Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT
2.1 Anatomi Fisiologi Paru
Anatomi Paru
Paru-paru terletak pada rongga dadayang ujungnya berada di atas tulang
iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu,
paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-
paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas.
Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh
unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru dibungkus oleh
selaput tipis yaitu pleura. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang
disebut mediastinum (Sherwood, 2001).

Bagian paru paru terdiri dari beberapa organ sebagai berikut :


1. Trakea
Trakea atau tenggorokan merupakan bagian paru-paru yang berfungsi
menghubungkan larynk dengan bronkus. Trakea pada manusia teridiri dari
jaringan tulang rawan yang dilapisi oleh sel bersilia. Silia yang terdapat pada
trakea ini berguna untuk menyaring udara yang akan masuk ke dalam paru-paru.

1
2. Bronkus
Bronkus merupakan saluran yang terdapat pada rongga dada, hasil dari
percabangan trakeayang menghubungkan paru-paru bagian kiri dengan paru-paru
bagian kanan.Bronkus bagian sebelah kanan bentuknya lebih lebar, pendek serta
lebih lurus, sedangkan bronkus bagian sebelah kiri memiliki ukuran lebih besar
yang panjangnya sekitar 5cm. Jika dilihat dari asalnya bronkus dibagi menjadi
dua, yaitu bronkus premier dan bronkus sekunder.
3. Bronkiolus
Bronkiolus merupakan bagian dari percabangan saluran udara dari
bronkus. Letaknya tepat di ujung bronkus.Bronkiolus mempunyai diameter
kurang lebih 1mm atau bisa lebih kecil.Bronkiolus berfungsi untuk
menghantarkan udara dari bronkus masuk menuju ke alveoli serta juga sebagai
pengontrol jumlah udara yang akan nantinya akan di distribusikan melalui paru-
paru oleh konstriksi dan dilatasi
4. Alveolus
Alveolus merupakan kantung kecil yang terletak di dalam paru-paru yang
memungkinkan oksigen dan karbondioksida untuk bisa bergerak di antara paru-
paru dan aliran darah.Di dalam tubuh manusia terdapat kurang lebih hampir 300
juta alveoli untuk menyerap oksigen yang berasal dari udara. Alveolus berfungsi
untuk pertukaran karbon dioksida (CO2) dengan oksigen (O2).
5. Pleura
Pleura adalah selaput yang fungsinya membungkus paru-paru serta
melindungi paru-paru dari gesekan-gesekan yang ada selama proses terjadinya
respirasi. Ada dua lapisan pada Pleura paru-paru manusia diantarnya adalah:
a. Pleura visceraladalah bagian dalam yang membungkus langsungparu
b. Pleura parietaladalah pleura bagian luar yang menempel di rongga dada.
Fisiologi Paru
Paru-paru berfungsi sebagai pertukaran gas antara darah dan atmosfer
dengan tujuan untuk menyuplai oksigen bagi jaringan dan mengeluargkan
karbondioksida. Pertukaran gas melalui beberapa proses udara masuk ke paru-
paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit yaitu bronkus dan bronkiolus

2
yang merupakan cabang dari trakea atau tenggorokan. Udara tersebut menuju ke
alveolus yang merupakan gelembung udara tempat pertukaran antara oksigen
dankarbondioksida (Mc. Ardle, 2006). Terdapat empat mekanisme kerja paru-
paru, antara lain sebagai berikut :
a. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan
atmosfer
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
c. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh
d. Pengaturan ventilasi (Guyton, 2007).
2.2 Definisi Penyakit
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang biasanya menyerang
organ parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu
penyakit infeksius yang menyerang paru-paru biasanya ditandai oleh
pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat
menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Menurut Depkes (2007) Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung
yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar
kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi pada paru-paru dan kadang pada
struktur-struktur disekitarnya, yang disebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosis
(Saputra, 2010). Sedangkan menurut Rubenstein, dkk (2007), Tuberkulosis (TB)
adalah infeksi bakteri berbentuk batang yang tahan asam-alkohol (acid-alcohol-
fast bacillus/AAFB) Mycrobacterium tuberkulosis terutama mengenai paru,
kelenjar getah bening, dan usus.
TB paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobakterium
tuberculosis suatu basil yang tahan asam yang menyerang parenkim paru atau
bagian lain dari tubuh manusia melalui droplet (bersin, batuk dan berbicara) yang
dapat menyerang lewat udara dari penderita ke orang lain.
2.3 Epidemiologi
Dalam laporan WHO pada tahun 2013 diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus
TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah pasien

3
dengan HIV positif. Sekitar 75 % dari pasien tersebut berada di wilayah Afrika,
pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita TB MDR
dan 170.000 diantaranya meninggal dunia.
Di Indonesia berpeluang mengalami penurunan angka kesakitan dan
kematian akibat TB menjadi setengahnya di tahun 2015 apabila dibandingkan
dengan data tahun 1990. Angka prevalensi TB pada tahun1990 sebesar 443 per
100.000 penduduk, pada tahun 2015 ditargetkan menjadi 280 per 100.000
penduduk. Berdasarkan hasil survei prevalensi TB tahun 2013, prevalesi TB Paru
smear positif per 100.000 penduduk umur 15 tahun ke atas sebesar 257. Secara
umum angka notifikasi kasus BTA positif baru da semua kasus dari tahun ke
tahun di Indonesia mengalami peningkatan. Angka notifikasi kasus (case
notification rate/ CNR) pada tahun 2015 untuk semua kasus sebesar 117 per
100.000 penduduk (Depkes RI., 2016).
2.4 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah bakteri mycrobacterium tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um
(Amin dan Asril, 2007). Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri yang
bersifat aerob sehingga sebagian besar kuman menyerang jaringan yang memiliki
konsentrasi tinggi oksigen seperti paru-paru. Kuman ini berbentuk batang,
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena
itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA).
Mycobacterium tuberculosis rentan atau cepat mati terhadap paparan sinar
matahari langsung, namun dapat bertahan hidup sampai beberapa jam di tempat
yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini bisa mengalami dorman
atau inaktif (tertidur lama) selama beberapa tahun. Penyebaran mycobacterium
tuberculosis yaitu melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia melalui
udara dan menginfeksi organ tubuh terutama paru-paru. Diperkirakan, satu orang
menderita TB paru BTA positif yang tidak diobati akan menulari 10-15 orang
setiap tahunnya. (Depkes RI, 2002; Aditama, 2002).
2.5 Klasifikasi

4
Menurut Depkes (2007), klasifikasi penyakit TB paru, diantaranya adalah
sebagai berikut :

1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :


b. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
c. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan
lain-lain.
1. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis pada TB Paru
a. Tuberkulosis paru BTA positif
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
2) satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan kultur atau
biakan kuman TB positif.
4) satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan
tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
2) Foto toraks normal tidak menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan atau dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi
pengobatan.

5
2. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang
luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien
buruk.
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
3. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadi
beberapa tipe pasien, yaitu :
a. Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b.Kasus Kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
2.6 Patofisiologi/Patologi
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk
atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam

6
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab.Daya penularan seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya.Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Faktor yang kemungkinkan seseorang
terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan
lamanya menghirup udara tersebut.
Virus masuk melalui saluran pernapasan dan berada pada alveolus. Basil
ini langsung membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit memfagosit bakteri
namun tidak membunuh, sesudah hari-hari pertama leukosit diganti dengan
makrofag. Alveoli yang terserang mengalami konsolidasi. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi bersatu menjadi sel tuberkel epiteloid. Jaringan mengalami
nekrosis keseosa dan jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa dan membentuk
jaringan parut kolagenosa, Respon radang lainnya adalah pelepasan bahan
tuberkel ke trakeobronkiale sehingga menyebabkan penumpukan sekret.
Tuberkulosis sekunder muncul bila kuman yang dorman aktif kembali
dikarenakan imunitas yang menurun (Price dan Lorraine, 2007; Amin dan Asril,
2007).

2.7 Manifestasi Klinis

Menurut Alsagaff dan Mukty (2006) tanda dan gejala tuberkulosis dibagi
atas 2 (dua) golongan yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik.
a. Gejala Sistemik adalah:
1) Badan Panas
Panas badan merupakan gejala pertama dari tuberkulosis paru, sering kali
panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan
meningkat atau menjadi lebih tinggi bila proses berkembang menjadi
progresif sehingga penderita merasakan badannya hangat atau muka terasa
panas.

7
2) Menggigil
Menggigil dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak
diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi
sebagai suatu reaksi umum yang lebih hebat.
3) Keringat Malam
Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit
tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah
lanjut, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam
dapat timbul lebih dini. Nausea, takikardi dan sakit kepala timbul bila ada
panas.
4) Malaise
Karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa tidak
enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit
kepala, mudah lelah.
b. Gejala Respiratorik
1) Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronchus. Batuk
mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronchus, selanjutnya akibat adanya
peradangan pada bronchus, batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif
ini berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak
dapat bersifat mukoid atau purulen.
2) Sekret
Suatu bahan yang keluar dari paru sifatnya mukoid dan keluar dalam jumlah
sedikit, kemudian berubah menjadi mukopurulen/kuning atau kuning hujau
sampai purulen dan kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi
pengejuan dan perlunakan.
3) Nyeri Dada
Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di pleura terkena,
gejala ini dapat bersifat lokal atau pleuritik.

8
4) Ronchi
suatu bunyi tambahan yang terdengar gaduh terutama terdengar selama
ekspirasi disertai adanya sekret.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Anamnesis pada pemeriksaan fisik
2. Laboratorium darah rutin ( LED normal atau meningkat,limfositosis)
3. Foto thoraks PA dan lateral.gambaran foto toraks yang menunjang
diagnosis TB, yaitu :
a. Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus
bawah.
b. Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
c. Adanya kavitas, tunggal atau ganda
d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru
e. Adanya klasifikasi
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
g. Bayangan milier
4. Pemeriksaan sputum BTA
pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak sensitif karena hanya 30-70 persen pasien TB yang
dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini
5. Tes PAP (peroksidase anti peroksidase)
merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen
imunoperoksidase staning untuk menentukan adanyan IgG spesifik
terhadap basil TB
6. Tes mantoux / tuberkulin
7. Teknik polymerase chain reaction
deteksi DNA kuman secara spesifik melalui aplifikasi dalam berbagai
tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme
dalam spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya retensi
8. Becton Dickinson Diagnostik Instrumen System (BACTEC)

9
deteksi grouth index berdasarkan CO2 yang di hasilkan dari metabolisme
asam lemak oleh M. Tuberculosis
9. Enzyme Linked Immunosorbent Assay
deteksi respon humoral memakai antigen-antibody yang terjadi.
Pelaksanaannya rumit dan antibody dapat menetap dalam waktu lama
sehingga menimbulkan masalah
2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan.Obat utama yang dipakai dalam terapi
Tuberculosis Paru antara lain sebagai berikut :
2.9.1 Rifampisin
Rifampisin ; 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu atau (BB >
60 kg : 600 mg, BB 40-60 kg : 450 mg, BB < 40 kg : 300 mg, Dosis intermiten
600 mg / kali)
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air
mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan
tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar dimengerti
dan tidak perlu khawatir.
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik ialah :
a. Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
b. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang kadang diare
c. Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
2.9.2 Isoniazid (INH)
Dosis yang diberikan untuk obat INH adalah 5 mg/kg BB, maksimal
300mg, 10 mg /kg BB 3 Xseminggu, 15 mg/kg BB 2 X semingggu atau (300
mg/hariuntuk dewasa. lntermiten : 600 mg / kali).
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunanpada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeriotot. Efek ini dapat dikurangi dengan

10
pemberian piridoksindengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin
Bkompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapatditeruskan. Kelainan lain
ialah menyerupai defisiensipiridoksin (syndrom pellagra).
Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbulpada kurang
lebih 0,5% penderita. Bila terjadi hepatitisimbas obat atau ikterik, hentikan OAT
dan pengobatansesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus.
2.9.3 Pirazinamid
Obat ini digunakan pada saat fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3
Xsemingggu,50 mg /kg BB 2 X semingggu atau :BB > 60 kg : 1500 mg, BB 40-
60 kg : 1 000 mg, BB < 40 kg : 750 mg
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat(penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus).Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin)
dan kadangkadangdapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal
inikemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi danpenimbunan asam urat.
Kadang-kadang terjadi reaksidemam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
2.9.4 Streptomisin
Pada obat streptomisin ini di berikan dosis 15mg/kgBB atau (BB >60kg :
1000mg, BB 40 - 60 kg : 750 mg, BB < 40 kg : sesuai BB). Efek samping utama
adalah kerusakan syaraf kedelapanyang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran.Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring
denganpeningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita.
2.9.5 Etambutol
Untuk obat ini diberikan fase intensif dengan dosis 20mg /kg BB, fase
lanjutan 15 mg/kg BB, 30mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 Xseminggu
atau : (BB >60kg : 1500 mg, BB 40 -60 kg : 1000 mg, BB < 40 kg : 750 mg,
Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali).
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatanberupa berkurangnya
ketajaman, buta warna untuk warnamerah dan hijau. Meskipun demikian
keracunan okulertersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekaliterjadi
bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kgBB yang diberikan 3 kali
seminggu. Gangguan penglihatanakan kembali normal dalam beberapa minggu

11
setelah obatdihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anakkarena
risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi

1.10 Pathway
Mycrobacterium Tuberculosis

Alveolus

Respon radang

Leukosit Demam Pelepasan bahan tuberkel


memfagosit bacteri dari dinding kavitas

Leukosit digantikan
Trakeobronkial
oleh makrofag

Makrofag mengadakan Bersihan jalan


Penumpukan sekret
infiltrasi napas tidak efektif

Terbentuk Sel tuberkel Batuk Anoreksia, mual,


epiteloid muntah

Nekrosiskaseosa Nyeri droplet

Granulasi Gangguan keseimbangan


Resiko tinggi
nutrisi kurang dari
penyebaran
Jaringan parut kolagenosa kebutuhan
infeksi

Kerusakan membran Sesak Gangguan pola tidur


alveolar nafas

Inadekuat oksigen untuk


Gangguan
pertukaran beraktivitas
Gas 12
Intoleransi aktivitas

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, TY. (2005). Tuberkulosis Paru: Masalah dan penanggulangannya.


Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Alpers.
Alsagaff, H dan Mukty, A. (2006). Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press

Bulechek, G.M., Butcher, H., Dochterman, J.M. 2013. Nursing Intervention


Classification (NIC). 6th Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh
Nurjannah, I.,Tumanggor,R.D. 2016. Nursing Intervention Classification
(NIC). Edisi Indonesia Keenam. Yogyakarta: CV. Mocomedia.

Depkes RI. (2011). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta.


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan 2011. [Serial Online]
Diunduh dari
http://www.dokternida.rekansejawat.com/dokumen/DEPKES-Pedoman-
Nasional-Penanggulangan-TBC-2011-Dokternida.com.pdf Diakses
tanggal 12 Oktober 2017.
Departemen Kesehatan. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Jakarta

Depkes RI. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis.


Jakarta:Depkes RI.

Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis.


Jakarta:Depkes RI.

Doenges E Marilyn.1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta: EGC.
Evelyn CP, 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. Gramedia

Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.Jakarta:
EGC. 74,76,80-81, 244, 248, 606,636,1070,1340.

13
Hiswani. 2009. Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi
Masalah Kesehatan Masyarakat.
http://library.usu.ac.id/download/fkmhiswani-6.pdf 2009.

Irman Somantri, S,Kp. M. Kep. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan pada Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Moorhead, S., Johnson, M., L. Maas, M., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC). 5th Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh
Nurjannah, I.,Tumanggor,R.D. 2016. Nursing Outcomes Classification
(NOC). Edisi kelima. CV. Mocomedia.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika

NANDA International. (2015). Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi


Edisi 10, 2015-2017. Jakarta : EGC.

Nugroho, AT. 2014. Kajian Asuhan Keperawatan Pada Tn. P dengan Gangguan
Oksigenasi Tuberkulosis Paru di Ruang Isolasi Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta. STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta.
http://stikespku.com/digilib/files/disk1/2/stikes%20pku--ariyantitr-79-1-
karyatu-h.pdf

Panji Utomo, Susan Hendriarini Mety, Agung Wibawanto.(2013).Pembedahan


untuk Extensively Drug Resistant Tuberculosis (XDR TB) dengan
Perhatian Pencegahan Transmisi kepada Petugas Kesehatan di RSUP
Persahabatan. Jakarta. J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013. [Serial
Online] Diuduh dari http://jurnalrespirologi.org/wp-
content/uploads/2013/05/jri-2013-33-2-122-5.pdf Diakses tanggal 12
Oktober 2017.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

PPTI. 2011. Buku Saku TBC Bagi Masyarakat. Denpasar:PPTI.

Price & Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta : EGC.

Santa Manurung dkk, (2009). Gangguan Sistem Pernafasan Akibat


Infeksi,CV.Trans Info Medika: Jakarta – timur.

Sudoyo, A.,dkk. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing,
Jakarta.

14
Susan Martin Tucker.1998. Standar perawatan Pasien: proses keperawatan,
diagnosis, dan evaluasi. Ed5. Jakarta:EGC.

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta;EGC

Smeltzer c Suzanne.2002. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and


Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta:EGC.

WHO. (2010).Multidrug and extensively drug-resistant TB (M/XDR-TB). 2010


Global Report On Surveillance And Response.ISBN 978 92 4 159919 1
[Serial On Line]
Diunduh dari
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/44286/1/9789241599191_eng.pdf
Diakses tanggal 12 Oktober 2017.

15

Anda mungkin juga menyukai