kita senangi telah mempunyai kategori tertentu yang positif, dan pada
kategori itu sudah disimpan semua sifat yang baik.

b. Implicit Personality Theory

Memberikan kategori berarti membuat konsep. Konsep "makanan"


mengelompokkan donat, pisang, nasi, dan biscuit dalam kategori yang
sama. Konsep "bersahabat" meliputi konsep-konsep ramah, suka
menolong, toleran, tidak mencemooh dan sebagainya. Disini kita
mempunya asumsi bahwa orang ramah pasti suka menolong, toleran,
dan tidak akan mencemooh kita. Setiap orang mempunyai konsepsi
tersendiri tentang sifat-sifat apa yang berkaitan dengan sifat-sifat apa.
Konsepsi ini merupakan teori yang dipergunakan orang ketika membuat
kesan tentang orang lain. Teori ini tidak pernah dinyatakan, kerena itu
disebut implicit personality theory. Dalam kehidupan sehari-hari, kita
semua psikolog, amatir, lengkap dengan berbagi teori kepribadian.
Suatu hari anda menemukan pembantu anda sedang bersembahyang,
anda menduga ia pasti jujur, saleh, bermoral tinggi. Teori anda belum
tentu benar, sebab ada pengunjung masjid atau gereja yang tidak saleh
dan tidak bermoral.
c. Atribusi

Atribusi adalah proses menyimpulkan motif, maksud, dan


karakteristik orang lain dengan melihat pada perilkunya yang tampak.

Fritz Heider (1958) adalah yang pertama menelaah atribusi


kausalitas. Menurut Heider, bila kita mengamati perilaku sosial,
pertama-tama kita menentukan dahulu apa yang menyebabkannya;
factor situasional atau personal; dalam teori atribusi lazim disebut
kausalitas eksternal dan kausalitas internal (Jones dan Nisbett, 1972).

Bagaimana kita mengetahui bahwa perilaku orang lain disebabkan


factor internal, dan bukan factor eksternal? Menurut Jones dan Nisbett,
kita dapat memahami motif persona stimuli dengan memperhatikan dua
hal. Pertama, kita memfokuskan perhatian pada perilaku yang hanya
memungkinkan satu atau sedikit penyebab. Kedua, kita memusatkan
perhatian pada perilaku yang menyimpang dari pola perilaku yang biasa.

Menurut teori atribusi dari Harold Kelly (1972), kita menyimpulkan


kausalitas internal atau eksternal dengan memperhatikan tiga
hal: konsensus, -apakah orang lain bertindak sama seperti
penanggap; konsistensi – apakah penanggap bertindak yang sama pada
situasi lain; dan kekhasan (distinctiveness) –apakah orang itu bertindak
yang sama pada situasi lain, atau hanya pada situasi ini saja. Menurut
teori Kelly, bila ketiga hal itu sangat tinggi, orang akan melakukan
atribusi kausalitas eksternal.

Sekarang bagaimana kita dapat menyimpulkan bahwa persona stimuli


jujur atau munafik (atribusi kejujuran-attribution of honesty)? Menurut
Robert A. Baron dan Donn Byrne (1979:70-71), kita akan
memperhatikan dua hal: (1) sejauh mana pernyataan orang itu
menyimpang dari pendapat yang popular dan diterima orang, (2) sejauh
mana orang itu memperoleh keuntungan dari kita dengan pernyataan itu.
4. Pembentukan Kesan

Kecermatan persepsi interpersonal dimudahkan oleh petunjuk-


petunjuk verbal dan non verbal, dan dipersulit oleh factor-faktor personal
penangkap. Kesulitan persepsi juga timbul karena persona stimuli berusaha
menampilkan petunjuk-petunjuk tertentu untuk menimbulkan kesan tertentu
pada diri penangkap. Erving Goffman menyebut proses ini pengelolaan
kesan (Impression management).

Peralatan lengkap yang kita gunakan untuk menampilkan diri ini


disebut front. Front terdiri dari panggung (setting), penampilan
(appearance), dan gaya bertingkah laku (manner). Panggung adalah
rangkaian peralatan ruang dan benda yang kita gunakan. Penampilan berarti
menggunakan petunjuk artifaktual. Gaya bertingkah laku menunjukkan cara
kita berjalan, duduk, berbicara, memandang, dan sebagainya.

5. Pengaruh Persepsi Interpersonal pada Komunikasi Interpersonal

Perilaku kita dalam komunikasi interpersonal amat bergantung pada


persepsi interpersonal. Karena perspsi yang keliru, seringkali terjadi
kegagalan dalam komunikasi. Kegagalan komunikasi dapat diperbaiki bila
orang menyadari bahwa persepsinya mungkin salah. Komunikasi
interpersonal kita akan menjadi lebih baik bila kita mengetahui bahwa
persepsi kita bersifat subjektif dan cenderung keliru. Kita jarang meneliti
kembali persepsi kita. Akibat lain dari persepsi kita yang tidak cermat ialah
mendistorsi pesan yang tidak sesuai dengan persepsi kita. Persepsi kita
tentang orang lain cenderung stabil, sedangkan persepsi stimuli adalah
manusia yang selalu berubah. Adanya kesenjangan antara persepsi dengan
realitas sebenarnya mengakibatkan bukan saja perhatian selektif, tetapi juga
penafsiran pesan yang keliru.
2.2 Konsep Diri

Bagaimana kita menanggapi perilaku orang lain- menerangkan sifatnya,


mengambil kesimpulan tentang penyebab perilakunya, dan menentukan
apakah petunjuk-petunjuknya yang tampak itu orisinal atau hanya pulasan
saja. Ternyata kita tidak hanya menanggapi orang lain; kita juga memersepsi
diri kita.

Bagaimana bisa terjadi , kita menjadi subjek dan objek persepsi


sekaligus? Menurut Carles Horton Cooley, kita melakukannya denagn
membayangkan diri kita sebagai orang lain; dalam benak kita. Cooley
menyebutnya looking glass self (diri cermin); seakan-akan menaruh cermin
di depan kita.

Dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan


penilaian diri kita. Ini disebut konsep diri. Lalu apa yang disebut konsep diri
? William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai “those physical,
and psychological perceptions of ourselves that we have derived from
experience and othe our interaction with others”. Jadi, konsep diri adalah
pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh
bersifat psikologi, sosial, dan fisis.

Dalam psikologi sosial, komponen kognitif disebut citra diri (self image)
dan komponen afektif disebut harga diri ( self esteem). Keduanya menurut
William dan Philip, berpengaruh besar pada pola komunikasi interpersonal.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Konsep Diri

a. Orang lain

Ada yang paling berpengaruh yaitu orang-orang yang paling dekat


dengan kita. George Herbert Mead menyebut mereka Signicant
Others – orang lain yang sangat penting seperti orang tua, saudara-
saudara, dan orang-orang yang tinggal satu rumah dengan kita.

Sedangkan Richard Dewey dan W.J Humber menamainya Affective


Others – orang lain yang mempunyai ikatan emosional dengan kita.

Pandangan diri kita tentang keseluruhan pandangan orang lain


terhadap kita disebut generalized others. Mengambil peran sebagai
ibu, ayah, atau sebagai generalized others disebut role taking.

b. Kelompok rujukan (Reference Group)

Dengan melihat kelompok ini, orang mengarahkan perilakunya dan


menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya yang akan
menjadi ukuran perilaku.

Pengaruh Konsep Diri pada Komunikasi Interpersonal

c. Nubuat yang dipenuhi sendiri

Kecenderungan untuk bertingkah laku sesuai dengan konsep diri


disebut segai nubuat yang dipenuhi sendiri. Bila berpikir kita bodoh,
maka kita akan benar-benar menjadi bodoh.”YOU DON’T THINK
WHAT YOU ARE, YOU ARE WHAT YOU THINK”.

d. Membuka Diri

Pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi, dan pada


saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan
pengetahuan tentang diri kita.

e. Selektivitas
Konsep diri menyebabkan terpaan selektif (selective exposure),
persepsi selektif (selective perception), ingatan selektif (selective
attention), dan penyandian selektif (selective encoding).

2.3 Atraksi Interpersonal

Kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang, kita sebut
sebagai atraksi interpersonal.

Faktor-faktor Personal yang Memengaruhi Atraksi Interpersonal

A. Kesamaan Karakteristik Personal

Orang-orang yang memiliki kesamaan dalam nilai-nilai, sikap,


keyakinan, tingkat sosioekonomis, agama, ideologis, cenderung
saling menyukai.

Kata Heider, “…kita cenderung menyukai orang, kita ingin mereka


memilih sikap yamg sama dengan kita”. Kita akan resah jika orang
yang kita sukai menyukai apa yang kita benci.

B. Tekanan Emosional (Stress)

Bila seseorang sedang cemas atau harus memikul tekanan


emosional, ia akan menginginkan kehadiran orang lain. Situasi
penimbul cemas (anxiety producing situations) meningkatkan
kebutuhan akan kasih sayang. Orang-orang yang pernah mengalami
penderitaan bersama-sama akan membentuk kelompok yang
bersolidaritas tinggi.

C. Isolasi Sosial

Isolasi sosial adalah pengalaman yang tidak enak. Tingkat isolasi


sosial amat besar pengaruhnya terhadap kesukaan kita pada orang
lain. Karena manusia cenderung menyukai orang yang
mendatangkan kebahagiaan maka dalam konteks isolasi sosial,
kecenderungannya untuk menyenangi orang lain bertambah.

Faktor-faktor Situasional yang Memengaruhi Atraksi Interpersonal

a. Daya tarik fisik (physical attractiveness)

Daya tarik fisik sering menjadi penyebab utama atraksi personal.


Kita senang pada orang-orang yang tampan atau cantik. Mereka
sangat mudah memperoleh simpati dan perhatian orang. Karangan
orang yang dianggap cantik dinilai lebih baik daripada karangan
serupa yang dibuat orang yang dipandang jelek. Jadi, tidak salah jika
pengusaha menggunakan wanita-wanita cantik bukan saja untuk
promosi dan iklan, tetapi juga untuk menjadi petugas hubungan
masyarakat.

b. Ganjaran (Reward)

Kita akan menyukai orang yang memberikan ganjaran kepada kita.


Seperti bantuan, dorongan moral, pujian, atau hal-hal yang
meningkatkan harga diri kita.

c. Keakraban (familiarity)

Dicerminkan dalam peribahasa Indonesia, “Tak kenal , maka tak


sayang” (lebih jelas lagi dalam bahasa jawa “witing tresno jalaran
soko kulino”).

Makin sering subjek melihat wajah-wajah tertentu, ia makin


menyukainya.

d. Kedekatan (proximity)
Orang cenderung menyukai mereka yang tempat tinggalnya
berdekatan, atau mahasiswa yang duduk berdekatan akan lebih
mudah menjalin persahabatan.

e. Kemampuan (competence)

Kita cenderung menyukai orang-orang yang memiliki


kemampuan lebih tinggi daripada kita, atau lebih berhasil
kehidupannya.

Pengaruh Atraksi Interpersonal pada Komunikasi Interpersonal

a. Penafsiran Pesan dan Penilaian

Ketika kita menyenangi seseorang, kita cenderung melihat segala


hal yang berkaitan dengan dia secara positif. Sebaliknya, jika kita
membencinya, kita cenderung melihat karakteristiknya secara negatif.

b. Efektifitas Komunikasi

Komunikasi interpersonal dinyatakan efektif bila pertemuan


komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan.
Apabila berkumpul dengan orang-orang yang kita benci akan membuat
kita tegang, resah, dan tidak nyaman. Kita akan menutup diri dan
menghindari komunikasi.

2.4 Hubungan Interpersonal

Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal


yang baik. Kegagalan komunikasi sekunder terjadi bila isi pesan kita
dipahami, tetapi hubungan antara komunikan menjadi rusak.

Teori-teori hubungan Interpersonal


a. Model Pertukaran Sosial

Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu


transaksi dagang. Ganjaran, biaya, laba, dan tingkat perbandingan
merupakan empat konsep pokok dalam teori ini.

Ganjaran adalah setiap akibat yang dinilai positif yang


diperoleh seseorang dari suatu hubungan.

Biaya adalah akibat yang dinilai negatif, yang terjadi dalam


suatu hubungan

Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi biaya.

Tingkat perbandingan menunjukkan ukuran baku (standar)


yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada
waktu sekarang.

b. Model Peranan

Model peranan melihatnya sebagai panggung sandiwara.

Hubungan interpersonal berkembang baik bila setiap


individu bertindak sesuai dengan ekspedisi peranan (role
expectation) dan tuntutan peranan (role demands), memiliki
keterampilan peranan (role skills), serta terhindar dari konflik
peranan dan kerancuan peranan.

Tuntutan perana adalah desakan sosial yang memaksa


individu untuk memenuhi peranan yang telah dibebankan
kepadanya.
Keterampilan peranan adalah kemampuan memainkan
peranan tertentu; kadang-kadang disebut juga kompetensi sosial
(social competence).

c. Model Permainan

Orang-orang berhubungan dalam bermacam-macam


permainan. Yang mendasari permainan ini adalah tiga bagian
kepribadian manusia- orang tua, orang dewasa, dan anak (parent,
adult, child).

d. Model Interaksional

Model ini memandang suatu hubungan interpersonal sebagai


suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat structural,
integrative, dan medan.

Hubungan interpersonal dapat dipandang sebgai system


dengan sifat-sifatnya.

Tahap-tahap Hubungan Interpersonal

a. Pembentukan Hubungan Interpersonal

Disebut tahap perkenalan, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk
“menangkap” informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing pihak
berusaha “menggali” secepatnya identitas, sikap, dan nilai pihak yang
lain. Bila merasa ada kesamaan , mulailah dilakukan proses
pengungkapan diri. Bila mereka merasa berbeda, mereka akan berusaha
menyembunyikan dirinya. Hubungan interpersonal mungkin diakhiri.
Proses ini disebut Newcomb sebagai reciprocal scaning (salin menilik).

b. Peneguhan Hubungan Interpersonal


Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah.
Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal,
diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan
keseimbangan.

Ada empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu:

 Keakraban, merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang.


Hubungan interpersonal akan terperlihara apabila kedua belah pihak
sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan.
 Kontrol, kesepakatan tentang siapa yang akan mengontrol siapa, dan
bilamana. Jika dua orang mempunyai pendapat yang berbeda sebelum
mengambil kesimpulan, siapakah yang harus berbicara lebih banyak,
siapa yang menentukan, dan siapakah yang dominan. Konflik terjadi
umumnya bila masing-masing ingin berkuasa, atau tidak ada pihak
yang mau mengalah.
 Respon yang tepat, Dimana, respon A harus diikuti oleh respon yang
sesuai dari B. Dalam percakapan misalnya, pertanyaan harus disambut
dengan jawaban, lelucon dengan tertawa, permintaan keterangan
dengan penjelasan. Respon ini bukan saja berkenaan dengan pesan-
pesan verbal, tetapi juga pesan-pesan nonverbal. Jika pembicaraan
yang serius dijawab dengan main-main, ungkapan wajah yang
bersungguh-sungguh diterima dengan air muka yang menunjukkan
sikap tidak percaya, maka hubungan interpersonal mengalami
keretakan. Ini berarti kita sudah memberikan respon yang tidak tepat.
 Nada emosional yang tepat, Keserasian suasana emosional
ketika komunikasi sedang berlangsung. Walaupun mungkin saja terjadi
interaksi antara dua orang dengan suasana emosional yang berbeda,
tetapi interaksi itu tidak akan stabil. Besar kemungkinan salah satu
pihak akan mengakhiri interaksi atau mengubah suasana emosi.

c. Pemutusan Hubungan
Menurut R.D. Nye dalam bukunya yang berjudul Conflict Among
Humans, setidaknya ada lima sumber konflik yang dapat
menyebabkan pemutusan hubungan, yaitu:

 Kompetisi, dimana salah satu pihak berusaha memperoleh sesuatu


dengan mengorbankan orang lain. Misalnya, menunjukkan kelebihan
dalam bidang tertentu dengan merendahkan orang lain.
 Dominasi, dimana salah satu pihak berusaha mengendalikan pihak lain
sehingga orang tersebut merasakan hak-haknya dilanggar.
 Kegagalan, dimana masing-masing berusaha menyalahkan yang lain
apabila tujuan bersama tidak tercapai.
 Provokasi, dimana salah satu pihak terus-menerus berbuat sesuatu
yang ia ketahui menyinggung perasaan yang lain.
 Perbedaan nilai, dimana kedua pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai
yang mereka anut

Faktor-faktor yang Menumbuhkan Hubungan Interpersonal


dalam Komunikasi Interpersonal

Untuk menumbuhkan dan meningkatkan hubungan interpersonal,


kita perlu meningkatkan kualitas komunikasi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi komunikasi interpersonal adalah:

1. Percaya/trust. Bila seseorang punya perasaan bahwa dirinya tidak


akan dirugikan, tidak akan dikhianati, maka orang itu pasti akan
lebih mudah membuka dirinya. Percaya pada orang lain akan tumbuh
bila ada faktor-faktor sebagai berikut:

a. Karakteristik dan maksud orang lain, artinya orang


tersebut memiliki kemampuan, ketrampilan,
pengalaman dalam bidang tertentu. orang itu memiliki
sifat-sifat bisa diduga, diandalkan, jujur dan konsisten.
b. Hubungan kekuasaan, artinya apabila seseorang
mempunyai kekuasaan terhadap orang lain, maka orang
itu patuh dan tunduk.

c. Kualitas komunikasi dan sifatnya menggambarkan


adanya keterbukaan. Bila maksud dan tujuan sudah
jelas, harapan sudah dinyatakan, maka sikap percaya
akan tumbuh.

2. Prilaku suportif akan meningkatkan komunikasi. Beberapa ciri


prilaku suportif yaitu:

a. Evaluasi dan Deskripsi: penyampaian pesan, perasaan


dan persepsi tanpa menilai atau mengecam kelemahan
dan kekurangannya.

b. Kontrol dan Orientasi masalah: mengkomunikasikan


keinginan untuk kerja sama, mencari pemecahan
masalah. Mengajak orang lain bersama- sama
menetapkan tujuan dan menentukan cara mencapai
tujuan.

c. Strategi dan Spontanitas: sikap jujur dan dianggap tidak


menyelimuti motif yang terpendam.

d. Netralitas dan Empati: menganggap orang lain sebagai


persona.

e. Superioritas dan Persamaan: tidak mempertegas


perbedaan, komunikasi tidak melihat perbedaan
walaupun status berbeda, penghargaan dan rasa hormat
terhadap perbedaan-perbedaan pandangan dan
keyakinan.
f. Kepastian dan Provisionalisme: kesediaan untuk
meninjau kembali pendapat sendiri (ingin menang
sendiri).

3. Sikap terbuka, kemampuan menilai secara objektif,


kemampuan membedakan dengan mudah, kemampuan melihat
nuansa, orientasi ke isi, pencarian informasi dari berbagai
sumber, kesediaan mengubah keyakinannya, profesional dan
lain sebagainya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Semakin kita cermat memberikan persepsi dan memanfaatkannya, kita akan


lebih berpotensi berhasil dalam berkomunikasi Antar persona. Persepsi yang
cermat memang sangat membantu. Tetapi karena objek yang kita amati ini
adalah manusia. Maka persepsi yang terbentuk sering kali berbeda hasilnya
antara pengamat yang satu dengan pengamat yang lain. Dan kadang berbeda
pula dengan konsep diri, dan realita yang sebenarnya. Betapapun sulit
mempersepsi kita ternyata masih berhasil bergaul dengan mereka. Masih dapat
berkomunikasi dengan baik. dan memahaminya.
DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat, Jalaluddin. 2018. Psikologi Komunikasi. Bandung:Simbiosa Rekatama
Media.

Anda mungkin juga menyukai