Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga


kesehatan yang bertanggung jawab, memiliki etika dan moral yang tinggi,
memiliki keahlian dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan
mutunya melalui pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan. Selain itu tenaga
kesehatan tersebut memiliki kompetensi yang teregistrasi dan memiliki sertifikasi
yang dapat dipertanggungjawabkan dan selaras dengan kemajuan teknologi
kesehatan.
Dalam PP 66 tahun 2014 Bab V pasal 54 ayat (1) dan (2): terdapat
ketentuan Dalam penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan diperlukan sumber
daya manusia kesehatan yang memiliki keahlian dan kompetensi yang diperoleh
melalui pendidikan dan pelatihan., Keahlian dan kompetensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat kompetensi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan
hal yang essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan
dan faktor keturunan. Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap
timbulnya masalah kesehatan masyarakat. Pengertian Kesehatan Lingkungan
merupakan upaya perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang
diarahkan menuju keseimbangan ekologi pada tingkat kesejahteraan manusia
yang semakin meningkat. Terdapat beberapa definisi kesehatan lingkungan
(sebagai tugas pokok Sanitarian), antara lain :
Menurut WHO : Those aspects of human health and disease that are
determined by factors in the environment. It also refers to the theory and practice
of assessing and controlling factors in the environment that can potentially affect
health. Atau bila disimpulkan “Suatu keseimbangan ekologi yang harus ada
antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari
manusia.”

1
Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) :
Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang
dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya
kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.
Sedemikian luas masalah kesehatan lingkungan, sehingga mensyaratkan
peningkatan ketrampilan dan profesionalitas tenaga. Misalnya jika kita berbicara
masalah penyakit cancer, maka faktor resiko yang terkait kesehatan lingkungan
akan juga dominan didalamnya. Batasan kita tidak lagi berkutat pada diare dan
penyakit berbasis lingkungan, (yang secara tradisional kita pahami selama ini).
Salah satu jenis tenaga kesehatan tersebut adalah pekerjaan/profesi
sanitarian. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 32 tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pekerjaan Sanitarian, yang dimaksud dengan tenaga sanitarian
adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan di bidang
kesehatan lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan.

B. Permasalahan
1. Bagaimanakah penyelenggaraan pekerja tenaga sanitarian menurut UU No 32
tahun 2013 tersebut?
2. Bagaimana perizinan penyelenggaraan pekerja tenaga sanitarian menurut UU
No 32 tahun 2013?
3. Bagaimana pelaksanaan pekerja tenaga sanitarian menurut UU No 32 tahun
2013?
4. Bagaimana pembinaan dan pengawasan terhadap pekerja sanitarian menurut
UU No 32 tahun 2013?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui sistematika penyelenggaraan pekerja tenaga sanitarian
menurut UU No 32 tahun 2013 tentang penyelenggaraan pekerja tenaga
sanitarian.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tentang penyelenggaraan pekerja tenaga sanitarian menurut
UU No 32 tahun 2013

2
b. Mengetahui perizinan penyelenggaraan pekerja tenaga sanitarian
menurut UU No 32 tahun 2013
c. Mengetahui pelaksanaan pekerja tenaga sanitarian menurut UU No 32
tahun 2013
d. Mengetahui pembinaan dan pengawasan terhadap pekerja sanitarian
menurut UU No 32 tahun 2013

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup yang dibahas dalam makalah ini adalah pengertian dari
Tenaga Sanitarian, .Surat Tanda Registrasi Tenaga Sanitarian , Surat Izin Kerja
Tenaga Sanitarian dan Standar Profesi Tenaga Sanitarian.
Serta Kualifikasi Tenaga Sanitarian Kualifikasi Tenaga Sanitarian ditetapkan
berjenjang dan berkelanjutan yang terdiri dari: a. Sanitarian, b. Teknisi Sanitarian
Utama (Technical Sanitarian); c. Teknisi Sanitarian Madya (Junior Technical
Sanitarian); d. Teknisi Sanitarian Pratama (Assistent Technical Sanitarian); dan
e. Asisten Teknisi Sanitarian (Junior Assistent Technical Sanitarian),
pelaksanaan pekerjaan sanitarian dan pembinaan serta pengawasan terhadap
tenaga sanitarian.

3
BAB II

PEMBAHASAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32


TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN TENAGA
SANITARIAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga Sanitarian adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan di
bidang kesehatan lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundangan-
undangan.
2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif,
kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat.
3. Surat Tanda Registrasi Tenaga Sanitarian selanjutnya disingkat STRTS
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah kepada Tenaga
Sanitarian yang telah memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
4. Surat Izin Kerja Tenaga Sanitarian selanjutnya disingkat SIKTS adalah
bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan di
bidang kesehatan lingkungan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
5. Standar Profesi Tenaga Sanitarian adalah batasan kemampuan minimal
yang harus dimiliki/dikuasai oleh Tenaga Sanitarian untuk dapat
melaksanakan pekerjaan sanitarian secara profesional yang diatur oleh
organisasi profesi.
6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.
7. Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disingkat MTKI
adalah lembaga yang berfungsi untuk menjamin mutu tenaga kesehatan
yang memberikan pelayanan kesehatan.

4
8. Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi yang selanjutnya disingkat MTKP
adalah lembaga yang membantu pelaksanaan tugas MTKI.
9. Organisasi Profesi adalah Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan
Indonesia.

Pasal 2

Dalam Peraturan Menteri ini diatur segala sesuatu yang berkaitan dengan
tindakan yang harus dilaksanakan oleh Tenaga Sanitarian dalam melaksanakan
pekerjaannya.

BAB II
PERIZINAN
Bagian Kesatu
Kualifikasi Tenaga Sanitarian
Pasal 3
(1) Kualifikasi Tenaga Sanitarian ditetapkan berjenjang dan berkelanjutan
yang terdiri dari:
a. Sanitarian;
b. Teknisi Sanitarian Utama (Technical Sanitarian);
c. Teknisi Sanitarian Madya (Junior Technical Sanitarian);
d. Teknisi Sanitarian Pratama (Assistent Technical Sanitarian); dan
e. Asisten Teknisi Sanitarian (Junior Assistent Technical Sanitarian).
(2) Sanitarian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan
Tenaga Sanitarian yang memiliki ijazah Profesi Kesehatan Lingkungan.
(3) Teknisi Sanitarian Utama merupakan Tenaga Sanitarian yang memiliki
ijazah:
a. Diploma Tiga Penilik Kesehatan; atau
b. Diploma Empat/Sarjana Terapan/Sarjana Kesehatan
Lingkungan/Ilmu Lingkungan/Teknologi Lingkungan/Teknik
Lingkungan/Teknik Sanitasi.
(4) Teknisi Sanitarian Madya merupakan Tenaga Sanitarian yang memiliki
ijazah Diploma Tiga Ahli Madya Sanitasi dan Kesehatan
Lingkungan/Teknologi Sanitasi.

5
(5) Teknisi Sanitarian Pratama merupakan Tenaga Sanitarian yang memiliki
ijazah Diploma Satu Kesehatan Lingkungan/Pembantu Penilik Hygiene.
(6) Asisten Teknisi Sanitarian merupakan orang yang memilki ijazah SMK
(Sekolah Menengah Kejuruan) Kesehatan Lingkungan/Sanitasi/ Plumbing.
Bagian Kedua
Sertifikat Kompetensi dan STRTS

Pasal 4

(1) Tenaga Sanitarian untuk dapat melakukan pekerjaannya harus memiliki


STRTS.
(2) Untuk dapat memperoleh STRTS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Tenaga Sanitarian harus memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) STRTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh MTKI
dengan masa berlaku selama 5 (lima) tahun.
(4) STRTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Contoh STRTS sebagaimana tercantum dalam Formulir I terlampir yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 5

STRTS yang telah habis masa berlakunya dapat diperpanjang selama


memenuhi persyaratan.
Bagian Ketiga
SIKTS
Pasal 6

(1) Tenaga Sanitarian yang melakukan pekerjaan di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan wajib memiliki SIKTS.
(2) SIKTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Tenaga
Sanitarian yang telah memiliki STRTS.
(3) SIKTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota.

6
(4) SIKTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk 1 (satu)
tempat.
Pasal 7

(1) Untuk memperoleh SIKTS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Tenaga


Sanitarian harus mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota dengan melampirkan:
a. fotokopi ijazah yang dilegalisir;
b. fotokopi STRTS;
c. surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
d. surat pernyataan memiliki tempat kerja di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang bersangkutan;
e. pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar
berlatar belakang merah;
f. rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat
yang ditunjuk; dan
g. rekomendasi dari Organisasi Profesi.
(2) Apabila SIKTS dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota,
persyaratan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f
tidak diperlukan.
(3) Contoh surat permohonan memperoleh SIKTS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Formulir II terlampir yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Contoh SIKTS sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 8

(1) Tenaga Sanitarian warga negara asing dapat mengajukan permohonan


memperoleh SIKTS setelah:
a. memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1);
b. melakukan evaluasi dan memiliki surat izin kerja dan izin tinggal
serta persyaratan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
c. memiliki kemampuan berbahasa Indonesia.

7
(2) Tenaga Sanitarian Warga Negara Indonesia lulusan luar negeri dapat
mengajukan permohonan memperoleh SIKTS setelah:
a. memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1);
dan
b. melakukan evaluasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan

. Pasal 9

(1) SIKTS berlaku sepanjang STRTS masih berlaku dan dapat diperpanjang
kembali selama memenuhi persyaratan.
(2) Tenaga Sanitarian yang akan memperbaharui SIKTS harus mengikuti
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2).

Pasal 10

(1) Tenaga Sanitarian hanya dapat melakukan pekerjaan paling banyak di 2


(dua) tempat.
(2) Permohonan SIKTS kedua dapat dilakukan dengan menunjukan bahwa
yang bersangkutan telah memiliki SIKTS pertama.

BAB III
PELAKSANAAN PEKERJAAN TENAGA SANITARIAN
Pasal 11

Tenaga Sanitarian yang memiliki SIKTS dapat melakukan pekerjaannya pada


Fasilitas Pelayanan Kesehatan berupa:

a. puskesmas;
b. klinik;
c. rumah sakit; dan
d. Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya.

Pasal 12

Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang mengizinkan Tenaga


Sanitarian yang tidak memiliki SIKTS untuk bekerja di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan tersebut.

8
Pasal 13

Lingkup pekerjaan Tenaga Sanitarian merupakan pelayanan kesehatan


lingkungan yang meliputi pengelolaan unsur-unsur yang mempengaruhi
timbulnya gangguan kesehatan, antara lain:

a. limbah cair;
b. limbah padat;
c. limbah gas;
d. sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkanpemerintah;
e. binatang pembawa penyakit;
f. zat kimia yang berbahaya;
g. kebisingan yang melebihi ambang batas;
h. radiasi sinar pengion dan non pengion;
i. air yang tercemar;
j. udara yang tercemar; dan
k. makanan yang terkontaminasi.

Pasal 14

Uraian setiap lingkup pelayanan kesehatan lingkungan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 13:

1. Lingkup pelayanan pengelolaan limbah cair sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 13 huruf a, meliputi:
a. pemeriksaan kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi limbah cair dan
tinja;
b. perlindungan kesehatan masyarakat dari pencemaran dan/atau pajanan
kandungan unsur dari proses pengolahan limbah; dan
c. pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan limbah cair dan tinja.
2. Lingkup pelayanan pengelolaan limbah padat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf b, meliputi:
a. pemeriksaan kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi tanah dan limbah
padat;

9
b. perlindungan kesehatan masyarakat dari pencemaran dan/atau pajanan
kandungan unsur dari proses pengolahan limbah; dan
c. pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan tanah dan limbah padat.
3. Lingkup pelayanan pengelolaan udara dan limbah gas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf c meliputi:
a. pemeriksaan kualitas fisik, kebisingan, getaran dan kelembaban, kimia
dan mikrobiologi udara dan limbah gas;
b. perlindungan kesehatan masyarakat dari pencemaran dan/atau pajanan
kandungan unsur dari proses pengolahan limbah;
c. pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan udara dan limbah gas.
4. Lingkup pelayanan pengelolaan sampah yang tidak diproses sesuai
persyaratan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d
meliputi:
a. pemeriksaan jenis sampah, sumber timbulan, dan karakteristik
b. perlindungan kesehatan masyarakat dari pencemaran dan/atau pajanan
kandungan unsur dari proses pengolahan limbah; dan
c. pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah yang tidak
diproses sesuai persyaratan pemerintah.
5. Lingkup pelayanan pengendalian binatang pembawa penyakit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf e meliputi:
a. pemeriksaan tempat perindukan, perilaku binatang pembawa penyakit,
perilaku masyarakat;
b. perlindungan kesehatan masyarakat dari tempat perindukan, perilaku
binatang pembawa penyakit, perilaku masyarakat; dan
c. pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian binatang pembawa
penyakit.
6. Lingkup pelayanan pengelolaan zat kimia dan limbah B3 termasuk limbah
medik sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 huruf f meliputi:
a. pemeriksaan jumlah, consentrasi dan jenis zat kimia, limbah B3,
hygiene industry, kesehatan kerja;
b. pemeriksaan peralatan dan lingkungan yang terpajan, dan manusia
yang terpajan; dan
c. pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan zat kimia dan limbah
B3.

10
7. Lingkup pelayanan pengelolaan kebisingan yang melebihi ambang batas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf g meliputi:
a. Pemeriksaan intensitas dan tingkat kebisingan yang melebihi ambang
batas, sumber dan sifat, kondisi lingkungan;
b. perlindungan kesehatan masyarakat dari intensitas dan tingkat
kebisingan yang melebihi ambang batas, sumber dan sifat, kondisi
lingkungan; dan
c. pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang
terpajan kebisingan yang melebihi ambang batas.
8. Lingkup pelayanan pengelolaan radiasi sinar pengion dan non pengion
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf h meliputi:
a. Pemeriksaan intensitas dan tingkat radiasi, sumber dan sifat radiasi,
kondisi lingkungan radiasi;
b. perlindungan kesehatan masyarakat dari intensitas dan tingkat radiasi,
sumber dan sifat radiasi, kondisi lingkungan radiasi; dan
c. pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang
terkena radiasi sinar pengion dan non pengion.
9. Lingkup pelayanan pengelolaan air yang tercemar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf i meliputi:
a. pemeriksaan kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi air;
b. penentuan sumber air, dan perlindungan kesehatan masyarakat dari
pencemaran dan/atau pajanan kandungan unsur dari proses
pengolahan air; dan
c. pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan air yang tercemar.
10. Lingkup pelayanan pengelolaan udara yang tercemar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf j meliputi:
a. pemeriksaan kualitas fisik udara/kebisingan/getaran/ kelembaban
udara baik in door maupun outdoor, kecepatan angin dan radiasi,
pemeriksaan kimia, mikrobiologi;
b. perlindungan kesehatan masyarakat dari pencemaran dan/atau pajanan
kandungan unsur dari proses pengolahan udara; dan
c. penggerakan masyarakat dalam pengelolaan udara yang tercemar.
11. Lingkup pelayanan pengelolaan makanan yang terkontaminasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf k meliputi:

11
a. pemeriksaan kualitas fisik , kimia, mikrobiologi dan parasitologi;
b. perlindungan kesehatan masyarakat dari pencemaran dan/atau pajanan
kandungan unsur dari proses pengelolaan makanan; dan
c. penggerakan masyarakat dalam pengelolaan makanan dan minuman
yang terkontaminasi.
Pasal 15

(1) Selain ruang lingkup pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
setiap Tenaga Sanitarian yang menjalankan program Pemerintah
berwenang melakukan pelayanan kesehatan lingkungan tertentu, meliputi:
a. melakukan pemantauan dan manajemen risiko pelaksanaan Analisis
Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL);
b. melakukan pemantauan pelaksanaan Analisis Dampak Kesehatan
Lingkungan (ADKL);
c. melakukan pemantauan pelaksanaan Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL);
d. melakukan pemantauan pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan
(UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL);
e. melakukan pemeriksaan dan tindakan sanitasi kapal dan pesawat
sesuai dengan Peraturan Kesehatan Internasional (IHR); dan
f. melakukan pemantauan pelaksanaan Klinik Sanitasi dan Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM).
(2) Pelayanan kesehatan program Pemerintah lainnya hanya dapat dilakukan
oleh Tenaga Sanitarian yang dilatih khusus untuk program Pemerintah.
(3) Bagi Tenaga Sanitarian yang melakukan pekerjaan di luar kewenangan
sebagaimana dimaksud ayat (1), harus memperoleh kewenangan tertulis
dari yang berwenang.
(4) Pemerintah, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota
bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan bagi Tenaga Sanitarian
yang memperoleh kewenangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat
(2).
Pasal 16

Kewenangan/kompetensi yang dimiliki Sanitarian meliputi:

12
a. merencanakan dan mengelola sumber daya di bawah tanggung jawabnya;
b. mengevaluasi secara komprehensif dengan memanfaatkan IPTEK untuk
menghasilkan langkah-langkah pengembangan strategi organisasi yang
menjadi tanggung jawabnya;
c. memecahkan permasalahan berkaitan dengan bidang sains, teknologi dan
atau seni kesehatan lingkungan melalui pendekatan multidisipliner; dan
d. melakukan riset, mengambil keputusan strategis dan mengomunikasikan
atas semua aspek yang terkait dengan kesehatan lingkungan dan berada di
bawah tanggung jawabnya.
Pasal 17

Kewenangan/kompetensi yang dimiliki oleh Teknisi Sanitarian Utama


(Technical Sanitarian), meliputi:
a. melakukan pekerjaan dengan memanfaatkan IPTEK di bidang kesehatan
lingkungan dan beradaptasi terhadap situasi dalam menyelesaikan
masalah;
b. memformulasi penyelesaian masalah kesehatan lingkungan prosedural
berdasar pengetahuan spesialis;
c. mengambil keputusan strategis di bidang kesehatan lingkungan
berdasarkan analisis informasi berbasis data; dan
d. memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif solusi dan
mengembangkan kreatifitas yang inovatif dalam pengendalian masalah
kesehatan lingkungan.
Pasal 18
Kewenangan/kompetensi yang dimiliki oleh Teknisi Sanitarian Madya
(Junior Technical Sanitarian), meliputi:
a. melakukan pekerjaan kesehatan lingkungan;
b. memilih metode pemecahan masalah kesehatan lingkungan dari beragam
pilihan yang sudah baku maupun belum baku;
c. melakukan analisis data terkait dengan kesehatan lingkungan;
d. melakukan pekerjaan kesehatan lingkungan sendiri ataupun kelompok di
lingkup tanggung jawab pengawasannya;
e. memformulasi penyelesaian masalah kesehatan lingkungan prosedural dan
inovatif secara komprehensif; dan

13
f. melakukan kerja sama dan membuat laporan tertulis secara komprehensif.

Pasal 19

Kewenangan/kompetensi yang dimiliki oleh Teknisi Sanitarian Pratama


(Asisten Technical Sanitarian), meliputi:
a. melaksanakan pekerjaan kesehatan lingkungan berdasar informasi yang
diterima;
b. melaksanakan prosedur kerja kesehatan lingkungan yang tersedia;
c. melaksanakan pekerjaan kesehatan lingkungan spesifik dengan
penggunaan alat berdasar prosedur kerja;
d. melaksanakan pekerjaan kesehatan lingkungan sendiri dengan
pengawasan tidak langsung;
e. memecahkan masalah kesehatan lingkungan berdasar pengetahuan
operasional; dan
f. melaksanakan kerja sama dan komunikasi dalam lingkup kerjanya.

Pasal 20

Kewenangan/kompetensi yang dimiliki oleh Asisten Teknisi Sanitarian


(Operator Technical Sanitarian), meliputi:
a. melaksanakan satu tugas kesehatan lingkungan spesifik, dengan
menggunakan alat, dan informasi, dan prosedur kerja yang lazim
dilakukan, serta menunjukkan kinerja dengan mutu yang terukur, di
bawah pengawasan langsung atasannya; dan
b. memiliki pengetahuan operasional dasar dan pengetahuan faktual bidang
kerja kesehatan lingkungan yang spesifik, sehingga mampu memilih pemecahan
yang tersedia terhadap masalah yang lazim timbul.

Pasal 21

(1) Tenaga Sanitarian dalam menjalankan pekerjaannya harus sesuai dengan


kewenangan yang diberikan kepadanya sesuai dengan Standar Profesi
Tenaga Sanitarian.
(2) Tenaga Sanitarian dalam menjalankan pekerjaannya sebagaimana tersebut
pada ayat (1) menggunakan peralatan sebagaimana tercantum dalam

14
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.
(3) Dalam hal seorang Tenaga Sanitarian karena suatu sebab tidak mampu
melaksanakan pekerjaan sanitarian, wajib berkonsultasi kepada Tenaga
Sanitarian pada jenjang yang lebih tinggi.

Pasal 22

(1) Dalam melakukan pekerjaannya Tenaga Sanitarian wajib melakukan


pencatatan.
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disimpan selama 5
(lima) tahun.

Pasal 23

Dalam melaksanakan pekerjaannya Tenaga Sanitarian mempunyai hak:


a. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai
dengan Standar Profesi Tenaga Sanitarian;
b. memperoleh akses atas informasi dan sumber daya sesuai kewenangan yang
dimiliki;
c. melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi;
d. menerima imbalan jasa profesi; dan
e. memperoleh jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan
dengan tugasnya.

Pasal 24

Dalam melaksanakan pekerjaannya Tenaga Sanitarian mempunyai kewajiban:


a. meningkatkan profesionalisme sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi;
b. memelihara peralatan yang disediakan oleh pemberi pekerjaan;
c. membantu program Pemerintah dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat; dan
d. mematuhi standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional Tenaga Sanitarian.

15
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 25

(1) Menteri, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota,


MTKI, dan MTKP melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pekerjaan Tenaga Sanitarian dengan mengikutsertakan Organisasi Profesi.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan oleh
Tenaga Sanitarian.

Pasal 26

(1) Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib melaporkan Tenaga


Sanitarian yang bekerja dan berhenti bekerja di Fasilitas Pelayanan
Kesehatannya pada tiap triwulan kepada kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota dengan tembusan kepada Organisasi Profesi.
(2) Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota wajib melaporkan Tenaga
Sanitarian yang bekerja di daerahnya setiap 1 (satu) tahun kepada kepala
dinas kesehatan provinsi.

Pasal 27

(1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 25, Menteri, pemerintah daerah provinsi atau kepala dinas kesehatan
provinsi dan pemerintah daerah kabupaten kota/kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota dapat memberikan tindakan administratif kepada Tenaga
Sanitarian yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
penyelenggaraan pekerjaan Tenaga Sanitarian dalam Peraturan Menteri ini.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan/atau
c. pencabutan SIKTS.

16
Pasal 28

(1)Pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan


kabupaten/kota dapat merekomendasikan pencabutan STRTS kepada MTKI
terhadap Tenaga Sanitarian yang melakukan pekerjaannya tanpa memiliki
SIKTS.
(2)Pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kabupaten/kota dapat
mengenakan sanksi teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan
izin Fasilitas Pelayanan Kesehatan kepada pimpinan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang mempekerjakan Tenaga Sanitarian yang tidak memiliki
SIKTS.

BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 29

(1) Setiap Tenaga Sanitarian yang saat ditetapkannya Peraturan ini sedang
menjalankan pekerjaannya dianggap telah memiliki SIKTS.
(2) Dalam waktu selambat-lambatnya 1(satu) tahun setelah Peraturan Menteri
ini ditetapkan, Tenaga Sanitarian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memiliki SIKTS sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini.

Pasal 30

Teknisi Sanitarian Pratama yang berpendidikan dibawah Diploma Satu


Kesehatan Lingkungan yang menjalankan pekerjaannya harus menyesuaikan
dengan ketentuan Peraturan Menteri ini selambat-lambatnya 5 (lima) tahun
sejak Peraturan Menteri ini ditetapkan.

Pasal 31

Standar Profesi Tenaga Sanitarian yang ditetapkan oleh Organisasi Profesi masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini dan belum
ditetapkan yang baru oleh Organisasi Profesi

17
BAB VI
PENUTUP
Pasal 32

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 373/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Sanitarian dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 33

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada


tanggal 11 April 2013
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NAFSIAH MBOI

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 April 2013


MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 648

18
BAB III
PEMBAHASAN

1. PEMBAHASAN BAB 1

(PASAL 1 DAN PASAL 2) :

Didalam pasal 1 dijelaskan bahwa Tenaga Sanitarian adalah setiap orang yang
telah lulus pendidikan di bidang kesehatan lingkungan sesuai ketentuan peraturan
perundangan-undangan. Tugas seorang sanitarian adalah melaksanakan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat, setiap tenaga sanitarian harus memiliki Surat Tanda
Registrasi Tenaga Sanitarian (STRTS) . STRTS adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh Pemerintah kepada Tenaga Sanitarian yang telah memiliki sertifikat kompetensi
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dan apabila seorang tenaga sanitarian ingin terjun ke dunia kerja maka ia harus
memiliki Surat Izin Kerja Tenaga Sanitarian (SIKTS) adalah bukti tertulis pemberian
kewenangan untuk menjalankan pekerjaan di bidang kesehatan lingkungan pada
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Standar Profesi Tenaga Sanitarian adalah batasan
kemampuan minimal yang harus dimiliki/dikuasai oleh Tenaga Sanitarian untuk
dapat melaksanakan pekerjaan sanitarian secara profesional yang diatur oleh
organisasi profesi.

Majelis yang mengatur tenaga kesehatan di indonesia adalah Majelis Tenaga


Kesehatan Indonesia (MTKI). MTKI adalah lembaga yang berfungsi untuk menjamin
mutu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan, dan Majelis yang
mengatur tenaga kesehatan provinsi disebut Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi
(MTKP) adalah lembaga yang membantu pelaksanaan tugas MTKI. Jika seorang
teanga sanitarian ingin masuk organisasi keprofesian maka ia bisa bergabung dengan
HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia).

Dan dalam pasal 2 sudah dijelaskan bahwa dalam Peraturan Menteri ini diatur
segala sesuatu yang berkaitan dengan tindakan yang harus dilaksanakan oleh Tenaga
Sanitarian dalam melaksanakan pekerjaannya.

19
2. PEMBAHASAN BAB II

Bagian Kesatu (Pasal 3)


Pada pasal 3 dijelaskan bahwa kualifikasi Tenaga Sanitarian ditetapkan
berjenjang dan berkelanjutan yang terdiri dari :

a. Sanitarian;
b. Teknisi Sanitarian Utama (Technical Sanitarian);
c. Teknisi Sanitarian Madya (Junior Technical Sanitarian);
d. Teknisi Sanitarian Pratama (Assistent Technical Sanitarian); dan
e. Asisten Teknisi Sanitarian (Junior Assistent Technical Sanitarian).
Sanitarian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Tenaga
Sanitarian yang memiliki ijazah Profesi Kesehatan Lingkungan. Teknisi Sanitarian
Utama merupakan Tenaga Sanitarian yang memiliki ijazah: Diploma Tiga Penilik
Kesehatan; atau Diploma Empat/Sarjana Terapan/Sarjana Kesehatan
Lingkungan/Ilmu Lingkungan/Teknologi Lingkungan/Teknik Lingkungan/Teknik
Sanitasi.

Teknisi Sanitarian Madya merupakan Tenaga Sanitarian yang memiliki ijazah


Diploma Tiga Ahli Madya Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan/Teknologi Sanitasi.
Sedangkan Teknisi Sanitarian Pratama merupakan Tenaga Sanitarian yang memiliki
ijazah Diploma Satu Kesehatan Lingkungan/Pembantu Penilik Hygiene dan Asisten
Teknisi Sanitarian merupakan orang yang memilki ijazah SMK (Sekolah Menengah
Kejuruan) Kesehatan Lingkungan/Sanitasi/Plumbing.

Pasal 4 – Pasal 9

Jumlah tenaga kesehatan lingkungan saat ini diperkirakan lebih dari 20 ribu
orang yang melakukan pengabdian diseluruh wilayah NKRI. Sayangnya sampai
sekarang HAKLI belum pernah melakukan registrasi secara tuntas, sehingga
jumlahnya yang pasti belum diperoleh. Variasi keahlian antara yang satu dengan
yanglainnya cukup besar. Menyadari hal ini, harus dilakukan upaya agar tenaga
kesehatan lingkungan/ sanitarian berkualitas dan dapat bersaing dengan tenaga
kesehatan lingkungan luar negeri. Upaya ini bisa dilakukan melalui proses
penyadaran akan pentingnya kualitas dalam bekerja (jasa) secara profesional.

20
Dalam rangka mensukseskan program Pemerintah dalam registrasi Tenaga
Kesehatan maka HAKLI bermaksud memberikan bantuan seoptimal mungkin kepada
sanitarian (anggota HAKLI) dalam berperan sesuai profesinya terkait dengan
kebijakanPemerintah dalam sertifikasi kompetensi, registrasi sanitarian dan perijinan
kerja yang diperlukan.

Maksud tersebut dapat dicapai oleh komitmen dan kesiapanPengurus HAKLI di


berbagai level management (PP, Pengda Provinsi dan Pengcab Kabupaten/Kota). Apa
yang seyogyanya dilakukan Pengurus dalam memberikan pelayanan cepat dan tepat
(saat dibutuhkan) kepada anggota HAKLI (sanitarian) yang melakukan registrasi
untuk memperoleh surat ijin kerja keprofesian sanitarian. Untuk bisa memperoleh
SIK Sanitarian harus resmi terdaftar atau memiliki STR, untuk memperoleh STR
sanitarian harus kompeten atau memiliki Sertifikat Kompetensi. Nantinya tatanan
kebijakan ini akan diberlakukan di Negeri kita ini. Pemberlakuan tatanan kebijakan
ini berpengaruh langsung pada perubahan yang cukup mendasar pada
profesionalisme sanitarian. Sertifikasi adalah proses pemberian Sertifikat Kompetensi
kepada Sanitarian yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Standar
Kompetensi Sanitarian.

Registrasi adalah pencatatan resmi (oleh MTKI) terhadap tenaga kesehatan yang
telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya
serta diakui secara hukum untuk menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya.
STR didefinisikan sebagai bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada
tenaga kesehatan yang diregistrasi setelah memiliki sertifikat kompetensi (Permenkes
161/Menkes/Per/I/2010tentang Registrasi Tenaga Kesehatan). Dalam nomenklatur
internasional Sanitarian yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi disebut
Registered Sanitarian (RS).

Seorang Sanitarian Indonesia apabila telah memiliki Sertifikat Kompetensi dari


MTKP, bisa mengajukan permohonan kepada MTKI untuk memperoleh STR. dengan
melengkapi persyaratan administrasi yang diperlukan lainnya. Untuk Sanitarian dari
luarIndonesia, disamping persyaratan diatas ybs juga harus telah lulus masa adaptasi
dan memiliki rekomendasi dari HAKLI (Permenkes Nomor
317/MENKES/PER/III/2010 tentang Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga
Negara Asing di Indonesia).

21
Standar Profesi Sanitarian, Standar Kompetensi Sanitarian dan instrument (soal)
Uji Kompetensi bisa dirancang mengacu pada standar internasional atau standar
Negara maju. Apabila ini dilakukan maka sanitarian yang lulus dan memiliki STR,
akan diakui secara internasional Registered Sanitarian (RS). Orientasi standar
internasional perlu dilakukan menyongsong era globalisasi mendatang.

Lisensi Sanitarian adalah proses pemberian surat ijin kerja (SIK) kepada
Sanitarian. SIK Sanitarian adalah kendali yang dimiliki Pemerintah untuk menjamin
mutu Sanitarian dalam memberikan jasa kepada yang membutuhkannya. Menurut PP
32 thn 1996 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 4 Tenaga kesehatan hanya dapat
melakukan upaya kesehatan setelah memiliki izin dari MenteriKesehatan Permenkes
161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, mengatur tentang
bagaimana memperoleh STR. (sumber : HAKLI)

Khusus untuk Sulawesi Selatan pengurusan registrasi sanitarian dilaksanakan di


kampus Poltekkes Makassar Jurusan Kesehatan Lingkungan Jl. Wijaya Kusuma I No.
2 Makassar. Sampai dengan 27 Desember 2011 mencapai 1.064 orang yg terigister

Maksud dari pasal 9 ini bahwasannya surat izin kerja tenaga sanitarian masih
berlaku dan dapat diperpanjang kembali selama bisa memenuhi persyaratan yang
berlaku. Kemudian tenaga sanitarian yang akan mempebaharui SITKS harus
mengikuti ketentuan yang berlaku sebagiaman yang telah disebut pada pasal 7 ayat 1
dan ayat 2. penyelenggaran pada pasal ini telah dilaksanakan seperti pengurusan surat
izin kerja terhadap sanitarian yang telah bekerja.

3. PEMBAHASAN BAB III

Pasal 10

Maksud dari pasal 10 ini, Tenaga sanitarian hanya bisa bekerja pada 2 tempat
dengan syarat memiliki SITKS sebanyak 2 buah. Pengurusan SITKS yang pertama
hanya dengan menunjukan SITKS yang pertama. Penyelenggaraan pada pasal ini
sudah terlaksana

Pelaksanaan Pekerjaan Tenaga Sanitarian


Pasal 11

22
Maksud dari pasal ini, tenaga sanitarian yang telah memiliki SITKS dapat
melakukan pekerjaannya di fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, klinik,
rumah sakit serta fasilitas pelaynan kesehatan lainnya. Dimana sudah terlaksana
seperti sanitarian yang berada di puskesmas yang bekerja serta telah memiliki SITKS.

Pasal 12

Maksud dari pasal ini, Tidak diperbolehkannya seorang pimpinan Fasilitas


Pelayanan kesehatan untuk memberikan pekerjaan kepada seorang sanitarian yang
belum memiliki SITKS.

Pasal 13

Maksud pasal 13 ini, lingkungan pekerjaan sanitarian yang meliputi pengelolaan


unsur-unsur yang mempengaruhi timbulnya gangguan kesehatan, antara lain: limbah
cair, limbah padat, limbah gas, sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyratan
yang ditetapkan pemerintah, binatang pembawa penyakit, zat kimia yang berbahaya,
kebisingan yang melebihi ambang batas, radiasi sinar pengion dan non pengion, air
yang tercemar, udara yang tercemar dan makanan yang terkontaminasi.
Dimana penyelengaraan telah terlaksana seperti adanya peraturan perundang-
undangan mengenai untuk menunjang kegiatan dari profesi sanitarian.

Pasal 14
Mengenai ruang lingkup pelayanan kesehatan lingkungan
 Lingkup pengelolaan limbah cair

Misalnya Pengelolaan limbah cair Untuk daerah-daerah dengan tingkat


hunian yang belum terlalu tinggi masih memungkinkan dengan pengolahan
setempat, maka diperlukan sarana sanitasi berupa sistem penyaluran secara
tertutup baik WC maupun SPAL (Sarana Pembuangan Air Limbah) seperti
gambar-gambar berikut :
Dalam pembuatan septictank perlu memperhatikan dasar-dasar sebagai
berikut :
1) Minimal dapat dipakai 10 orang dengan air 15 liter/orang/hari.
2) Volume ruang lumpur 30 liter/orang/tahun.
3) Dasar septictank dibuat miring kearah kotoran keluar.

23
4) Kotoran dapat ditampung dalam waktu 2 – 4 tahun untuk
selanjutnya dikuras (tergantung perencanaan)
5) Waktu tinggal kotoran ± 3 hari.
6) Tinggi pipa pemasukan minimal 5 cm diatas pipa pengeluaran.
7) Tinggi pipa pemasukan maupun pengeluaran harus terletak
minimal 10 cm diatas muka air tanah.
8) Tangki septictank diberi lubang pemeriksa untuk menguras dan
pipa ventilasi.
9) Lapisan dalam septictank 30 cm dari tutup atas adalah ruang
gas, dibawah ruang gas adalah kotoran-kotoran yang masih
mengapung di atas air.
10) Tinggi dari dasar sampai permukaan air tergantung
perencanaan.
11) Setelah selesai dibuat harus diisi penuh air dan diberi bibit air
kotor dari selokan.
 Pengelolaan Limbah Padat
Minimisasi Limbah Medis Padat
 Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari
sumber.
 Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan
bahan kimia yang berbahaya dan beracun.
 Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia
dan farmasi.
 Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis
mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus
melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.
Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang
 Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang
menghasilkan limbah.
 Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari
limbah yang tidak dimanfaatkan kembali.
 Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa
memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus

24
anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang
yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya.
 Jarum dan syringes harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan
kembali.
 Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui
proses sterilisasi
 Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan
kembali. Apabila rumah sakit tidak mempunyai jarum yang sekali
pakai (disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan
kembali setelah melalui proses salah satu metode sterilisasi pada
Tabel I.10.
 Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan
penggunaan wadah dan label seperti pada Tabel I.10
 Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali untuk
pemulihan perak yang dihasilkan dari proses film sinar X.
 Limbah sitotoksis dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor,
dan diberi label bertuliskan “Limbah Sitotoksis”.
Pengumpulan, Pengangkutan, dan Penyimpanan Limbah Medis Padat di Lingkungan
Rumah Sakit
 Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan penghasil limbah
menggunakan troli khusus yang tertutup.
 Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim
hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam.
Pengumpulan, Pengemasan dan Pengangkutan ke Luar Rumah Sakit
 Pengelola harus mengumpulkan dan mengemas pada tempat yang kuat.
 Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan khusus.

25
Pengolahan dan Pemusnahan
 Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang langsung ke tempat
pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan.
 Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis padat
disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dan jenis limbah medis padat
yang ada, dengan pemanasan menggunakan otoklaf atau dengan pembakaran
menggunakan

 Pengelolaan limbah Gas dan Udara

26
1. Pemeriksaan intensitas dan tingkat kebisingan yang melebihi
ambang batas, sumber dan sifat, kondisi lingkungan

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Kep-

48/MENLH/11/1996

BAKU TINGKAT KEBISINGAN

Peruntukan Kawasan/ Lingkungan Tingkat kebisingan DB (A)

Kegiatan

a. Peruntukan kawasan

1. Perumahan dan pemukiman 55

2. Perdagangan dan Jasa 70

3. Perkantoran dan Perdagangan 65

4. Ruang Terbuka Hijau 50

5. Industri 70

6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60

7. Rekreasi 70

Khusus :

- Bandar udara *)

- Stasiun Kereta Api *) 60

- Pelabuhan Laut 70

- Cagar Budaya

b. Lingkungan Kegiatan

1. Rumah Sakit atau sejenisnya 55

2. Sekolah atau sejenisnya 55

3. tempat ibadah atau sejenisnya 55

Keterangan : *) disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan

27
a. Alat

Sound Level Meter : Untuk mengukur kebisingan udara

b. Tombol pada Sound Level Meter

a. Range :

1) Lo : Mengukur kebisingan pada kebisingan pada 35-100 dB

2) Hi : Untuk mengukur kebisingan pada 65-130 dB

3) Power : Untuk menghidupkan atau mematikan SLM

b. Respon :

1) S : Untuk mengukur kebisingan dalam keadaan terputus-putus,

contohnya jalan raya

2) F : Untuk mengukur kebisingan dalam keadaan terus menerus.

3) Maxhold : Angka tertinggi selama pengukuran

c. Funct :

1) A : Ambien, di lingkungan

2) C : Emisi yaitu di sumber

3) Cal 94 : dikalibrasi pada tingkat kebisingan 94 dB

2. Prosedur

1) Nyalakan alat sound level meter dengan menekan tombol on.

28
2) Sebelum digunakan alat sound level meter harus dikalibrasi terlebih

dahulu dengan menekan tombol cal 94,0 sampai angka pada monitor

94,0.

3) Pindahkan tombol range menggeser Lo (35-100 dB) atau Hi (65-130 dB)

(sesuai kebutuhan).

4) Atur selektor untuk mengatur fast atau slow

5) Pengambilan sampel sejajar dengan jarak 1-1,5 meter dari tanah.

6) Lakukan selama 15 menit dan dicatat setiap 4 detik dengan total kolom

pencatatan 225. Didalam pengukuran kebisingan dilakukan oleh tiga

orang diantaranya :

1. Untuk memegang alat

2. Untuk melihat waktu

3. Untuk mencatat hasil pengukuran

7) Lalu lakukan pengambilan sampel selama 10 menit dan dicatat setiap 5

detik dengan total kolom 120. Lakukan pengukuran kebisingan oleh tiga

orang diantaranya :

1. Untuk memegang alat

2. Untuk melihat waktu

3. Untuk mencatat hasil pengukuran

8) Matikan alat sound level meter dengan menekan tombol off.

Perlindungan kesehatan masyarakat dari intensitas dan tingkat kebisingan

yang melebihi ambang batas, sumber dan sifat, kondisi lingkungan; dan

Alat Pelindung Diri / Alat Pelindung pendengaran

Pemakaian Alat pelindung pendengaran adalah upaya terakhir dalam upaya


pencegahan gangguan pendengaran, ada 2 jenis :

29
1) Ear plug / sumbat telinga
2) Ear muff / tutup telinga

Hal yang penting dalam Alat Pelindung Pendengaran ini adalah


berikan pelatihan penggunaannya yang tepat, gambar dibawah adalah contoh
penggunaan Alat Pelindung Pendengaran

Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan Alat Pelindung Pendengaran


adalah:

1. Dapat melindungi pekerja dari kebisingan


2. Nyaman diapakai dan efisien

30
3. Cocok dengan Alat Pelindung diri yang lainnya misal helm dan kacamata
4. Masih bisa berkomunikasi ketika digunakan, karena jika berlebihan dapat
menimbulkan bahaya lainnya misal tidak dapat mendengar isyarat atau
sirene tanda bahaya
5. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang terpajan
kebisingan yang melebihi ambang batas.

 Lingkup pelayanan pengelolaan sampah yang tidak diproses sesuai dengan


persyaratan yang ditetapkan pemerintah, meliputi:

1. Pemeriksaan jenis sampah, sumber timbulan, dan karakteristik;


2. Perlindungan kesehatan masyarakat dari pencemaran dan/atau pajanan
kandungan unsur dari proses pengolahan limbah ; dan
3. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah yang tidak diproses
sesuai persyaratan pemerintah.

 Lingkup pelayanan pengendalian binatang pembawa penyakit, meliputi:

1. Pemeriksaan tempat perindukan, perilaku binatang pembawa penyakit,


perilaku masyarakat;
Nyamuk
 Pengamatan Jentik
Pengamatan jentik Aedes sp. dilakukan secara berkala di setiap sarana
penampungan air, sekurang-kurangnya setiap 1 (satu) minggu
untuk mengetahui adanya atau keadaan populasi jentik nyamuk, dilakukan
secara teratur. Selain itu dilakukan juga pengamatan jentik nyamuk spesies
lainnya di tempat-tempat yang potensial sebagai tempat perindukan vektor
penyakit malaria di sekitar lingkungan rumah sakit seperti saluran
pembuangan air limbah.
 Pengamatan lubang dengan kawat kasa.
Setiap lubang di dinding harus ditutup dengan kawat kasa untuk
mencegah nyamuk masuk.
 Konstruksi pintu harus membuka ke arah luar.
Kecoa

31
 Mengamati keberadaan kecoak yang ditandai dengan adanya kotoran, telur
kecoak, dan kecoa hidup atau mati di setiap ruangan.
 Pengamatan dilakukan secara visual dengan bantuan senter, setiap 2 (dua)
minggu.
 Bila ditemukan tanda-tanda keberadaan kecoa maka segera dilakukan upaya
pemberantasan.
Tikus
Mengamati/memantau secara berkala setiap 2 (dua) bulan di tempat-tempat
yang biasanya menjadi tempat perkembangbiakan tikus yang ditandai dengan
adanya keberadaan tikus antara lain : kotoran, bekas gigitan, bekas jalan, dan
tikus hidup. Ruang-ruang tersebut antara lain di daerah bangunan tertutup
(core) rumah sakit, antara lain dapur, ruang perawatan, laboratorium, ICU,
radiologi, UGD, ruang operasi, ruang genset/panel, ruang administrasi, kantin,
ruang bersalin, dan ruang lainnya.
Lalat
Mengukur kepadatan lalat secara berkala dengan menggunakan fly grill pada
daerah core dan pada daerah yang biasa dihinggapi lalat, terutama di tempat
yang diduga sebagai tempat perindukan lalat seperti tempat sampah, saluran
pembuangan limbah padat dan cair, kantin rumah sakit, dan dapur.

2. Perlindungan kesehatan masyarakat dari tempat perindukan, perilaku binatang


pembawa penyakit, perilaku masyarakat
 Nyamuk
a) Melakukan Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Mengubur,
Menguras, Menutup (3M).
b) Pengaturan aliran pembuangan air limbah dan saluran dalam keadaan
tertutup.
c) Pembersihan tanaman sekitar rumah sakit secara berkala yang menjadi
tempat perindukan.
d) Pemasangan kawat kasa di seluruh ruangan dan penggunaan kelambu
terutama di ruang perawatan anak.

 Kecoa
a) Menyimpan bahan makanan dan makanan siap saji pada tempat

32
tertutup.
b) Pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan.
c) Menutup lubang-lubang atau celah-celah agar kecoa tidak masuk ke
dalam ruangan.
 Tikus
a) Melakukan penutupan saluran terbuka, lubang-lubang di dinding,
plafon, pintu, dan jendela.
b) Melakukan pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan.
 Lalat
a) Melakukan pengelolaan sampah/limbah yang memenuhi syarat
kesehatan

Binatang pengganggu lainnya : Melakukan pengelolaan makanan dan


sampah yang memenuhi syarat kesehatan.

3. Pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian binatang pembawa penyakit.


 Nyamuk
1. Pemberantasan dilakukan apabila larva atau jentik nyamuk Aedes
sp. > 0 dengan cara abatisasi.
2. Melakukan pemberantasan larva/jentik dengan menggunakan predator.
3. Melakukan oiling untuk memberantas larva/jentik
4. Bila diduga ada kasus demam berdarah yang tertular di rumah sakit,
maka perlu dilakukan pengasapan (fogging) di rumah sakit.
 Kecoa
a) Pembersihan telur kecoa dengan cara mekanis, yaitu membersihkan
telur yang terdapat pada celah-celah dinding, lemari, peralatan dan
telur kecoa dimusnahkan dengan dibakar/dihancurkan.
b) Pemberantasan kecoa

Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimiawi.

1) Secara fisik atau mekanis:

 Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul.


 Menyiram tempat perindukan dengan air panas.
 Menutup celah-celah dinding.
2) Secara kimiawi

33
dengan menggunakan insektisida dengan pengasapan, bubuk,
semprotan

 Tikus
Melakukan pengendalian tikus secara fisik dengan pemasangan
perangkap, pemukulan atau sebagai alternatif terakhir dapat dilakukan
secara kimia dengan menggunakan umpan beracun.

 Lalat

Binatang pengganggu lainnya

Bila terdapat kucing dan anjing, maka perlu dilakukan :

 Penangkapan, kemudian dibuang jauh dari rumah sakit


 Bekerjasama dengan Dinas Peternakan setempat untuk menangkap
kucing dan anjing.

 Lingkup pelayanan pengelolaan zat kimia dan limbah B3 termasuk limbah


medik, meliputi:

1. Pemeriksaan jumlah, consentrasi dan jenis zat kimia, limbah B3, hygiene
industry, kesehatan kerja;
2. Pemeriksaan peralatan dan lingkungan yang terpajan, dan manusia yang
terpajan; dan
3. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan zat kimia dan limbah B3.

 Lingkup pelayanan pengelolaan radiasi sinar pengion dan non pengion, meliputi:

Radiasi Pengion Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat


menyebabkan proses ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila
berinteraksi dengan materi. Yang termasuk dalam jenis radiasi pengion adalah
partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap jenis
radiasi memiliki karakteristik khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah
partikel alfa (α), partikel beta (β), sinar gamma (γ), sinar-X, partikel neutron.

Radiasi Non Pengion Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak
akan menyebabkan efek ionisasi apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi non-

34
pengion tersebut berada di sekeliling kehidupan kita. Yang termasuk dalam jenis
radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio (yang membawa
informasi dan hiburan melalui radio dan televisi); gelombang mikro (yang
digunakan dalam microwave oven dan transmisi seluler handphone); sinar
inframerah (yang memberikan energi dalam bentuk panas); cahaya tampak (yang
bisa kita lihat); sinar ultraviolet (yang dipancarkan matahari).

1. Pemeriksaan intensitas dan tingkat radiasi, sumber dan sifat radiasi, kondisi
lingkungan radiasi;

SIFAT RADIASI Ada dua macam sifat radiasi yang dapat digunakan untuk
mengetahui keberadaan sumber radiasi pada suatu tempat atau bahan, yaitu
sebagai berikut :
• Radiasi tidak dapat dideteksi oleh indra manusia, sehingga untuk
mengenalinya diperlukan suatu alat bantu pendeteksi yang disebut dengan
detektor radiasi. Ada beberapa jenis detektor yang secara spesifik mempunyai
kemampuan untuk melacak keberadaan jenis radiasi tertentu yaitu detektor
alpha, detektor gamma, detektor neutron, dll.
• Radiasi dapat berinteraksi dengan materi yang dilaluinya melalui proses
ionisasi, eksitasi dan lain-lain. Dengan menggunakan sifat-sifat tersebut
kemudian digunakan sebagai dasar untuk membuat detektor radiasi

SUMBER RADIASI Ada macam-macam sumber radiasi yang dapat


dibedakan pada garis besarnya menjaadi : a. Sumber Radiasi Alam Radiasi
alam dapat berasal dari sinar kosmos, sinar gamma dari kulit bumi, hasil
peluruhan radon dan thorium di udara, serta berbagai radionuklida yang
terdapat dalam bahan makanan. Di beberapa negara seperti India, Brazil dan
Perancis terdapat daerah yang memiliki radioaktivitas alam yang lebih tinggi
dibandingkan dengan di negara lain. b. Sumber Radiasi Buatan Radiasi buatan
adalah radiasi yang timbul karena atau berhubungan dengan kegiatan
manusia; seperti penyinaran di bidang medic, jatuhan radioaktif, radiasi yang
diperoleh pekerja radiasi di fasilitas nuklir, radiasi yang berasal dari kegiatan
di bidang industri : radiografi, logging, pabrik lampu, dsb.

35
2. Perlindungan kesehatan masyarakat dari intensitas dan tingkat radiasi, sumber
dan sifat radiasi, kondisi lingkungan radiasi; dan
3. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang terkena
radiasi sinar pengion dan non pengion

 Lingkup pelayanan pengelolaan air yang tercemar, meliputi:


1. Pemeriksaan kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi air;
A. Karakteristik Secara Fisik
a) Temperatur/suhu  berpengaruh terhadap reaksi kimia, reduksi
kelarutan gas.
b) Rasa dan bau  diakibatkan oleh senyawa-senyawa lain dalam air
seperti gas H2S , NH3, senyawa fenol, dll.
c) Warna : air yang murni tidak berwarna, bening dan jernih, adanya
warna pada air menunjukkan adanya senyawa lain yang masuk ke
dalam air
d) Turbiditas/kekeruhan  karena adanya bahan dalam bentuk koloid dari
partikel yang kecil, dan atau adanya pertumbuhan mikroorganisma.
e) Solid  disebabkan oleh senyawa organik maupun anorganik dalam
bentuk suspensi (larut). Jumlah total kandungan bahan terlarut = TDS
(Total dissolve solid), sedangkan bahan yang tidak terlarut (terpisah
dengan filtrasi atau sentrifugasi) = Suspended Solid (SS).
B. Karakterisirk Secara Kimia
a) pH, konsentrasi H+
b) potensial oksidasi-reduksi
c) Alkalinitas
d) Asiditas
e) Kesadahan
f) dissolved Oxygen(DO)
g) Biogical oxygen Demand (BOD)
h) nitrogen (organik, anorganik)
i) pospat
j) klorida.
C. Karakteristik Secara Biologi

36
Organisme yang ditemukan dalam perairan: bakteri, virus,algae, jamur,
mikroinvertebrata (protozoa, serangga, cacing, dll). Karakteristik biologi
ditentukan dengan parameter yang disebut indeks biotik. Indeks ini
menunjukkan ada tidaknya organisme.

2. Penentuan sumber air, dan perlindungan kesehatan masyarakat dari


pencemaran dan/atau pajanan kandungan unsur dari proses pengolahan air;
dan
a. Water borne disease :

b. Water washed disease

c. Water based disease

d. Water related insect vectors

37
3. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan air yang tercemar.

 Lingkup pelayanan pengelolaan udara yang tercemar, meliputi:


1. Pemeriksaan kualitas fisik udara/ kebisingan/ getaran/ kelembaban udara baik
in door maupun outdoor, kecepatan angin dan radiasi, pemeriksaan kimia,
mikrobiologi;
2. Perlindungan kesehatan masyarakat dari pencemaran dan/atau pajanan
kandungan unsur dari proses pengolahan udara; dan
3. Penggerakan masyarakat dalam pengelolaan udara yang tercemar.

 Lingkup pelayanan pengelolaan makanan yang terkontaminasi, meliputi:


1. Pemeriksaan kualitas fisik, kimia, mikrobiologi dan parasitologi;
2. Perlindungan kesehatan masyarakat dari pencemaran dan/atau pajanan
kandungan unsur dari proses pengelolaan makanan; dan
3. Penggerakan masyarakat dalam pengelolaan makanan dan minuman yang
terkontaminasi.

Pasal 15

1. Selain ruang lingkup pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,


setiap Tenaga Sanitarian yang menjalankan program Pemerintah
berwenang melakukan pelayanan kesehatan lingkungan tertentu,
meliputi:
a. Melakukan pemantauan dan manajemen risiko pelaksanaan Analisis
Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL);
b. melakukan pemantauan pelaksanaan Analisis Dampak Kesehatan
Lingkungan (ADKL);
c. melakukan pemantauan pelaksanaan Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL);
d. melakukan pemantauan pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan
(UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL);
e. melakukan pemeriksaan dan tindakan sanitasi kapal dan pesawat
sesuai dengan Peraturan Kesehatan Internasional (IHR); dan
f. melakukan pemantauan pelaksanaan Klinik Sanitasi dan Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat (STBM).

38
2. Pelayanan kesehatan program Pemerintah lainnya hanya dapat
dilakukan oleh Tenaga Sanitarian yang dilatih khusus untuk program
Pemerintah.
Pasal 15 – 20
PERAN DAN FUNGSI SANITARIAN

1. Sebagai Pelaksana Kegiatan Kesehatan Lingkungan


a. Fungsi 1: Menentukan komponen lingkungan yang mempengaruhi kesehatan
manusia Kompetensi yang harus di miliki adalah :
1) Mampu mengidentifikasi komponen-komponen yang berpengaruh
terhadap kesehatan manusia.
2) Menggunakan alat dan bahan sesuai dengan prosedur
b. Fungsi 2 : Melaksanakan pemeriksaan dan pengukuran komponen lingkungan
secara tepat berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan.Kompetensi yang
harus dimiliki :
1) Memilih alat dan bahan sesuai dengan kebutuhan
2) Menggunakan alat dan bahan sesuai dengan prosedur
c. Fungsi 3: Menginformasikan hasil pemeriksaan /pengukuran
Kompetensi yang harus dimiliki :
1) Memahami bentuk-bentuk penyajian hasil pemeriksaan
2) Menyajikan hasi pemeriksaan/pengukuran
d. Fungsi 4: Menetapkan penyimpangan hasil pemeriksaan terhadap standar
baku mutu sanitasi Kompetensi yang harus dimiliki :
1) Memahami standar baku mutu sanitasi
2) Mampu menggunakan standar sanitasi lingkungan yang tepat
3) Mampu menegakkan diagnosa lingkungan.
2. Peran sebagai pengelola kesehatan lingkungan
Fungsinya seorang sanitarian mampu menganalisis hasil pengukuran
komponen lingkungan yang mempengaruhi kesehatan lingkungan ;
menginterprestasikan hasil pengukuran komponen lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan manusia, melakukan rancangan dan rekayasa
penanggulangan masalah Lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia;
mengorganisir penanggulangan masalah kesehatan lingkungan dan mengevaluasi
hasil.

39
Kompetensi yang dimiliki harus mampu mengidentifikasi komponen-
komponen yang mempengaruhi kesehatan manusia.
3. Peran sebagai Pengajar, Pelatih dan Pemberdayaan Masyarakat
Fungsinya adalah mengidentifikasi, menentukan, merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat
tentang kesehatan lingkungan. Kompetensi yang harus dimiliki adalah :
a. Menyusun instrumen , mengumpulkan, memilih bentuk dan metode
intervensi, memahami tata laksana, menggali dan menggerakkan sumber daya,
menjalin kemitraan, memberikan alternatif pemecahan masalah.
b. Menentukan instrumen evaluasi, menilai kriteria keberhasilan intervensi.
4. Peran sebagai Asisten Peneliti Kesehatan Lingkungan
Fungsi : Menentukan masalah dan melakukan kegiatan penelitian teknologi
tepat guna bidang kesehatan lingkungan.
Kompetensi yang harus dimiliki :
a. Mengumpulkan data, merumuskan masalah kesehatan lingkungan
b. Mampu membuat usulan penelitian, menggerakan sumber daya dan menyusun
laporan penelitian.

Secara rinci kompetensi sanitarian terdiri dari 46 unit kompetensi, meliputi:


1. Melakukan pemeriksaan kualitas fisik air dan limbah cair: meliputi
pengambilan, pengiriman, pemeriksaan dan analisis hasil pemeriksaan sampel
2. Melakukan pemeriksaan kualitas kimia air dan limbah cair: meliputi
pengambilan, pengiriman, pemeriksaan dan analisis hasil pemeriksaan sampel
3. Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi air dan limbah cair: meliputi
pengambilan, pengiriman, pemeriksaan dan analisis hasil pemeriksaan sampel
4. Melakukan pemeriksaan kualitas fisik udara/kebising-an/getaran/ kelembaban
udara/kecepatan angin & radiasi: meliputi pengambilan, pengiriman,
pemeriksaan dan analisis hasil pemeriksaan sampel
5. Melakukan pemeriksaan kualitas kimia udara: meliputi pengambilan,
pengiriman, pemeriksaan dan analisis hasil pemeriksaan sampel
6. Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi udara: meliputi pengambilan,
pengiriman, pemeriksaan dan analisis hasil pemeriksaan sampel
7. Melakukan pemeriksaan kualitas fisik tanah dan limbah padat: meliputi
pengambilan, pengiriman, pemeriksaan dan analisis hasil pemeriksaan sampel

40
8. Melakukan pemeriksaan kualitas kimia tanah dan limbah padat: meliputi
pengambilan, pengiriman, pemeriksaan dan analisis hasil pemeriksaan sampel
9. Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi dan parasitologi tanah dan
limbah padat: meliputi pengambilan, pengiriman, pemeriksaan dan analisis
hasil pemeriksaan sampel
10. Melakukan pemeriksaan kualitas fisik makanan dan minuman: meliputi
pengambilan, pengiriman, pemeriksaan dan analisis hasil pemeriksaan sampel
11. Melakukan pemeriksaan kualitas kimia makanan dan minuman: meliputi
pengambilan, pengiriman, pemeriksaan dan analisis hasil pemeriksaan sampel
12. Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi dan parasitologi makanan dan
minuman: meliputi pengambilan, pengiriman, pemeriksaan dan analisis hasil
pemeriksaan sampel
13. Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi dan parasitologi sampel usap
alat makanan dan minuman dan rectum: meliputi pengambilan, pengiriman,
pemeriksaan dan analisis hasil pemeriksaan sampel
14. Melakukan Survai Vektor dan Binatang Pengganggu, termasuk analisis hasil
Survai
15. Melakukan pengukuran kuantitas (debit) air dan air limbah, termasuk analisis
hasil
16. Mengidentifikasi makro dan mikro bentos di badan air: meliputi pengambilan,
pengiriman, pemeriksaan dan analisis hasil pemeriksaan sampel
17. Melakukan pemeriksaan sampel toksikan dan hiomonitoring: meliputi
pengambilan, pengiriman, pemeriksaan dan analisis hasil pemeriksaan sampel
18. Melakukan analisis dampak kesehatan lingkungan
19. Mengelola program hygiene industri, kesehatan dan ke-selamatan kerja
20. Merancang, mengoperasikan, dan memelihara peralatan pengelolaan sampah
21. Mengoperasikan alat pengeboran air tanah
22. Melakukan pengeboran air tanah untuk pembangunan sarana air bersih
23. Melakukan pendugaan air tanah
24. Mengkalibrasi dan memelihara peralatan pengujian
25. Mengoperasikan alat alat aplikasi pengendalian vektor
26. Mengelola alat-alat pengambil sampel udara
27. Melakukan kegiatan penyuluhan dan pelatihan (komunikasi)
28. Mengawasi sanitasi pengelolaan linen

41
29. Melakukan pengelolaan limbah padat sesuai jenisnya
30. Melakukan Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu
31. Melakukan pengelolaan pembuangan tinja
32. Mengawasi sanitasi pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
33. Melakukan surveilance penyakit berbasis lingkungan
34. Berwirausaha di bidang kesehatan pelayanan kesehatan lingkungan
35. Melakukan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan lingkungan
36. Menilai kondisi kesehatan perumahan (kepadatan hunian, lantai, dinding,
atap, ventilasi, jendela dan pena-taan ruangan/bangunan)
37. Menerapkan prinsip sanitasi pengelolaan makanan
38. Menerapkan HACCP dalam pengelolaan makanan dan minuman
39. Mengawasi sanitasi tempat pembuatan, penjualan, penyimpanan,
pengangkutan & penggunaan pestisida
40. Mengawasi Sanitasi Tempat-tempat Umum, Industri, Pa-risata, Permukiman
dan Sarana Transportasi
41. Melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan
42. Merancang teknologi tepat guna dan ramah lingkungan
43. Melakukan intervensi administratif sesuai hasil analisis sampel air, tanah,
udara, limbah makanan dan minuman, vektor dan binatang pengganggu
44. Melakukan intervensi teknis sesuai hasil analisis sampel air, tanah, udara,
limbah makanan dan minuman, vektor dan binatang pengganggu
45. melakukan intervensi sosial sesuai hasil analisis sampel air, tanah, udara,
limbah makanan dan minuman, vektor dan binatang pengganggu
46. Mengelola klinik sanitasi.

Tenaga sanitarian Indonesia sudah memiliki kompetensi tersebut di atas,


hanya saja dalam melakukan pengawasan sanitasinya masih kurang, misalnya
dalam pengawasan limbah di suatu industri, dan juga pengawasan pengelolaan
sampah di tempat-tempat umum masih kurang.

4. PEMBAHASAN BAB IV
Pasal 21 – Pasal 27

Lingkungan/Pembantu Penilik Hygiene.

42
Apabila kita telah memilih Sanitrarian sebagai sebuah profesi, maka sebagai
seorang sanitarain dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus senantiasa
dilandasi oleh kode etik serta harus selalu menjujung tinggi ketentuan yang
dicanangkan oleh profesi. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya harus selalu
berpedoman pada standar kompetensi. Sedangkan standar kompetensi itu sendiri
harus senantiasa terus dilengkapi dengan perangkat-perangkat keprofesian yang lain.

Setiap tenaga sanitarian untuk dapat melakukan pekerjaannya keprofesiannya,


harus melengkapi dirinya selain ijazah juga STRTS. Untuk mendapat kelengkapan
STRTS tenaga sanitarian perlu memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan Permen
nomer 46 tahun 2013 tentang registratsi tenaga kesehatan.Selanjutnya apabila tenaga
sanitarian melakukan pekerjaan di fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat wajib
memiliki SIKTS. SIKTS ini berlaku untuk satu tempat yang dikeluarkan oleh
pemerintah kabupaten/kota setempat. Untuk satu tenaga sanitarian hanya memiliki
hak 2 STRST. Satu diantaranya wajib untuk legalitas sebagai tenaga sanitarian
dengan status PNS.“Tenaga sanitarian memiliki kegiatan yang berorientasi pada
upaya penataan kesehatan masyarakat sehingga mampu mengelola berbagai unsur
mempengaruhi potensi timbulnya gangguan kesehatan. Mereka bisa bekerja di
fasilitas kesehatan seperti puskesmas, klinik, rumah sakit, dan fasilitas kesehatan lain.

Profesionalisme tenaga sanitarian/kesehatan lingkungan ditunjukkan dengan


perilaku tenaga sanitarian/kesehatan lingkungan yang memberikan pelayanan
kesehatan berdasarkan standar pelayanan, mandiri, bertanggung jawab dan
bertanggung gugat, serta senantiasa mengembangkan kemampuannya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Profesionalisme tenaga
sanitarian/kesehatan lingkungan ditunjukkan dengan perilaku tenaga
sanitarian/kesehatan lingkungan yang memberikan pelayanan kesehatan berdasarkan
standar pelayanan, mandiri, bertanggung jawab dan bertanggung gugat, serta
senantiasa mengembangkan kemampuannya sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

Menteri menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan Tenaga Kesehatan


dalam rangka memenuhi kebutuhan Tenaga Kesehatan secara nasional.

43
Pasal 28 ayat 1 menjelaskan bahwa Tenaga Sanitarian yang melakukan
pekerjaannya tanpa memiliki SIKTS, Pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota dapat merekomendasikan pencabutan STRTS kepada
MTKI.
Pasal 28 ayat 2 menjelaskan Pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas
kabupaten/kota dapat mengenakan sanksi teguran lisan, teguran tertulis sampai
dengan pencabutan izin Fasilitas Pelayanan Kesehatan kepada pimpinan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang mempekerjakan Tenaga Sanitarian yang tidak memiliki
SIKTS.
Tujuan pengaturan izin tenaga kesehatan adalah memberikan perlindungan
kepada masyarakat, mempertahankan dan meningkatkan mutu tenaga kesehatan, dan
menjamin adanya kepastian hokum, jadi setiap tenaga sanitarian wajib memiliki
SIKTS agar dapat menjalanan tujuan dari SIKTS tersebut dan apabila tenaga
sanitarian tidak memiliki SIKTS maka tujuan diatas tidak akan terlaksana dan dapat
memberikan dampak buruk bagi tenaga sanitarian itu sendiri, masyarakat dan fasilitas
pelayanan kesehatan.
Pada pasal 12 telah ditetapkan bahwa Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
dilarang mengizinkan Tenaga Sanitarian yang tidak memiliki SIKTS untuk bekerja di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan tersebut. Apabila pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan mempekerjakan tenaga sanitarian yang tidak memiliki SIKTS maka
pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kabupaten/kota dapat engenakan
sanksi teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin fasilitas
pelayanan kesehatan.

5. PEMBAHASAN BAB V

KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
Setiap Tenaga Sanitarian yang saat ditetapkannya Peraturan ini sedang menjalankan
pekerjaannya dianggap telah memiliki SIKTS.
SIKTS diperoleh oleh tenaga sanitarian apabila tenaga sanitarian telah memiliki
STRTS.
SIKTS dikeluarkan oleh pemerintah kab/kota dengan melampirkan

44
a. fotokopi ijazah yang dilegalisir;
b. fotokopi STRTS;
c. surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
d. surat pernyataan memiliki tempat kerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
bersangkutan;
e. pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar berlatar
belakang merah;
f. rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang
ditunjuk; dan
g. rekomendasi dari Organisasi Profesi.
(2) Dalam waktu selambat-lambatnya 1(satu) tahun setelah Peraturan Menteri ini
ditetapkan, Tenaga Sanitarian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki
SIKTS sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini.

Pasal 30
Teknisi Sanitarian Pratama yang berpendidikan dibawah Diploma Satu Kesehatan
Lingkungan yang menjalankan pekerjaannya harus menyesuaikan dengan ketentuan
Peraturan Menteri ini selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Peraturan Menteri ini
ditetapkan.
Pasal 31
Standar Profesi Tenaga Sanitarian yang ditetapkan oleh Organisasi Profesi masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini dan belum
ditetapkan yang baru oleh Organisasi Profesi.

6. PENUTUP BAB VI
Pasal 32
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
373/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Sanitarian dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.

Pasal 33
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

45
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dalam penyelenggaraan pekerja tenaga sanitarian menurut UU No.32 tahun


2013 setiap orang yang telah lulus pendidikan di bidang kesehatan lingkungan
sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan. Tugasnya adalah
melaksanakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat,
2. Dalam perizinan pekerja tenaga sanitarian Menurut UU no.32 tahun 2013
Setiap tenaga sanitarian harus memiliki Surat Tanda Registrasi Tenaga
Sanitarian (STRTS). Apabila seorang tenaga sanitarian ingin terjun ke dunia
kerja maka ia harus memiliki Surat Izin Kerja Tenaga Sanitarian (SIKTS)
3. Pelaksanaan pekerjaan tenaga sanitarian dapt dilakukan pada fasilitas pelayanan
kesehatan. Tenaga Sanitarian yang memiliki SIKTS dapat melakukan
pekerjaannya pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan berupa: puskesmas; klinik;
rumah sakit; dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya. Dan tenaga sanitarian
hanya dapat bekerja pada 2 tempat dengan syarat memiliki 2 SITKS.
4. Pembinaan dan pengawasan pekerja tenaga sanitarian menurut UU No.32
Tahun 2013 Seorang Sanitarian Indonesia apabila telah memiliki Sertifikat
Kompetensi dari MTKP, bisa mengajukan permohonan kepada MTKI untuk
memperoleh STR. dengan melengkapi persyaratan administrasi yang
diperlukan lainnya. Untuk Sanitarian dari luarIndonesia, disamping persyaratan
diatas ybs juga harus telah lulus masa adaptasi dan memiliki rekomendasi dari
HAKLI (Permenkes Nomor 317/MENKES/PER/III/2010 tentang
Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing di Indonesia).

B. Saran

Dari pembahasan berdasar UU No.32 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan


Pekerja Tenaga Sanitarian yang belum memenuhi adalah belum tuntasnya
peregistrasian seluruh tenaga sanitarian di Indonesia oleh HAKLI Indonesia.
Kemudian belum tuntasnya pengelolaan sampah, limbah cair, limbah padat,
pengelolaan bebas vektor dan binatang pengganggu serta permasalahan tentang
ketersulitan air bersih diseluruh wilayah Indonesia. Sehingga banyaknya

46
permasalahan yang ditimbulkan oleh sanitasi yang buruk. Untuk itu
diperlukanlah tenaga sanitarian yang telah memiliki profesi dan terampil uuntuk
menyelesaikan permasalahan yang ditimbulkan. Tenaga kesehatan lingkungan/
sanitarian berkualitas dan dapat bersaing dengan tenaga kesehatan lingkungan
luar negeri. Upaya ini bisa dilakukan melalui proses penyadaran akan pentingnya
kualitas dalam bekerja (jasa) secara profesional.

Untuk itu, pemerintah meninjau kembali dalam rangka mensukseskan


program Pemerintah dalam registrasi Tenaga Kesehatan maka HAKLI
bermaksud memberikan bantuan seoptimal mungkin kepada sanitarian (anggota
HAKLI) dalam berperan sesuai profesinya terkait dengan kebijakan Pemerintah
dalam sertifikasi kompetensi, registrasi sanitarian dan perijinan kerja yang
diperlukan.

47

Anda mungkin juga menyukai