Anda di halaman 1dari 13

KEBUDAYAAN MINANGKABAU

OLEH
KELOMPOK 9

NURFADILAH 1551140015
ULFAH SYAHRIANI 15511400
ASRINA 15511400
A. ASNAWI SAPUTRA
BAHARUDDIN 1551141004

BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat dan izin-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Kebudayaan Minangkabau”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Manusia
dan Kebudayaan. Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Allah SWT, Dosen pengampu mata kuliah Dan kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih
banyak kekurangan,tak lepas dari kekurangan itu, kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Saran dan kritik yang membangun diharapkan demi karya yang lebih baik
dimasa mendatang. Besar harapan kami semoga makalah ini membawa manfaat khususnya bagi
kami dan bagi pembaca pada umumnya.

Makassar, 27 september 2017

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan bagian dari kehidupan makhluk sosial yang ada di muka bumi.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Manusia dan kebudayaan
merupakan suatu sistem yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, karena
tidak ada kebudayaan yang tidak bertumbuh kembang dari suatu masyarakat.
Sebaliknya, tidak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan karena tanpa
kebudayaan tidak mungkin masyarakat dapat bertahan hidup.

Masyarakat adalah wadah, dan budaya adalah isi. Terdapat hubungan timbal balik
antara manusia dengan kebudayaan, yakni manusia menciptakan budaya kemudian
budaya memberikan arah dalam hidup dan tingkah laku manusia. Kebudayaan
merupakan hasil dari ide-ide dan gagasan-gagasan yang akhirnya mengakibatkan
terjadinya aktivitas dan menghasilkan suatu karya (kebudayaan fisik) sehingga manusia
pada hakekatnya disebut makhluk sosial. Setiap masyarakat dalam kehidupannya pasti
mengalami perkembangan. Berdasarkan sifatnya, perkembangan yang terjadi bukan
hanya menuju ke arah kemajuan, namun dapat juga menuju ke arah kemunduran.
Begitu juga dengan kebudayaan terus mengalami perkembangan di saat zaman
globalisasi ini. Oleh karena itu makalah ini dibuat untuk mengetahui konsep
kebudayaan dan perkembangan social budaya masyarakat Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Suku Minangkabau


Sejarah Awal Adanya Suku Minangkabau - Suku Minangkabau atau Minang adalah
kelompok etnik Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah
penganut kebudayaannya meliputi Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian utara
Bengkulu, bagian barat Jambi, bagian selatan Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan juga
Negeri Sembilandi Malaysia. Dalam percakapan awam, orang Minang sering kali disamakan
sebagai orang Padang, merujuk kepada nama ibukota propinsi Sumatera Barat yaitu kota
Padang. Hal ini dapat dikaitkan dengan kenyataan bahwa beberapa literatur Belanda juga
telah menyebut masyarakat suku ini sebagai Padangsche Bovenlanden.

Suku ini mempunyai sifat merantau yang boleh dikatakan telah menyatu dalam pola
hidup mereka sehingga banyak di antara mereka pindah ke pulau-pulau lain di Indonesia.
Suku Minangkabau merupakan suku terbesar ke 4 di Indonesia yang tersebar luas dan sangat
berpengaruh.

Masyarakat Minangkabau atau Minang adalah kelompok etnik Nusantara yang


berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi
Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, bagian
selatan Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan juga Negeri Sembilan di Malaysia. Budayanya
sangat kuat diwarnai ajaran agama Islam. Prinsip adat Minangkabau tertuang singkat dalam
pernyataan Adat basandi syara', syara' basandi Kitabullah (Adat bersendikan hukum, hukum
bersendikan Al-Qur'an) yang berarti adat berlandaskan ajaran Islam.

Orang Minangkabau sangat menonjol dibidang perniagaan, sebagai profesional dan


intelektual. Mereka merupakan pewaris terhormat dari tradisi tua Kerajaan Melayu dan
Sriwijaya yang gemar berdagang dan dinamis. Hampir separuh jumlah keseluruhan anggota
suku ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota
besar, seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan, Batam, Palembang, dan Surabaya. Di luar
wilayah Indonesia, suku Minang banyak terdapat di Malaysia dan Singapura.

B. Kesenian Suku Minangkabau


Suku Minangkabau memiliki berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti tari-tarian
yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun perkawinan.

1. Tari pasambahan merupakan tarian yang dimainkan bermaksud sebagai ucapan selamat
datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada tamu istimewa yang baru saja sampai,
selanjutnya
2. Tari piring merupakan bentuk tarian dengan gerak cepat dari para penarinya sambil
memegang piring pada telapak tangan masing-masing, yang diiringi dengan lagu yang
dimainkan oleh talempong dan saluang.
3. Silek atau Silat Minangkabau merupakan suatu seni bela diri tradisional khas suku ini
yang sudah berkembang sejak lama.
4. Tari Payung merupakan tari tradisi Minangkabau yang saat ini telah banyak perubahan
dan dikembangkan oleh senian-seniman tari terutama di Sumatra Barat. Awalnya tari ini
memiliki makna tentang kegembiraan muda mudi (penciptaan) yang memperlihatkan
bagaimana perhatian seorang laki-laki terhadap kekasihnya. Payung menjadi icon bahwa
keduanya menuju satu tujuan yaitu membina rumah tangga yang baik. Keberagaman Tari
Payung tidak membunuh tari payung yang ada sebagai alat ungkap budaya Minangkabau.
5. Randai, tarian yang bercampur dengan silek. Randai biasa diiringi dengan nyanyian atau
disebut juga dengan sijobang, dalam randai ini juga terdapat seni peran (acting)
berdasarkan skenario.
Di samping itu, Minangkabau juga menonjol dalam seni berkata-kata. Ada tiga genre
seni berkata-kata, yaitu pasambahan (persembahan), indang, dan salawat dulang. Seni
berkata-kata atau bersilat lidah, lebih mengedepankan kata sindiran, kiasan, ibarat, alegori,
metafora, dan aphorisme, contohnya Dima tumbuah, sinan disiang – Cara memecahkan suatu
masalah dengan langsung ke akar atau penyebab masalah itu sendiri. Dalam seni berkata-kata
seseorang diajarkan untuk mempertahankan kehormatan dan harga diri, tanpa menggunakan
senjata dan kontak fisik.

C. Rumah Adat Suku Minangkabau


Rumah adat suku Minangkabau disebut dengan Rumah Gadang, yang biasanya
dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku tersebut secara turun
temurun. Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua
bagian muka dan belakang. Umumnya berbahan kayu, dan sepintas kelihatan seperti bentuk
rumah panggung dengan atap yang khas, menonjol seperti tanduk kerbau yang biasa disebut
gonjong dan dahulunya atap ini berbahan ijuk sebelum berganti dengan atap seng.

Namun hanya kaum perempuan dan suaminya, beserta anak-anak yang jadi penghuni
rumah gadang. Sedangkan laki-laki kaum tersebut yang sudah beristri, menetap di rumah
istrinya. Jika laki-laki anggota kaum belum menikah, biasanya tidur di surau. Surau biasanya
dibangun tidak jauh dari komplek rumah gadang tersebut, selain berfungsi sebagai tempat
ibadah, juga berfungsi sebagai tempat tinggal lelaki dewasa namun belum menikah.

D. Sistem Kepercayaan Suku Minangkabau

Masyarakat Minangkabau merupakan penganut agama Islam yang taat.Mereka boleh


dikatakan tidak mengenal unsur-unsur kepercayaan lainnya. Upacara-upacara adalah kegiatan
ibadah yang berkaitan dengan salat hari raya Idul Fitri, hari raya kurban dan bulan ramadhan.
Di samping itu upacara-upacara lainya adalah upacara Tabuik dll.

E. Sistem kekerabatan Suku Minangkabau

Masyarakat Minangkabau menganut garis keturunan matrilineal (garis keturunan ibu).


Keturunan keluarga dalam masyarakat Minangkabau terdiri atau tiga macam kesatuan
kekerabatan yaitu : paruik, kampuang dan suku. Kepentingan suatu keluarga diurus oleh laki-
laki dewasa dari keluarga tersebut yang bertindak sebagai niniek mamak. Jodoh harus dipilih
dari luar suku (eksogami).

Dalam prosesi perkawinan adat Minangkabau, biasa disebut baralek, mempunyai


beberapa tahapan yang umum dilakukan. Dimulai dengan maminang (meminang), manjapuik
marapulai (menjemput pengantin pria), sampai basandiang (bersanding di pelaminan). Setelah
maminang dan muncul kesepakatan manantuan hari (menentukan hari pernikahan), maka
kemudian dilanjutkan dengan pernikahan secara Islam yang biasa dilakukan di Mesjid,
sebelum kedua pengantin bersanding di pelaminan. Pada nagari tertentu setelah ijab kabul di
depan penghulu atau tuan kadi, mempelai pria akan diberikan gelar baru sebagai panggilan
penganti nama kecilnya. Kemudian masyarakat sekitar akan memanggilnya dengan gelar baru
tersebut. Gelar panggilan tersebut biasanya bermulai dari sutan, bagindo atau sidi di kawasan
pesisir pantai. Sedangkan di kawasan luhak limo puluah, pemberian gelar ini tidak berlaku.
Dalam adat diharapkan adanya perkawinan dengan anak perempuan mamaknya. Perkawinan
tidak mengenal mas kawin, tetapi mengenal uang jemputan yaitu pemberian sejumlah uang
dan barang kepada keluarga mempelai laki-laki. Sesudah upacara perkawinan mempelai
tinggal di rumah istrinya (matrilokal).

F. Sistem Ekonomi Suku Minangkabau

Mata pencaharian masyarakat Minangkabau sebagian besar sebagai petani. Bagi yang
tinggal di pinggir laut mata pencaharian utamanya menangkap ikan. Seiring dengan
perkembangan zaman, banyak masyarakat Minangkabau yang mengadu nasib ke kota-kota
besar. Seperti yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada saat ini.

Masyarakat Minangkabau juga banyak yang menjadi perajin. Kerajinan yang


dihasilkan adalah kain songket. Hasil kerajinan tersebut merupakan cenderamata khas dari
Minangkabau.
Stratifikasi sosial masyarakat Minangkabau pada daerah tertentu (terutama Padang
Pariaman) masih mengenal 3 tingkatan, yaitu :

1. Golongan bangsawan
Memiliki kedudukan yang tinggi dalam masyarakat dan sering mendapat kemudahan
dalam segala urusan, misalnya : memperolah uang jemputan yang tinggi jika menikah,
boleh tidak memberi belanja kepada isterinya dan anaknya, memperoleh gelar
kebangsawanan juga. Ia boleh kawin dengan/dari kelas mana saja.

Sebaliknya seorang wanita bangsawan dilarang kawin dengan seorang laki-laki biasa,
apalagi kelas terendah. Yang termasuk golongan bangsawan ialah orang-orang yang
mula-mula datang dan mendirikan desa-desa di daerah Minangkabau. Karena itu mereka
disebut sebagai urang asa (orang asal).

2. Golongan orang biasa


Adalah orang-orang yang datang kemudian dan tidak terikat dengan orang asal, tetapi
mereka bisa memiliki tanah dan rumah sendiri dengan cara membeli.

3. Golongan ternedah
Adalah orang-orang yang datang kemudian dan menumpang pada keluarga-keluarga
yang lebih dulu datang dengan jalan menghambakan diri. Oleh karena itu golongan ini
menduduku kelas yang terbawah.

Menurut konsepsi orang Minangkabau, perbedaan lapisan sosial ini dinyatakan


dengan sitilah-istilah sebagai berikut :

1. Kamanakan tali pariuk, yaitu keturunan langsung dari keluarga urang asa.
2. Kamanakan tali budi, yaitu para pendatang tetapi kedudukan ekonomi dan sosialnya
sudah baik, sehingga dianggap sederajad dengan urang asa.
3. Kamanakan tali ameh, yaitu para pendatang baru yang mencari hubungan keluarga
dengan urang asa, tetapi telah dapat hidup mandiri.
4. Kamanakan bawah lutuik yaitu orang yang menghamba pada orang asa.

G. Pakaian Adat Suku Minangkabau

Limpapeh Rumah Nan Gadang, Lambang kebesaran wanita Minangkabau disebut


“Limpapeh Rumah nan gadang”. Limpapeh artinya tiang tengah pada sebuah bangunan dan
tempat memusatkan segala kekuatan tiang-tiang lainnya. Apabila tiang tengah ini ambruk
maka tiang-tiang lainnya ikut jatuh berantakan. Dengan kata lain perempuan di Minangkabau
merupakan tiang kokoh dalam rumah tangga. Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang tidak
sama ditiap-tiap nagari .
Pakaian Penghulu. Pakaian adat pria Suku Minang disebut pakaian Penghulu. Pakaian
Penghulu merupakan pakaian kebesaran dalam adat Minangkabau dan tidak semua orang
dapat memakainya.

Pakaian Penghulu merupakan pakaian kebesaran dalam adat Minangkabau dan tidak
semua orang dapat memakainya. Di samping itu pakaian tersebut bukanlah pakaian harian
yang seenaknya dipakai oleh seorang penghulu, melainkan sesuai dengan tata cara yang telah
digariskan oleh adat. Pakaian penghulu merupakan seperangkat pakaian yang terdiri dari

Deta atau Destar adalah tutup kepala atau sebagai perhiasan kepala tutup kepala bila
dilihat pada bentuknya terbagi pula atas beberapa bahagian sesuai dengan sipemakai, daerah
dan kedudukannya.

Deta raja Alam bernama “dandam tak sudah” (dendam tak sudah). Penghulu memakai
deta gadang (destar besar) atau saluak batimbo (seluk bertimba). Deta Indomo Saruaso
bernama Deta Ameh (destar emas). Deta raja di pesisir bernama cilieng manurun (ciling
menurun).

Destar atau seluk yang melilit di kepala penghulu seperti kulit yang menunjukkan isi
dengan pengertian destar membayangkan apa yang terdapat dalam kepala seorang penghulu.
Destar mempunyai kerut, merupakan banyak undang-undang yang perlu diketahui oleh
penghulu dan sebanyak kerut dester itu pulalah hendaknya akal budi seorang penghulu dalam
segala lapangan. Jika destar itu dikembangkan, kerutnya mesti lebar. Demikianlah paham
penghulu itu hendaklah lebar pula sehingga sanggup melaksanakan tugasnya sampai
menyelamatkan anak kemenakan, korong kampung dan nagari. Kerutan destar juga memberi
makna, bahwa seorang penghulu sebelum berbicara atau berbuat hendaklah mengerutkan
kening atau berfikir terlebih dahulu dan jangan tergesa-gesa.

Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang

Lambang kebesaran wanita Minangkabau disebut “Limpapeh Rumah nan gadang”.


Limpapeh artinya tiang tengah pada sebuah bangunan dan tempat memusatkan segala
kekuatan tiang-tiang lainnya. Apabila tiang tengah ini ambruk maka tiang-tiang lainnya ikut
jatuh berantakan. Dengan kata lain perempuan di Minangkabau merupakan tiang kokoh dalam
rumah tangga. Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang tidak sama ditiap-tiap nagari, seperti
dikatakan “Lain lubuk lain ikannyo, lain padang lain bilalangnyo”

H. Masakan Minangkabau

Masakan Minangkabau atau masakan Padang merujuk kepada makanan orang


Minangkabau di Indonesia. Nama Padang diberi kerana kota Padang adalah pusat budaya
suku Minangkabau. Masakan Minangkabau adalah di kalangan makanan yang termasyhur di
sepanjang kepulauan Melayu. Minangkabau perantauan membuka kedai makan Padang,
terutamanya di bandar-bandar besar Indonesia. Salah satu dari rantai kedai makan tradisional
paling berjaya di Indonesia telah dimajukan oleh orang Minangkabau.

Rendang adalah masakan tradisional bersantan dengan daging sapi sebagai bahan
utamanya. Masakan khas dari Sumatera Barat, Indonesia ini sangat digemari di semua
kalangan masyarakat baik itu di Indonesia sendiri ataupun di luar negeri. Selain daging sapi,
rendang juga menggunakan kelapa(karambia), dan campuran dari berbagai bumbu khas
Indonesia di antaranya Cabai (lado), lengkuas, serai, bawang dan aneka bumbu lainnya yang
biasanya disebut sebagai (Pemasak). Rendang memiliki posisi terhormat dalam budaya
masyarakat Minangkabau. Rendang memiliki filosofi tersendiri bagi masyarakat Minang
Sumatra Barat yaitu musyawarah, yang berangkat dari 4 bahan pokok, yaitu:

1. Dagiang (Daging Sapi), merupakan lambang dari Niniak Mamak (para pemimpin
Suku adat)
2. Karambia (Kelapa), merupakan lambang Cadiak Pandai (Kaum Intelektual)
3. Lado (Cabai), merupakan lambang Alim Ulama yang pedas, tegas untuk
mengajarkan syarak (agama)
4. Pemasak (Bumbu), merupakan lambang dari keseluruhan masyarakat Minang.

Sejarah Rendang

Asal-usul rendang ditelusuri berasal dari Sumatera, khususnya Minangkabau. Bagi


masyarakat Minang, rendang sudah ada sejak dahulu dan telah menjadi masakan tradisi yang
dihidangkan dalam berbagai acara adat dan hidangan keseharian. Sebagai masakan tradisi,
rendang diduga telah lahir sejak orang Minang menggelar acara adat pertamanya. Kemudian
seni memasak ini berkembang ke kawasan serantau berbudaya Melayu lainnya; mulai dari
Mandailing, Riau, Jambi, hingga ke negeri seberang di Negeri Sembilan yang banyak dihuni
perantau asal Minangkabau. Karena itulah rendang dikenal luas baik di Sumatera dan
Semenanjung Malaya.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPUAN
Kebudayaan minang memiliki ragam budaya yang memiliki potensi besar bagi kekayaan
kebudayaan Indonesia. Budaya Minangkabau adalah kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat Minangkabau dan berkembang di seluruh kawasan berikut daerah perantauan
Minangkabau. Budaya ini merupakan salah satu dari dua kebudayaan besar di Nusantara
yang sangat menonjol dan berpengaruh. Budaya ini memiliki sifat egaliter, demokratis,
dan sintetik, yang menjadi anti-tesis bagi kebudayaan besar lainnya, yakni budaya Jawa
yang bersifat feodal dan sinkretik
B. SARAN
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki banyak ragam budaya, salah satunya
kebudayaan minagkabau. Sebagai bangsa Indonesia yang berpendidikan serta mengenal
banyak ragam kebudayaan maka perlu adanya pelestarian kebudayaan agar kelak anak
cucu kedepannya tidak kehilangan dan melupakan akan kebudayaan Indonesia yang luas
ini.
DAFTAR PUSTAKA

h3rcul3z . 2014. http://h3rcul3z.blogspot.co.id/2014/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html

realmind. Makalah kebudayaan minangkabau. http://realmind.web.id/makalah-kebudayaan-


minangkabau.html/

Anda mungkin juga menyukai