PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) :
Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang
dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya
kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.
Sedemikian luas masalah kesehatan lingkungan, sehingga mensyaratkan
peningkatan ketrampilan dan profesionalitas tenaga. Misalnya jika kita berbicara
masalah penyakit cancer, maka faktor resiko yang terkait kesehatan lingkungan
akan juga dominan didalamnya. Batasan kita tidak lagi berkutat pada diare dan
penyakit berbasis lingkungan, (yang secara tradisional kita pahami selama ini).
Salah satu jenis tenaga kesehatan tersebut adalah pekerjaan/profesi
sanitarian. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 32 tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pekerjaan Sanitarian, yang dimaksud dengan tenaga sanitarian
adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan di bidang
kesehatan lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan.
B. Permasalahan
1. Bagaimanakah penyelenggaraan pekerja tenaga sanitarian menurut UU No 32
tahun 2013 tersebut?
2. Bagaimana perizinan penyelenggaraan pekerja tenaga sanitarian menurut UU
No 32 tahun 2013?
3. Bagaimana pelaksanaan pekerja tenaga sanitarian menurut UU No 32 tahun
2013?
4. Bagaimana pembinaan dan pengawasan terhadap pekerja sanitarian menurut
UU No 32 tahun 2013?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui sistematika penyelenggaraan pekerja tenaga sanitarian
menurut UU No 32 tahun 2013 tentang penyelenggaraan pekerja tenaga
sanitarian.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tentang penyelenggaraan pekerja tenaga sanitarian menurut
UU No 32 tahun 2013
2
b. Mengetahui perizinan penyelenggaraan pekerja tenaga sanitarian
menurut UU No 32 tahun 2013
c. Mengetahui pelaksanaan pekerja tenaga sanitarian menurut UU No 32
tahun 2013
d. Mengetahui pembinaan dan pengawasan terhadap pekerja sanitarian
menurut UU No 32 tahun 2013
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang dibahas dalam makalah ini adalah pengertian dari
Tenaga Sanitarian, .Surat Tanda Registrasi Tenaga Sanitarian , Surat Izin Kerja
Tenaga Sanitarian dan Standar Profesi Tenaga Sanitarian.
Serta Kualifikasi Tenaga Sanitarian Kualifikasi Tenaga Sanitarian ditetapkan
berjenjang dan berkelanjutan yang terdiri dari: a. Sanitarian, b. Teknisi Sanitarian
Utama (Technical Sanitarian); c. Teknisi Sanitarian Madya (Junior Technical
Sanitarian); d. Teknisi Sanitarian Pratama (Assistent Technical Sanitarian); dan
e. Asisten Teknisi Sanitarian (Junior Assistent Technical Sanitarian),
pelaksanaan pekerjaan sanitarian dan pembinaan serta pengawasan terhadap
tenaga sanitarian.
3
BAB II
PEMBAHASAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga Sanitarian adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan di
bidang kesehatan lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundangan-
undangan.
2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif,
kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat.
3. Surat Tanda Registrasi Tenaga Sanitarian selanjutnya disingkat STRTS
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah kepada Tenaga
Sanitarian yang telah memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
4. Surat Izin Kerja Tenaga Sanitarian selanjutnya disingkat SIKTS adalah
bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan di
bidang kesehatan lingkungan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
5. Standar Profesi Tenaga Sanitarian adalah batasan kemampuan minimal
yang harus dimiliki/dikuasai oleh Tenaga Sanitarian untuk dapat
melaksanakan pekerjaan sanitarian secara profesional yang diatur oleh
organisasi profesi.
6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.
7. Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disingkat MTKI
adalah lembaga yang berfungsi untuk menjamin mutu tenaga kesehatan
yang memberikan pelayanan kesehatan.
4
8. Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi yang selanjutnya disingkat MTKP
adalah lembaga yang membantu pelaksanaan tugas MTKI.
9. Organisasi Profesi adalah Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan
Indonesia.
Pasal 2
Dalam Peraturan Menteri ini diatur segala sesuatu yang berkaitan dengan
tindakan yang harus dilaksanakan oleh Tenaga Sanitarian dalam melaksanakan
pekerjaannya.
BAB II
PERIZINAN
Bagian Kesatu
Kualifikasi Tenaga Sanitarian
Pasal 3
(1) Kualifikasi Tenaga Sanitarian ditetapkan berjenjang dan berkelanjutan
yang terdiri dari:
a. Sanitarian;
b. Teknisi Sanitarian Utama (Technical Sanitarian);
c. Teknisi Sanitarian Madya (Junior Technical Sanitarian);
d. Teknisi Sanitarian Pratama (Assistent Technical Sanitarian); dan
e. Asisten Teknisi Sanitarian (Junior Assistent Technical Sanitarian).
(2) Sanitarian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan
Tenaga Sanitarian yang memiliki ijazah Profesi Kesehatan Lingkungan.
(3) Teknisi Sanitarian Utama merupakan Tenaga Sanitarian yang memiliki
ijazah:
a. Diploma Tiga Penilik Kesehatan; atau
b. Diploma Empat/Sarjana Terapan/Sarjana Kesehatan
Lingkungan/Ilmu Lingkungan/Teknologi Lingkungan/Teknik
Lingkungan/Teknik Sanitasi.
(4) Teknisi Sanitarian Madya merupakan Tenaga Sanitarian yang memiliki
ijazah Diploma Tiga Ahli Madya Sanitasi dan Kesehatan
Lingkungan/Teknologi Sanitasi.
5
(5) Teknisi Sanitarian Pratama merupakan Tenaga Sanitarian yang memiliki
ijazah Diploma Satu Kesehatan Lingkungan/Pembantu Penilik Hygiene.
(6) Asisten Teknisi Sanitarian merupakan orang yang memilki ijazah SMK
(Sekolah Menengah Kejuruan) Kesehatan Lingkungan/Sanitasi/ Plumbing.
Bagian Kedua
Sertifikat Kompetensi dan STRTS
Pasal 4
Pasal 5
6
(4) SIKTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk 1 (satu)
tempat.
Pasal 7
Pasal 8
7
(2) Tenaga Sanitarian Warga Negara Indonesia lulusan luar negeri dapat
mengajukan permohonan memperoleh SIKTS setelah:
a. memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1);
dan
b. melakukan evaluasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
. Pasal 9
(1) SIKTS berlaku sepanjang STRTS masih berlaku dan dapat diperpanjang
kembali selama memenuhi persyaratan.
(2) Tenaga Sanitarian yang akan memperbaharui SIKTS harus mengikuti
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 10
BAB III
PELAKSANAAN PEKERJAAN TENAGA SANITARIAN
Pasal 11
a. puskesmas;
b. klinik;
c. rumah sakit; dan
d. Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya.
Pasal 12
8
Pasal 13
a. limbah cair;
b. limbah padat;
c. limbah gas;
d. sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkanpemerintah;
e. binatang pembawa penyakit;
f. zat kimia yang berbahaya;
g. kebisingan yang melebihi ambang batas;
h. radiasi sinar pengion dan non pengion;
i. air yang tercemar;
j. udara yang tercemar; dan
k. makanan yang terkontaminasi.
Pasal 14
9
b. perlindungan kesehatan masyarakat dari pencemaran dan/atau pajanan
kandungan unsur dari proses pengolahan limbah; dan
c. pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan tanah dan limbah padat.
3. Lingkup pelayanan pengelolaan udara dan limbah gas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf c meliputi:
a. pemeriksaan kualitas fisik, kebisingan, getaran dan kelembaban, kimia
dan mikrobiologi udara dan limbah gas;
b. perlindungan kesehatan masyarakat dari pencemaran dan/atau pajanan
kandungan unsur dari proses pengolahan limbah;
c. pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan udara dan limbah gas.
4. Lingkup pelayanan pengelolaan sampah yang tidak diproses sesuai
persyaratan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d
meliputi:
a. pemeriksaan jenis sampah, sumber timbulan, dan karakteristik
b. perlindungan kesehatan masyarakat dari pencemaran dan/atau pajanan
kandungan unsur dari proses pengolahan limbah; dan
c. pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah yang tidak
diproses sesuai persyaratan pemerintah.
5. Lingkup pelayanan pengendalian binatang pembawa penyakit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf e meliputi:
a. pemeriksaan tempat perindukan, perilaku binatang pembawa penyakit,
perilaku masyarakat;
b. perlindungan kesehatan masyarakat dari tempat perindukan, perilaku
binatang pembawa penyakit, perilaku masyarakat; dan
c. pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian binatang pembawa
penyakit.
6. Lingkup pelayanan pengelolaan zat kimia dan limbah B3 termasuk limbah
medik sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 huruf f meliputi:
a. pemeriksaan jumlah, consentrasi dan jenis zat kimia, limbah B3,
hygiene industry, kesehatan kerja;
b. pemeriksaan peralatan dan lingkungan yang terpajan, dan manusia
yang terpajan; dan
c. pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan zat kimia dan limbah
B3.
10
7. Lingkup pelayanan pengelolaan kebisingan yang melebihi ambang batas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf g meliputi:
a. Pemeriksaan intensitas dan tingkat kebisingan yang melebihi ambang
batas, sumber dan sifat, kondisi lingkungan;
b. perlindungan kesehatan masyarakat dari intensitas dan tingkat
kebisingan yang melebihi ambang batas, sumber dan sifat, kondisi
lingkungan; dan
c. pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang
terpajan kebisingan yang melebihi ambang batas.
8. Lingkup pelayanan pengelolaan radiasi sinar pengion dan non pengion
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf h meliputi:
a. Pemeriksaan intensitas dan tingkat radiasi, sumber dan sifat radiasi,
kondisi lingkungan radiasi;
b. perlindungan kesehatan masyarakat dari intensitas dan tingkat radiasi,
sumber dan sifat radiasi, kondisi lingkungan radiasi; dan
c. pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang
terkena radiasi sinar pengion dan non pengion.
9. Lingkup pelayanan pengelolaan air yang tercemar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf i meliputi:
a. pemeriksaan kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi air;
b. penentuan sumber air, dan perlindungan kesehatan masyarakat dari
pencemaran dan/atau pajanan kandungan unsur dari proses
pengolahan air; dan
c. pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan air yang tercemar.
10. Lingkup pelayanan pengelolaan udara yang tercemar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf j meliputi:
a. pemeriksaan kualitas fisik udara/kebisingan/getaran/ kelembaban
udara baik in door maupun outdoor, kecepatan angin dan radiasi,
pemeriksaan kimia, mikrobiologi;
b. perlindungan kesehatan masyarakat dari pencemaran dan/atau pajanan
kandungan unsur dari proses pengolahan udara; dan
c. penggerakan masyarakat dalam pengelolaan udara yang tercemar.
11. Lingkup pelayanan pengelolaan makanan yang terkontaminasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf k meliputi:
11
a. pemeriksaan kualitas fisik , kimia, mikrobiologi dan parasitologi;
b. perlindungan kesehatan masyarakat dari pencemaran dan/atau pajanan
kandungan unsur dari proses pengelolaan makanan; dan
c. penggerakan masyarakat dalam pengelolaan makanan dan minuman
yang terkontaminasi.
Pasal 15
(1) Selain ruang lingkup pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
setiap Tenaga Sanitarian yang menjalankan program Pemerintah
berwenang melakukan pelayanan kesehatan lingkungan tertentu, meliputi:
a. melakukan pemantauan dan manajemen risiko pelaksanaan Analisis
Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL);
b. melakukan pemantauan pelaksanaan Analisis Dampak Kesehatan
Lingkungan (ADKL);
c. melakukan pemantauan pelaksanaan Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL);
d. melakukan pemantauan pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan
(UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL);
e. melakukan pemeriksaan dan tindakan sanitasi kapal dan pesawat
sesuai dengan Peraturan Kesehatan Internasional (IHR); dan
f. melakukan pemantauan pelaksanaan Klinik Sanitasi dan Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM).
(2) Pelayanan kesehatan program Pemerintah lainnya hanya dapat dilakukan
oleh Tenaga Sanitarian yang dilatih khusus untuk program Pemerintah.
(3) Bagi Tenaga Sanitarian yang melakukan pekerjaan di luar kewenangan
sebagaimana dimaksud ayat (1), harus memperoleh kewenangan tertulis
dari yang berwenang.
(4) Pemerintah, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota
bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan bagi Tenaga Sanitarian
yang memperoleh kewenangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat
(2).
Pasal 16
12
a. merencanakan dan mengelola sumber daya di bawah tanggung jawabnya;
b. mengevaluasi secara komprehensif dengan memanfaatkan IPTEK untuk
menghasilkan langkah-langkah pengembangan strategi organisasi yang
menjadi tanggung jawabnya;
c. memecahkan permasalahan berkaitan dengan bidang sains, teknologi dan
atau seni kesehatan lingkungan melalui pendekatan multidisipliner; dan
d. melakukan riset, mengambil keputusan strategis dan mengomunikasikan
atas semua aspek yang terkait dengan kesehatan lingkungan dan berada di
bawah tanggung jawabnya.
Pasal 17
13
f. melakukan kerja sama dan membuat laporan tertulis secara komprehensif.
Pasal 19
Pasal 20
Pasal 21
14
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.
(3) Dalam hal seorang Tenaga Sanitarian karena suatu sebab tidak mampu
melaksanakan pekerjaan sanitarian, wajib berkonsultasi kepada Tenaga
Sanitarian pada jenjang yang lebih tinggi.
Pasal 22
Pasal 23
Pasal 24
15
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 25
Pasal 26
Pasal 27
16
Pasal 28
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
(1) Setiap Tenaga Sanitarian yang saat ditetapkannya Peraturan ini sedang
menjalankan pekerjaannya dianggap telah memiliki SIKTS.
(2) Dalam waktu selambat-lambatnya 1(satu) tahun setelah Peraturan Menteri
ini ditetapkan, Tenaga Sanitarian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memiliki SIKTS sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini.
Pasal 30
Pasal 31
Standar Profesi Tenaga Sanitarian yang ditetapkan oleh Organisasi Profesi masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini dan belum
ditetapkan yang baru oleh Organisasi Profesi
17
BAB VI
PENUTUP
Pasal 32
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 373/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Sanitarian dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 33
ttd
NAFSIAH MBOI
ttd
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 648
18
BAB III
PEMBAHASAN
1. PEMBAHASAN BAB 1
Didalam pasal 1 dijelaskan bahwa Tenaga Sanitarian adalah setiap orang yang
telah lulus pendidikan di bidang kesehatan lingkungan sesuai ketentuan peraturan
perundangan-undangan. Tugas seorang sanitarian adalah melaksanakan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat, setiap tenaga sanitarian harus memiliki Surat Tanda
Registrasi Tenaga Sanitarian (STRTS) . STRTS adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh Pemerintah kepada Tenaga Sanitarian yang telah memiliki sertifikat kompetensi
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dan apabila seorang tenaga sanitarian ingin terjun ke dunia kerja maka ia harus
memiliki Surat Izin Kerja Tenaga Sanitarian (SIKTS) adalah bukti tertulis pemberian
kewenangan untuk menjalankan pekerjaan di bidang kesehatan lingkungan pada
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Standar Profesi Tenaga Sanitarian adalah batasan
kemampuan minimal yang harus dimiliki/dikuasai oleh Tenaga Sanitarian untuk
dapat melaksanakan pekerjaan sanitarian secara profesional yang diatur oleh
organisasi profesi.
Dan dalam pasal 2 sudah dijelaskan bahwa dalam Peraturan Menteri ini diatur
segala sesuatu yang berkaitan dengan tindakan yang harus dilaksanakan oleh Tenaga
Sanitarian dalam melaksanakan pekerjaannya.
19
2. PEMBAHASAN BAB II
a. Sanitarian;
b. Teknisi Sanitarian Utama (Technical Sanitarian);
c. Teknisi Sanitarian Madya (Junior Technical Sanitarian);
d. Teknisi Sanitarian Pratama (Assistent Technical Sanitarian); dan
e. Asisten Teknisi Sanitarian (Junior Assistent Technical Sanitarian).
Sanitarian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Tenaga
Sanitarian yang memiliki ijazah Profesi Kesehatan Lingkungan. Teknisi Sanitarian
Utama merupakan Tenaga Sanitarian yang memiliki ijazah: Diploma Tiga Penilik
Kesehatan; atau Diploma Empat/Sarjana Terapan/Sarjana Kesehatan
Lingkungan/Ilmu Lingkungan/Teknologi Lingkungan/Teknik Lingkungan/Teknik
Sanitasi.
Pasal 4 – Pasal 9
Jumlah tenaga kesehatan lingkungan saat ini diperkirakan lebih dari 20 ribu
orang yang melakukan pengabdian diseluruh wilayah NKRI. Sayangnya sampai
sekarang HAKLI belum pernah melakukan registrasi secara tuntas, sehingga
jumlahnya yang pasti belum diperoleh. Variasi keahlian antara yang satu dengan
yanglainnya cukup besar. Menyadari hal ini, harus dilakukan upaya agar tenaga
kesehatan lingkungan/ sanitarian berkualitas dan dapat bersaing dengan tenaga
kesehatan lingkungan luar negeri. Upaya ini bisa dilakukan melalui proses
penyadaran akan pentingnya kualitas dalam bekerja (jasa) secara profesional.
20
Dalam rangka mensukseskan program Pemerintah dalam registrasi Tenaga
Kesehatan maka HAKLI bermaksud memberikan bantuan seoptimal mungkin kepada
sanitarian (anggota HAKLI) dalam berperan sesuai profesinya terkait dengan
kebijakanPemerintah dalam sertifikasi kompetensi, registrasi sanitarian dan perijinan
kerja yang diperlukan.
Registrasi adalah pencatatan resmi (oleh MTKI) terhadap tenaga kesehatan yang
telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya
serta diakui secara hukum untuk menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya.
STR didefinisikan sebagai bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada
tenaga kesehatan yang diregistrasi setelah memiliki sertifikat kompetensi (Permenkes
161/Menkes/Per/I/2010tentang Registrasi Tenaga Kesehatan). Dalam nomenklatur
internasional Sanitarian yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi disebut
Registered Sanitarian (RS).
21
Standar Profesi Sanitarian, Standar Kompetensi Sanitarian dan instrument (soal)
Uji Kompetensi bisa dirancang mengacu pada standar internasional atau standar
Negara maju. Apabila ini dilakukan maka sanitarian yang lulus dan memiliki STR,
akan diakui secara internasional Registered Sanitarian (RS). Orientasi standar
internasional perlu dilakukan menyongsong era globalisasi mendatang.
Lisensi Sanitarian adalah proses pemberian surat ijin kerja (SIK) kepada
Sanitarian. SIK Sanitarian adalah kendali yang dimiliki Pemerintah untuk menjamin
mutu Sanitarian dalam memberikan jasa kepada yang membutuhkannya. Menurut PP
32 thn 1996 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 4 Tenaga kesehatan hanya dapat
melakukan upaya kesehatan setelah memiliki izin dari MenteriKesehatan Permenkes
161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, mengatur tentang
bagaimana memperoleh STR. (sumber : HAKLI)
Maksud dari pasal 9 ini bahwasannya surat izin kerja tenaga sanitarian masih
berlaku dan dapat diperpanjang kembali selama bisa memenuhi persyaratan yang
berlaku. Kemudian tenaga sanitarian yang akan mempebaharui SITKS harus
mengikuti ketentuan yang berlaku sebagiaman yang telah disebut pada pasal 7 ayat 1
dan ayat 2. penyelenggaran pada pasal ini telah dilaksanakan seperti pengurusan surat
izin kerja terhadap sanitarian yang telah bekerja.
Pasal 10
Maksud dari pasal 10 ini, Tenaga sanitarian hanya bisa bekerja pada 2 tempat
dengan syarat memiliki SITKS sebanyak 2 buah. Pengurusan SITKS yang pertama
hanya dengan menunjukan SITKS yang pertama. Penyelenggaraan pada pasal ini
sudah terlaksana
22
Maksud dari pasal ini, tenaga sanitarian yang telah memiliki SITKS dapat
melakukan pekerjaannya di fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, klinik,
rumah sakit serta fasilitas pelaynan kesehatan lainnya. Dimana sudah terlaksana
seperti sanitarian yang berada di puskesmas yang bekerja serta telah memiliki SITKS.
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
Mengenai ruang lingkup pelayanan kesehatan lingkungan
Lingkup pengelolaan limbah cair
23
4) Kotoran dapat ditampung dalam waktu 2 – 4 tahun untuk
selanjutnya dikuras (tergantung perencanaan)
5) Waktu tinggal kotoran ± 3 hari.
6) Tinggi pipa pemasukan minimal 5 cm diatas pipa pengeluaran.
7) Tinggi pipa pemasukan maupun pengeluaran harus terletak
minimal 10 cm diatas muka air tanah.
8) Tangki septictank diberi lubang pemeriksa untuk menguras dan
pipa ventilasi.
9) Lapisan dalam septictank 30 cm dari tutup atas adalah ruang
gas, dibawah ruang gas adalah kotoran-kotoran yang masih
mengapung di atas air.
10) Tinggi dari dasar sampai permukaan air tergantung
perencanaan.
11) Setelah selesai dibuat harus diisi penuh air dan diberi bibit air
kotor dari selokan.
Pengelolaan Limbah Padat
Minimisasi Limbah Medis Padat
Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari
sumber.
Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan
bahan kimia yang berbahaya dan beracun.
Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia
dan farmasi.
Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis
mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus
melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.
Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang
Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang
menghasilkan limbah.
Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari
limbah yang tidak dimanfaatkan kembali.
Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa
memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus
24
anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang
yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya.
Jarum dan syringes harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan
kembali.
Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui
proses sterilisasi
Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan
kembali. Apabila rumah sakit tidak mempunyai jarum yang sekali
pakai (disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan
kembali setelah melalui proses salah satu metode sterilisasi pada
Tabel I.10.
Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan
penggunaan wadah dan label seperti pada Tabel I.10
Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali untuk
pemulihan perak yang dihasilkan dari proses film sinar X.
Limbah sitotoksis dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor,
dan diberi label bertuliskan “Limbah Sitotoksis”.
Pengumpulan, Pengangkutan, dan Penyimpanan Limbah Medis Padat di Lingkungan
Rumah Sakit
Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan penghasil limbah
menggunakan troli khusus yang tertutup.
Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim
hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam.
Pengumpulan, Pengemasan dan Pengangkutan ke Luar Rumah Sakit
Pengelola harus mengumpulkan dan mengemas pada tempat yang kuat.
Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan khusus.
25
Pengolahan dan Pemusnahan
Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang langsung ke tempat
pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan.
Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis padat
disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dan jenis limbah medis padat
yang ada, dengan pemanasan menggunakan otoklaf atau dengan pembakaran
menggunakan
26
1. Pemeriksaan intensitas dan tingkat kebisingan yang melebihi
ambang batas, sumber dan sifat, kondisi lingkungan
48/MENLH/11/1996
Kegiatan
a. Peruntukan kawasan
5. Industri 70
7. Rekreasi 70
Khusus :
- Bandar udara *)
- Pelabuhan Laut 70
- Cagar Budaya
b. Lingkungan Kegiatan
27
a. Alat
a. Range :
b. Respon :
c. Funct :
1) A : Ambien, di lingkungan
2. Prosedur
28
2) Sebelum digunakan alat sound level meter harus dikalibrasi terlebih
dahulu dengan menekan tombol cal 94,0 sampai angka pada monitor
94,0.
(sesuai kebutuhan).
6) Lakukan selama 15 menit dan dicatat setiap 4 detik dengan total kolom
orang diantaranya :
detik dengan total kolom 120. Lakukan pengukuran kebisingan oleh tiga
orang diantaranya :
yang melebihi ambang batas, sumber dan sifat, kondisi lingkungan; dan
29
1) Ear plug / sumbat telinga
2) Ear muff / tutup telinga
30
3. Cocok dengan Alat Pelindung diri yang lainnya misal helm dan kacamata
4. Masih bisa berkomunikasi ketika digunakan, karena jika berlebihan dapat
menimbulkan bahaya lainnya misal tidak dapat mendengar isyarat atau
sirene tanda bahaya
5. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang terpajan
kebisingan yang melebihi ambang batas.
31
Mengamati keberadaan kecoak yang ditandai dengan adanya kotoran, telur
kecoak, dan kecoa hidup atau mati di setiap ruangan.
Pengamatan dilakukan secara visual dengan bantuan senter, setiap 2 (dua)
minggu.
Bila ditemukan tanda-tanda keberadaan kecoa maka segera dilakukan upaya
pemberantasan.
Tikus
Mengamati/memantau secara berkala setiap 2 (dua) bulan di tempat-tempat
yang biasanya menjadi tempat perkembangbiakan tikus yang ditandai dengan
adanya keberadaan tikus antara lain : kotoran, bekas gigitan, bekas jalan, dan
tikus hidup. Ruang-ruang tersebut antara lain di daerah bangunan tertutup
(core) rumah sakit, antara lain dapur, ruang perawatan, laboratorium, ICU,
radiologi, UGD, ruang operasi, ruang genset/panel, ruang administrasi, kantin,
ruang bersalin, dan ruang lainnya.
Lalat
Mengukur kepadatan lalat secara berkala dengan menggunakan fly grill pada
daerah core dan pada daerah yang biasa dihinggapi lalat, terutama di tempat
yang diduga sebagai tempat perindukan lalat seperti tempat sampah, saluran
pembuangan limbah padat dan cair, kantin rumah sakit, dan dapur.
Kecoa
a) Menyimpan bahan makanan dan makanan siap saji pada tempat
32
tertutup.
b) Pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan.
c) Menutup lubang-lubang atau celah-celah agar kecoa tidak masuk ke
dalam ruangan.
Tikus
a) Melakukan penutupan saluran terbuka, lubang-lubang di dinding,
plafon, pintu, dan jendela.
b) Melakukan pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan.
Lalat
a) Melakukan pengelolaan sampah/limbah yang memenuhi syarat
kesehatan
33
dengan menggunakan insektisida dengan pengasapan, bubuk,
semprotan
Tikus
Melakukan pengendalian tikus secara fisik dengan pemasangan
perangkap, pemukulan atau sebagai alternatif terakhir dapat dilakukan
secara kimia dengan menggunakan umpan beracun.
Lalat
1. Pemeriksaan jumlah, consentrasi dan jenis zat kimia, limbah B3, hygiene
industry, kesehatan kerja;
2. Pemeriksaan peralatan dan lingkungan yang terpajan, dan manusia yang
terpajan; dan
3. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan zat kimia dan limbah B3.
Lingkup pelayanan pengelolaan radiasi sinar pengion dan non pengion, meliputi:
Radiasi Non Pengion Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak
akan menyebabkan efek ionisasi apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi non-
34
pengion tersebut berada di sekeliling kehidupan kita. Yang termasuk dalam jenis
radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio (yang membawa
informasi dan hiburan melalui radio dan televisi); gelombang mikro (yang
digunakan dalam microwave oven dan transmisi seluler handphone); sinar
inframerah (yang memberikan energi dalam bentuk panas); cahaya tampak (yang
bisa kita lihat); sinar ultraviolet (yang dipancarkan matahari).
1. Pemeriksaan intensitas dan tingkat radiasi, sumber dan sifat radiasi, kondisi
lingkungan radiasi;
SIFAT RADIASI Ada dua macam sifat radiasi yang dapat digunakan untuk
mengetahui keberadaan sumber radiasi pada suatu tempat atau bahan, yaitu
sebagai berikut :
• Radiasi tidak dapat dideteksi oleh indra manusia, sehingga untuk
mengenalinya diperlukan suatu alat bantu pendeteksi yang disebut dengan
detektor radiasi. Ada beberapa jenis detektor yang secara spesifik mempunyai
kemampuan untuk melacak keberadaan jenis radiasi tertentu yaitu detektor
alpha, detektor gamma, detektor neutron, dll.
• Radiasi dapat berinteraksi dengan materi yang dilaluinya melalui proses
ionisasi, eksitasi dan lain-lain. Dengan menggunakan sifat-sifat tersebut
kemudian digunakan sebagai dasar untuk membuat detektor radiasi
35
2. Perlindungan kesehatan masyarakat dari intensitas dan tingkat radiasi, sumber
dan sifat radiasi, kondisi lingkungan radiasi; dan
3. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang terkena
radiasi sinar pengion dan non pengion
36
Organisme yang ditemukan dalam perairan: bakteri, virus,algae, jamur,
mikroinvertebrata (protozoa, serangga, cacing, dll). Karakteristik biologi
ditentukan dengan parameter yang disebut indeks biotik. Indeks ini
menunjukkan ada tidaknya organisme.
37
3. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan air yang tercemar.
Pasal 15
38
2. Pelayanan kesehatan program Pemerintah lainnya hanya dapat
dilakukan oleh Tenaga Sanitarian yang dilatih khusus untuk program
Pemerintah.
Pasal 15 – 20
PERAN DAN FUNGSI SANITARIAN
39
Kompetensi yang dimiliki harus mampu mengidentifikasi komponen-
komponen yang mempengaruhi kesehatan manusia.
3. Peran sebagai Pengajar, Pelatih dan Pemberdayaan Masyarakat
Fungsinya adalah mengidentifikasi, menentukan, merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat
tentang kesehatan lingkungan. Kompetensi yang harus dimiliki adalah :
a. Menyusun instrumen , mengumpulkan, memilih bentuk dan metode
intervensi, memahami tata laksana, menggali dan menggerakkan sumber daya,
menjalin kemitraan, memberikan alternatif pemecahan masalah.
b. Menentukan instrumen evaluasi, menilai kriteria keberhasilan intervensi.
4. Peran sebagai Asisten Peneliti Kesehatan Lingkungan
Fungsi : Menentukan masalah dan melakukan kegiatan penelitian teknologi
tepat guna bidang kesehatan lingkungan.
Kompetensi yang harus dimiliki :
a. Mengumpulkan data, merumuskan masalah kesehatan lingkungan
b. Mampu membuat usulan penelitian, menggerakan sumber daya dan menyusun
laporan penelitian.
40
8. Melakukan pemeriksaan kualitas kimia tanah dan limbah padat: meliputi
pengambilan, pengiriman, pemeriksaan dan analisis hasil pemeriksaan sampel
9. Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi dan parasitologi tanah dan
limbah padat: meliputi pengambilan, pengiriman, pemeriksaan dan analisis
hasil pemeriksaan sampel
10. Melakukan pemeriksaan kualitas fisik makanan dan minuman: meliputi
pengambilan, pengiriman, pemeriksaan dan analisis hasil pemeriksaan sampel
11. Melakukan pemeriksaan kualitas kimia makanan dan minuman: meliputi
pengambilan, pengiriman, pemeriksaan dan analisis hasil pemeriksaan sampel
12. Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi dan parasitologi makanan dan
minuman: meliputi pengambilan, pengiriman, pemeriksaan dan analisis hasil
pemeriksaan sampel
13. Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi dan parasitologi sampel usap
alat makanan dan minuman dan rectum: meliputi pengambilan, pengiriman,
pemeriksaan dan analisis hasil pemeriksaan sampel
14. Melakukan Survai Vektor dan Binatang Pengganggu, termasuk analisis hasil
Survai
15. Melakukan pengukuran kuantitas (debit) air dan air limbah, termasuk analisis
hasil
16. Mengidentifikasi makro dan mikro bentos di badan air: meliputi pengambilan,
pengiriman, pemeriksaan dan analisis hasil pemeriksaan sampel
17. Melakukan pemeriksaan sampel toksikan dan hiomonitoring: meliputi
pengambilan, pengiriman, pemeriksaan dan analisis hasil pemeriksaan sampel
18. Melakukan analisis dampak kesehatan lingkungan
19. Mengelola program hygiene industri, kesehatan dan ke-selamatan kerja
20. Merancang, mengoperasikan, dan memelihara peralatan pengelolaan sampah
21. Mengoperasikan alat pengeboran air tanah
22. Melakukan pengeboran air tanah untuk pembangunan sarana air bersih
23. Melakukan pendugaan air tanah
24. Mengkalibrasi dan memelihara peralatan pengujian
25. Mengoperasikan alat alat aplikasi pengendalian vektor
26. Mengelola alat-alat pengambil sampel udara
27. Melakukan kegiatan penyuluhan dan pelatihan (komunikasi)
28. Mengawasi sanitasi pengelolaan linen
41
29. Melakukan pengelolaan limbah padat sesuai jenisnya
30. Melakukan Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu
31. Melakukan pengelolaan pembuangan tinja
32. Mengawasi sanitasi pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
33. Melakukan surveilance penyakit berbasis lingkungan
34. Berwirausaha di bidang kesehatan pelayanan kesehatan lingkungan
35. Melakukan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan lingkungan
36. Menilai kondisi kesehatan perumahan (kepadatan hunian, lantai, dinding,
atap, ventilasi, jendela dan pena-taan ruangan/bangunan)
37. Menerapkan prinsip sanitasi pengelolaan makanan
38. Menerapkan HACCP dalam pengelolaan makanan dan minuman
39. Mengawasi sanitasi tempat pembuatan, penjualan, penyimpanan,
pengangkutan & penggunaan pestisida
40. Mengawasi Sanitasi Tempat-tempat Umum, Industri, Pa-risata, Permukiman
dan Sarana Transportasi
41. Melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan
42. Merancang teknologi tepat guna dan ramah lingkungan
43. Melakukan intervensi administratif sesuai hasil analisis sampel air, tanah,
udara, limbah makanan dan minuman, vektor dan binatang pengganggu
44. Melakukan intervensi teknis sesuai hasil analisis sampel air, tanah, udara,
limbah makanan dan minuman, vektor dan binatang pengganggu
45. melakukan intervensi sosial sesuai hasil analisis sampel air, tanah, udara,
limbah makanan dan minuman, vektor dan binatang pengganggu
46. Mengelola klinik sanitasi.
4. PEMBAHASAN BAB IV
Pasal 21 – Pasal 27
42
Apabila kita telah memilih Sanitrarian sebagai sebuah profesi, maka sebagai
seorang sanitarain dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus senantiasa
dilandasi oleh kode etik serta harus selalu menjujung tinggi ketentuan yang
dicanangkan oleh profesi. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya harus selalu
berpedoman pada standar kompetensi. Sedangkan standar kompetensi itu sendiri
harus senantiasa terus dilengkapi dengan perangkat-perangkat keprofesian yang lain.
43
Pasal 28 ayat 1 menjelaskan bahwa Tenaga Sanitarian yang melakukan
pekerjaannya tanpa memiliki SIKTS, Pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota dapat merekomendasikan pencabutan STRTS kepada
MTKI.
Pasal 28 ayat 2 menjelaskan Pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas
kabupaten/kota dapat mengenakan sanksi teguran lisan, teguran tertulis sampai
dengan pencabutan izin Fasilitas Pelayanan Kesehatan kepada pimpinan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang mempekerjakan Tenaga Sanitarian yang tidak memiliki
SIKTS.
Tujuan pengaturan izin tenaga kesehatan adalah memberikan perlindungan
kepada masyarakat, mempertahankan dan meningkatkan mutu tenaga kesehatan, dan
menjamin adanya kepastian hokum, jadi setiap tenaga sanitarian wajib memiliki
SIKTS agar dapat menjalanan tujuan dari SIKTS tersebut dan apabila tenaga
sanitarian tidak memiliki SIKTS maka tujuan diatas tidak akan terlaksana dan dapat
memberikan dampak buruk bagi tenaga sanitarian itu sendiri, masyarakat dan fasilitas
pelayanan kesehatan.
Pada pasal 12 telah ditetapkan bahwa Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
dilarang mengizinkan Tenaga Sanitarian yang tidak memiliki SIKTS untuk bekerja di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan tersebut. Apabila pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan mempekerjakan tenaga sanitarian yang tidak memiliki SIKTS maka
pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kabupaten/kota dapat engenakan
sanksi teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin fasilitas
pelayanan kesehatan.
5. PEMBAHASAN BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
Setiap Tenaga Sanitarian yang saat ditetapkannya Peraturan ini sedang menjalankan
pekerjaannya dianggap telah memiliki SIKTS.
SIKTS diperoleh oleh tenaga sanitarian apabila tenaga sanitarian telah memiliki
STRTS.
SIKTS dikeluarkan oleh pemerintah kab/kota dengan melampirkan
44
a. fotokopi ijazah yang dilegalisir;
b. fotokopi STRTS;
c. surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
d. surat pernyataan memiliki tempat kerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
bersangkutan;
e. pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar berlatar
belakang merah;
f. rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang
ditunjuk; dan
g. rekomendasi dari Organisasi Profesi.
(2) Dalam waktu selambat-lambatnya 1(satu) tahun setelah Peraturan Menteri ini
ditetapkan, Tenaga Sanitarian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki
SIKTS sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini.
Pasal 30
Teknisi Sanitarian Pratama yang berpendidikan dibawah Diploma Satu Kesehatan
Lingkungan yang menjalankan pekerjaannya harus menyesuaikan dengan ketentuan
Peraturan Menteri ini selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Peraturan Menteri ini
ditetapkan.
Pasal 31
Standar Profesi Tenaga Sanitarian yang ditetapkan oleh Organisasi Profesi masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini dan belum
ditetapkan yang baru oleh Organisasi Profesi.
6. PENUTUP BAB VI
Pasal 32
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
373/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Sanitarian dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 33
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
45
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
46
permasalahan yang ditimbulkan oleh sanitasi yang buruk. Untuk itu
diperlukanlah tenaga sanitarian yang telah memiliki profesi dan terampil uuntuk
menyelesaikan permasalahan yang ditimbulkan. Tenaga kesehatan lingkungan/
sanitarian berkualitas dan dapat bersaing dengan tenaga kesehatan lingkungan
luar negeri. Upaya ini bisa dilakukan melalui proses penyadaran akan pentingnya
kualitas dalam bekerja (jasa) secara profesional.
47