DISUSUN OLEH :
1. AINUN KHOLILAH (188620600166)
.’
DISUSUN OLEH :
1. AINUN KHOLILAH (188620600166)
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah,dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tugas akhir tentang kebijakan pendidikan sebagai
kebijakan publik untuk dapat menyelesaikan tugas kuliah kami.
Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin. Untuk itu
tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas segala pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik secara materi maupun
pendidikan.
Terlepas dari semua hal itu, Kami menyadari bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi penyusunan kalimat maupun dari segi tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang hubungan filsafat, manusia,
dan pendidikan ini dapat memberikan informasi dan manfaat bagi pembacanya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................
ii
iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
......................................................................................................................
......................................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah
......................................................................................................................
......................................................................................................................
2
C. Tujuan Penulisan Makalah
......................................................................................................................
......................................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Nilai-nilai sosial kemanusiaan (teologi al-ma’un)
......................................................................................................................
......................................................................................................................
3
B. Gerakan peduli pada fakir miskin dan yatim piatu
......................................................................................................................
......................................................................................................................
6
C. Bentuk dan model gerakan sosial muhammadiyah
......................................................................................................................
8
D.revitalisasigerakanmuhammadiyah……………………………………
......................................................................................................................
......................................................................................................................
22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................
23
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Muhammadiyah sendiri mengambil surat Al-Ma’un dalam Al-Qur’an sebagai
dasar untuk berjalan pada ranah sosial. Pembahasan mengenai Teologi Al-Ma’un
pun sering digalakkan. Hal ini sebagai telaah kritis terhadap gerakan sosial yang
dilakukan Muhammadiyah. Dan bisa kita lihat, bahwa saat ini Muhammadiyah
banyak mempunyai amal usaha, mulai dari pondok anak yatim, sekolah/lembaga
pendidikan, sampai rumah sakit pun ada. Ini sebagai pengejawantahan dari
interpretasi terhadap surat Al-Ma’un.
Muhammadiyah mempunyai cita-cita sosial, yakni “kesejahteraan, dan
kemakmuran masyarakat yang diridhai Allah”. Dari sini kita ketahui bahwa
Muhammadiyah menghendaki terciptanya negara yang baik dan penuh akan
ampunan Allah. Inilah interpretasi dari ungkapan Islam adalah agama rahmatan lil
‘alamin. Bagaimana kita lihat kemudian Muhammadiyah sejak didirikan oleh
Kyai Dahlan, sampai kepemimpinan yang sekarang masih berusaha untuk
menjalin komunikasi yang baik, dan memberikan pelayanan sosial terhadap
masyarakat, fakir miskin dan yatim piatu. Hal inilah yang menjadi penting dalam
perkembangan Muhammadiyah.
Revitalisasi gerakan Muhammadiyah dapat dimaknai sebagai proses penguatan
kembali sistem paham dan jati diri sesuia dengan prinsip-prinsip ideal gerakan
menuju pada tercapainya kekuatan muhammadiyah sebagai gerakan islam yang
menjalakan fungsi dakwah dan tajdid menju terwujudnya masyarakat islam yang
sebenar-benarnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Menghardik anak yatim adalah refleksi kesombongan diri, merasa diri lebih baik
dan Allah menolak kesombongan. Oleh sebab itu, mereka yang sombong dan
bakhil seperti kata Hamka dengan menghardik anak yatim sebagai simbolisasi,
patut diucap sebagai "pendusta agama".
Dan ini menunjukkan pula bahwa Islam memiliki visi kemanusiaan. Dan
visi kemanusiaan ini harus diterjemahkan ke dalam amal nyata atau kehidupan
sehari-hari. Dengan memberi makan orang miskin yang memerlukan.
Mengutamakan sifat individualis, berarti seseorang telah melanggar visi
kemanusiaan. Ialah "pendusta agama". Agama bukan hanya bersifat vertikal,
terkungkung dan terpenjara di mesjid. Agama ialah kemanusiaan yang
membebaskan dan mencerahkan.
Itulah potret-potret pendusta agama. Ayat berikutnya, dengan lebih lantang,
mengatakan pada kita: “Maka celakalah orang-orang yang salat! Bagaimana
mungkin, pengabdian transendental seorang muslim, melalui shalatnya kepada
Allah, disebut sebagai perbuatan yang tidak hanya sia-sia, tapi juga
mencelakakan?”
Ada tiga parameter celakanya (wail) orang-orang yang shalat (ayat 4-7).
Pertama, mereka yang lalai dalam shalatnya (ayat 5). Kedua, mereka yang berbuat
riya' (ayat 6). Ketiga, mereka yang menolak memberi pertolongan. Buya Hamka
menafsirkan bahwa "lalai" berarti shalat tanpa diikuti oleh kesadaran sebagai
hamba Allah. Kata Buya Hamka: "Saahuun; asal arti katanya ialah lupa. Artinya
dilupakannya apa maksud sembahyang itu, tidak didasarkan atas pengabdian
kepada Allah, walau ia mengerjakan ibadah. Ibadah tanpa kesadaran, adalah
sebuah kelalaian, begitu tafsir Buya Hamka. Kesadaran penting, manakala kita
melakukan purifikasi atas niat beribadah itu.
Mereka yang berbuat riya' berarti menodakan niat ikhlasnya pada sesuatu
yang bukan pada Allah. Menisbatkan sesuatu yang seharusnya dipersembahkan
pada Allah misalnya: shalat dan ibadah justru kepada benda ciptaan Allah. Shalat
dalam kerangka ini hanya membawa kecelakaan. Kata Buya Hamka, kadang-
kadang dia menganjurkan memberi makan fakir miskin, kadang-kadang kelihatan
dia khusyu' sembahyang; tetapi semuanya itu dikerjakannya karena ingin dilihat,
5
dijadikan reklame. Dalam bahasa yang lebih moderen, shalat hanya dijadikan citra
untuk kekuasaan, untuk amal keduniaan.
Menolak memberi pertolongan adalah bentuk kezaliman yang lain lagi.
Orang-orang yang mendustakan agama selalu mengelakkan dari menolong.
Sebab, kata Buya Hamka tidak ada rasa cinta di dalam hatinya, yang ada ialah
rasa benci. Memberi pertolongan adalah wujud kemanusiaan. Dan menolak
memberi pertolongan, membiarkan orang lain dalam kesusahan, melawan hakikat
kemanusiaan. Riya', kata Buya Hamka, adalah simbol kebohongan dan kepalsuan,
sementara menolak memberi bantuan adalah simbol individualisme dan
kezaliman. Dua-duanya, adalah refleksi pendusta-pendusta agama. Sehingga,
wajar jika Sayyid Quthb dalam tafsirnya menyebut bahwa Al-Ma'un
memperlambangkan pertemuan dimensi sosial dan ritual agama. Ini menunjukkan
bahwa agama pada hakikatnya bersifat transformatif, mewujud ke seluruh sel-sel
kehidupan nyata.
Maksud mengamalkan surat al-Ma’un. Menurut beliau, mengamalkan bukan
sekadar menghafal atau membaca ayat tersebut. Namun, mengamalkan berarti
mempraktikkan al-Ma’un dalam bentuk amalan nyata. “Oleh karena itu", lanjut
KH Ahmad Dahlan, “carilah anak-anak yatim, bawa mereka pulang ke rumah,
berikan sabun untuk mandi, pakaian yang pantas, makan dan minum, serta berikan
mereka tempat tinggal yang layak. Untuk itu pelajaran ini kita tutup, dan
laksanakan apa yang telah saya perintahkan kepada kalian". KH Ahmad Dahlan
lantas mengajak murid-muridnya mencari anak yatim, dan kemudian
melaksanakan apa yang sudah difirmankan Allah tersebut. Dari sana, lahirlah
Muhammadiyah dengan amal usahanya. Inilah teologi Al-Ma'un, landasan bagi
gerakan sosial Islam. Dan dimensinya yang universal menembus batas jama'ah,
menembus batas ormas, bahkan menembus batas-batas agama.
ditinggal meninggal oleh orang tuanya baik ayahnya atau ibunya atau keduanya
dan belum dewasa serta belum dapat mencari nafkah sendiri. Sedangkan fakir
miskin adalah golongan yang tidak mendapati sesuatu yang mencukupi kebutuhan
mereka. Ada yang mencontohkan bahwa fakir itu pendapatan sehari-hari kurang
dari separuh kebutuhannya, sedangkan miskin pendapatannya kurang dari
kebutuhannya tetapi pendapatannya diatas 50% kebutuhannya namun masih
kurang.
Muhammadiyah adalah institusi dan institusionalisasi teologi Al-Ma’un
yang diharapkan perduli pada kaum tersebut dalam mengikis problematika social.
Muhammadiyah dalam praktisi sosial dengan pemihakan terhadap
kaum mustadl’afin, dhuafa, masakin, dan anak yatim, mengilhami
Muhammadiyah untuk mendirikan banyak lembaga pendidikan, panti asuhan,
rumah sakit, dan tempat layanan sosial lainnya. Pendirian tempat layanan sosial
adalah kepedulian Muhammadiyah kepada kaum miskin dan kepentingan umat.
Dalam realitas keseharian dapat disaksikan banyak orang kaya Islam
khusyuk merata dahi di atas sajadah, semantara di sekitarnya banyak tubuh layu
kekurangan gizi dan di grogoti penyakit. Banyak orang rajin beribadah padahal
kemiskinan,kebodohan,kelaparan,dan kesulitan mendera saudara-saudaranya.
Fakta dan realitas kemiskinan adalah wajah lain dehumanisasi. Kemiskinan terjadi
akibat kemungkaran sosial dan dosa sosial akut. Ia bukan masalah individu, tetapi
masalah bersama yang harus di cari jalan keluarnya. Dalam kontek ini
muhammadiyah dapat memainkan peran strategis, dengan member sumbangsi
nyata terhadap masyarakat.
MTs), 979 sekolah lanjutan tingkat atas (SMA,MA, SMK), 101 sekolah kejuruan,
13 mualimin/mualimat, 3 sekolah menengah farmasi, serta 64 pondok pesantren.
Dalam bidang pendidikan tinggi, hingga tahun ini Muhammadiyah memiliki 36
universitas, 72 sekolah tinggi, 54 akademi, dan 4 politeknik. Nama-nama seperti
Bustanul Athfal/TK Muhammadiyah, SD Muhammadiyah, SMP Muhammadiyah,
SMA Muhammadiyah, SMK Muhammadiyah, dan Universitas Muhammadiyah
bermunculan di berbagai daerah.
2. Bidang Kesehatan
Dalam amal usaha bidang kesehatan, Muhammadiyah telah dan terus
mengembangkan layanan kesehatan masyarakat, sebagai bentuk kepedulian.
Balai-balai pengobatan seperti rumah sakit PKU (Pembina Kesejahteraan Umat)
Muhammadiyah, yang pada masa berdirinya Muhammadiyah bernama PKO
(Penolong Kesengsaraan Oemat), kini mulai meningkat baik kuantitas maupun
kualitasnya. Berdasarkan buku Profil dan Direktori Amal Usaha Muhammadiyah
& ‘Aisyiyah Bidang Kesehatan pada tahun 1997, sebagai berikut:
a. Rumah sakit berjumlah 34
b. Rumah bersalin berjumlah 85
c. Balai Kesehatan Ibu dan Anak berjumlah 504. Balai Kesehatan Masyarakat
berjumlah 115
d. Balai Pengobatan berjumlah 846
e. Apotek dan KB berjumlah 4
h. 38 santunan kematian
i. serta 15 BPKM (Balai Pendidikan Dan Keterampilan Muhammadiyah).
4. Bidang Kaderisasi
Dalam bidang kaderisasi Muhammadiyah telah melakukan program diantaranya:
a. Peningkatan kualitas pengkaderan
b. Melaksanakan program pengkaderan formal dan informalsecara berkelanjutan
c. Menyelenggaraka baitul arqam dan darul arqam Muhammadiyah
d. Tranformasi kader per jenjang dan per generasi
e. Sinergi Building antar unit persyarikatan untuk kaderisasi
2. Revitalisasi Ideologis
Revitalisasi ideologis menyangkut penyusunan ulang dan
penguatan sistem paham disertai langkah-langkah pelembagaannya yang menjadi
landasan membangun kesadaran dan ikatan kolektif dalam memperjuangkan
gerakan muhammadiyah. Pemikiran dasar Kyai Dahlan,12 lagkah dari Kyai Mas
Mansur, muqaddimah anggaran dasar, kepribadian muhammadiyah, matan
keyakinan dan cita-cita hidup muhammadiyah, khittah perjuangan
muhammadiyah, dan pedoman hidup islami warga muhammadiyah merupakan
rujukan dasar sekaligus perlu disistematisasi dalam konsep terpadu sehingga
menjadi basis ideologi gerakan muhammadiyah yang mengikat seluruh anggota
muhammadiya dalam melaksanakan gerakan. Ketika dirasakan adanya krisis
kemuhammadiyahan, maka krisis tersebut harus dibaca dalam konteks pelemahan
ideologis di kalangan muhammadiyah karena tuntutan-tuntutan dan
pertimbangan-pertimbangan yang biasanya serba pragmatis.
3. Revitalisasi Pemikiran
Revitalisasi pemikiran menyangkut upaya mengembangkan wawasan
pemikiran seluruh anggota, termasuk kader dan pemimpin, baik mengenai format
pemikiran muhammadiyah sebagai gerakan islam yang bercorak dakwah dan
tajdid, maupun dalam memahami permasalahan-permasalahan dan perkembangan
kehidupan tingkat lokal, nasional, dan global. Dikotomi yang keras tentang
pemikiran literal versus liberal, pemurnian versus pembaruan atau pengembangan,
ekslusif versus inklusif, organisasi versus alam pikiran, structural versus cultural
menggambarkan masih terperangkapnya sebagian kalangan dalam
muhammadiyah mengenai orientasi pemikiran pada wilayah orientasi atau
paradigm yang sempit atau terbatas. Sejauh menyangkut pemikiran perlu
dijelaskan domain relativitas setiap pemikiran agar tidak terjadi pengabsolutan
setiap pemikiran, lebih-lebih jika klaim pemikiran tertentu dijadikan alat pemukul
dan saling menegaskan terhadap pemikiran yang lain, sehingga yang terjadi ialah
perebutan dominasi dan bukan sikap tasamuh.
4. Revitalisasi Organisasi
Revitalisasi organisasi berkaitan dengan perbaikan-perbaikan sistem
pengelolaan kelembagaan persyarikatan seperti menyangkut penataan struktur dan
11
5. Revitalisasi Kepemimpinan
Revitalisasi kepemimpinan merupakan langkah penguatan kualitas fungsi
efektivitas pimpinan persyarikatan diseluruh lini, termasuk di lingkungan
organisasi otonom dan amal usaha, yang secara langsung menjadi kekuatan
dinamik dalam menggerakan muhammadiyah. Kepemimpinan muhammadiyah
juga tidak cukup dokonstruksi dengan idealis normative semata seperti mengenai
hak akhlaq dan standar-standar idela kepemimpinan, tetapi juga harus disertai
format aktualisasi Kepemimpinan yang nyata (bukan Kepemimpinan yang
berumah diatas angin tetapi harus membumi), karena kepemimpinan
Muhammadiyah merupakan kepemimpinan sistem dan bukan Kepemimpinan
figure. Faktor figure pun tidak dapat dikonstruksikan sekadar dari kejauhan
sebagaimana konsep kepemimpinan pesona Ratu adil. Kepemimpinan
Muhammadiyah juga bukan sekadar domain diniyyah (aspek-aspek kemampuan
aktual dalam mengelola kehidupan yang di pimpin), sehingga dapat menjalankan
misi kerisalahan islam.
6. Revitalisasi Amal Usaha
Revitalisasi amal usaha menyangkut pengembangan kualitas amal usaha
Muhammadiyah diberbagai bidang yang dapat tumbuh diatas misi dan visi
gerakan sekaligus dapat memenuhi hajat hidup masyarakat. Amal usaha
Muhammadiyah bukan ladang mencari nafkah bagi para penghuninya, tetapi
harus menjadi sarana atau media dakwah dan perwujudan misi Persyarikatan.
7. Revitalisasi Aksi
Revitalisasi aksi menyangkut pengembangan model-model kegiatan atau
aktivitas gerakan Muhammadiyah yang secara langsung dapat memenuhi
kepentingan masyarakat luas dengan misi dakwah dan tajdid seperti dalam
pemberdayaan ekonomi kaum miskin, advokasi kaum marjinal dan tertindas,
memperkuat, potensi dan peran masyarakat madani, advokasi lingkungan hidup,
12
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Muhammadiyah sendiri mengambil surat Al-Ma’un dalam Al-Qur’an
sebagai dasar untuk berjalan pada ranah sosial. Saat ini Muhammadiyah banyak
mempunyai amal usaha, mulai dari pondok anak yatim, sekolah/lembaga
pendidikan, sampai rumah sakit. Revitalisasi adalah salah satu bentuk perubahan
yang mengandung proses penguatan, meliputi peneguhan terhadap aspek-aspek
yang selama ini dimiliki maupun dengan melakukan pengembangan sehingga
menjadi lebih baik dan lebih maju dari kondisi sebelumnya. Salah satu langkah
revitalisasi gerakan Muhammadiyah yaitu melakukan penguatan seluruh aspek
gerakan dan menggerakkan segenap potensi Muhammadiyah dalam menjalankan
amanat Muktamar.
SARAN
Tujuan dakwah Muhammadiyah adalah meningkatkan kualitas hidup
manusia. Seharusnya kita ikut berpartisipasi dalam dakwah tersebut. Karena
dengan dakwah tersebut menggerakkan dinamika kehidupan masyarakat Islam di
bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial-budaya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Bridgman, Meter dan Glyn Davis, 2004. The Australian Policy Handbook. Crows
Nest: Allen and Unwin.
Caporaso, James A dan Levine, David P., 1992. Theories of Political Economy.
Cambridge: Cambridge University Press.
Dunn, William N., 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: UGM.
Findlay, Ronald, 1991. The New Political Economy: Its Explanatory Power for
LDCs, In Meier, Gerald M, Ed (1991). Politics and Policy Making in Developing
Tilaar, H.A.R., 2003. Kekuasaan dan Pendidikan: Suatu Tinjauan dari Perspektif
Studi Kultural. Magelang: Indonesia Tera.
23
15
Tilaar, H.A.R dan Nugroho, Riant, 2008. Kebijakan Pendidikan. Jakarta: Pustaka
Pelajar.
UMM.