Anda di halaman 1dari 107

UNIVERSITAS INDONESIA

PERBANDINGAN POLA KERJA PEMBERANTASAN


TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI
PEMBERANTASAN KORUPSI INDONESIA DAN
INDEPENDENT COMMISSION AGAINST CORRUPTION
HONG KONG

TUGAS KARYA AKHIR


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kriminologi

MUHAMMAD FARHAN
0906634901

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


PROGRAM STUDI KRIMINOLOGI
DEPOK
JANUARI 2013

1 Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tugas Karya Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Muhammad Farhan

NPM : 0906634901

Tanda Tangan :

Tanggal : 17 Januari 2013

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


iii

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


iv

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan juga
rahmat-Nya, saya akhirnya dapat menyelesaikan tugas karya akhir ini. Penulisan tugas
karya akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Sosial Jurusan Kriminologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia.

Tugas Karya Akhir ini membahas mengenai permasalahan yang telah begitu berat
melanda negeri ini yakni korupsi. Sudah terlalu banyak kerugian dan derita yang dihadapi
oleh bangsa ini akibat tangan-tangan kotor para koruptor. Sudah selayaknya Indonesia
melakukan gebrakan perubahan baru dalam memberantas korupsi agar akar permasalahan
ini dapat benar-benar tercabut. Tugas Karya Akhir ini adalah salah satu upaya penulis
dalam kontribusinya pada perubahan negeri ini dalam memberantas korupsi, sesuai
dengan kapasitasnya selaku akademisi.

Akhirnya, penulis berharap Allah SWT akan berkenan dalam membalas segala kebaikan
seluruh pihak yang telah membantu penulis selama ini. Semoga tugas karya akhir ini
tidak hanya menjadi sebuah hiasan di jajaran rak buku, namun dapat memberikan
kebermanfaatan bagi perubahan Indonesia dan pengembangan ilmu pengetahuan
manusia.

Depok, 17 Januari 2013

Penulis

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


v

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa selesainya Tugas Akhir Ini tidak lepas dari peran
mereka yang senantiasa memberikan bimbingan, bantuan, dan dukungan bagi penulis.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. Dr. Muhammad Mustofa, MA, selaku dosen pembimbing yang telah merelakan
waktu, tenaga, serta menyumbang pemikirannya yang brilian untukmengarahkan
penulis dalam proses penyusunan tugas karya akhir ini
2. Bapak Dr. Ferdinand T. Andi Lolo S.H., LL.M., Ph.D, selaku penguji ahli yang telah
memberikan masukan dan kritik yang memperluas pengetahuan penulis dalam
menyempurnakan tulisan ini
3. Mas Iqrak Sulihin S.Sos., M.Si., selaku ketua sidang, dan Bang M. Irvan Olii S.Sos.,
M.Si., selaku sekretaris sidang, yang telah memberikan masukan yang amat berharga
bagi penyempurnaan tulisan ini
4. Mbak Dra. Ni Made Martini Puteri, M.Si, selaku pembimbing akademik penulis
selama menempuh proses studi kriminologi. Terima kasih atas masukan dan
bimbingannya selama ini
5. Mas Arief Effendy, yang selama ini selalu membantu penulis dalam menyelesaikan
segala urusan administrasi selama proses studi
6. Orangtua dan adik-adik, yang selalu mendukung penulis dalam menempuh
semuanya, baik moral maupun materi. Terima kasih penulis ucapkan sedalam-
dalamnya. Berkat restu mereka, penulis dapat menyelesaikan studinya
7. Om Fahri Hamzah, sebagai pencetus ide awal topik Tugas Karya Akhir ini, dan
pembimbing non formal bagi penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Tulisan-
tulisannya sangat menginspirasi selama ini. Terima kasih dan semoga selalu
dilindungi oleh Allah SWT
8. Even Apillyadi, anda yang memberi ide tentang Hong Kong bung. Doakan penulis
agar segera menyusul kesuksesan anda. Gilang Reffi dan Galih Ramadian Nugroho,
terimakasih atas bimbingan teknis pengutipan dan metode melalui chat. Rahmi
Suci Ramadhani dan Syafiq Al Madihidj, terima kasih atas bantuan membuat
abstraknya. Delia Wildianti, terima kasih atas bantuan dalam membuat daftar
isinya.
9. Mia Amelinda, rekan bimbingan dan berjuang mengejar deadline. M.Topan Raharjo,

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


vi

rekan bimbingan dan berjuang yang berpengalaman dalam sidang. Okta Nugraha,
rekan berjuang dan rekan mengoreksi revisi. Zikriana Novitia dan Yogi Gunawan
yang menonton sidang.
10. Rekan-rekan Mares Club dan Tim Turbulence, Askar, Insan, Ardi, Rachmat, Jodi,
Angga, Ovan, Lydia, Rizky, Bagas, serta rekan-rekan Kriminologi 2009
11. Engkau, waktu akan menjawab semua.
12. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah mendukung
penulis dalam menyelesaikan tulisan ini

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


vii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muhammad Farhan


NPM : 0906634901
Program Studi : Kriminologi
Departemen : Kriminologi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jenis Karya : Tugas Karya Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Perbandingan Pola Kerja Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi oleh Komisi


Pemberantasan Korupsi Indonesia dan Independent Commission Against Corruption
Hong Kong

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format- kan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 17 Januari 2013
Yang menyatakan

(...............................................................)
Muhammad Farhan

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


viii

ABSTRAK

Nama : Muhammad Farhan


Program Studi : Kriminologi
Judul : Perbandingan Pola Kerja Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Indonesia dan
Independent Commission Against Corruption Hong Kong

Tugas karya akhir ini membahas perbandingan pola kerja yang dilakukan oleh
lembaga antikorupsi di Indonesia dan Hong Kong yakni Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) dan Independent Commission Against Corruption (ICAC). Penulisan ini dilakukan
untuk mengetahui pola kerja apa yang membedakan antara kedua lembaga sehingga
ICAC dianggap lebih berhasil dalam memberantas korupsi daripada KPK. Dengan
demikian, maka dapat diketahui langkah evaluasi apa yang dibutuhkan oleh KPK. Hasil
penulisan menyarankan bahwa diperlukan adanya penyempurnaan undang-undang
pendukung KPK, penyusunan ulang rencana strategi KPK secara efektif dan efisien, serta
penyempurnaan pola kelembagaan di dalam tubuh KPK.

Kata kunci: pola kerja, korupsi, pemberantasan korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi,
Independent Commission Against Corruption

ABSTRACT

Name : Muhammad Farhan


Major : Criminology
Title : The Comparison of Work Pattern on Corruption Eradication
by Indonesia Corruption Eradication Commission and Hong
Kong Independent Commission Against Corruption

This paper discusses the comparison of work pattern among the anti-corruption
institutions in Indonesia and Hong Kong, known consecutively as Corruption Eradication
Commission (KPK) and Independent Commission Against Corruption (ICAC). This
paper aims to determine the differences of work pattern between those two institutions as
ICAC is deemed to achieve better results in combating corruption than KPK. Thus, the
discussion of this paper is able to find out the evaluation steps which should be done by
KPK. The results suggest that the legislation supporting the KPK is need to be improved.
In addition, redesigning KPK's strategic plans is necessary to be done effectively and
efficiently, as well as improvement in institutional pattern within KPK's body.

Keywords: work pattern, corruption, corruption eradication, Komisi Pemberantasan


Korupsi, Independent Commission Against Corruption

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................... ....................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ iii
KATA PENGANTAR .......................... .......................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH.............................. .............................................................. v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ....................................... vii
ABSTRAK ............................................................... ...................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL............................................................................................................ xi

1. PENDAHULUAN ................... ............................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ............................................................... ................................. 1
1.2 Permasalahan ....................................................................... ........................... 5
1.3 Rumusan Masalah ........................................................................................... 6
1.4 Tujuan Penulisan ............................................................................................. 6
1.5 Signifikansi Penulisan .. .................................................................................. 6
1.5.1 Signifikansi Akademis ................................................................ ......... 6
1.5.2 Signifikansi Praktis ..................................................................... ......... 7
1.6 Metode Analisis ............................................................................................... 7
1.7 Sistematika Penulisan ................................. .................................................... 8

2. KAJIAN LITERATUR ..... ................................................................................. 9


2.1 Pola Kerja ........................................................................................................ 9
2.1.1 Pengertian Pola Kerja .................................................................... ....... 9
2.2 Korupsi........................................................................................................... 10
2.2.1 Pengertian Korupsi ..................................................................... .......... 10
2.2.2 Penyebab Korupsi ....................................................................... ......... 12
2.2.3 Dampak Korupsi ......................................................................... ......... 14
2.3 Pemberantasan Korupsi ................................................................................... 15
2.4 United Nations Convention Against Corruption (UNCAC)... ......................... 18

3. POLA KERJA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH


KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN INDEPENDENT
COMMISSION AGAINST CORRUPTION .................. ..................................... 22
3.1 Pola Kerja Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi .............................. ......................................... 22
3.1.1 Latar Belakang KPK dan Korupsi di Indonesia........... .............. 22
3.1.2 Strategi KPK........................................... .............................................. 23
3.1.3 Pola Kerja KPK....................................... .............................................. 29
3.2 Pola Kerja Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi oleh Independent
Commission Against Corruption ................................................................... 39
3.2.1 Latar Belakang ICAC dan Korupsi di Hong Kong ............... ............... 39
3.2.2 Strategi ICAC........................................................................................ 43

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


x

3.2.3 Pola Kerja ICAC ................................................................................... 48

4. ANALISIS PERBANDINGAN POLA KERJA PEMBERANTASAN TINDAK


PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN
INDEPENDENT COMMISSION AGAINST CORRUPTION ............. ............ 57
4.1 Dasar Hukum dan Proses Pembentukan .. ...................................................... 57
4.1.1 Dasar Hukum.. ..................................................................................... 57
4.1.2 Latar Belakang dan Proses Pembentukan ............................................ 60
4.2 Struktur Organisasi............................................... ........................................... 63
4.2.1 Struktur Lembaga.................................................................................. 63
4.2.2 Rencana Strategis Organisasi ................................................................ 66
4.2.3 Strategi Teknis ...................................................................................... 69
4.3 Strategi Umum Jangka Panjang ....................................................................... 76
4.4 Hasil Kerja ....................................................................................................... 77
4.4.1 Ringkasan Laporan Tahunan (2007-2011)............................................ 77
4.4.2 Penilaian Kinerja (Corruption Perception Index)..... ............................ 86
4.5 Tantangan yang Dihadapi... ............................................................................ 87

5. PENUTUP......................... .......................................................................................... 89
5.1Kesimpulan ...................................................................................................... 89
5.2 Saran ................................................................................................................ 90

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..…………...... ......... 92

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


xi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Perbandingan Dasar Hukum.. .................................................................. 57


Tabel 4.2 Perbandingan Latar Belakang dan Proses Pembentukan.. ...................... 60
Tabel 4.3 Perbandingan Struktur Lembaga..................................... ......................... 63
Tabel 4.4 Perbandingan Rencana Strategis Organisasi................... ......................... 66
Tabel 4.5 Perbandingan Strategi Teknis......................................... ......................... 69
Tabel 4.6 Perbandingan Strategi Umum Jangka Panjang................. ....................... 76
Tabel 4.7 Perbandingan Hasil Penindakan dan Operasi............. ............................. 77
Tabel 4.8 Perbandingan Hasil Pencegahan................................ .............................. 79
Tabel 4.9 Perbandingan Hasil Pendidikan dan Hubungan Masyarakat. .................. 82
Tabel 4.10 Perbandingan Jumlah Pegawai dan Anggaran.......... ............................... 84
Tabel 4.11 Perbandingan CPI.................................................. ................................. 86
Tabel 4.12 Perbandingan Tantangan yang Dihadapi........................... ...................... 87

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Korupsi merupakan permasalahan yang menimpa hampir setiap negara


yang ada di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Masalah korupsi telah melanda
Indonesia sejak Indonesia berada di bawah kekuasaan penjajah. Menurut Direktur
Jenderal Pajak Fuad Rahmany, korupsi adalah sebuah penyakit kronis yang ada di
Indonesia. Menurutnya, masalah ini sudah sampai pada taraf kronis disebabkan
permasalahan ini sudah sangat lama terjadi bahkan sejak zaman VOC berkuasa di
Indonesia (finance.detik.com, 2011). Sampai saat ini, setelah Indonesia merdeka
dan telah melewati berbagai era pemerintahan mulai dari orde lama, orde baru,
hingga era reformasi, korupsi secara nyata tetap terjadi.
Pemerintah tentu saja tidak tinggal diam terkait dengan permasalahan
korupsi. Dalam salah satu bukunya, Fahri Hamzah mengemukakan bahwa
perjalanan pemberantasan korupsi di Indonesia telah berlangsung sejak lama.
Sejak masa pemerintahan Orde Lama, sebenarnya telah ada strategi pemerintah
dalam rangka penanganan korupsi, meskipun tidak diketahui apakah strategi
tersebut ada dengan didasari oleh niat untuk mencari dukungan politik,
meningkatkan citra positif pemerintah, ataukah memang benar-benar untuk
mengurangi kebocoran keuangan negara (Hamzah, 2012). Di masa Orde Lama
hingga Orde Baru, pemerintah membentuk berbagai tim dan lembaga untuk
memberantas korupsi, tetapi hampir seluruhnya berjalan dengan seadanya.
Langkah besar yang dilakukan oleh pemerintah terjadi di masa reformasi pada
tahun 2003. Didasari oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dibentuklah Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). KPK adalah lembaga yang diberi amanat untuk melakukan
pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan. Selain
itu, KPK diharapkan menjadi trigger mechanism, yakni sebagai pendorong agar
upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga lain di luar KPK menjadi
lebih efektif dan efisien (Komisi Pemberantasan Korupsi, 2011).

1 Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


13

Akan tetapi sejak KPK berdiri hingga saat ini, kasus-kasus korupsi tetap
saja bermunculan di berbagai media massa. Masyarakat dapat melihat bahwa
hampir setiap tahun terdapat kasus korupsi baru yang terkuak oleh media. Contoh
kasus yang sempat muncul adalah kasus Century. Kasus ini benar-benar
menghebohkan masyarakat karena diduga merugikan negara sebanyak Rp 6,7
Triliun. Ini bermula dari kesulitan yang dialami oleh Bank Century. Karena
dikhawatirkan akan berdampak sistemik apabila dibiarkan bangkrut, pemerintah
memberikan dana talangan kepada bank ini. Belakangan, hal tersebut terkuak
menjadi masalah besar yang diduga terdapat praktik korupsi di dalamnya. Kasus
ini menjadi kasus yang cukup pelik dan kompleks disebabkan adanya dugaan
keterlibatan dari penguasa yang sedang memangku jabatan, yang otomatis telah
“mengguncang” konstalasi politik dan menimbulkan ketidakpastian (Hamzah,
2011). Kasus ini juga mengundang perbincangan yang dikaitkan dengan isu
pelemahan KPK dan keterlibatan dari pejabat teras POLRI (Atmasasmita, 2012).
Kasus lain yang juga sempat menyita perhatian masyarakat adalah kasus proyek
Hambalang. Di dalam kasus Hambalang ini disinyalir terjadi aliran dana suap
yang mengalir kepada salah satu pihak pejabat di parlemen. Dana suap ini berasal
dari kontraktor proyek pembangunan tersebut, yakni PT Adhi Karya. Dana yang
masuk kepada salah satu pejabat tersebut diduga digunakan untuk membantu
pemenangan dalam pemilihan internal ketua umum partai (nasional.kompas.com,
2012).
Maraknya kasus-kasus korupsi yang terjadi belakangan ini menunjukkan
bahwa perlu dilakukan evaluasi terhadap langkah-langkah kebijakan atas
penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia. Lembaga Transparency
International memiliki suatu standar kuantitatif untuk menilai tingkat persepsi
korupsi suatu negara yang disebut CPI atau Corruption Perception Index. Indeks
ini adalah merupakan pengukuran persepsi yang diambil dari gabungan hasil
survey. Setiap tahun, Transparency International mengeluarkan publikasi CPI
secara global yang berisi peringkat negara-negara di dunia dalam hal persepsi
korupsi. Tujuan peluncuran CPI ini secara rutin untuk selalu mengingatkan bahwa
korupsi masih merupakan bahaya besar yang mengancam dunia (ti.or.id, 2011).

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


14

Pada tahun 2011, Transparency International melakukan pengukuran CPI


di 183 negara, dengan rentang indeks dengan skala 1 sampai dengan 10. Skor 0
berarti negara tersebut dipersepsikan sangat korup dan skor 10 berarti negara
tersebut dipersepsikan sangat bersih dari korupsi. Pada tahun 2011, Indonesia
mendapat skor 3,0 dari sebelumnya 2,8. Hasil yang menempatkan Indonesia pada
peringkat yang cukup rendah yakni pada posisi urutan ke-100 dari 182 negara.
Metode pengukuran CPI ini mensyaratkan bahwa apabila suatu negara ingin
dianggap memiliki perubahan persepsi maka skor yang diperoleh antar tahun
adalah perubahan skor minimal sejumlah 0,3 yang didukung oleh perubahan yang
konsisten atau bersifat searah dari minimal setengah dari sumber data penyusun
indeks. Perubahan skor di Indonesia yang hanya sebesar 0,2 tidak berarti apa-apa
secara metodologi. Kesimpulannya, penanganan korupsi di Indonesia
dipersepsikan tidak mengalami perbaikan berarti atau masih jalan di tempat.
Padahal, pemerintah telah menetapkan target CPI sebesar 5,0. Namun, hasil skor
3,0 tersebut menunjukkan bahwa tidak ada upaya berarti di Indonesia terkait
upaya pencapaian target tersebut (ti.or.id, 2011). Di tahun berikutnya yakni tahun
2012, ternyata posisi Indonesia malah semakin turun dari sebelumnya urutan 100
menjadi urutan 118 dari 176 negara dengan skor 77 dalam skala 1-100
(Transparency International, 2012). Dengan penurunan ini semakin terbukti
bahwa Indonesia tidak memberantas korupsi dengan efektif.
Lembaga Transparency International juga pernah melakukan survey
terhadap sejumlah responden yang terkait dengan kegiatan bisnis di setiap negara.
Pertanyaan tunggal di dalam survey tersebut mempertanyakan apakah dalam 12
bulan terakhir, responden merasakan bahwa perusahaan mereka telah gagal dalam
memenangkan suatu kontrak atau mendapatkan bisnis baru dalam negara mereka
yang diakibatkan oleh kompetitor mereka yang melakukan korupsi dengan
penyelenggara lelang atau kontrak. Hasil yang didapat dari survey tersebut adalah
bahwa di Indonesia, sebanyak 47% responden menjawab setuju dan sisanya
sebanyak 53% responden menjawab tidak setuju (transparency.org, 2012). Angka
ini menunjukkan bahwa masih ada hampir separuh kalangan bisnis di Indonesia
yang merasa bahwa korupsi telah hadir dan mengganggu aktivitas bisnis mereka.

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


15

Data-data tersebut menunjukkan bahwa hingga saat ini permasalahan


korupsi di Indonesia dinilai masih belum diberantas secara signifikan. Bahkan,
institusi seperti POLRI yang juga memiliki direktorat tersendiri yang khusus
menangani tindak pidana korupsi pun tidak lepas dari deraan kasus korupsi. Ini
terlihat jelas dari munculnya dugaan kasus korupsi pengadaan simulator SIM di
dalam tubuh Korlantas. Yang lebih parah lagi, kasus ini memicu konflik kecil
yang terjadi antara KPK dan Bareskrim POLRI yang masing-masing memiliki
versi tersendiri dalam menjelaskan penanganan kasus tersebut
(nasional.kompas.com, 2012).
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, korupsi adalah permasalahan yang
menimpa hampir setiap negara di dunia. Di negara-negara Asia, masalah ini juga
menjadi penghambat kemajuan suatu negara. Akan tetapi, setiap negara juga
memiliki sistem penanganan terhadap korupsi yang berbeda pula sehingga ada
negara yang mampu secara sukses menanggulanginya dan ada yang masih
berjalan di tempat seperti di Indonesia. Salah satu negara yang sukses dalam
melakukan penanganan korupsi adalah Hong Kong. Lembaga antikorupsi yang
dimiliki Hong Kong adalah Independent Commission Against Corruption (ICAC).
ICAC adalah lembaga pemberantasan korupsi independen yang telah menjadi
rujukan bagi banyak negara di dunia sebagai percontohan lembaga antikorupsi
yang efektif. Di tahun 2012, Hong Kong menempati urutan 14 dunia dalam
perolehan angka CPI dengan skor 77, sehingga menempatkannya sebagai salah
satu dari lembaga antikorupsi terbaik di Asia (Transparency International, 2012).
Mirip seperti di Indonesia, sebelum memiliki lembaga pemberantasan korupsi,
tingkat korupsi di masyarakat Hong Kong sangat parah. Kemudian, dengan sifat
pemberantasan lembaga yang sama dengan KPK yakni pemberantasan model
universal, ICAC dapat menekan angka korupsi di Hong Kong hanya dalam waktu
singkat dan terus menjaganya hingga saat ini (Hamzah, 2012).
Skidmore pernah melakukan kajian tentang ICAC dan menarik
kesimpulan bahwa lembaga tersebut telah melakukan pekerjaannya dengan
sukses. Padahal, sebelum ICAC dibentuk, korupsi merajalela di berbagai sektor
dengan pusatnya di lembaga kepolisian. Menurut Skidmore, ICAC tidak hanya
telah berhasil mengeliminasi banyak kasus korupsi, tetapi juga telah mampu

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


16

mengubah pola perilaku dari masyarakat Hong Kong. Langkah yang ditempuh
oleh ICAC tidak hanya dengan melakukan penindakan terhadap para koruptor,
tetapi yang lebih utama adalah dengan melakukan pencegahan di segala lini.
ICAC menggunakan seluruh sumber dayanya untuk mengubah perilaku dari
masyarakat (Skidmore, 1996).
Setiap tahunnya, ICAC mengeluarkan laporan survey yang berisi hasil
survey terhadap masyarakat Hong Kong terkait dengan topik korupsi dan ICAC
itu sendiri. Survey dilakukan oleh lembaga riset independen yang dipilih dengan
melalui mekanisme tender sehingga terjaga objektivitasnya (icac.org.hk). Pada
tahun 2011, seperti di tahun sebelumnya, hasil survey tersebut menunjukkan
kinerja ICAC terhadap penanganan korupsi yang baik di Hong Kong. Dari sekian
banyak pertanyaan, salah satunya adalah mengenai kepuasan masyarakat terhadap
ICAC. Sebanyak 87,8% responden berpendapat bahwa ICAC bekerja secara
efektif dan sebanyak 98% responden mengemukakan bahwa mereka mendukung
ICAC. Dari 98% responden yang mendukung ICAC, sebanyak 32,3% beralasan
bahwa ICAC mampu menjaga kondisi masyarakat yang bersih dari korupsi.
Sebanyak 27,9% mengatakan bahwa ICAC mampu memunculkan keadilan, dan
sebanyak 16,5% mengatakan bahwa ICAC telah melakukan investigasi yang
efisien terhadap kasus-kasus korupsi. Data-data hasil survey tersebut
menunjukkan bahwa keberhasilan ICAC memang diakui bahkan oleh masyarakat
Hong Kong sendiri (ICAC Annual Survey 2011, 2011).

1.2 Permasalahan

Langkah pemberantasan korupsi di Indonesia dengan Komisi


Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga yang khusus dibentuk untuk
tujuan tersebut, masih belum menunjukkan hasil yang optimal. Kasus-kasus
korupsi tetap saja muncul dari waktu ke waktu. Sementara itu, data menunjukkan
bahwa di Hong Kong, lembaga anti korupsi yang telah dibentuk yakni
Independent Commission Against Corruption (ICAC) telah sukses bekerja
memberantas korupsi sehingga permasalahan korupsi di Hong Kong dapat diatasi
secara signifikan. Berkat kinerja dari ICAC, saat ini Hong Kong menjadi negara
dengan urutan 14 dalam prestasi angka CPI (Corruption Perception Index) versi

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


17

Transparency International. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan


pola kerja antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Independent Commission
Against Corruption sehingga kinerja yang dihasilkan pun berbeda antara
keduanya.

1.3 Rumusan Masalah

Didasari oleh permasalahan yang telah dijabarkan sebelumnya, maka


penulis menetapkan rumusan masalah berikut:
“Apa perbedaan pola kerja yang dilakukan oleh Independent Commission
Against Corruption Hong Kong dan Komisi Pemberantasan Korupsi Indonesia
sehingga Independent Commission Against Corruption Hong Kong dipandang
berhasil menanggulangi korupsi di Hong Kong dibandingkan Komisi
Pemberantasan Korupsi Indonesia?”

1.4 Tujuan Penulisan

Penulisan ini dilakukan dengan cara melakukan perbandingan terhadap


pola kerja pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh lembaga
negara antikorupsi di Indonesia dan Hong Kong, yaitu KPK dan ICAC. Dengan
penulisan ini maka diharapkan dapat diketahui langkah evaluasi apa yang
diperlukan oleh KPK sebagai lembaga negara antikorupsi di Indonesia untuk
pemberantasan korupsi di masa mendatang

1.5 Signifikansi Penulisan:

1.5.1 Signifikansi Akademis

Dalam konteks akademis, penulisan ini dilakukan untuk memenuhi tugas


karya akhir dalam memperoleh gelar sarjana bagi penulis. Di samping itu,
penulisan ini juga memberikan kebermanfaatan dalam menambah koleksi naskah
akademis yang mengkaji tentang perbandingan pola kerja pemberantasan tindak
pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan Independent Commission
Against Corruption.

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


18

1.5.2 Signifikansi Praktis

Dalam konteks praktis, hasil penulisan ini diharapkan dapat digunakan


sebagai acuan bagi para pembuat kebijakan termasuk di dalamnya pimpinan
lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pemerintah secara umum
dalam menyusun kebijakan terkait dengan upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia.

1.6 Metode Analisis

Dalam penulisan Karya Akhir ini, penulis melakukan analisa deskriptif


yang terkait dengan pokok permasalahan mengenai perbandingan pola kerja
pemberantasan tindak pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan
Independent Commission Against Corruption.
Dalam rangka membuat perbandingan, penulis mendeskripsikan strategi
dan pola kerja apa yang telah dilakukan oleh kedua lembaga, mencakup
perbandingan dasar hukum, latar belakang dan proses pembentukan, struktur
lembaga, rencana strategis organisasi, strategi teknis, strategi umum jangka
panjang, hasil penindakan dan operasi, hasil pencegahan, hasil pendidikan dan
hubungan masyarakat, jumlah pegawai dan anggaran, skor Corruption Perception
Index, serta tantangan yang dihadapi oleh masing-masing lembaga sehingga dapat
dilakukan perbandingan antara keduanya dan menemukan jawaban atas
pertanyaan penulisan. Poin-poin tersebut dijadikan bahan perbandingan karena
dinilai paling mencerminkan keseluruhan pola kerja dari lembaga terkait.
Untuk mengetahui pola kerja yang diambil oleh kedua lembaga, penulis
melakukan penelusuran data literatur sekunder yang berasal dari berbagai sumber,
baik dari buku, tulisan ilmiah, serta media, baik itu media cetak maupun media
online.

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


19

1.7 Sistematika Penulisan

1. BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini dibahas mengenai latar belakang penulisan, rumusan masalah,
pertanyaan penulisan, tujuan penulisan, signifikansi penulisan, metode analisa,
dan sistematika penulisan
2. BAB II KAJIAN LITERATUR
Dalam bab ini dibahas mengenai beragam konsep yang relevan dengan topik
penulisan.
3. BAB III POLA KERJA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN
INDEPENDENT COMMISSION AGAINST CORRUPTION
Dalam bab ini dibahas mengenai pola kerja apa saja yang dilakukan oleh kedua
lembaga
4. BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN POLA KERJA
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI
PEMBERANTASAN KORUPSI DAN INDEPENDENT COMMISSION
AGAINST CORRUPTION
Dalam bab ini dilakukan analisis perbandingan terhadap pola kerja yang
dilakukan oleh kedua lembaga
5. BAB V PENUTUP
Dalam bab ini dibahas mengenai kesimpulan serta saran dari penulisan ini.

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


20

BAB II
KAJIAN LITERATUR

2.1 Pola Kerja

2.1.1 Pengertian Pola Kerja

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola didefinisikan sebagai sistem


atau cara kerja (kbbi.web.id, 2012). Kemudian menurut Kamus Merriam-Webster
(2012), pola adalah A reliable sample of traits, acts, tendencies, or other
observable characteristic of a person, group, or institution. Jika diterjemahkan,
maka pola menurut Kamus Merriam-Webster adalah sebuah sampel mengenai
sifat, tindakan, kecenderungan, atau karakteristik lainnya yang dapat diamati dari
seorang individu, kelompok, atau lembaga. Pengertian lain datang dari Kamus
Oxford (2012). Menurut kamus ini, pola adalah a regular and intelligible form or
sequence discernible in the way in which something happens or is done. Jika
diterjemahkan, pola adalah suatu bentuk teratur yang dapat dimengerti dan
memiliki urutan yang dapat dilihat sebagai cara di mana sesuatu terjadi atau
dilakukan.
Sementara itu, kerja adalah kegiatan melakukan sesuatu atau yang
dilakukan (kbbi.web.id). Menurut Kamus Oxford (2012), kerja adalah task or
tasks to be undertaken atau suatu tugas atau tugas yang harus dilakukan. Kerja
juga dapat berarti activity involving mental or physical effort done in order to
achieve a result. Jika diartikan, kerja adalah sebuah kegiatan yang melibatkan
usaha mental atau fisik yang dilakukan untuk mencapai hasil.
Berdasarkan makna kata pola dan kerja, dapat disimpulkan bahwa pola
kerja adalah suatu sistem, tindakan, dan karakteristik yang dapat diamati dan
bersifat teratur dari sebuah individu, institusi, atau kelompok mengenai tugas dan
kegiatannya yang dilakukan untuk mencapai hasil.
Brantingham (1984) mengemukakan bahwa tujuan dari mempelajari pola
kejahatan dari waktu ke waktu adalah menemukan sifat keteraturan yang dapat
membantu memahami fenomena kejahatan tersebut. Dari pernyataan tersebut,
dapat diambil satu poin penting dari sebuah pola, yakni adanya sifat keteraturan.

9 Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


21

Dikaitkan dengan pola kerja sebuah organisasi maka sifat keteraturan dari kerja
sebuah organisasi tersebut tentunya dapat dimanfaatkan untuk memahami lebih
jauh mengenai organsiasi tersebut.

2.2 Korupsi

2.2.1 Pengertian Korupsi

Saat ini, telah banyak studi yang dilakukan terkait dengan permasalahan
korupsi. Studi-studi tersebut memunculkan banyak definisi korupsi. Pada
dasarnya, tidak mudah untuk merumuskan definisi korupsi secara seragam. Hal ini
disebabkan pemahaman atas korupsi berbeda-beda pada tiga tingkatan yakni:

1. Korupsi yang didefinisikan oleh kalangan penegak hukum


2. Korupsi yang berdampak kepada kehidupan masyarakat
3. Korupsi yang diinterpretasikan oleh masyarakat umum yang
berkembang menjadi opini publik (Hamzah, 2012)

Gjalt de Graaf dalam tulisannya telah mendefinisikan korupsi yang


berbunyi, “Behavior of public officials which deviates from accepted norms in
order to serve private ends”. Dalam definisi tersebut dikatakan bahwa korupsi
adalah perilaku dari pejabat publik yang menyimpang dari norma yang telah
disepakati dalam tujuannya untuk kepentingan pribadi (Graaf, 2007).
Korupsi juga adalah sebuah penggambaran dari hubungan antara negara
dan sektor swasta. Terkadang, yang memiliki kekuasaan dan menjadi pelaku
dominan adalah pemerintah, dan terkadang juga sektor swasta. Kekuasaan tawar
menawar antara keduanya akan menentukan dampak keseluruhan dari korupsi
terhadap masyarakat (Rose-Ackerman, 2006).
Definisi lain disampaikan oleh Zihua Liu dalam disertasinya. Menurutnya,
tindakan korupsi adalah perilaku yang menyimpang dari kewajiban formal dalam
peranan publik yang disebabkan oleh mendahulukan kepentingan pribadi (diri
sendiri, keluarga dekat, kelompok pribadi) dalam hal keuangan atau mendapatkan
status (Liu, 2007).
Dalam artian luas, korupsi memiliki arti menggunakan jabatan untuk
kepentingan pribadi. Dalam suatu jabatan, terdapat wewenang. Individu yang

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


22

melakukan korupsi menggunakan wewenang tersebut untuk kepentingan


pribadinya. Korupsi juga dapat berarti memungut uang bagi layanan yang sudah
seharusnya diberikan atau menggunakan wewenang untuk mencapai tujuan yang
tidak sah (Klitgaard dkk, 2002).
Azyumardi Azra (2002) juga telah memberikan definisi tentang korupsi.
Definisi tersebut mencakup pengertian luas yang terdiri dari tiga jenis korupsi.
Pertama, korupsi yang berpusat pada kantor publik (public office centered
corruption). Korupsi ini dimaknai sebagai sebagai tingkah laku dan tindakan
pejabat publik yang menyimpang dari tugas-tugas publik formal. Tujuan dari
korupsi adalah untuk mendapatkan keuntungan bagi pribadi atau orang-orang
yang dekat dengannya. Kedua, korupsi yang berpusat kepada dampaknya terhadap
kepentingan umum (public interest-centered). Menurut definisi ini, korupsi terjadi
ketika pemegang kekuasaan atau fungsionaris pada kedudukan publik melakukan
tindakan-tindakan tertentu demi kepentingan orang-orang dengan imbalan.
Ketiga, korupsi yang berpusat pada pasar (market-centered). Konsep ini
didasarkan pada analisa korupsi menggunakan teori pilihan publik dan sosial serta
pendekatan ekonomi dalam kerangka analisa politik. Menurut pengertiannya,
individu atau kelompok menggunakan korupsi sebagai “lembaga” ekstra legal
untuk tujuan mempengaruhi kebijakan oleh birokrasi.
Azra juga memberikan pengertian lain. Menurutnya, korupsi adalah
penyalahgunaan kepercayaan untuk kepentingan pribadi. Dua hal tersebut menjadi
kata kunci, yakni kepercayaan dan untuk kepentingan pribadi. Lebih jauh, Azra
mengemukakan pendapatnya mengenai tipologi korupsi. Terdapat enam jenis
korupsi. Yang pertama adalah korupsi transaktif. Korupsi ini dilakukan
berdasarkan kesepakatan antara pemberi dan penerima yang bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan bagi kedua belah pihak. Yang kedua adalah korupsi
ekstortif. Jenis ini menggunakan pendekatan kekerasan atau pemaksaan untuk
menghindari bahaya bagi mereka yang terlibat. Yang ketiga adalah jenis korupsi
investif. Korupsi investif adalah korupsi yang diawali oleh tawaran sebagai
“investasi” di masa yang akan datang. Yang keempat adalah korupsi nepotistik,
yakni korupsi yang terjadi karena adanya hubungan dekat dengan tujuan
mendapatkan keuntungan. Yang kelima adalah korupsi otogenik yakni korupsi

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


23

yang dilakukan dengan tujuan mendapat keuntungan yagng dilakukan oleh


pejabat tertentu sebagai orang yang memiliki informasi terbatas yang bersifat
rahasia. Yang keenam, korupsi suportif, yakni korupsi yang dilakukan untuk
melindungi tindakan korupsi lain (Azra, 2002).

2.2.2 Penyebab Korupsi

Kejahatan apapun memiliki sebab dan motif. Tidak terkecuali dengan


kejahatan korupsi. Salah satu sebab terjadinya tindakan korupsi adalah
modernisasi. Modernisasi menyebabkan tidak berimbangnya sektor publik dan
sektor privat. Sektor publik tidak dapat mengikuti perkembangan sektor privat.
Oleh karena itu, kolaborasi akan terjadi di antara perjabat sektor publik dan para
pelaku sektor privat. Selain itu, korupsi disebabkan oleh lemahnya apresiasi yang
diberikan terhadap pegawai negeri sebagai karyawan negara. Ini terlihat dari
angka penghasilan mereka yang rendah. Alasan lain adalah sentralisasi kekuasaan
pada satu lembaga maupun individu tertentu dalam suatu jabatan tertentu. Hal ini
juga didukung oleh sistem administrasi negara yang tidak ditata dengan baik dan
pengawasan yang kurang (Parwadi, 2010).
Redatin Parwadi melakukan penelitian yang mengkaji proyek yang
dilakukan dengan dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
Hasilnya menunjukkan bahwa sebab mengapa terjadi korupsi adalah adanya
pemberian setoran atau upeti yang ditujukan kepada pejabat tinggi daerah dengan
eselon yang lebih tinggi yang memiliki keterkaitan dengan proyek yang sedang
dilakukan. Ini dilakukan untuk memuluskan proyek yang dijalankan. Beberapa
tahun kemudian Parwadi kembali melakukan penelitian terhadap para pejabat
birokrat yang ada di Kalimantan Barat. Hasilnya menunjukkan bahwa secara
umum, birokrat melakukan korupsi. Hal ini disebabkan oleh faktor penghasilan
yang kurang, tingkat religiusitas yang lemah, budaya hukum yang mendukung,
tingkat ketaatan pada budaya lokal yang rendah, dan yang terakhir adalah dari
faktor lingkungan yang cenderung korup. Alasan terakhir adalah faktor utama
yang menyebabkan birokrat menjadi korup (Parwadi, 2010).
Parwadi juga menjelaskan bahwa terdapat lima faktor yang menyebabkan
terjadinya korupsi. Yang pertama, adanya kedekatan sistem dan kontak yang

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


24

intensif dilakukan antara bagian ekonomi dan administrasi. Yang kedua, arus
informasi yang masuk tidak bersifat mencolok. Ketiga, terjadi pemusatan
kompetensi kepada pekerja ahli tertentu. Hal ini menyebabkan mereka memiliki
kesempatan untuk mengambil keputusan. Keempat, terdapat ketidakjelasan
mengenai batas antara hal yang dapat diterima secara sosial dan perbuatan yang
dianggap melanggar hukum. Kelima, kurangnya kesadaran korban kejahatan
korupsi bahwa mereka diperlakukan dengan tidak adil (Parwadi, 2010).
Perkembangan globalisasi akan berpengaruh pada perkembangan
demokrasi dan reformasi ekonomi di dunia. Hal ini rupanya juga berpengaruh
kepada kecenderungan masyarakat dunia dalam kaitannya dengan korupsi. Dilihat
dari perspektif jangka panjang, tentunya masyarakat di setiap belahan dunia
menginginkan korupsi yang berkurang, seiring dengan persaingan politik dan
ekonomi yang makin terbuka sebagai dampak dari perkembangan dunia. Ini
disebabkan keterbukaan akan semakin mereduksi kesempatan untuk berbuat
sewenang-wenang. Akan tetapi jika dilihat dalam perspektif jangka pendek,
persaingan dalam politik dan ekonomi justru akan memacu peluang terjadinya
korupsi karena keduanya akan mengakibatkan perubahan yang cepat pada aturan
main yang ada. Hal ini menyebabkan munculnya persaingan bebas tanpa
diimbangi oleh aturan main yang relevan. Pada umumnya, korupsi terjadi karena
perubahan kebijaksanaan yang tepat, tetapi dilaksanakan oleh lembaga yang sakit,
yang mengakibatkan persekongkolan dan permainan dengan orang dalam,
pertukaran konsesi politik, dan pemerintah daerah yang diperlukan semaunya oleh
berbagai pihak (Klitgaard dkk, 2002).
Sebuah rumusan korupsi yang dikemukakan oleh Klitgaard dapat
menjelaskan alasan terjadinya korupsi secara praktis. Rumusan tersebut:

C=M+D–A

Dalam persamaan tersebut, C adalah Corruption/Korupsi, M adalah Monopoly


Power/Kekuasaan Monopoli, D adalah Discretion by Official/Wewenang Pejabat,
dan A adalah Accountability/Akuntabilitas. Dalam rumus ini, dijelaskan bahwa
korupsi akan terjadi, apabila terdapat individu yang memiliki monopoli atas suatu
barang atau jasa tertentu dan diiringi dengan wewenang untuk menentukan siapa

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


25

yang berhak atas barang atau jasa tersebut dan seberapa banyak kuantitasnya, dan
pada saat yang bersamaan tidak terdapat mekanisme akuntabilitas bagi individu
tersebut. Apabila kondisi tersebut ditemukan dalam suatu organisasi,
kemungkinan besar akan terjadi korupsi di organisasi tersebut. Hal ini berlaku,
baik di sektor swasta dan sektor publik, negara kaya atau miskin (Klitgaard dkk,
2002).
Andvig menjelaskan dalam tulisannya bahwa kondisi pemerintahan juga
dapat menjadi salah satu faktor terjadinya korupsi di suatu negara. Korelasi
antara korupsi dan demokrasi akan berbentuk seperti lonceng atau bel. Sistem
paling otoriter akan mampu mongontrol tingkat korupsi yang terjadi sehingga
korupsi hanya terjadi pada batas yang secara ekonomi masih dianggap layak.
Sementara itu, kondisi pemerintahan yang paling demokratis juga akan menekan
angka korupsi, karena adanya transparansi yang utuh pada sistem
pemerintahannya. Dengan demikian, proses pengawasan akan berjalan ketat
sehingga meminimalkan kesempatan korupsi. Kondisi yang paling riskan adalah
ketika masih berada di masa transisi antara sistem yang otoriter menuju
demokrasi. Ini akan terjadi saat kendali otoriter hancur oleh adanya liberalisasi
ekonomi dan demokratisasi politik, akan tetapi belum digantikan sepenuhnya oleh
mekanisme check and balances yang demokratis, serta institusi yang mendapat
pengakuan dan dapat dipertanggungjawabkan. Pada kondisi ini, tingkat korupsi
akan semakin meningkat dan mencapai puncaknya sebelum akan turun kembali
oleh adanya perbaikan sedikit demi sedikit menuju sistem pemerintahan yang
demokratis (Hamzah, 2012).

2.2.3 Dampak Korupsi

Tindak pidana korupsi memiliki dampak atau efek yang beraneka ragam
baik itu kepada individu, korporasi, maupun kepada negara. Korupsi yang telah
terjadi secara sistematis akan membawa dampak yang sangat mematikan bagi
masyarakat. Korupsi sistematis akan menimbulkan kerugian yang bersifat
ekonomi, politik, dan sosial. Kerugian ekonomi karena mengacaukan insentif,
kerugian politik karena meremehkan lembaga-lembaga pemerintahan, dan
kerugian sosial karena kekayaan dan kekuasaan jatuh ke tangan orang yang tidak

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


26

berhak. Korupsi akan melumpuhkan pembangunan ekonomi dan politik.


Meskipun korupsi adalah hal yang terjadi di semua negara di dunia, tetapi dampak
yang terjadi di negara-negara miskin akan cenderung lebih merusak karena di
negara-negara tersebut korupsi cenderung menyebabkan hak milik tidak
dihormati, aturan hukum dianggap enteng, serta insentif untuk investasi menjadi
kacau (Klitgaard dkk, 2002).
Dalam lingkup kecil dan jangka pendek, korupsi dapat mengurangi hak
warga negara, memfasilitasi terjadinya perbuatan-perbuatan yang tidak transparan,
serta hilangnya kontrol politik dan hukum. Namun, jika dilihat dalam jangka
panjang, korupsi juga dapat mengurangi legitimasi dari pemerintah, fondasi
peraturan hukum, serta sistem demokrasi itu sendiri. Jika dilihat lebih jauh,
korupsi akan cenderung bersifat menyebar dari satu agen ke agen lain, lalu dari
satu lembaga ke lembaga lain. Hal ini berkaitan dengan tindak kejahatan
terorganisir, para mafia, dan tindak pidana pencucian uang. (Argandona, 2007).

2.3 Pemberantasan Korupsi

Upaya pemberantasan korupsi tidak sesederhana membalikkan telapak


tangan. Pada kenyataannya, negara-negara di dunia memiliki tingkat keberhasilan
pemberantasan korupsi yang berbeda-beda. Banyak negara yang dapat dinilai
gagal dalam menangani korupsi. Hasil ini terjadi termasuk di negara-negara yang
memiliki badan khusus pemberantasan korupsi.
Menurut de Speville, terdapat beberapa alasan mengapa badan antikorupsi
dapat gagal. Yang pertama adalah kemauan politik yang lemah. Ini terjadi ketika
pemimpin berada dalam posisi tidak berdaya diakibatkan tekanan dan kepentingan
lain yang mendesak. Kemudian, yang kedua adalah tidak ada sumber daya. Badan
tersebut tidak memiliki anggaran yang cukup untuk melaksanakan upaya
pemberantasan secara maksimal. Alasan selanjutnya adalah campur tangan politik
yang mengendalikan badan antikorupsi tersebut secara sadar atau tidak sadar oleh
pejabat politik untuk kepentingannyasendiri. Alasan keempat adalah badan
tersebut tidak memiliki keinginan untuk menggeser status quo. Alasan kelima,
badan tersebut memiliki target harapan yang tidak realistis. Upaya melawan
korupsi sistemik tidak dapat dilaksanakan dalam waktu singkat. Kemudian yang

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


27

keenam, badan tersebut terlalu bergantung pada penegakan hukum dan melupakan
fungsi pencegahan korupsi dan berfokus pada penindakan. Alasan ketujuh, Badan
tersebut mengabaikan siasat melenyapkan peluang untuk korupsi dan terlalu
bergantung pada penindakan setelah korupsi terjadi. Alasan kedelapan, undang-
undang yang dijadikan landasan berpijak tidak memadai. Badan antikorupsi tidak
dapat bekerja secara maksimal tanpa adanya dukungan konstitusional yang kuat.
Selanjutnya, badan akan tidak optimal jika dibebani tumpukan perkara masa lalu.
Kasus-kasus di masa lalu yang menumpuk menyebabkan terhambatnya pekerjaan
badan tersebut. Alasan selanjutnya, badan tersebut gagal melibatkan masyarakat
luas. Hal ini dapat menghambat pemberantasan korupsi, karena pemberantasan
korupsi memerlukan gerakan dari seluruh elemen termasuk masyarakat umum.
Alasan selanjutnya adalah akuntabilitas yang kurang, semangat yang kendur
karena ketidakpercayaan masyarakat, dan yang terakhir, badan tersebut
diindikasikan melakukan korupsi (Hamzah, 2012).
Alasan-alasan tersebutlah yang menjadikan upaya pemberantasan korupsi
di suatu negara dapat gagal. Dalam mengatasinya, tidak cukup hanya dengan
membenahi sebagian poin akan tetapi semua poin harus diselesaikan dan
disolusikan.
Fahri Hamzah menjelaskan empat pendekatan dalam melakukan
pemberantasan korupsi. Pemberantasan korupsi harus menggunakan empat
pendekatan tersebut, yakni pendekatan hukum, pendekatan moralistik dan
keimanan, pendekatan edukatif, serta pendekatan sosiokultural. Pendekatan
hukum berarti bahwa pemberantasan korupsi didukung oleh hukum ideal yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara atau hak ekonomi dan sosial rakyat
berada di atas kepentingan negara yang lain. Pendekatan moralistik dan keimanan
berkaitan dengan pemaknaan sila pertama pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha
Esa. Negara dan penyelenggara penegakan hukum wajib tetap berpedoman
kepada prinsip tersebut. Pendekatan edukatif, adalah pendekatan yang berpusat
kepada peningkatan kesadaran terhadap isu korupsi. Hal ini mencakup
peningkatan daya nalar sehingga masyarakat memahami latar belakang, faktor
pendukung, serta pencegahan dari korupsi. Pendekatan terakhir adalah pendekatan
sosiokultural, yakni pendekatan yang berfokus kepada pembangunan budaya

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


28

masyarakat yang memandang negatif tindakan korupsi. Jika hal ini tercapai,
masyarakat dengan sendirinya akan memiliki budaya antikorupsi sebagai barrier
yang mencegah mereka tergiur untuk melakukan korupsi (Hamzah, 2012)
Klitgaard (1998) dalam salah satu bukunya menjelaskan salah satu model
pendekatan dalam menganalisis korupsi, yakni model atasan-pegawai-klien.
Model ini menganalogikan bahwa atasan adalah pemimpin lembaga negara
misalnya lembaga pemungut pajak, lalu pegawai adalah pegawai pemungut pajak
yang berinteraksi langsung dengan klien, yang adalah seorang wajib pajak. Jika
melihat dari sudut pandang pegawai dan klien, mereka akan mengkalkulasikan
untung rugi dari melakukan tindakan korupsi. Bagi seorang atasan, korupsi yang
dilakukan oleh pegawainya dapat dimanfaatkan untuk menguntungkan dirinya
sendiri melalui “uang tutup mulut” apabila ia mengetahui dengan pasti dan jelas
perihal korupsi yang dilakukan pegawainya. Namun, seringkali atasan tidak
mengetahui dengan jelas korupsi yang terjadi sehingga akan terjebak dalam situasi
yang serba salah. Keberadaan korupsi di dalam lembaga yang ia pimpin saja
sudah menjadi kerugian atau “faktor negatif”. Selain itu ia harus mematok gaji
dan hukuman bagi pegawai tersebut tanpa ia mengetahui tentang produktivitas
pegawai tersebut maupun tindakan korupsi yang menyulitkannya yang dilakukan
oleh pegawai tersebut. Mungkin seorang atasan akan membuat sebuah mekanisme
tertentu untuk mengetahui dan mengumpulkan informasi tentang apa saja yang
dilakukan oleh pegawai. Namun, hal ini akan memakan biaya mahal.
Terkait dengan pendekatan tersebut, Klitgaard juga mengemukakan
pandangannya tentang analisis penyusunan kebijakan alternatif yang dapat
dilakukan oleh atasan. Menurut Klitgaard, terdapat lima langkah yang dapat
dilakukan, yakni memilih pegawai dengan cermat, mengubah imbalan dan
hukuman sehingga pegawai akan tertarik untuk berlaku jujur, mengumpulkan
informasi agar para pegawai selalu merasa terawasi, mengatur kembali hubungan
atasan-pegawai-klien agar tidak tercipta peluang untuk memonopoli keputusan,
serta mengubah sikap bersama dalam menghadapi korupsi. Model tersebut dapat
diaplikasikan ke dalam kebijakan lembaga anti korupsi secara nasional. Lembaga
antikorupsi dapat merancang strategi pemberantasan korupsi dengan didasari oleh
kelima langkah tersebut (Klitgaard, 1998).

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


29

2.4 United Nations Convention Against Corruption (UNCAC)

Masyarakat internasional pada dasarnya memiliki kepedulian terhadap


fenomena korupsi. Salah satu alasannya adalah korupsi yang dilakukan di satu
negara akan sangat mungkin memiliki dampak di negara lain yang memiliki
hubungan dengan negara tersebut. Menurut Argandona, bentuk perbuatan korupsi
akan ditiru dan akan saling menular antar negara. Dalam kaitannya dengan hal
tersebut, negara-negara di dunia juga telah berusaha untuk menghentikan
permasalahan korupsi. Upaya penanggulangan korupsi tidak hanya dibutuhkan
hanya sebatas di negara yang mengalaminya saja, tetapi juga harus dilakukan
secara global bersama-sama. Ini dilakukan dengan maksud untuk memastikan
metode pengukuran yang dianut di banyak negara tetap konsisten dan adil. Salah
satu inisiatif kerjasama yang telah dilakukan adalah United Nation Convention
Against Corruption (UNCAC). Ini adalah upaya pertama dalam pencegahan dan
penanggulangan korupsi yang dilakukan di tingkat internasional. Konvensi ini
adalah konvensi yang diprakarsai oleh PBB, dilaksanakan selama tiga hari, yakni
pada 9-11 Desember 2003. Hasil konvensi ini ditandatangani oleh 140 negara
(Argandona, 2007).
Masih menurut Argandona, konvensi ini adalah instrumen global pertama
yang dibuat secara resmi, dengan melibatkan konsensus yang luas, dan partisipasi
internasional yang cukup banyak mewakili jumlah negara-negara di dunia.
Sebelumnya memang terdapat beberapa upaya serta deklarasi yang menyatakan
perang terhadap korupsi di berbagai belahan dunia, tetapi yang membedakan
UNCAC dengan itu semua adalah karena hasil konvensi ini menjadi sebuah
kesepakatan global, bukan regional, dan oleh karena itulah diharapkan seluruh
negara di dunia sebagai bagian dari komunitas internasional mematuhi,
menjalankan, serta mendukungnya. Tujuan dari konvensi ini adalah pencegahan
praktik korupsi dan aliran dana gelap, serta melawannya secara efektif. Konvensi
ini juga bertujuan untuk mengkriminalisasi serta menekan praktik korupsi dan
mempromosikan, memfasilitasi, serta mendukung kerjasama internasional.
Kemudian konvensi ini juga diperuntukkan demi mengembalikan dana ilegal
kepada negara dan mempromosikan integritas, akuntabilitas, serta manajemen
pelayanan publik yang baik (Argandona, 2007).

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


30

Secara umum, UNCAC berisi beberapa chapter yang berisikan artikel-


artikel pokok yang lebih rinci. Chapter tersebut antara lain

1. General Provisions
2. Preventive Measures
3. Criminalization and Law Enforcement
4. International Cooperation
5. Asset Recovery
6. Technical Assistance and Information Exchange
7. Mechanisms for Implementation
8. Final Provisions

Konvensi ini menetapkan langkah-langkah preventif apa yang harus


dilakukan oleh negara peserta dalam rangka pencegahan korupsi. Pada dasarnya
tergantung kepada tiap negara untuk mengimplementasikan kebijakan antikorupsi
yang efektif serta membentuk organisasi yang secara spesifik diperuntukkan
untuk melawan korupsi. Di dalam butir-butir artikel di dalam konvensi ini
dijelaskan pula bahwa negara peserta harus berupaya untuk memastikan bahwa
pelayanan publik mereka aman dan menjunjung tinggi integritas, transparansi,
serta akuntabilitas di antara pegawai sipilnya dan melakukan rekrutmen
didasarkan oleh efisiensi dan kebaikan. Setelah direkrut, pejabat publik harus
mematuhi aturan perilaku yang ditetapkan. Di samping itu negara peserta juga
wajib untuk menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas di sektor
pendapatan publik serta manajemen keuangan publik. Negara peserta juga harus
berupaya untuk menjaga integritas di dalam area-area kritis seperti pengadilan dan
kejaksaan dan mencegah praktek pencucian uang (United Nations, 2004)
Argandona (2007) mengemukakan pandangannya tentang langkah lanjutan
yang harus diambil setelah ditandatanganinya UNCAC. Langkah pertama adalah
perlunya pemerintah melakukan intensifikasi perlawanan terhadap korupsi. Hal
ini berlaku bagi seluruh pemerintahan yang ada di dunia. Tujuannya bukanlah
untuk membasmi kasus-kasus secara individu, tetapi lebih kepada mengurangi
kultur korupsi secara sistem. Langkah kedua adalah menekan pemerintah-
pemerintah yang tidak menandatangani UNCAC atau yang belum melakukan

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


31

ratifikasi atas konvensi tersebut. Ini tentu dimaksudkan untuk memperluas


jangkauan perlawanan terhadap korupsi di dunia. Menurut Argandona, akan
sangat berguna apabila dibentuk sebuah lembaga sekretariat di bawah PBB untuk
mendukung hasil konvensi ini. Langkah ketiga adalah membantu pemerintah di
berbagai negara dalam hal upaya mereka untuk mengimplementasikan konvensi
ini. Sekretariat akan berkontribusi dalam membantu pemerintah dengan
melakukan studi yang relevan, contohnya menganalisis hambatan-hambatan yang
muncul di tiap negara. Langkah keempat, negara-negara anggota memiliki tugas
penting untuk mengkoreksi keterbatasan dari isi konvensi, termasuk mengubah
rekomendasi menjadi kewajiban, memperluas cakupan konvensi hingga masuk ke
kasus korupsi di sektor privat sehingga kasus korupsi di partai politik juga dapat
ditangani, dan lain sebagainya. Lembaga sekretariat dapat dimanfaatkan pula
untuk membantu hal ini. Langkah kelima, harus dibentuk sebuah desain dan
implementasi dari proses pengawasan yang efektif dan mekanisme kontrol.
Langkah keenam, sekretariat, dan jika memungkinkan termasuk pula institusi-
institusi internasional lain, dapat melakukan kontribusi positif. Ini berarti
konvensi ini harus didukung oleh segenap lembaga-lembaga baik itu privat
maupun publik yang ada di tiap belahan negara. Langkah ketujuh, konvensi ini
dapat dijadikan instrumen bagi lembaga-lembaga antikorupsi di manapun. Dengan
demikian, upaya mereka dapat didasari oleh sebuah konsensus yang resmi dan
diakui.
Tiga langkah terakhir secara umum menggambarkan bahwa hasil konvensi
ini dapat dijadikan sumber edukasi bagi institusi atau perusahaan internasional.
Dewasa ini, perusahaan harus mengajari para manajer dan pegawai bagaimana
menghindari peluang melakukan penyuapan, menghadapi pemerasan, dan juga
apa yang harus dilakukan apabila mereka mengetahui telah terjadi tindak korupsi
di suatu tempat. Hal ini dapat dijadikan pelajaran dan bahkan dapat mengubah
budaya di dalam perusahaan tersebut. Dalam era gobalisasi, korporasi, terutama
korporasi multinasional, harus menjalankan peran kunci di dalam upaya perang
terhadap korupsi.
Sebagai salah satu negara yang berpartisipasi dalam UNCAC, Indonesia
juga melakukan upaya dukungan terhadap hasil konvensi tersebut. Hal ini

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


32

ditunjukkan oleh dilakukannya ratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun


2006 (UU7/2006). Undang-undang ini berisi pengesahan United Nations
Convention Against Corruption. Dengan dilaksanakannya ratifikasi ini maka
menjadikan Indonesia sebagai anggota dari upaya kerjasama internasional dalam
perang terhadap praktek korupsi (Indonesia Corruption Watch, 2008).

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


33

BAB III
POLA KERJA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
DAN INDEPENDENT COMMISSION AGAINST CORRUPTION

3.1 Pola Kerja Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi oleh Komisi


Pemberantasan Korupsi

3.1.1 Latar Belakang KPK dan Korupsi di Indonesia

Seperti yang sudah dipahami, korupsi di Indonesia sudah ada sejak masa
penjajahan, hingga masuk ke dalam periode kemerdekaan. Bahkan, pada masa
kerajaan, korupsi merupakan hal yang lumrah, karena didasari oleh kultur atau
budaya setempat (Soedarso, 2009). Sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi
lahir, periode pemberantasan korupsi di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga
periode yakni pada masa orde lama, orde baru, serta era reformasi (Hamzah,
2012).
Menurut Kaligis, pada masa orde lama, terdapat setidaknya tiga upaya
umtuk memberantas korupsi. Yang pertama adalah Panitia Retooling Aparatur
Negara (PARAN). Panitia ini dibentuk dengan dasar hukum Undang-Undang
Keadaan Bahaya. PARAN tidak berhasil memberantas korupsi karena rata-rata
para pejabat yang menjadi tersangka berlindung di balik perlindungan presiden.
Oleh karena tidak efektif, maka PARAN dibubarkan dan diganti dengan Operasi
Budhi. Operasi Budhi menargetkan penangkapan para koruptor di perusahaan-
perusahaan milik negara dan lembaga-lembaga negara hingga ke pengadilan.
Setelah mulai bekerja, dalam waktu hanya tiga bulan, Operasi Budhi berhasil
menyelamatkan keuangan negara sebanyak kurang lebih 11 milyar rupiah. Akan
tetapi, karena dianggap mengganggu nama baik presiden maka Operasi Budhi
dibubarkan dan pada akhirnya diganti dengan Komando Tertinggi Retooling
Aparat Revolusi (KOTRAR) dengan dipimpin oleh Presiden Soekarno sendiri.
Namun, pada titik ini, upaya pemberantasan oleh KOTRAR berjalan di tempat
(Hamzah, 2012).

22 Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


34

Setelah Soekarno jatuh dan Indonesia memasuki era orde baru, terdapat
tiga upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah. Presiden
Soeharto membentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang diketuai oleh
Jaksa Agung dengan dibantu oleh Kapolri, Panglima ABRI, serta Menteri
Kehakiman. Tim ini dibentuk berdasarkan pidato kenegaraan pada tanggal 16
Agustus 1967. Kemudian pada tahun 1970, dibentuk Komisi Empat yang
beranggotakan Mohammad Hatta, Anwar Tjokroaminoto, Herman Johannes, serta
Soetopo Yoewono dengan Hatta sebagai ketua. Komisi ini memiliki target
memberantas korupsi di Pertamina, BULOG, penebangan hutan, serta BUMN.
Lalu pada tahun 1977, pemerintah melaksanakan Operasi Penertiban (Opstib)
dengan diketuai oleh Pangkopkamtib Laksamana Soedomo dengan target
menangani 1127 kasus. Akan tetapi, Opstib tidak terdengar kiprahnya, dan hingga
Soeharto jatuh pada tahun 1998, pemberantasan korupsi tidak dilakukan secara
transparan (Hamzah, 2012).
Setelah Soeharto jatuh, Indonesia memasuki babak baru reformasi dengan
semangat yang menggebu-gebu untuk membenahi pemerintahan. Pada tahun
1999, muncullah Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Di dalamnya diamanatkan tentang pembentukan KPK.
Kemudian sembari menunggu terbentuknya KPK, Presiden Gus Dur membentuk
Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) yang dipimpin
oleh Jaksa Agung namun sayangnya dibubarkan oleh Mahkamah Agung. Pada
tahun 2002 disahkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi yang di dalamnya mencakup berbagai
ketentuan hukum mengenai KPK. Di tahun berikutnya, KPK resmi dibentuk
(Hamzah, 2012).

3.1.2 Strategi KPK

KPK memiliki struktur kelembagaan yang diatur sesuai dengan pasal 26


dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. Pimpinan KPK terdiri dari satu
orang ketua komisi dan empat orang wakil ketua komisi. Kemudian struktur di
bawahnya mencakup:

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


35

1) Deputi Bidang Pencegahan


a. Subbidang Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta
Kekayaan Penyelenggara Negara
b. Subbidang Gratifikasi
c. Subbidang Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat
d. Subbidang Penelitian dan Pengembangan
2) Deputi Bidang Penindakan
a. Subbidang Penyelidikan (Dengan Satuan Tugas)
b. Subbidang Penyidikan (Dengan Satuan Tugas)
c. Subbidang Penuntutan (Dengan Satuan Tugas)
3) Deputi Bidang Informasi dan Data
a. Subbidang Pengolahan Informasi dan Data
b. Subbidang Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan
Instansi
c. Subbidang Monitor
4) Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat
a. Subbidang Pengawasan Internal
b. Subbidang Pengaduan Masyarakat
5) Sekretariat Jenderal
a. Biro Perencanaan dan Keuangan
b. Biro SDM
c. Biro Hukum
d. Biro Humas
e. Biro Umum

Sekretariat Jenderal bertugas untuk membantu KPK melaksanakan tugas dan


wewenangnya. Sesuai undang-undang, Sekretariat Jenderal diangkat dan
diberhentikan oleh presiden dan bertanggung jawab kepada pimpinan KPK (Djaja,
2008).
Komisi Pemberantasan Korupsi mempublikasikan rencana strategisnya
dalam memberantas korupsi di Indonesia yang diperbaharui setiap periode
tertentu. Hal ini tertuang dalam Renstra KPK 2004-2007, Renstra KPK 2008-
2011, Renstra KPK 2011-2015, serta tambahan Road Map KPK tahun 2011-2023.

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


36

3.1.2.1 Renstra KPK 2004-2007

Pada masa bakti 2004 sampai dengan 2007, KPK berjalan dengan
dilandasi Visi Mewujudkan Indonesia yang Bebas Korupsi dan Misi Penggerak
Perubahan untuk Mewujudkan Bangsa yang Anti Korupsi. Misi tersebut
dituangkan ke dalam empat tujuan (KPK, 2004), yaitu:

1) Pembangunan Kelembagaan
Di masa awal KPK, pembangunan kelembagaan menjadi sesuatu yang
vital. Ini terwujud ke dalam 12 kegiatan, yakni menyusun struktur
organisasi, kode etik, rencana strategis, rencana kinerja, anggaran,
prosedur operasi standar, sistem manajemen SDM, sistem manajemen
keuangan, teknologi informasi pendukung, mekanisme pengawasan
internal, rekrutmen dan pengembangan penasihat serta pegawai, dan
penyediaan peralatan dan fasilitas.
2) Penindakan
KPK menjabarkan strategi penindakan dalam lima kegiatan. Yang pertama
adalah pengembangan sistem dan prosedur peradilan pidana korupsi yang
langsung ditangani oleh KPK. Kemudian pelaksanaan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan dilakukan seluruhnya oleh KPK. Ketiga,
pengembangan mekanisme supervisi KPK terhadap penyelesaian tindak
pidana korupsi oleh Kepolisian dan Kejaksaan. Keempat, identifikasi
kelemahan undang-undang, dan yang terakhir adalah pemetaan aktivitas
yang diindikasikan sebagai korupsi.
3) Pencegahan
Dalam rangka pencegahan, KPK mencanangkan lima kegiatan pokok.
Pertama, meningkatkan efektifitas sistem pelaporan kekayaan
penyelenggara negara. Kedua, penyusunan sistem pelaporan gratifikasi
dan sosialisasi. Kemudian selanjutnya adalah penyusunan sistem pelaporan
pengaduan masyarakat. keempat, mengkaji dan memberi masukan atas
sistem administrasi pemerintah yang berindikasikan korupsi dan yang
terakhir penelitian dan pengembangan teknik dan metode yang mendukung
pemberantasan korupsi.

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


37

4) Penggalangan Keikutsertaan Masyarakat


KPK menginginkan agar terwujud sebuah partisipasi aktif dan
keikutsertaan dari segenap komponen masyarakat dalam memberantas
korupsi. KPK mencanangkan agar terjadi hubungan kerjasama antara KPK
dengan lembaga-lembaga publik, lembaga kemasyarakatan, sosial,
keagamaan, profesi, dunia usaha, LSM, dengan merumuskan peran
masing-masing. Selain itu, KPK ingin mengembangkan kerjasama dengan
lembaga antikorupsi negara lain. Kemudian, melakukan kampanye anti
korupsi dan mengembangkan penyediaan akses terkait informasi korupsi
kepada masyarakat

3.1.2.2 Renstra KPK 2008-2011

Sehubungan dengan pergantian kepemimpinan KPK di tahun 2007, KPK


memperbaharui rancangan strateginya termasuk visi dan misinya. Pada periode
ini, Visi KPK adalah Menjadi Lembaga yang Mampu Mewujudkan Indonesia
yang Bebas dari Korupsi dan Misinya adalah Pendobrak dan Pendorong
Indonesia yang Bebas dari Korupsi, dan Menjadi Pemimpin dan Penggerak
Perubahan untuk Mewujudkan Indonesia yang Bebas dari Korupsi. Berkenaan
dengan hal tersebut, maka KPK mencanangkan empat kebijakan (KPK, 2008)

1) Koordinasi dan Supervisi


KPK memiliki tugas khusus sebagai trigger bagi lembaga penegak hukum
lain, yakni Kejaksaan dan Kepolisian. Dalam kebijakan ini, KPK
mencanangkan untuk menindaklanjuti MoU yang dibuat antara ketiga
lembaga tersebut, mendorong penanganan kasus-kasus korupsi ke daerah,
memantau penanganan kasus oleh kedua lembaga lain dan mengambil
alihnya apabila diperlukan.
2) Penindakan
Dalam porsi penindakan, KPK telah mencanangkan bahwa penindakan
korupsi dilakukan bersama dengan aparat penegak hukum lainnya. KPK
berfokus kepada penanganan kasus yang belum selesai dikerjakan oleh
pimpinan lama dan kasus-kasus yang memiliki dampak besar. Kasus kecil
diserahkan pada aparat penegak hukum di daerah. Untuk penanganan

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


38

korupsi di tubuh TNI, KPK menindaklanjuti MoU dengan Departemen


Pertahanan.
3) Pencegahan
Dalam porsi pencegahan, KPK mencanangkan program mendorong
segenap instansi, lembaga, dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran
anti korupsi dan peran serta masing-masing pihak, serta mengantisipasi
kerawanan korupsi di wilayahnya masing-masing. Kerawanan tersebut
diperoleh KPK dari investigasi proaktif untuk mengenali dan
memprediksinya.
4) Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Negara
KPK mencanangkan sebuah kajian atas sistem administrasi negara dan
sistem pengawasan terhadap lembaga negara secarfa selektif demi
melaksanakan perubahan sistem. KPK juga ingin meningkatkan integritas
serta efektifitas fungsi pengawasan di tiap instansi.

3.1.2.3 Renstra KPK 2011-2015

Pada rencana strategis tahun 2011-2015, terjadi pergantian visi dan misi
kembali. Visi KPK adalah Menjadi Lembaga Penggerak Pemberantasan Korupsi
yang Berintegritas, Efektif, dan Efisien, dengan misi terbagi menjadi lima poin
yakni koordinasi dan supervisi dengan instansi penegak hukum lain, melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap korupsi, melakukan tindakan
pencegahan, dan yang terakhir melakukan pengawasan atau memonitor
penyelenggaraan pemerintahan negara. Renstra tahun 2011-2015 ini sebenarnya
adalah sebuah revisi atas renstra sebelumnya (2010-2014) yang diubah karena
perubahan kepemimpinan di tubuh KPK (KPK, 2011)

1) Penanganan kasus Grand Corruption serta penguatan APGAKUM


(Aparat Penegak Hukum)
Grand Corruption adalah tindak pidana korupsi yang melibatkan
pengambil keputusan terhadap kebijakan, melibatkan aparat penegak
hukum, berdampak luas, dan kejahatan yang tersindikasi, sistemik, dan
terorganisir. Apgakum adalah lembaga penegak hukum lain yang

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


39

memiliki tugas pemberantasan korupsi. Penguatan Apgakum dilakukan


dengan koordinasi dan supervisi.
2) Perbaikan sektor strategis terkait kepentingan nasional
Sektor strategis yang dimaksud oleh KPK adalah ketahanan pangan plus,
ketahanan energi dan lingkungan, penerimaan negara, dan bidang
infrastruktur.
3) Pembangunan pondasi SIN (Sistem Integritas Nasional)
Sistem Integritas Nasional adalah sistem yang berlaku secara nasional
dalam rangka pemberantasan korupsi secara terintegrasi yang melibatkan
semua pilar penting bangsa.
4) Penguatan sistem politik berintegritas dan masyarakat (CSO)
paham integritas
5) Persiapan Fraud Control

3.1.2.4 Road Map KPK 2011-2023

Hal yang berbeda dilakukan KPK pada periode sekarang. Selain


merancang strategi yang akan dijalankan pada periode 2011 sampai dengan 2014,
KPK juga mencanangkan road map yakni rencana strategi jangka panjang hingga
tahun 2023. Selain fase I yakni renstra KPK 2011-2015, terdapat fase II yakni
tahun 2015-2019, dan fase III yakni tahun 2019-2023. Hal ini dilakukan agar
terjadi kesinambungan program kerja KPK sehingga setiap strategi yang
dijalankan tidak terputus di tengah jalan akibat pergantian renstra dari pimpinan
baru.

1) Fase II (2015-2019)
Fase II direncanakan berfokus kepada beberapa strategi lama yakni
penanganan kasus grand corruption dan APGAKUM, perbaikan sektor
strategis, aksi Sistem Integritas Nasional, serta perkembangan lebih lanjut
dari persiapan fraud control yakni implementasinya.
2) Fase III (2019-2023)
Pada fase III, KPK tidak banyak memberikan perubahan. Secara umum
hanya merupakan tindak lanjut dari fase sebelumnya yakni optimalisasi

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


40

penanganan sektor strategis, optimalisasi Sistem Integrasi Nasional (SIN),


dan penanganan fraud yang dilakukan oleh penyelenggara negara.

3.1.3 Pola Kerja KPK

Salah satu tantangan yang dihadapi oleh lembaga baru adalah


mendapatkan orang-orang dengan kompetensi terbaik untuk menduduki posisi-
posisi strategis di dalam strukturnya. Hal ini juga dialami oleh KPK. Di masa
awal, KPK memiliki pegawai yang berasal dari kepolisian, kejaksaan, dan auditor
dari BPKP serta beberapa staf profesional. Pada pertengahan tahun 2005, KPK
untuk pertama kalinya mulai melakukan perekrutan pegawai dan melakukan
pelatihan terhadap 32 orang calon pegawai. Hal tersebut terus berlangsung setiap
tahun untuk menutup kekurangan jumlah pegawai yang diperlukan. Investigator
dan penuntut yang dimiliki KPK dipinjamkan dari Kejaksaan dan Kepolisian, dua
institusi yang memiliki pengalaman dalam hal menangani korupsi. Namun hal ini
menyebabkan KPK menghadapi tantangan untuk menyeimbangkan
independensinya dari Kejaksaan dan Kepolisian bersamaan dengan kebutuhan
untuk bekerjasama dengan kedua lembaga tersebut. KPK yang memiliki peran inti
sebagai trigger mechanism atau pendorong bagi lembaga lain dalam penegakan
hukum pemberantasan korupsi tentunya harus menjalin keharmonisan dengan
kedua lembaga tersebut, namun efektivitas KPK akan berkurang apabila berada
terlalu jauh atau terlalu dekat dengan kedua lembaga tersebut. Apabila terlalu
jauh, maka fungsi koordinasi dan supervisi tidak akan berjalan lancar karena ada
tembok penghalang antar lembaga. Jika terlalu dekat, maka dikhawatirkan akan
terjadi kerjasama dalam hal penyimpangan atau saling merekayasa untuk
kepentingan masing-masing lembaga. Langkah KPK menyelenggarakan
perekrutan dan pelatihan sendiri adalah untuk meminimalisir penyimpangan
loyalitas pegawai kepada dua institusi tersebut. Akan tetapi, KPK masih belum
memiliki jumlah pegawai yang sesuai dengan yang mereka butuhkan. Contohnya,
pada Departemen Pencegahan, jumlah pegawai yang tersedia hanya seperempat
dari yang mereka butuhkan (Davidsen dkk, 2006).
Landasan hukum dalam rangka pemberantasan korupsi di Indonesia cukup
banyak. LAN (2007), mengutip dari situs resmi Indonesia Corruption Watch,

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


41

menjelaskan bahwa terdapat lebih dari 10 peraturan baik itu langsung atau tidak
langsung. Peraturan itu terdiri dari TAP MPR, undang-undang, peraturan
pemerintah, instruksi presiden, keputusan presiden, surat edaran serta peraturan
daerah. Dari sekian banyak jenis peraturan tersebut, yang paling kuat dasar
hukumnya adalah undang-undang. Undang-undang yang terkait dengan
pemberantasan korupsi secara umum antara lain:

1) UU 20/2001 Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi


2) UU 30/2002 Komisi Pemberantasan Korupsi
3) UU 31/1999 Pemberantasan Korupsi. Telah diperbaharui
menjadi UU No 20 Tahun 2001
4) UU 11/1980 tentang Anti Suap
5) UU 15/2002 tentang tindak pidana anti pencucian uang.
UU ini telah dirubah menjadi UU No 25 tahun 2003
6) UU 25/2003 tentang perubahan UU No 15/2002 tentang
tindak pidana anti pencucian uang
7) UU No 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara
yang bersih dan bebas dari KKN
8) UU No 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003
9) UU No 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik
Masalah pidana

Dari sekian banyak peraturan tersebut, landasan hukum yang secara


eksplisit mengatur mengenai peranan KPK adalah Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, dijelaskan mengenai tanggung
jawab KPK yang meliputi:

1) Koordinasi dengan institusi lain untuk memberantas korupsi


2) Melakukan supervisi atas institusi lain yang berwenang dalam
rangka pemberantasan korupsi
3) Melakukan investigasi, pendakwaan, serta penuntutan dalam kasus
korupsi

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


42

4) Mengambil langkah untuk mencegah korupsi yang mencakup


pemeriksaan laporan kekayaan dan gratifikasi, melaksanakan
pendidikan anti korupsi serta program sosialisasi, serta terlibat
dalam kerjasama bilateral dan multilateral dalam memberantas
korupsi
5) Mengawasi proses administrasi yang terdapat dalam institusi-
institusi negara dan memberikan rekomendasi agar membuat
mereka tidak melakukan korupsi

Undang-undang tersebut secara otomatis memberikan kekuatan luar biasa kepada


KPK. KPK memiliki kewenangan antara lain melakukan pengawasan terhadap
institusi negara lain berkaitan dengan tugas memberantas korupsi, melakukan
penyadapan, merekam pembicaraan dan akses terhadap catatan bank dan pajak.
Selain itu, KPK juga dapat mengambil alih penanganan kasus yang dilakukan oleh
Kepolisian atau Kejaksaan dengan pertimbangan bahwa dalam kasus tersebut
terjadi penundaan penanganan yang terlampau lama tanpa penjelasan, bias dalam
menangani kasus, adanya intervensi dari eksekutif, peradilan, serta legislatif yang
menghambat, tidak dilakukannya pelaporan kepada publik, serta kondisi lain yang
menyebabkan Kepolisian dan Kejaksaan tidak mampu menangani kasus tersebut
(Davidsen, 2006).
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 mengatur bahwa kasus yang
ditangani oleh KPK adalah kasus yang mencakup tiga hal. Pertama, melibatkan
pejabat penegak hukum, pegawai peradilan, pegawai negeri, serta pihak ketiga
yang terkait. Kedua, memancing perhatian publik dan atau mengakibatkan
kerugian negara lebih dari satu miliar rupiah (KPK, 2006). Akan tetapi, pada
kenyataannya KPK juga harus melakukan seleksi kembali atas kasus-kasus yang
benar-benar menjadi prioritas mereka untuk ditangani. Contohnya, di tahun 2011
KPK mengaku terhambat dalam hal kuantitas sumber daya manusia. Di tahun
tersebut, ketika kasus besar yang melibatkan salah satu tokoh politik Nazaruddin
tengah menjadi sorotan, ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan bahwa KPK
punya keterbatasan SDM sehingga harus memilih kasus yang memiliki alat bukti
yang cukup untuk dilanjutkan karena jumlah penyidik tidak cukup jika harus
menangani seluruh kasus (republika.co.id, 2011).

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


43

Untuk menentukan siapa yang berhak duduk di kursi kepemimpinan KPK,


dijalankan mekanisme seleksi yang ketat yang dilakukan oleh panitia seleksi.
Panitia seleksi berisikan unsur pemerintah dan masyarakat. Setelah panitia seleksi
terbentuk, maka dilakukan pengumuman penerimaan calon dan setelah para calon
mendaftar maka akan diumumkan pada masyarakat untuk ditanggapi. Kemudian,
nama-nama calon tersebut diajukan pada presiden. Tahap selanjutnya, presiden
akan mengajukannya ke DPR untuk dipilih. Setelah terpilih oleh DPR, nama
ketua dan empat wakil ketua disampaikan pada presiden kembali untuk disahkan
(Djaja, 2008)
Mengenai kepegawaian, KPK memiliki tiga jenis pegawai yakni Pegawai
Tetap, Pegawai Negeri yang dipekerjakan, serta Pegawai Tidak Tetap. Pegawai
Tetap adalah pegawai yang memenuhi syarat yang diangkat oleh pimpinan KPK.
Pegawai Negeri yang dipekerjakan adalah pegawai negeri yang memenuhi syarat
untuk bekerja di KPK, dengan masa tugas di KPK paling lama empat tahun
dengan hanya dapat diperpanjang satu kali. Kemudian Pegawai Tidak Tetap
adalah pegawai yang terikat dalam perjanjian kerja dengan KPK untuk waktu
tertentu. Pegawai Tidak Tetap tidak dapat duduk di jabatan struktural KPK.
Pegawai Tetap KPK tidak berstatus sebagai pegawai negeri sehingga apabila
Pegawai Negeri yang dipekerjakan di KPK diangkat menjadi Pegawai Tetap,
maka akan diberhentikan secara hormat sebagai pegawai negeri (Djaja, 2008).
Mengenai rekrutmen pegawai, KPK secara reguler melakukan rekrutmen pegawai
baru setiap tahun dengan proses seleksi yang dilakukan oleh KPK yakni program
seleksi Indonesia Memanggil. Setiap calon pegawai KPK harus mengikuti empat
tahap dalam proses seleksi, antara lain tahap administrasi, potensi, dan
kompetensi. Setiap tingkatan terdapat skala nilai antara 1-4, yang harus dipenuhi
oleh calon pegawai. Menurut pimpinan KPK, cukup sedikit calon yang dapat
menembus standar tersebut sehingga jabatan tertentu masih kosong karena tidak
mendapatkan calon yang sesuai standar. Di KPK, pegawai yang terbukti
melakukan korupsi akan segera diproses dan tidak diberikan pengampunan
(nasional.kompas.com, 2012)
Bagaimana tentang anggaran keuangan KPK setiap tahunnya? Setiap tahun
KPK selalu mendapat kenaikan jumlah anggaran oleh DPR. Pada tahun 2011,

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


44

anggaran KPK adalah sebesar Rp 576 miliar. Angka ini adalah sebuah kenaikan
yang cukup besar dari sebelumnya di tahun 2010 hanya sebesar Rp 431 miliar.
Sementara itu, anggaran untuk tahun 2012 adalah sebesar Rp 635 miliar
(Soesatyo, 2010). Pegawai KPK mendapatkan gaji yang cukup besar. Gaji
penyidik KPK lebih besar dari penyidik di Kepolisian. Menurut Biro Penerangan
Masyarakat Mabes POLRI, penyidik KPK memiliki gaji lebih besar hingga 400%
dari penyidik POLRI (nasional.kompas.com, 2012).
Sebagai bentuk laporan pertanggungjawaban kepada publik atas apa yang
telah dilakukan selama setahun, KPK menerbitkan Laporan Tahunan setiap akhir
tahun. Di dalamnya tercantum mengenai apa saja kegiatan-kegiatan KPK, laporan
keuangan KPK, serta data statistik lain terkait KPK (Laporan Tahunan KPK,
2011). KPK memiliki Tim Penasihat yang terdiri dari empat orang. Anggota dari
tim ini dipilih berdasarkan hasil seleksi yang dilakukan oleh panitia seleksi yang
dibentuk oleh KPK. Panitia seleksi ini akan mengumumkan penerimaan calon dan
mengumpulkan calon anggota berdasarkan keinginan dan masukan dari
masyarakat. Calon anggota yang didapat kemudian diumumkan ke publik untuk
mendapat tanggapan. Kemudian, panitia seleksi akan mengajukan delapan orang
calon untuk dipilih oleh KPK. KPK mengangkat anggota tersebut dengan didasari
oleh kepakarannya. Fungsi dari Tim Penasihat ini adalah untuk memberikan
nasihat serta pertimbangan untuk KPK sesuai dengan kepakarannya. Di samping
itu, untuk mekanisme pengawasan internal, KPK memiliki Direktorat Pengawasan
Internal (Djaja, 2008).
Dalam upaya mengurangi korupsi birokrasi di tingkat daerah, KPK
menargetkan sebelas instansi yang menjadi prioritas untuk dilakukan koordinasi
dan supervisi yakni imigrasi, pertanahan, pelayanan SIM, pelayanan STNK, Dinas
Perhubungan, Kantor Layanan Terpadu, Dinas Koperasi dan Perindag, Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil, Inspektorat, serta rumah sakit umum daerah.
Hal ini dilakukan bekerjasama dengan sebanyak mungkin instansi terkait seperti
KemenPAN dan RB, Ombudsman, BPK, BPKP, LKPP, Inspektorat, serta Komisi
Informasi dalam mendorong adanya perbaikan dan optimalisasi pemanfaatan
teknologi informasi. Metodologi dalam melakukan hal tersebut dilakukan dengan
banyak cara seperti evaluasi terbuka, rapat evaluasi, pemantauan tertutup, serta

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


45

pemantauan terbuka secara mendadak. Selama kurun waktu 2011, KPK telah
melakukan 30 kegiatan tersebut di 10 provinsi di Indonesia (Laporan Tahunan
KPK, 2011).
Untuk memicu perkembangan per wilayah, KPK juga membangun Zona
Integritas, yakni program pengembangan daerah yang bebas korupsi. Zona
Integritas merupakan wilayah yang ada di sebuah daerah yang dikembangkan
sebagai wujud penerapan usaha-usaha nyata dalam pencegahan dan
pemberantasan korupsi. Ini dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas sistem
kelembagaan dan sumber daya manusia dalam rangka penguatan komitmen anti
korupsi. Dengan dibentuknya Zona Integritas, maka pemerintah kota atau
kabupaten dapat mengajukan diri untuk menjadi Wilayah Bebas Korupsi (WBK)
dan meminta KPK untuk menilai kelayakan kota tersebut sebagai WBK. Sampai
saat ini, baru Surabaya yang mengajukan diri. KPK juga menyelenggarakan
Integrity Fair yakni sebuah pameran yang bertujuan mengkampanyekan nilai-nilai
integritas sebagai upaya mencegah dan memberantas korupsi. Pameran ini telah
dilakukan di empat kota yakni Palembang, Bandung, Surabaya, dan Makassar.
Upaya-upaya tersebut adalah program KPK untuk mengajak pemerintah daerah
agar bersama-sama mencegah dan memberantas korupsi (Laporan Tahunan KPK,
2011).
Dalam upaya menekan korupsi di sektor bisnis, KPK melaksanakan
program Studi Prakarsa Anti Korupsi (SPAK). Melalui SPAK, KPK melakukan
penilaian terhadap sektor bisnis dan sebagai tindak lanjut, KPK memberikan
rekomendasi terhadap pihak yang dinilai tersebut. Karena program ini baru
dilaksanakan, maka sasarannya masih terbatas pada BUMN, namun akan tetap
direncanakan untuk menyasar pada sektor swasta di kemudian hari. Sampai saat
ini, sudah empat BUMN yang melaksanakannya. Program SPAK ini hampir
serupa dengan Penilaian Inisiatif Anti Korupsi (PIAK). Yang menjadi perbedaan,
PIAK dilakukan terhadap kementerian/lembaga negara. PIAK tahun 2011
dilakukan terhadap 18 kementerian/lembaga dan 11 Pemda. KPK juga
memperluas cakupan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)
agar pemantauan terhadap kekayaan penyelenggara negara semakin luas. LHKPN
adalah mekanisme pengawasan berupa wajib lapor bagi pegawai negara kepada

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


46

KPK untuk melaporkan kekayaannya. Pada tahun 2011, wajib lapor meningkat
menjadi 28.000 orang dari sebelumnya 8000 orang (Laporan Tahunan KPK,
2011).
Masih bersumber dari Laporan Tahunan KPK, KPK setiap tahunnya
menerima sekitar 600 undangan untuk mengisi diklat di berbagai wilayah di
Indonesia. Namun, hanya sekitar 400 undangan yang dapat dipenuhi oleh KPK.
Untuk itu, dalam rangka optimalisasi pendidikan anti korupsi, KPK telah
melaksanakan program Anti Corruption Learning Center (ACLC), yakni sebuah
program pelatihan untuk mencetak fasilitator, mentor, dan pengajar materi-materi
anti korupsi yang sangat dibutuhkan saat ini. Sasarannya diklasifiaksikan dengan
modul untuk pegawai negeri, swasta, serta masyarakat umum (Laporan Tahunan
KPK, 2011). KPK juga meluncurkan film bertemakan anti korupsi untuk
mengedukasi masyarakat secara lebih ringan dan agar pesan yang dimaksud dapat
meresap dengan lebih baik (kpk.go.id, 2012).
Sebagai media penghubung kepada masyarakat, KPK memiliki website
yang memuat informasi-informasi yang berhubungan dengan KPK dan
pemberantasan korupsi di Indonesia. KPK menerbitkan beberapa buku digital
yang dapat diunduh secara gratis. Buku ini antara lain menjelaskan tentang
gratifikasi, pemahaman tentang korupsi, serta kode etik KPK. Selain itu, KPK
juga menerbitkan majalah Integrito, yaitu majalah digital yang dapat diunduh
secara gratis di website KPK. Majalah ini adalah salah satu media yang digunakan
KPK untuk mengedukasi masyarakat tentang pemahaman anti korupsi (kpk.go.id,
2012).
Masyarakat dapat melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi
dengan menghubungi nomor telepon KPK yang dapat dilihat di website resmi
KPK. Selain itu, masyarakat dapat menghubungi lewat media lain seperti pesan
teks singkat, surat, atau email. KPK juga memiliki KPK whistleblower system
(KWS) yakni sebuah mekanisme pelaporan secara dini kepada KPK atas adanya
dugaan tindak korupsi. KWS ini berupa perangkat lunak yang dipasang di
beberapa kantor instansi pemerintah yang langsung terhubung dengan KPK. Saat
ini sudah ada enam instansi yang menerapkan KWS yakni LPSK, Pertamina,

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


47

Ditjen Pajak, Bea Cukai, Kementrian Pertanian, serta PLN (Laporan Tahunan
KPK, 2010)
Untuk menilai kinerja KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia,
Davidsen pernah melakukan kajian tentang upaya-upaya pemberantasan korupsi
yang telah dilakukan di Indonesia Menurut penelitian Davidsen dkk, sebenarnya
KPK memiliki satu keistimewaan yakni terdapatnya Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) di sistem peradilan Indonesia. Pengadilan Tipikor dibentuk
sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 30 tahun 2002. Para hakim Pengadilan
Tipikor menerima pelatihan khusus mengenai keuangan dan akuntansi untuk
meningkatkan integritas dan kompetensi mereka dalam menganalisis perkara
korupsi yang seringkali berisi transaksi finansial yang rumit. Akan tetapi, menurut
Davidsen dkk, Pengadilan Tipikor terhambat oleh adanya satu masalah yakni
kurangnya pendanaan. Masalah yang paling serius adalah tidak terbayarnya gaji
para hakim (Davidsen dkk, 2006).
Davidsen dkk (2006) juga menyatakan bahwa KPK memiliki beberapa
tantangan dalam memberantas korupsi di Indonesia. Pertama, KPK tidak memiliki
kapasitas untuk menindaklanjuti rekomendasinya untuk perbaikan institusi.
Kemampuan KPK untuk mendorong institusi-institusi pemerintah agar merombak
diri masih sangat terbatas. Kedua, terdapat persepsi bahwa KPK tidak
menginvestigasi koruptor kelas “kakap” dan pengaruh politik mempengaruhi
siapa yang menjadi target KPK. Hal ini telah dibantah oleh pimpinan KPK sendiri
yang menyatakan bahwa undang-undang tidak mengizinkan mereka untuk
menginvestigasi korupsi yang dilakukan sebelum tahun 1999, dan mereka
menyeleksi dan memprioritaskan hanya kasus-kasus yang memiliki cukup bukti
dan kemungkinan untuk sukses diselesaikan. Ketiga, masih terlalu dini untuk
menganggap bahwa telah terbangun peningkatan berarti dalam hubungan dan
kerjasama antara KPK, Kejaksaan, Kepolisian, dll. Keempat, terlihat bahwa KPK
masih kurang agresif dalam menginvestigasi laporan kekayaan pejabat
pemerintahan senior. Kelima, KPK belum maksimal dalam area pencegahan
korupsi. Keenam, meskipun telah membangun kerjasama dengan beberapa
pemerintahan provinsi dan kabupaten, namun tetap saja jangkauan KPK terhadap
area-area di luar Jakarta sangat terbatas.

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


48

KPK memiliki kewenangan yang amat luas. Lembaga tersebut dapat


melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan, mencekal seorang tersangka,
meminta keterangan kepada bank maupun lembaga keuangan lain tentang kondisi
keuangan tersangka, memerintahkan lembaga-lembaga terkait untuk mendukung
KPK dalam memburu tersangka yang terdapat di lembaga tersebut, dan dapat
meminta bantuan pada lembaga-lembaga penegak hukum lain di dalam sistem
peradilan pidana (Soekardi, 2009).
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 mengamanatkan pencegahan
sebagai inti dari undang-undang tersebut. Pada masa transisi dari sistem politik
otoriter menuju sistem demokrasi seperti yang sedang dialami Indonesia sekarang
ini, reformasi belumlah berjalan di seluruh institusi-institusi pemerintah. Sebagian
besar institusi tersebut masih didominasi oleh “orang-orang lama” atau orang
dengan “mental lama”. Selain itu, peraturan perundang-undangan belum
sepenuhnya dapat berjalan beriringan dengan semangat reformasi yang transparan
dan menjunjung akuntabilitas. Ini menyebabkan KPK haruslah melakukan fokus
pada pembenahan sistem. Lembaga penegak hukum lain yang berwenang atas
pemberantasan korupsi harus diperkuat dan bekerja bersama-sama sehingga
amanat trigger mechanism yang diberikan kepada KPK dapat tercapai (Hamzah,
2012).
Masih menurut Hamzah (2012), fungsi pencegahan oleh KPK telah
tergeser sehingga KPK lebih banyak melakukan fungsi penindakan. Penindakan
adalah sesuatu yang penting, seperti yang telah diatur di dalam undang-undang.
Namun, seandainya KPK berfokus pada pencegahan, berarti KPK meneliti,
membenahi, serta mengkoordinasikan lembaga-lembaga lain untuk menjamin tata
kelola, hukum, serta perundang-undangan yang tidak memiliki potensi untuk
berlaku menyimpang. Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, sebenarnya
penindakan adalah pintu darurat dalam upaya memberantas korupsi. KPK
seharusnya menindak hanya kasus-kasus yang menghalangi pencegahan.
Lebih lanjut, Hamzah juga mengatakan bahwa di dalam sistem peradilan
terkait dengan wewenang pemberantasan korupsi terjadi kompetisi antar lembaga
yang tidak sehat. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 mengatur bahwa
penyidikan terhadap tindak pidana korupsi dilakukan oleh tiga lembaga negara

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


49

yakni Kejaksaan, Kepolisian, serta KPK. Sementara itu, wewenang penuntutan


diberikan pada dua institusi yakni Kejaksaan dan KPK. Sebelum KPK lahir,
wewenang pemberantasan korupsi jatuh pada Kejaksaan dan Kepolisian. Pada
prakteknya, akibat dari perbedaan pemahaman kedua lembaga terhadap undang-
undang yang berlaku, kedua institusi tersebut saling bertindihan dan masing-
masing merasa bahwa domain penegakan hukum terkait korupsi adalah milik
mereka tanpa ada koordinasi yang signifikan. Hal ini tentu saja berdampak pada
tidak efektifnya pemberantasan korupsi karena di dua institusi tersebut, terdapat
perbedaan metode dalam mengimplementasikan kewenangannya. Selain itu,
keduanya juga memiliki visi dan misi yang berbeda. Pada situasi seperti inilah,
KPK lahir dengan harapan dapat melakukan supervisi dan pemantauan terhadap
Kejaksaan dan Kepolisian serta mengambil alih kewenangan tersebut dalam
kondisi tertentu. Namun, pada kenyataannya terdapat beberapa peristiwa yang
menunjukkan bahwa KPK belum mampu menjalankan fungsi tersebut dan bahkan
muncul konflik antara KPK dengan Kepolisian, misalnya dalam kasus “Cicak dan
Buaya”. Perpecahan seperti ini akan terus terjadi jika masing-masing lembaga
masih berlomba untuk menindak dan mengabaikan pentingnya koordinasi antar
lembaga (Hamzah, 2012).
Hal senada juga diungkapkan oleh Ginting (2004) dalam tesisnya. Menurut
Ginting, karena ada kewenangan yang mirip antara KPK, Kepolisian, dan
Kejaksaan, maka hal ini dapat memicu terjadinya benturan antar lembaga tersebut
dalam menjalankan tugas fungsionalnya. Kemudian terkait dengan fungsi
koordinasi dan supervisi oleh KPK terhadap lembaga lain, aturan perundangan
yang dijadikan dasar yakni Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tidak
mengatur secara jelas mengenai sanksi yang dapat dijatuhkan apabila lembaga-
lembaga tersebut tidak mengikuti atau mematuhi arahan dari KPK sebagai
lembaga supervsi. Yang terakhir, kewenangan KPK sebenarnya tidak diikuti oleh
pertanggungjawaban yang jelas atas kewenangan tersebut. Pertanggungjawaban
yang diatur adalah kepada publik, sedangkan makna “publik” itu sendiri sangat
luas.
Di dalam melaksanakan kewenangannya, KPK pasti akan bersinggungan
dengan lembaga-lembaga lain yang juga memiliki kewenangan tersendiri.

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


50

Misalnya, KPK akan berhubungan dengan Kepolisian, Kejaksaan, Bank


Indonesia, Badan Intelijen Negara, dll. Apabila tidak terdapat aturan yang jelas
dalam undang-undang mengenai sanksi dan prosedur koordinasi antar lembaga
tersebut, maka tugas KPK dalam melaksanakan pemberantasan korupsi akan
terhambat(Ginting, 2004).
Apabila dibandingkan, anggaran penanganan perkara antara KPK,
Kejaksaan dan Kepolisian sangat berbeda. Untuk tahun 2011, anggaran
penyelesaian kasus yang dimiliki KPK adalah sebesar Rp 170 miliar atau rata-rata
Rp 400 juta per kasus. Di tahun 2012, angka ini ditingkatkan menjadi Rp 736 juta
per kasus. Ini adalah anggaran secara keseluruhan yaitu untuk penyelidikan,
penyidikan, sampai penuntutan. Bagaimana dengan anggaran di POLRI? Pada
tahun 2011, anggaran penyelesaian per kasus adalah sebesar Rp 37,8 juta.
Sedangkan pada tahun 2012, anggaran per kasus adalah sebesar Rp 68 juta. Di
kejaksaan, untuk tahun 2011, anggaran penyelesaian per kasus adalah sebesar Rp
48,6 juta dan untuk tahun 2012 meningkat menjadi Rp 81 juta per kasus
(Soesatyo,2010).

3.2 Pola Kerja Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi oleh Independent


Commission Against Corruption

3.2.1 Latar Belakang ICAC dan Korupsi di Hong Kong

Sistem kenegaraan di Hong Kong sedikit berbeda dengan sistem hukum di


negara lain. Sejak tanggal 1 Juli 1997, Hong Kong dikembalikan kepada
kedaulatan Republik Rakyat Cina. Sebelumnya, Hong Kong adalah milik Inggris
berdasarkan Konvensi Peking yang menyatakan bahwa Hong Kong disewakan
pada Inggris selama 99 tahun sejak 1898 hingga 1997. Berdasarkan deklarasi
bersama antara Inggris dan RRC, Hong Kong menjadi suatu wilayah khusus yang
disebut Special Administrative Region atau SAR. Sistem hukum yang dianut
Hong Kong adalah berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Republik Rakyat
Cina, yakni wilayah dengan prinsip satu negara dua sistem yang memiliki Basic
Law. Basic Law ini mengatur tentang prinsip umum, hubungan Hong Kong
dengan pemerintah pusat di Beijing, hak-hak dasar dan kewajiban penduduk,
struktur politik, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, olahraga,

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


51

agama, tenaga kerja, tugas sosial, masalah luar negeri, interpretasi dan
pengubahan Basic Law, serta ketentuan tambahan (Djaja, 2008).
Cara hidup sosialis seperti di daratan Cina tidak diterapkan di Hong Kong.
Hong Kong menjalani cara hidup kapitalis sampai dengan 50 tahun ke depan sejak
1 Juli 1997. Sesuai Hukum Dasar, Hong Kong memiliki independensi dari RRC
termasuk dalam bidang eksekutif, legislatif, serta yudikatif. Sistem hukum setelah
peralihan antara sebelum tahun 1997 dan setelah tahun 1997 tidak banyak
berubah. Sistem peradilan tetap memakai sistem Jury yang dipertahankan
sebagaimana di Inggris. Prinsip Presumption of Innocence sebelum adanya
keputusan hakim pun tetap dipertahankan (Djaja, 2008).
Hong Kong saat ini telah dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki
tingkat korupsi paling rendah di dunia. Di tahun 2012, Hong Kong mendapatkan
skor 77 dengan peringkat 12 dunia (Transparency International, 2011). Lembaga
kepolisian Hong Kong saat ini dikenal sebagai lembaga kepolisian yang paling
efektif dan tidak korup di Asia.
Akan tetapi, jauh sebelum kondisi ini tercapai, Hong Kong pernah
mengalami situasi di mana korupsi begitu merajalela. Sekitar tahun 1960-an
sampai 1970-an, korupsi begitu merajalela di sektor publik. Contoh nyata yang
dapat menggambarkan betapa parahnya kondisi saat itu misalnya ketika seseorang
hendak dibawa ke rumah sakit dengan menggunakan mobil ambulan, maka ia
harus memberikan suap terlebih dahulu kepada petugas ambulan tersebut. Contoh
lain, apabila seorang pasien rumah sakit ingin dilayani, maka ia juga harus
memberikan suap. Hal tersebut terjadi secara wajar di Hong Kong pada masa
tersebut. Korupsi paling besar terutama dilakukan di institusi kepolisian.
Penyelewengan terjadi di seluruh struktur hierarkis kepolisian dari tingkat
terendah hingga pimpinan di tingkat atas (icac.org.hk, 2012).
Menurut Klitgaard (1998), terdapat tiga perbuatan korupsi yang lazim
dilakukan oleh kepolisian pada masa itu. Tiga perbuatan tersebut adalah peredaran
obat terlarang, perjudian dan pelacuran, serta yang terakhir adalah pelanggaran
lalu lintas.
Sejak abad ke-19, Hong Kong telah menjadi pusat dari kegiatan produksi
dan ekspor ulang obat-obatan terlarang. Sekitar awal 1970-an, diperkirakan

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


52

sebanyak 50 ton candu dan 10 ton morfin dikirim menuju Hong Kong setiap
tahunnya dari wilayah “segitiga emas” yang berada di perbatasan Birma, Laos,
dan Thailand. Jumlah sebesar itu dikonsumsi oleh sekitar 80.000 pecandu di Hong
Kong. Para pengedar dan pebisnis obat terlarang secara rutin melakukan
pembayaran dalam rangka pembagian keuntungan kepada para perwira kepolisian.
Ini dilakukan sebagai upaya agar bisnis mereka tidak diganggu. Jumlah yang
dibayarkan kurang lebih sebanyak 10.000 dolar Hong Kong yang diberikan
kepada para perwira kepolisian. Selain sebagai imbalan tutup mulut, keuntungan
lainnya adalah para pebisnis obat terlarang ini akan diberikan isyarat dini tentang
adanya rencana penyerbuan oleh eselon-eselon yang lebih tinggi. Untuk
memuaskan pihak atasan, biasanya perwira-perwira ini melakukan penangkapan
palsu atau berpura-pura agar disangka bahwa mereka tetap menjalankan tugasnya
dengan baik. Polisi juga memiliki sindikat tersendiri. Para perwira menengah
bertugas melakukan penarikan uang dari pusat-pusat obat terlarang. Perwira polisi
yang jabatannya lebih tinggi kemudian menerima sebagian besar uang tersebut
sebagai uang tutup mata. Hal ini terjadi secara terus menerus dan terorganisir
Menurut Klitgaard, selain dalam bisnis obat-obatan terlarang, kepolisian
juga turut berperan dalam memakmurkan bisnis judi dan pelacuran. Serupa
dengan bisnis obat terlarang, bisnis perjudian juga memberikan suap kepada pihak
kepolisian yang korup sehingga mereka dapat menerima informasi jika akan
dilakukan penyergapan mendadak oleh polisi. Kasino-kasino besar di Hong Kong
setiap harinya membayar hingga 10.000 dolar Hong Kong demi mendapatkan
perlindungan usaha mereka yang memiliki volume harian sebesar 600.000 dolar
Hong Kong dan memiliki laba harian sebesar 25.000 dolar Hong Kong. Para
bandar judi pacuan kuda di Hong Kong setiap minggunya membayar antara 1.500
hingga 3000 dolar Hong Kong kepada polisi, tergantung besar taruhan yang
dilakukan. Dalam bidang pelacuran, polisi disuap untuk mengabaikan penegakan
peraturan tentang perekrutan pelacur, tempat-tempat pelacuran yang tidak
memiliki izin, serta aksi mereka dalam menarik pelanggan.
Selain dalam bidang prostitusi, Klitgaard juga mengemukakan bahwa
polisi lalu lintas turut serta mengambil bagian dalam korupsi. Polisi lalu lintas
biasanya menerima suap dari para pengguna jalan seperti supir taksi dan

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


53

pengemudi truk untuk membereskan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan.


Apabila para pelanggar lalu lintas ini telah membayar kepada polisi lalu lintas,
maka mereka tidak perlu lagi menerima tuntutan pengadilan, atau akan menerima
hukuman yang lebih ringan. Pemasukan dari hal tersebut kurang lebih sebesar
65.000 dolar Hong Kong setiap bulan. Di dalam sindikat kepolisian sendiri, uang
tersebut lalu dibagi secara sistematis dan rapi. Pembagiannya antara lain 50 dolar
Hong Kong untuk seorang kopral satu, 150 dolar Hong Kong untuk seorang
sersan, 500 dolar Hong Kong untuk seorang inspektur, 1000 dolar Hong Kong
untuk inspektur kepala, 3000 dolar Hong Kong untuk letnan kolonel polisi, dan
4000 dolar Hong Kong untuk kolonel polisi.
Masih menurut Klitgaard, polisi yang melakukan penarikan uang kepada
para pebisnis tersebut terkadang melakukan pemerasan dan intimidasi. Hal ini
mengakibatkan masyarakat merasa takut untuk berurusan dengan polisi. Para
polisi pun menjadi bersikap angkuh kepada masyarakat karena dalam setiap
kesempatan selalu mencari uang suap untuk menyelesaikan masalah mulai dari
karcis parkir hingga tuntutan hukum. Hal ini menyebabkan rusaknya citra
lembaga kepolisian di Hong Kong. Ini berimplikasi kepada menurunnya
kepercayaan terhadap pemerintah. Rusaknya kepercayaan tersebut berdampak
buruk terhadap Hong Kong secara nasional maupun internasional. Sebuah studi
memperlihatkan bahwa pada masa itu, 70 persen berita tentang Hong Kong di
Inggris adalah seputar praktek korupsi (Klitgaard, 1998).
Setelah bertahun-tahun bertahan dengan kondisi demikian, pada akhirnya
di awal tahun 1970-an masyarakat Hong Kong mulai menekan pemerintah untuk
segera melakukan tindakan nyata terkait korupsi yang merajalela. Salah satu titik
puncak dari pergolakan masyarakat adalah ketika terjadi peristiwa pelarian salah
satu perwira kepolisian bernama Peter Godber. Godber adalah seorang polisi
dengan pangkat Chief Police Superintendent yang memiliki aset dari hasil korupsi
sebesar 4,3 juta dolar Hong Kong. Masyarakat Hong Kong yang marah segera
turun ke jalan dan menuntut keras pemerintah untuk menuntaskan korupsi dan
menangkap Godber. Gubernur Sir Murray MacLehose selaku Chief Executive atau
pemimpin pemerintahan Hong Kong segera merespon kondisi ini. Ia kemudian
menginstruksikan Sir Alastair Blair-Kerr, seorang hakim senior, untuk

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


54

mempelajari apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan ini.


Blair-Kerr memberikan dua laporan, yang pertama adalah mengenai analisis
keberhasilan Godber melarikan diri, dan yang kedua adalah pernyataan bahwa
perlu dibentuk sebuah lembaga anti korupsi independen yang terpisah dari
kepolisian. Sebelumnya di kepolisian terdapat ACO (Anti Corruption Office) yang
dibentuk pada tahun 1972. Akan tetapi, penegakan hukum dan pemberantasan
korupsi oleh ACO yang masih termasuk ke dalam jajaran kepolisian yang
memang korup, tidak berjalan mulus. Kaburnya Godber adalah bukti
ketidakberdayaan polisi. Berdasarkan laporan Blair-Kerr, MacLehose kemudian
mengumumkan dalam sebuah pertemuan legislatif bahwa akan dibentuk suatu
badan independen dengan tugas spesifik menangani korupsi. Tindak lanjut dari
pernyataan MacLehose akhirnya terwujud pada Februari 1974 dengan
didirikannya ICAC (icac.org.hk, 2012).
Dalam perkembangan berikutnya hingga sekarang, ICAC dipandang
berhasil dalam upayanya mengurangi kasus korupsi. Selain itu, kepercayaan
masyarakat Hong Kong tumbuh dan serta merta mendukung lembaga ini. Tugas
penting pertama yang dilakukan ICAC adalah menangkap Peter Godber, yang
berhasil dilakukan pada tahun 1975. Godber berhasil ditangkap dan diekstradisi
menuju Hong Kong dari Inggris. Sampai saat ini, ICAC terus bekerja menangani
korupsi di Hong Kong dan menunjukkan hasil yang memuaskan (LAN, 2007)

3.2.2 Strategi ICAC

Dalam memberantas korupsi di Hong Kong, ICAC memiliki tiga fokus


utama yakni penindakan, pencegahan, dan pendidikan. Ketiga fokus kerja tersebut
tertuang ke dalam tiga departemen yang ada di dalam struktur organisasi ICAC:
1) Departemen Operasi (Operation Department)
2) Departemen Pencegahan Korupsi (Corruption Prevention
Department)
3) Departemen Hubungan Masyarakat (Community Relations
Department).
Selain tiga departemen tersebut, terdapat Administration Branch yang bertugas
melayani ketiga departemen secara administrasi dan kepegawaian. Berikut ini

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


55

adalah rancangan strategi yang dijalankan oleh masing-masing departemen yang


dikutip dari website resmi ICAC (icac.org.hk, 2012).

3.2.2.1 Departemen Operasi

Departemen Operasi adalah departemen yang memiliki fungsi penindakan.


Fungsi tersebut dilaksanakan dengan beberapa langkah. Pertama, departemen ini
menerima dan mempertimbangkan pengaduan atau laporan terjadinya praktek
korupsi. Kemudian, departemen ini menginvestigasi pengaduan tersebut dengan
berdasarkan pada aturan yang jelas yakni ICAC Ordinance, Prevention of Bribery
Ordinance, dan Election (Corrupt and Illegal Conduct) Ordinance. Fungsi
penyidikan yang dilakukan oleh Departemen Operasi terbagi ke dalam dua sektor
yakni penyidikan sektor pemerintah dan penyidikan sektor swasta. Ini berarti
ICAC tidak hanya membatasi diri pada korupsi yang dilakukan oleh lembaga
pemerintah saja namun juga turut berperan dalam pemberantasan korupsi di sektor
privat/swasta. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Departemen Operasi
mencanangkan empat strategi:

1) Investigasi Proaktif
Strategi ini didasari oleh pemikiran bahwa tindak pidana korupsi adalah
kejahatan yang bersifat rahasia dan sulit untuk dideteksi. Dalam
melakukan investigasi, pegawai ICAC berusaha aktif dengan cara
memelihara hubungan dengan kontak-kontak tertentu di sektor privat dan
sektor publik untuk bertukar informasi dan memperoleh kerjasama.
Kemudian, dalam melakukan investigasi, ICAC memanfaatkan teknologi
informasi untuk memperoleh serta menganalisa data kriminal. ICAC juga
memiliki informan serta agen yang menyamar untuk tujuan investigasi.
2) Kerjasama Lembaga
Dalam memberantas korupsi, ICAC bekerjasama secara aktif dengan
lembaga-lembaga lain. Salah satunya, ICAC bekerjasama dan menjalin
hubungan yang baik dengan penegak hukum, baik itu di Hong Kong,
Daratan Utama (RRC), maupun dengan negara lain. Selain itu, ICAC juga
bekerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintahan dalam upaya
meminimalisir peluang melakukan korupsi di sektor pelayanan publik

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


56

3) Hubungan Internasional
ICAC mengembangkan dan mengkonsolidasikan jaringan internasional
untuk membantu pemberantasan korupsi. Hal ini terurai dalam tiga
aktivitas. Pertama, saling bertukar informasi, mengadakan kunjungan, dan
dilatih oleh berbagai lembaga penegak hukum di negara lain di dunia,
misalnya FBI, The London Metropolitan Police, The Royal Canadian
Mounted Police, dan banyak lembaga penegak hukum lainnya. Aktivitas
yang kedua adalah turut berpartisipasi dalam inisiatif pergerakan anti
korupsi internasional, konferensi, simposium, dan kelompok kerja,
contohnya dalam Interpol Group of Experts on Corruption dan The Anti-
Corruption and Transparency Task Force of the Asia-Pacific Economic
Cooperation. Yang terakhir, ICAC menyelenggarakan ICAC Symposium
serta menerbitkan ICAC International Anti-Corruption Newsletter untuk
bertukar pengalaman dan mempererat kerjasama antar lembaga penegak
hukum.
4) Teknologi yang Mutakhir dan Spesialisasi Kemampuan
ICAC menekankan pada peralatan dan teknologi informasi yang mutakhir
serta kemampuan yang terspesialisasi untuk memberantas korupsi
diantaranya perekam video dan audio untuk mewawancara tersangka
dengan dukungan penuh dari pengadilan serta pengacara, kemampuan
komputer forensik yang handal untuk mendapatkan data bukti pengadilan,
serta kemampuan khusus investigasi keuangan untuk melacak bukti
korupsi.

3.2.2.2 Departemen Pencegahan Korupsi

Departemen Pencegahan Korupsi adalah departemen yang menjalankan


fungsi pencegahan korupsi di Hong Kong. Sesuai ICAC Ordinance, maka
tugasnya adalah memeriksa praktek dan prosedur departemen-departemen milik
pemerintah serta badan publik dan mengevaluasi segala hal yang dapat memicu
korupsi, serta berdasarkan permintaan, memberikan saran terhadap organisasi
swasta atau individu tentang bagaimana mencegah korupsi. Departemen ini
memiliki rancangan strategi sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


57

1) “Pencegahan Lebih Baik dari Pengobatan”


ICAC percaya bahwa pencegahan lebih baik dari pengobatan. Oleh karena
itu, Departemen Pencegahan Korupsi mengembangkan sebuah konsep
yang dapat menghilangkan kesempatan terjadinya korupsi yakni prosedur
yang transparan dan akuntabel, kontrol dan kepemimpinan yang efektif,
serta upaya penjagaan dan sistem kontrol yang telah dioptimalkan.
2) Pemeriksaan Mendalam pada Area Rawan Korupsi
ICAC melalui Departemen Pencegahan Korupsi melakukan peninjauan
dan revisi atas praktek dan prosedur yang terjadi di departemen milik
pemerintah dan badan-badan publik. Area-area tersebut dijadikan prioritas,
dan ICAC bekerja secara dekat dengan organisasi klien untuk
mengidentifikasi fungsi dan sistem yang rentan terhadap dilakukannya
praktek korupsi.
3) Saran yang Tepat Waktu
Departemen Pencegahan Korupsi percaya bahwa pencegahan sejak awal
akan efektif untuk mencegah korupsi. Oleh karena itu, ICAC melalui
Departemen Pencegahan Korupsi melakukan pemantauan terhadap segala
perkembangan di kebijakan publik, serta inisiatif pemerintahan dan hukum
untuk dapat memberikan saran dan nasehat yang tepat pada waktunya
kepada lembaga-lembaga pemerintah, departemen milik pemerintah, serta
badan publik untuk memastikan upaya anti korupsi telah ada di dalamnya
sejak awal.
4) Kerjasama dengan Manajemen
Departemen Pencegahan Korupsi selalu siap sedia untuk membantu sektor
publik dan privat untuk mencegah korupsi. Hal ini dilakukan dengan
langkah membuat suatu kerjasama dengan departemen pemerintah dan
badan publik dengan membentuk Grup Pencegahan Korupsi yang
mengidentifikasi area rawan korupsi dan merancang strategi pencegahan.
Selain itu, berdasarkan permintaan, Departemen Pencegahan Korupsi
menyelenggarakan jasa konsultasi gratis dan rahasia kepada perusahaan-
perusahaan swasta untuk mencegah korupsi yang dijalankan oleh Advisory
Service Group.

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


58

3.2.2.3 Departemen Hubungan Masyarakat

Departemen ketiga di dalam struktur ICAC adalah Departemen Hubungan


Masyarakat. Departemen ini memiliki tugas yakni mendidik masyarakat agar turut
serta melawan korupsi, dan berupaya memperoleh dukungan masyarakat dalam
memberantas korupsi. Dua tugas tersebut tertuang ke dalam tiga strategi:

1) Penggunaan Media Massa


ICAC melalui Departemen Hubungan Masyarakat menggunakan berbagai
jenis media untuk menyebarkan pesan anti korupsi kepada masyarakat
Hong Kong. Terdapat empat media yang digunakan. Pertama, iklan
melalui televisi, radio, serta media cetak yang menginformasikan usaha
serius ICAC untuk memberantas korupsi agar mendapatkan dukungan dari
publik Hong Kong. Kedua, kisah drama berseri yang ditayangkan di
televisi dan radio yang berdasarkan kasus korupsi nyata untuk
menggambarkan efektivitas ICAC dalam membawa koruptor kepada
hukum. Ketiga, departemen melakukan konferensi pers yang membahas
kasus yang sedang ditangani dan aktivitas-aktivitas ICAC lain. Terakhir,
Departemen Hubungan Masyarakat membuat website yang menyediakan
kepada masyarakat berita-berita terbaru ICAC, informasi tentang
pencegahan korupsi, serta akses kepada produk-produk audio visual ICAC
dan publikasi-publikasi lainnya.
2) Kontak Langsung
ICAC bersentuhan langsung dengan masyarakat melalui tujuh cabang
regional yang berlokasi strategis di seluruh Hong Kong. Terdapat tiga
strategi yang dijalankan terkait dengan hal ini yakni mengorganisir
program pencegahan korupsi dan aktivitas distrik untuk masyarakat
setempat, mengunjungi masyarakat secara individu maupun organisasi
untuk memperoleh dukungan mereka, serta mengorganisir aktivitas
bersama dengan organisasi lain.
3) Program Tailor-Made (Penyesuaian Kebutuhan Sasaran)
ICAC mengimplementasikan strategi dan memberikan pesan anti korupsi
dengan disesuaikan pada sasaran yang akan dituju. Sejak tahun 1991,

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


59

Departemen Hubungan Masyarakat mengadopsi Programme Plan


Approach untuk menjangkau sektor-sektor masyarakat yang berbeda.
Departemen bekerja bersama-sama dengan kelompok spesifik di
masyarakat seperti pebisnis, profesional, pegawai pelayanan publik, para
pemuda, dan menjalankan pendidikan serta pelatihan yang disesuaikan
dengan kebutuhan dari tiap individu di dalam kelompok tersebut,
kemudian departemen juga membuat program pencegahan korupsi untuk
kelompok yang spesifik tersebut. Terpisah dari kelompok-kelompok
tersebut, Departemen Pencegahan Korupsi juga mempromosikan pesan-
pesan spesifik anti korupsi seputar pemilihan umum yang bersih dan adil
serta perihal pengaduan korupsi (icac.org.hk, 2012)

3.2.3 Pola Kerja ICAC

Commissioner pertama ICAC adalah Sir Jack Cater. Di masa awal


penyusunan struktur, ia merasa bahwa tidak mungkin untuk merekrut pegawai
dari kepolisian dan pegawai negeri Hong Kong secara sembarangan. ICAC
memerlukan pegawai yang benar-benar berkualitas dan jujur. Cater kemudian
merekrut para perwira polisi berpengalaman dari Inggris dan menunjuk beberapa
polisi senior Hong Kong yang sudah terjamin integritasnya. Ia juga merekrut
pemuda-pemuda Hong Kong dan melatih mereka. Seluruh pegawai ICAC disaring
secara ketat dan diselidiki latar belakangnya. Anggaran pemerintah Hong Kong
yang diberikan kepada ICAC sangat besar, yang menunjukkan bahwa pemimpin
Hong Kong memberikan dukungan yang kuat terhadap badan baru ini. Sementara
itu, selang beberapa waktu, masyarakat juga mendukung ICAC karena melihat
kesungguhan dan efektivitas dari ICAC dalam menangani pelaku-pelaku korupsi
kelas berat seperti Peter Godber (Klitgaard, 1998).
Sejak didirikan tahun 1974, ICAC didukung oleh pegawai yang terdiri dari
dua kategori. Yang pertama adalah Commission Against Corruption Officer
(CACO) yang secara khusus dibentuk untuk tugas pemberantasan korupsi.
Kemudian di tahun 1976, dilakukan penambahan tingkatan yakni Commission
Against Corruption Investigator (CACI). CACI adalah tingkatan pegawai lanjutan
yang memiliki kemampuan khusus pengawasan. Kategori pegawai yang kedua

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


60

adalah pegawai negeri yang sama dengan pegawai negeri lain di pemerintahan
Hong Kong, akan tetapi dengan penambahan gelar Commission Against
Corruption (CAC) di akhiran pangkat pegawai negeri mereka. Mereka
mendapatkan gaji yang sama besarnya dengan pegawai negeri lain. ICAC
memiliki struktur kepangkatan tersendiri. Selain Commissioner yang bertanggung
jawab langsung pada Chief Executive, terdapat enam tingkatan pangkat di tingkat
direktorat, lima tingkatan di CACO, dan lima tingkatan di CACI. Gaji pegawai
ICAC berbeda dengan gaji pegawai negeri biasa. Pada tahun 1989, untuk
menegaskan status spesial ICAC dan independensinya dari pegawai pemerintah,
dibuatlah ICAC Pay Scale (IPS). Sebelumnya, gaji dan remunerasi pegawai ICAC
secara umum sama dengan Kepolisian Hong Kong (JSSCS, 2012).
ICAC memiliki anggaran tahunan yang cukup besar. Pada tahun 2010,
ICAC memiliki anggaran sebesar 814,2 juta dollar Hong Kong. Kemudian di
tahun berikutnya di 2011, anggaran ICAC bertambah menjadi 824,1 juta dollar
Hong Kong. Di tahun 2012, ICAC menambah anggaran secara cukup signifikan
hingga sebanyak 875,5 juta dollar Hong Kong (gov.hk, 2012). Apabila dikonversi
pada rupiah menurut kurs saat ini, maka rata-rata anggaran ICAC adalah berada
sedikit di atas 1 Triliun rupiah. Contohnya, di tahun 2012, anggaran ICAC adalah
Rp 1,085 Triliun.
Klitgaard menjelaskan bahwa sejak awal, Sir Jack Cater menerapkan
aturan ketat bagi pegawai-pegawai baru ICAC. Ia menyusun strategi imbalan dan
hukuman yang tegas yang dimaksudkan untuk menjaga integritas dan moralitas
dari pegawai. Kaidah-kaidah pegawai negeri biasa tidak berlaku bagi pegawai
ICAC. Peningkatan karir dapat dilakukan tergantung dengan prestasi pegawai
tersebut, berbeda dengan pegawai negeri pada umumnya. Pimpinan ICAC juga
dapat sewaktu-waktu benar-benar memecat pegawai ICAC sendiri yang
diindikasikan korupsi. Kehidupan kelas mewah bukanlah kehidupan yang
dilakukan di antara para pegawai ICAC. Sejak tahun 1997 yakni setelah Hong
Kong diserahkan kembali oleh Inggris, commissioner ICAC dipilih dengan cara
ditunjuk oleh Dewan Negara Republik Rakyat Cina berdasarkan rekomendasi dari
Chief Executive Hong Kong (Klitgaard, 1998).

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


61

Secara konsisten, ICAC menjalankan strateginya yang berkesinambungan


yang terbagi ke dalam tiga fase. Fase awal adalah membangun kepercayaan dan
legislasi, fase kedua pemberian layanan dan informasi, dan fase ketiga yang
dilakukan sampai sekarang yakni mengedepankan leadership, ownership, dan
partnership. Pada fase awal di tahun 1974 hingga tahun 1980-an, ICAC berupaya
membangun kepercayaan publik dengan cara menangani koruptor kelas kakap dan
menuntaskannya. Masyarakat yang sebelumnya tidak percaya menjadi mulai
percaya dengan melihat keseriusan dan keberanian ICAC. Kemudian di fase
kedua antara tahun 1980-an awal hingga awal tahun 1990-an, ICAC berfokus
pada pemberian layanan kepada departemen-departemen dan badan publik serta
sektor privat dengan melatih mereka, memberikan materi-materi anti korupsi, dan
memberi informasi cara menghindari korupsi. Di fase terakhir yakni tahun 1990-
an hingga sekarang, ICAC berfokus pada peningkatan keteladanan para
pemimpin, meningkatkan rasa memiliki pegawai pemerintahan pada institusinya,
serta membangun kemitraan antar lembaga pemerintahan (Hamzah, 2012).
Dalam melakukan pekerjaannya, ICAC memiliki landasan konstitusi yang
jelas yang terdiri dari tiga peraturan. Yang pertama adalah The Independent
Commission Against Corruption Ordinance yang mengatur tentang wewenang
komisioner, wewenang penyidik, parameter dilakukannya investigasi, prosedur
terhadap tersangka dan barang bukti, serta kewenangan-kewenangan ICAC
lainnya. Secara garis besar, The Independent Commission Against Corruption
Ordinance adalah instrumen yang memberikan kekuatan kepada ICAC untuk
menjalankan fungsinya sekaligus membatasi kekuatan tersebut.
Peraturan kedua adalah The Prevention of Bribery Ordinance. Peraturan
ini mendefinisikan secara spesifik tentang penyuapan yang melibatkan pelayanan
publik, badan publik, serta pegawai sektor privat atau swasta. Selain itu, peraturan
ini menegaskan kekuatan ICAC untuk membongkar dan mengidentifikasi
transaksi dan aset yang disamarkan oleh praktek korupsi. Dalam rangka mencegah
kaburnya pelaku korupsi, peraturan ini juga memberikan kewenangan untuk
menahan dokumen perjalanan tersangka. Yang terakhir, peraturan ini berfungsi
untuk menjaga kerahasiaan dari aktivitas investigasi ICAC.

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


62

Peraturan ketiga mengatur hal yang lebih spesifik yakni pemilihan umum.
The Elections (Corrupt and Illegal Conduct) Ordinance diberlakukan untuk
memastikan pemilihan umum yang dilakukan di Hong Kong bersifat adil, terbuka,
jujur, dan bebas dari praktek kotor korupsi (icac.org.hk, 2012)
Setiap tahunnya ICAC menerbitkan sebuah dokumen (ICAC Annual
Report) yang berisi penjelasan tentang kebijakan objektif yang dijalankan.
Terdapat empat hal pokok yang tercantum dalam dokumen tersebut:

1) Policy Objectives, berisikan hasil akhir yang harus dicapai oleh


suatu program dan hasil yang telah tercapai
2) Key Result Areas, berisikan penjelasan mengenai unsur-unsur yang
diperlukan dalam mewujudkan policy objectives dan kemajuan
yang telah dicapai
3) Indicators, berisikan penjelasan mengenai bagaimana pemerintah
melakukan uraian kerja dalam mencapai hasil yang terdapat dalam
key result areas
4) Initiatives, berisi penjelasan mengenai langkah-langkah khusus
yang dilakukan atau akan dilakukan guna mencapai hasil dalam
key result areas dan sasaran yang dicapai atau akan dicapai (Djaja,
2008)

Laporan tersebut adalah suatu bentuk transparansi program yang dilakukan oleh
ICAC kepada masyarakat luas sehingga masyarakat mengetahui apa saja yang
telah dilakukan oleh ICAC serta dapat memberikan penilaian terhadap kinerja
ICAC. Selain itu, setiap tahun dilakukan evaluasi terhadap kinerja ICAC (ICAC
Annual Survey) yang dilakukan oleh lembaga survey swasta yang dipilih melalui
mekanisme tender dan bukan dilakukan oleh ICAC sendiri. Hasil Survey ini
dipublikasi setiap tahun. Survey ini dilakukan terhadap warga Hong Kong untuk
mengetahui sejauh mana kepuasan masyarakat terhadap kinerja ICAC dan untuk
mengetahui persepsi masyarakat Hong Kong terhadap korupsi dan pemberantasan
korupsi di Hong Kong (ICAC Annual Survey 2011).
Djaja (2008) juga menjelaskan bahwa untuk mengawasi kinerja ICAC di
tingkat pimpinan atau Commissioner, Chief Executive Hong Kong membentuk

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


63

suatu dewan penasihat yakni Advisory Committee on Corruption. Dewan ini


menjalankan fungsi kontrol terhadap ICAC agar tetap berada pada jalurnya. Tugas
dari Advisory Committee on Corruption antara lain memberi nasihat kepada para
Commissioner mengenai setiap aspek permasalahan korupsi yang dihadapi oleh
ICAC. Untuk tugas ini, dewan bertugas untuk menjaga agar setiap kebijakan
ICAC tetap terawasi. Selain itu, dewan juga memberi nasehat mengenai tindakan
yang perlu dilakukan ICAC, menerima laporan tentang tindakan disiplin yang
dilakukan oleh Commissioner ICAC, mempertimbangkan perkiraan anggaran
ICAC, meneliti laporan tahunan ICAC dan kemudian melaporkannya kepada
Chief Executive Hong Kong. Dewan ini adalah perpanjangan tangan dari Chief
Executive untuk mengawasi ICAC secara ketat karena ICAC memang
bertanggung jawab kepada pemimpin Hong Kong. Kemudian, sebagai upaya
untuk mencegah pegawai ICAC sendiri melakukan praktek korupsi, terdapat suatu
sistem pengawasan internal oleh Internal Investigation and Monitoring Group
yang melakukan penyidikan ke dalam tubuh ICAC sendiri agar integritas ICAC
dan pegawainya tetap terjaga. Apabila terjadi praktek korupsi di dalam ICAC,
maka dapat secepatnya diambil tindakan.
Pada tingkat departemen, terdapat komite pengawas yang bertugas
mengawasi kinerja dan memberikan rekomendasi terhadap departemen. Komite-
komite ini beranggotakan unsur-unsur masyarakat. Pada Departemen Operasi,
terdapat Operations Review Committee. Pada departemen Pencegahan korupsi,
terdapat Corruption Prevention Advisory Committee, dan pada Departemen
Hubungan Masyarakat, terdapat Citizen Advisory Committee on Community
Relations. Komite-komite tersebut tidak hanya memberikan rekomendasi kepada
departemen, akan tetapi juga memastikan rekomendasinya dijalankan oleh
departemen terkait (Djaja, 2008). ICAC juga memiliki ICAC Complaints
Committee yang berfungsi menerima keluhan masyarakat (ICAC, 2011).
Bagaimanakah ICAC menyelesaikan setiap kasus korupsi yang
dilaporkan? Dalam bukunya, Djaja (2008) juga menjelaskan bahwa kasus-kasus
yang masuk akan melalui empat tahapan penyelesaian perkara meliputi tahap
pelaporan, tahap penyelidikan, tahap penyidikan, dan tahap penuntutan. Selain

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


64

berasal dari laporan, ICAC juga memiliki intelijen yang dapat mendeteksi
terjadinya tindak korupsi.
Dalam proses pelaporan, ICAC memiliki Report Centre atau pusat
pelaporan yang berlokasi di markas besar ICAC. Pusat pelaporan ini memiliki
enam seksi yang melayani laporan selama 24 jam secara bergiliran. Di pusat
pelaporan ini juga terdapat Quick Response Team yang bertujuan untuk melayani
laporan masyarakat dengan cepat. Pusat pelaporan ini sangat efisien karena
memiliki peralatan yang canggih dan sangat terbuka. Masyarakat dapat
menghubungi nomor hotline dan dapat mengirimkan laporan lewat pos. Selain
lewat kantor pelaporan di markas besar, masyarakat juga dapat melapor kepada
kantor cabang/regional yang tersebar di tujuh wilayah strategis di Hong Kong
melalui surat, telepon, datang langsung, dan bertemu langsung dengan pejabat
ICAC. Kerahasiaan identitas dari pelapor tindakan korupsi akan dirahasiakan dan
semua akan diperlakukan sama. Dalam memperlakukan laporan ini, tidak ada
campur tangan apapun dari luar, kecuali Chief Eexecutive Hong Kong itu sendiri
dalam rangka pengarahan (Djaja, 2008).
Dalam proses penyelidikan, divisi yang bertanggung jawab adalah B3 atau
Investigation Branch. Metode yang digunakan mencakup dua hal. Yang pertama
adalah intelijen taktis, yakni melakukan rekrutmen dan pengendalian informan,
serta melakukan penyamaran atau undercover yang teregistrasi dengan kode,
bukan dengan nama. Informan dan para penyamar ini mengumpulkan data dan
informasi yang diserahkan kepada ICAC. Penggunaan taktik ini dilakukan hanya
dalam keadaan tertentu, misalnya ketika cara-cara konvensional tidak berhasil,
atau menyangkut target tersangka yang sulit karena pengendalian informan dan
penyamaran membutuhkan dana yang besar. Metode intelijen kedua adalah
intelijen strategis, yang mengendalikan data, baik yang diperoleh sendiri oleh
ICAC maupun dari luar. Proses analisis data ini menggunakan sistem yang sangat
canggih, dan jaringannya dibuat secara khusus, tidak terhubung dengan jaringan
komputer ICAC biasa (Djaja, 2008).
ICAC dapat melakukan penyadapan telepon dan sensor surat secara
selektif dengan terlebih dahulu meminta izin kepada Chief Executive Hong Kong
dengan alasan yang dapat dibenarkan. Cara seperti ini terbukti sangat efektif

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


65

dalam melacak koruptor di Hong Kong. ICAC juga dapat meminta kepada bank
untuk memberikan keterangan rekening milik tersangka yang sedang diperiksa
(Mochtar, 2006).
Proses penyidikan di ICAC dilakukan dengan interview, yang bersifat
tanya jawab yang selalu direkam dengan audio-video dan kemudian dibuat
transkripnya. Di kantor ICAC terdapat banyak ruangan pemeriksaan untuk
melakukan hal tersebut. Setiap ruangan dilengkapi dengan perangkat perekam
yang mencakup dua buah kamera, satu untuk merekam secara layar lebar dan satu
untuk merekam wajah secara close-up. Dalam rekaman tersebut akan tertera
petunjuk tanggal dan jam. Kemudian, terdapat pula tiga alat video recorder serta
sebuah cermin berukuran besar untuk menunjukkan pantulan gambar di dinding di
belakang kamera agar terlihat keseluruhan isi ruangan sehingga apabila terjadi
intimidasi apapun oleh penyidik akan terungkap. Hasil rekaman akan dibuat
rangkap tiga, satu untuk tersangka, satu untuk penyidik, dan satu lagi untuk
digunakan sebagai alat bukti di persidangan. Ruangan interview didesain
sedemikian rupa untuk proses ini. Ruangan dibuat kedap suara, dan pada
dindingnya terdapat tulisan mengenai hak tersangka yang sedang diperiksa (Djaja,
2008).
Masih menurut Djaja (2008), mirip dengan yang dilakukan oleh FBI di
Amerika Serikat, untuk mengenali tersangka oleh para saksi, dilakukan sistem line
up, yakni para tersangka dijejerkan di dalam suatu ruangan dengan kaca satu
arah, dan saksi melihat dari balik kaca. Para tersangka tidak dapat melihat saksi
dan saksi dapat melihat tersangka, namun suara apapun dapat terdengar dari kedua
belah pihak sehingga tersangka dapat mengetahui apabila ternyata saksi
diintimidasi oleh penyidik ICAC. Sistem penahanan tersangka juga sangat
canggih, terdapat petugas khusus berseragam dengan identitas yang jelas dan para
penyidik ICAC tidak dapat sewenang-wenang menggunakan mereka untuk
menekan tersangka korupsi. Seluruh proses penyidikan oleh ICAC dapat
dikatakan sangat baik dan canggih karena seluruhnya dirancang secara khusus
oleh satu bagian bernama Technical Support.
ICAC tidak memiliki kewenangan dalam hal penuntutan terhadap
tersangka korupsi. Izin penuntutan diberikan oleh Sekretaris Departemen Yustisi.

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


66

Akan tetapi, jika terdapat kasus-kasus yang tidak ditindaklanjuti penuntutannya


akan ditinjau kembali oleh Operation Reviews Committee atau ORC. ORC akan
meninjau kembali kasus tersebut dan dapat meminta penyidik ICAC untuk
kembali mencari bukti tambahan sehingga kasus dapat dilanjutkan ke tahap
penuntutan. Selain dalam hal peninjauan tersebut, sebagai komite pengawas, ORC
memiliki beberapa tugas pokok, antara lain menerima informasi dari
Commissioner tentang bagaimana kasus-kasus ditangani oleh ICAC, laporan-
laporan terkait hasil penyidikan, jumlah perintah penggeledahan, dan lain
sebagainya. Selain itu yang cukup penting adalah memberikan laporan-laporan
Departemen Operasi tersebut kepada Chief Executive Hong Kong (Djaja, 2008).
Masih dalam penjelasan Djaja, dalam implementasi strategi pendidikan
anti korupsi kepada masyarakat Hong Kong, ICAC benar-benar menjalankan
Departemen Hubungan Masyarakat dengan efektif dan efisien. ICAC meyakini
bahwa tugas pemberantasan korupsi tidak mungkin berhasil tanpa adanya
dukungan penuh dari masyarakat. Maka, ICAC menggunakan semua jalur yang
ada untuk menanamkan pesan dan nilainya kepada masyarakat.
Sebagai media publikasi, ICAC menggunakan banyak hal secara masif
seperti tayangan televisi, film, siaran radio, surat kabar, majalah, iklan-iklan,
poster-poster, selebaran, dan bahkan melalui serial drama. Sejak tahun 1974,
yakni segera setelah ICAC berdiri, televisi di Hong Kong mulai secara rutin
menyampaikan pesan anti korupsi dalam bentuk iklan. Seluruh konten media
tersebut berisikan nilai-nilai anti korupsi, perlunya pemberantasan korupsi, dan
juga sebagai upaya mendapatkan dukungan masyarakat terhadap ICAC (Djaja,
2008). Apabila masyarakat membuka website resmi ICAC, maka akan
menemukan banyak sekali informasi tentang ICAC, metode pemberantasan
korupsi ICAC, sejarah korupsi di Hong Kong, serta konten-konten bermanfaat
bagi upaya pemberantasan korupsi. Seluruhnya dapat diakses dengan mudah dan
bebas. Desain dan pengaturan website ini dibuat sedemikian rupa sehingga
menarik dan tidak monoton. ICAC juga menyediakan buku panduan mencegah
korupsi bagi berbagai kalangan secara gratis yang dapat diunduh kapan saja.
Nomor kontak bagi mereka yang menyaksikan tindakan korupsi pun selalu
terpampang jelas. Tidak hanya di dunia maya, ICAC juga gencar menyampaikan

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


67

nilai anti korupsi dan mempromosikan diri secara langsung ke masyarakat. salah
satunya dengan ICAC Mobile Exhibition Truck, yakni sebuah bis/truk yang
berkeliling ke perumahan-perumahan, pusat perbelanjaan, serta sekolah-sekolah.
Dengan demikian, ICAC sangat dikenal oleh masyarakat Hong Kong dari segala
lapisan (icac.org.hk).
ICAC melalui Departemen Hubungan Masyarakat melakukan klasifikasi
sasaran informasi yakni pada sektor bisnis, generasi muda, guru, sampai anak-
anak dari tingkat taman kanak-kanak, sekolah dasar, dan sekolah menengah
pertama. Setiap masing-masing kelompok masyarakat diberikan informasi dan
bantuan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan mereka. ICAC juga melakukan
program pelatihan, survei tentang pandangan publik tentang korupsi, wawancara
telepon, kuesioner, serta pandangan publik atas kinerja ICAC. Yang tak kalah
penting, ICAC juga secara berkala melakukan pertemuan dengan kalangan pers
(Djaja, 2008).
Sekitar tahun 1990-an, korupsi di Hong Kong pernah mengalami
peningkatan yang cukup berarti. Secara garis besar, terdapat beberapa alasan yang
diperkirakan menjadi pemicu hal ini. Pertama, adanya investasi yang masuk dari
RRC. ICAC pernah melakukan survei atas hal ini dan menemukan bahwa terdapat
kalangan bisnis Hong Kong dengan pusat produksi di RRC yang menjadi korban
atas kebiasaan korupsi yang terjadi di RRC. Dengan demikian, mereka turut
melakukan hal yang dianggap korupsi di Hong Kong seperti pemberian
gratifikasi. Kedua, arus migrasi yang datang dari RRC ke Hong Kong. Para
pendatang yang telah terbiasa dengan praktek korupsi di wilayah asalnya di RRC
turut berkontribusi pada peningkatan angka korupsi di sekitar tahun 1990-an.
Alasan ketiga, pensiun dini para pegawai negeri. Banyak para pegawai negeri
yang mengambil hak pensiun sebelum waktunya karena khawatir dengan
peralihan kekuasaan yang akan terjadi di tahun 1997. Mereka ingin lebih cepat
pensiun karena tidak ingin mengambil resiko pensiun pada masa Hong Kong
kembali di bawah kekuasaan RRC. Hal ini memicu kenaikan angka korupsi di
Hong Kong (Manion, 2004).

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


68

BAB IV
ANALISIS PERBANDINGAN POLA KERJA
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN INDEPENDENT
COMMISSION AGAINST CORRUPTION

4.1 Dasar Hukum dan Proses Pembentukan

4.1.1 Dasar Hukum

Tabel 4.1. Perbandingan Dasar Hukum


ICAC KPK
1)The Independent Commission Against 1) UU 20/2001 Pemberantasan Tidak
Corruption Ordinance Pidana Korupsi
2) The Prevention of Bribery Ordinance 2) UU 30/2002 Komisi Pemberantasan
3) The Elections (Corrupt and Illegal Korupsi
Conduct) Ordinance 3) UU 31/1999 Pemberantasan Korupsi.
Telah diperbaharui menjadi UU No 20
Tahun 2001
4) UU 11/1980 tentang Anti Penyuapan
5) UU 15/2002 tentang tindak pidana anti
pencucian uang. UU ini telah dirubah
menjadi UU No 25 tahun 2003
6) UU 25/2003 tentang perubahan UU No
15/2002 tentang tindak pidana anti
pencucian uang
7) UU No 28 Tahun 1999 Tentang
Penyelenggaraan Negara yang bersih
dan bebas dari KKN
8) UU No 7 Tahun 2006 Tentang
Pengesahan Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Anti Korupsi,
2003
9) UU No 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan
Timbal Balik Masalah pidana

Sumber: Diolah dari berbagai sumber oleh peneliti

57 Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


69

Dari tabel perbandingan di atas, terlihat bahwa Hong Kong memiliki tiga
undang-undang yang dapat dijadikan landasan ICAC untuk melakukan
permberantasan korupsi, sedangkan Indonesia memiliki sembilan undang-undang
yang dapat dijadikan dasar oleh KPK untuk melakukan pemberantasan korupsi.
Ini belum termasuk peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan instrumen
hukum lain selain undang-undang. Di antara undang-undang yang dimiliki oleh
Indonesia, terdapat beberapa yang telah mengalami perubahan dan pembaharuan
sejalan dengan perkembangan yang terjadi.
Landasan hukum yang dimiliki oleh Hong Kong dan Indonesia sudah
cukup lengkap, lalu mengapa terdapat perbedaan hasil kinerja dalam
pemberantasan korupsi di antara kedua negara? Hal yang perlu dicermati adalah
tingkat efektifitas terkait isi undang-undang tersebut dan penerapannya.
Dari segi isi, terdapat kelemahan di dalam undang-undang di Indonesia.
Masih terdapat celah dalam peraturan yang telah disahkan, atau dengan kata lain
peraturan tersebut belum secara komprehensif mengatur segala kemungkinan
yang dapat terjadi terkait dengan penegakan hukum anti korupsi. Misalnya, telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 bahwa KPK memiliki fungsi
dan kewenangan melakukan supervisi terhadap lembaga penegak hukum lain.
Akan tetapi, dalam undang-undang tersebut tidak terdapat sanksi yang jelas dan
tegas apabila ternyata didapati bahwa lembaga penegak hukum lain tidak patuh
atau tidak bekerjasama secara optimal dengan KPK. KPK seolah-olah memiliki
sebuah tugas dan tanggung jawab yang besar, namun tidak didukung oleh
kekuatan yang nyata. Lagipula, dalam undang-undang tersebut tidak jelas
tercantum kepada siapa KPK bertanggung jawab. KPK hanya bertanggung jawab
kepada publik, namun mekanisme pertanggung jawabannya sangat minim.
Baru-baru ini, muncul wacana revisi atas undang-undang yang menjadi
senjata utama KPK yakni Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 meskipun
mengundang kontroversi terkait pemikiran bahwa revisi tersebut justru akan
melemahkan kekuatan KPK karena isi yang akan diubah tidak menyempurnakan
poin yang sebelumnya menjadi kelemahan-kelemahan undang-undang tersebut,
tapi justru hal yang akan semakin memangkas kekuatan KPK.

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


70

Hal lain yang penting untuk diperhatikan adalah penerapan dari isi
undang-undang tersebut. Poin yang menarik dalam undang-undang tersebut
adalah mengenai perbedaan kewenangan atas kasus korupsi antara kedua
lembaga. ICAC adalah lembaga permanen yang memiliki fungsi penyidikan
monopolistik. Ini berarti, lembaga yang berwenang melaksanakan penegakan
hukum terkait segala jenis tindak pidana korupsi di Hong Kong hanya ICAC. Hal
tersebut akan semakin meningkatkan efektivitas dari pemberantasan korupsi
karena ICAC akan lebih fokus menjalankan tugasnya dengan tidak dibayangi oleh
lembaga penegak hukum lain dan tidak akan menemui masalah-masalah seperti
yang ada di Indonesia. Di Indonesia, sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002, KPK berbagi fungsi dengan kepolisian dan kejaksaan. KPK tidak sendirian
dalam memberantas korupsi di Indonesia melainkan harus berkoordinasi dengan
dua lembaga tersebut, dan masing-masing memiliki domain sendiri terkait kasus
korupsi yang menjadi kewenangannya. KPK berwenang untuk menyidik dan
menuntut dalam kasus korupsi yang masuk dalam kriterianya yakni dilakukan
oleh pejabat negara atau yang terkait dengan korupsi yang dilakukan oleh pejabat
negara, meresahkan masyarakat, dan menimbulkan kerugian di atas Rp 1 Miliar.
Setiap kasus tindak pidana korupsi yang tidak masuk ke dalam kriteria tersebut
akan ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan. Permasalahannya, terkadang antara
KPK dan kepolisian tidak memiliki kesamaan pandangan dalam menentukan
siapa yang berhak menangani kasus yang dihadapi, misalnya pada kasus korupsi
pengadaan simulator SIM di Korlantas Mabes POLRI. Jika ini tidak dicari
solusinya, maka akan selalu muncul potensi konflik dan perbedaan persepsi antar
lembaga penegak hukum. Kasus Cicak Versus Buaya adalah salah satu peristiwa
yang dapat dikaitkan dengan hal ini. Kondisi ini tentu akan menyebabkan
penerapan undang-undang terkait pemberantasan korupsi tidak berjalan maksimal.
Sesuai amanat konstitusi, KPK seharusnya menjalankan fungsi trigger
mechanism atau pendorong penegakan hukum oleh kepolisian dan kejaksaan
sehingga lebih optimal dalam memberantas korupsi. Inilah mengapa KPK hanya
berstatus lembaga ad hoc. KPK pada saatnya nanti akan dibubarkan jika
kehadirannya sudah tidak dibutuhkan, yakni ketika kepolisian dan kejaksaan telah
dipandang berhasil dalam menanggulangi korupsi secara utuh di Indonesia. Akan

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


71

tetapi, hal tersebut sampai sekarang masih juga tidak terjadi. Realitanya, KPK
justru berkonflik dengan kepolisian sehingga fungsi trigger mechanism sama
sekali tidak berjalan.

4.1.2 Latar Belakang dan Proses Pembentukan

Tabel 4.2. Perbandingan Latar Belakang dan Proses Pembentukan


ICAC KPK
Latar belakang Latar belakang
1. Institusi kepolisian sarat dengan korupsi 1. Negara penuh dengan kasus korupsi
2. Anti Corruption Office (ACO) tidak mampu 2. Pemberantasan korupsi yang dilakukan penegak
menjalankan pemberantasan korupsi hukum tidak pernah efektif
3. Dibentuk ICAC 3. Dibentuk KPK
Proses Pembentukan Proses Pembentukan
1. Mendatangkan perwira polisi dari Inggris, polisi 1. Meminjam penyidik dari Kejaksaan dan
senior Hong Kong yang terjamin integritasnya, dan Kepolisian
pemuda Hong Kong
2. Menetapkan strategi secara jangka panjang dan 2. Strategi selalu berubah, tidak didasari oleh
berdasarkan akar masalah pemahaman akar masalah

Sumber: Diolah dari berbagai sumber oleh peneliti

Dari tabel dapat dilihat persamaan dan perbedaan latar belakang


munculnya kedua lembaga anti korupsi di Hong Kong dan Indonesia. Pada
dasarnya, kondisi kedua negara sangat marak dengan korupsi sebelum didirikan
badan antikorupsi. Di Hong Kong, korupsi berjalan secara sistematis dan
terstruktur rapi dengan pusatnya di lembaga kepolisian. Meski berkutat di
kepolisian, imbasnya berdampak pada berbagai sektor karena peran vital
kepolisian yang berhubungan dengan berbagai lini kehidupan masyarakat Hong
Kong. Kemudian pada akhirnya dibentuklah ICAC, menggantikan peran
kepolisian dalam menangani korupsi. Indonesia juga mengalami kondisi yang
tidak jauh berbeda. Perkara korupsi banyak bermunculan ke permukaan setelah
pers memiliki kembali kebebasan yang tidak dimiliki di masa Orde Baru. Korupsi
pada masa Presiden Soeharto sebenarnya sangat banyak namun terjadi secara
tersentralisasi di pusat dan disembunyikan dengan kekuatan otoriter Presiden
Soeharto. Ketika memasuki era reformasi dan Indonesia masuk ke masa transisi,

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


72

korupsi malah terjadi secara luas diakibatkan dari sistem desentralisasi yang tidak
diiringi dengan siapnya perangkat penegakan hukum yang belum teradaptasikan
dengan kondisi baru ini. Perbedaan dengan Hong Kong, apabila di Hong Kong
korupsi berpusat di kepolisian, maka di Indonesia korupsi mewabah di hampir
seluruh instansi pemerintahan. Kondisi ini terus bergulir hingga KPK didirikan
sampai sekarang. KPK hadir dalam kondisi pemberantasan korupsi oleh lembaga
penegak hukum gagal menangani korupsi, sama dengan di Hong Kong. Namun
perbedaannya, apabila di Hong Kong kewenangan ICAC benar-benar secara
penuh menangani korupsi tanpa ada turut campur dari kepolisian, maka KPK di
Indonesia menangani korupsi namun tetap berbagi peran dengan kepolisian dan
kejaksaan. Selain itu, KPK juga diamanatkan sebagai lembaga supervisi bagi dua
lembaga tersebut.
Di masa awal, ICAC dan KPK sama-sama harus memikirkan darimana
mendapatkan pegawai yang tepat. ICAC mengambil langkah merekrut pegawai
baru yang berasal dari elemen-elemen yang dapat dipercaya seperti para pemuda,
polisi senior yang terjamin integritasnya dan telah diselidiki latar belakangnya,
serta mendatangkan perwira-perwira polisi Inggris. Sementara itu, KPK
meminjam pegawai dari lembaga penegak hukum yang sebenarnya tidak dapat
dipastikan independensinya dari lembaga asalnya dan loyalitasnya terhadap KPK.
Lebih jauh, sebenarnya lembaga tempat KPK meminjam pegawai adalah lembaga
yang juga memiliki catatan korupsi. Peristiwa baru-baru ini saat Kepolisian
menarik kembali sejumlah penyidiknya dari KPK adalah salah satu contoh
ketidakefektifan dari sistem pinjam meminjam pegawai. Jika POLRI dapat
sewaktu-waktu menarik kembali pegawainya yang dipinjamkan kepada KPK,
maka seolah-olah pegawai tersebut adalah berada di bawah kontrol kepolisian. Ini
tentu memiliki dampak pada bagaimana para pegawai tersebut bekerja.
Hal yang mendasar tapi sangat penting bagi upaya pemberantasan yang
dilakukan adalah memahami latar belakang permasalahan terjadinya wabah
korupsi di negara masing-masing. ICAC memahami apa yang menjadi
permasalahan mendasar di Hong Kong sehinggadapat merancang strategi yang
efektif. Penyebab parahnya korupsi di Hong Kong lebih diakibatkan pada sistem
kontrol yang tidak berjalan serta monopoli kekuasaan yg tertumpuk pada

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


73

kepolisian. Dasar terjadinya wabah korupsi di kepolisian Hong Kong adalah


kenyataan bahwa lembaga tersebut tidak memiliki perangkat kontrol yang kuat
sehingga dapat bertindak sewenang-wenang dan memeras masyarakat. Kondisi
sistem di kepolisian yang secara institusi memang sudah sangat parah, juga
ditambah kondisi masyarakat yang putus asa kala itu, disadari betul oleh
pemerintah Hong Kong sehingga strategi yang dilakukan oleh ICAC pun disusun
untuk memecahkan persoalan tersebut tahap demi tahap. Sementara itu, Indonesia
memiliki akar masalah yang berbeda dengan Hong Kong. Korupsi di Indonesia
pada dasarnya tercipta dari ketidaksiapan perangkat-perangkat permerintahan
yang sedang berada di masa transisi antara sistem kekuasaan otoriter menuju
demokrasi, dan tidak efektifnya penegakan hukum oleh kepolisian. Kebijakan
yang dilakukan oleh KPK sejak awal pembentukannya hingga saat ini tidak
disusun dengan didasari oleh pemahaman tersebut, atau kebijakan pemberantasan
korupsi yang dilakukan tidak menyentuh akar permasalahan tersebut sehingga
sampai saat ini KPK tidak mampu menekan angka korupsi secara signifikan
Semestinya KPK menyusun kebijakan dengan dasar pemahaman bahwa
kondisi Indonesia sedang berada pada masa transisi politik menuju ke arah sistem
demokratis. Dengan demikian, KPK harus berupaya mendorong agar tercipta
perangkat negara yang siap dengan kondisi demokrasi seutuhnya. Perbaikan pola
institusi serta penyempurnaan mekanisme check and balance merupakan hal yang
diperlukan untuk menyeimbangkan pergeseran sistem menuju demokrasi yang
semakin berkembang.

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


74

4.2 Struktur Organisasi

4.2.1 Struktur Lembaga

Tabel 4.3. Perbandingan Struktur Lembaga


ICAC KPK

Commissioner
Pimpinan KPK

Administration
Branch Penasihat

Corruption Community Deputi Bidang


Operation
Prevention Relation Deputi Bidang Deputi Bidang Deputi Bidang
Pengawasan
Sekretariat
Department Internal dan
Department Department Pencegahan Penindakan Informasi dan Data Jendera;
Pengaduan
Masyarakat

a. Commissioner a. Pimpinan KPK


b. Departemen Operasi b. Penasehat
c. Departemen Pencegahan c. Deputi Bidang Pencegahan
Korupsi d. Deputi Bidang Penindakan
d. Departemen Hubungan e. Deputi Bidang Informasi dan Data
Masyarakat f. Deputi Bidang Pengawasan Internal dan
e. Administration Branch Pengaduan Masyarakat
g. Sekretariat Jenderal

Sumber: Diolah dari berbagai sumber oleh peneliti

Menelaah struktur lembaga dari kedua lembaga, dapat terlihat beberapa


persamaan dan perbedaan antara keduanya. Secara umum, struktur yang dibangun
hampir mirip. Di puncak terdapat pimpinan yang disebut commissioner di ICAC,
dan ketua serta wakil ketua yang disebut pimpinan di KPK. Tugas mereka kurang
lebih sama yakni memimpin dan melakukan koordinasi atas satuan-satuan di
bawahnya. Kemudian dari tingkatan departemen atau divisi, terdapat perbedaan
yakni jumlah divisi yang lebih sedikit pada ICAC. ICAC memiliki pembagian
divisi yang lebih sederhana yakni Departemen Operasi, Pencegahan Korupsi, dan
Hubungan Masyarakat. Hal ini menunjukkan fokus kerja ICAC yang dikerucutkan
pada tiga hal tersebut. Di struktur ICAC, urusan administrasi diatur oleh
Administration Branch yang tidak sejajar dengan ketiga departemen melainkan
memiliki garis koordinasi berada di antara commissioner dan departemennya. Dari

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


75

hal ini dapat ditafsirkan bahwa ICAC menempatkan prioritas yang berbeda antara
urusan administrasi lembaga dan urusan teknis pemberantasan korupsi yang
dijalankan oleh departemen. Fungsi utama tentu saja berada di tataran
departemen. Fungsi administrasi yang tidak sejajar dengan departemen dan berada
di posisi antara commissioner dan departemen menunjukkan bahwa
Administration Branch bersifat sebagai penyokong dari ketiga departemen.
Apabila mengamati website resmi dari ICAC, dapat terlihat gambaran dari hal ini
yakni ditonjolkannya ketiga departemen di halaman muka tanpa menonjolkan
Administration Branch. Akan tetapi, dalam laporan tahunan, Administration
Branch memiliki porsi pembahasan yang sama dengan ketiga departemen karena
tidak dapat dipungkiri bahwa keempat elemen tersebut sama pentingnya dan
bekerja secara sinergis.
Hal yang berbeda dapat dilihat pada struktur KPK. Tidak seperti pada
struktur ICAC yang sederhana dengan hanya memiliki tiga divisi, KPK memiliki
lima divisi. Kelima divisi tersebut adalah Deputi Bidang Pencegahan, Penindakan,
Informasi dan Data, Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat, serta satu
Sekretariat Jenderal. Terdapat dua divisi yang sama di ICAC dan KPK yakni
pencegahan dan penindakan/operasi. Hal ini dirasa wajar karena memang secara
garis besar, kegiatan memberantas korupsi berkutat di kedua hal tersebut. yang
tidak dimiliki oleh ICAC adalah divisi informasi dan data serta pengawasan
internal dan pengaduan masyarakat yang berdiri sendiri. Pemisahan kedua bidang
tersebut dari divisi lain dapat dilihat melalui dua perspektif. Yang pertama, hal ini
menunjukkan bahwa struktur KPK tidak efisien dan dianggap melakukan
pemborosan pembagian divisi. Untuk apa membuat deputi bidang baru jika tugas
dan fungsinya dapat dilebur ke dalam deputi bidang lain? di ICAC, kedua fungsi
bidang tersebut dimasukkan ke dalam departemen lain. Kedua, hal ini dapat
dilihat secara positif dengan pemikiran bahwa dengan berdiri sendiri dan dipisah
secara lebih spesifik, maka kerja yang dilakukan akan lebih fokus dan menambah
optimalisasi fungsinya.
Di KPK, fungsi administrasi ditangani oleh Sekretariat Jenderal dengan
Sekretaris Jenderal sebagai pimpinannya. Sekjen di pilih oleh presiden namun
bertanggung jawab pada pimpinan KPK. Dalam struktur dapat dilihat bahwa

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


76

posisi antara empat Deputi Bidang dan Sekretariat Jenderal yang bertanggung
jawab secara administrasi adalah sejajar secara hierarki. Dengan demikian, maka
tidak terdapat pihak yang lebih atas atau bawah. Hal ini dirasa cukup berbeda jika
dibandingkan dengan struktur ICAC yang menempatkan bagian administrasi
terpisah dan tidak sejajar secara hierarki. Jika ingin mencari perbandingan, bahkan
dalam struktur organisasi Kepolisian, bagian administrasi (Renmin) diposisikan
terpisah dan tidak sejajar karena fungsinya yang bersifat menyokong. Posisi unik
Sekretariat Jenderal yang berada sejajar dengan Deputi Bidang sepatutnya
menjadi pertanyaan.
Yang terakhir, terlihat satu perbedaan lagi dalam struktur kedua lembaga.
Pada struktur KPK, terdapat Penasehat di antara Pimpinan dan kelima divisi di
bawahnya. Penasehat ini berfungsi memberikan saran dan masukan pada
pimpinan KPK. Hal ini tidak ditemui pada struktur ICAC. Fungsi penasehat pada
ICAC terdapat pada komite-komite tambahan yang tidak hanya ada di tingkat
Commissioner akan tetapi terdapat di setiap tingkatan termasuk tingkatan
departemen. Komite-komite tersebut juga mencakup fungsi kontrol internal. Pada
KPK, fungsi kontrol internal terdapat pada Direktorat Pengawasan Internal yang
bernaung di bawah Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan
Masyarakat. Posisi bidang pengawasan internal yang sejajar dengan departemen
lain juga dapat memicu ketidakefisienan kinerjanya karena seharusnya fungsi
pengawasan dan kontrol internal memiliki posisi lebih independen dan berada
terpisah secara struktur dengan bidang-bidang yang diawasi olehnya. Jika
terbentuk secara sejajar, maka dikhawatirkan akan menimbulkan kecenderungan
untuk tidak mematuhi pengawasan yang dilakukan oleh divisi pengawasan yang
terkait.
Seperti yang telah dijelaskan di bab sebelumnya, struktur organisasi KPK
dibentuk dan didesain dengan landasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
sehingga apabila ingin melakukan perubahan atau pembaharuan struktur, otomatis
undang-undang tersebutlah yang harus direvisi.

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


77

4.2.2 Rencana Strategis Organisasi


Tabel 4.4. Perbandingan Rencana Strategis Organisasi

ICAC KPK
1) Departemen Operasi 1) Renstra KPK 2004-2007
- investigasi proaktif - pembangunan Kelembagaan
- kerjasama antar lembaga domestik dan - penindakan
Internasional - pencegahan
- hubungan jaringan internasional - penggalangan keikutsertaan masyarakat
- teknologi dan spesialisasi kemampuan 2) Renstra KPK 2008-2011
2) Departemen Pencegahan Korupsi - koordinasi dan supervisi
- prosedur serta kontrol yang optimal - penindakan
untuk mencegah korupsi - pencegahan
- pemeriksaan mendalam pada area - pengawasan terhadap penyelenggaraan
rawan Korupsi negara
- saran yang tepat waktu (pencegahan 3) Renstra KPK 2011-2015
sejak awal) - Penanganan grand corruption,penguatan
- kerjasama dengan manajemen sektor “apgakum”
privat dan publik - perbaikan sektor strategis terkait
3) Departemen Hubungan Masyarakat kepentingan nasional
- penggunaan media massa - pembangunan pondasi Sistem Integrasi
- kontak langsung dengan masyarakat Nasional (SIN)
- penyesuaian kebutuhan sasaran - penguatan sistem politik berintegritas
dan masyarakat (CSO) paham integritas
- persiapan fraud control
4) Road Map KPK 2011-2023
- fase II, penanganan grand corruption
APGAKUM, perbaikan sektor strategis,
aksi Sistem Integritas Nasional, serta
perkembangan lebih lanjut dari persiapan
fraud control yakni implementasinya.
- fase III, optimalisasi penanganan sektor
strategis, optimalisasi Sistem Integrasi
Nasional (SIN), dan penanganan fraud
yang dilakukan oleh penyelenggara
negara
Sumber: Diolah dari berbagai sumber oleh peneliti

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


78

Rencana strategis yang dipaparkan pada tabel adalah strategi yang


dipublikasi oleh lembaga terkait. Dari perbandingan tersebut, dapat terlihat
beberapa perbedaan yang mendasar. Pertama, ICAC merumuskan strateginya
dengan dilekatkan kepada departemen yang ada di dalam strukturnya, atau dapat
juga diasumsikan bahwa susunan departemen tersebut justru merupakan bagian
dari strategi ICAC. Ini merupakan sebuah gagasan yang cukup cerdik, karena
dengan demikian setiap departemen memiliki rancangan strategi yang khusus
menjadi tanggung jawab dari departemen itu sendiri. Jika melihat kepada yang
dirancang oleh KPK, maka terlihat bahwa strategi yang dirancang adalah sebuah
strategi yang berlaku secara umum dan belum difokuskan kepada tiap-tiap Deputi
Bidang di dalamnya. Maka, rencana strategis yang sejak awal telah dirancang
tidak dilekatkan pada Deputi Bidang tertentu kecuali Deputi Bidang Penindakan
dan Deputi Bidang Pencegahan karena di dalam rencana strategis KPK, hanya dua
hal tersebut yang secara spesifik dicantumkan dan tetap konsisten dari satu
rancangan ke perubahan rancangan berikutnya. Sisanya, tidak secara eksplisit
menjadi tanggung jawab Deputi Bidang tertentu.
Poin kedua yang harus dicermati selanjutnya adalah, strategi-strategi yang
disusun oleh ICAC adalah strategi yang dirancang dan dijalankan secara konsisten
sejak awal pembentukannya hampir 40 tahun yang lalu. Perubahan-perubahan
kecil mungkin saja dilakukan seiring dengan perkembangan sosial dan politik di
masyarakat Hong Kong, akan tetapi hal itu tidak mengubah strategi secara garis
besar. Sisi positifnya, hal ini menunjukkan konsistensi dari ICAC terhadap
rencana strategi yang telah disusun. Dengan demikian, setiap strategi dapat
diimplementasikan secara terus menerus sehingga semakin lama akan semakin
matang dan menjadi pola tanpa perlu terpotong oleh hal-hal semacam pergantian
strategi maupun kepemimpinan. Sisi negatifnya, jika strategi yang sama terus
menerus diterapkan, maka dikhawatirkan akan tercipta celah yang dapat dipelajari
oleh calon pelanggar hukum. Kejahatan akan semakin berkembang seiring dengan
perkembangan masyarakat, maka tentunya penegakan hukum juga harus terus
dievaluasi dan diinovasikan untuk mengimbanginya.
Perihal konsistensi tersebut, terdapat perbedaan antara ICAC dengan KPK.
KPK selalu mengubah rencana strategisnya dalam setiap periode pergantian

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


79

pemimpin. Visi dan Misi pun selalu berganti pada setiap periode kepemimpinan.
Dampak dari perubahan-perubahan ini adalah, muncul potensi tidak tercapainya
keberhasilan dari strategi yang direncanakan, terutama apabila dalam rencana
strategis berikutnya, strategi tersebut tidak ikut dicantumkan. Akan tetapi, hal ini
juga dapat berdampak positif, yakni strategi yang dijalankan akan selalu
beriringan dengan perkembangan sosial masyarakat dan pola korupsi yang terjadi.
Dengan perubahan-perubahan yang terjadi, penyesuaian kebutuhan
pemberantasan korupsi di Indonesia dapat dilakukan. Namun kenyataan yang
terjadi tidak mengarah kepada dugaan bahwa pergantian rencana strategis
dilakukan berdasarkan substansi perkembangan kebutuhan pemberantasan korupsi
tetapi lebih kepada alasan pergantian kepemimpinan saja. Ini tercermin pada
rencana strategis tahun 2011-2015. Rencana strategis tersebut adalah sebuah revisi
dari rencana strategis sebelumnya yang sudah dicanangkan yakni Renstra KPK
2010-2014. Revisi dilakukan karena perubahan visi, misi, tujuan, serta sasaran
strategis dari pimpinan KPK itu sendiri. Inkonsistensi ini lebih mengarahkan
kepada ketidakefektifan kinerja dari KPK daripada keefektifannya, jika dilihat
dari hasil kinerja pemberantasan korupsi secara umum.
Konsistensi dan kesinambungan yang diharapkan baru muncul pada
periode terakhir kepemimpinan KPK yakni melalui rancangan Road Map KPK
dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia Tahun 2011-2023. Dalam rancangan
tersebut, dirancang bagaimana rencana KPK dalam tiga fase dari mulai tahun
2011 lalu hingga nanti tahun 2023. Rancangan ini dibentuk tentunya dengan
harapan bahwa dengan adanya pergantian kepemimpinan selanjutnya, maka
pemimpin selanjutnya akan patuh dan konsisten kepada rancangan jangka panjang
ini. Apabila ternyata di kepemimpinan berikutnya tidak mengikuti strategi jangka
panjang ini, maka akan sia-sia saja rancangan road map ini disusun. Pergantian
strategi yang tidak sesuai dengan road map ini sebenarnya sangat mungkin terjadi
mengingat budaya periode-periode sebelumnya yang selalu mengganti visi, misi,
serta strateginya sesuai dengan apa yang diinginkan oleh kepemimpinan baru
KPK.

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


80

4.2.3 Strategi Teknis

Tabel 4.5. Perbandingan Strategi Teknis

ICAC KPK
1) Seleksi pegawai 1) seleksi pegawai
Di masa awal, pegawai diambil dari perwira Di masa awal, pegawai diambil dari institusi
polisi inggris, polisi senior Hong Kong yang kepolisian dan kejaksaan untuk menutup
terpercaya, serta pemuda Hong Kong yang kebutuhan penyidik dan penuntut. Saat ini,
diseleksi ketat dan diselidiki latar belakangnya. masih terdapat pegawai dari dua institusi
Sampai sekarang, pegawai ICAC diseleksi tersebut. KPK juga melakukan seleksi sendiri
secara ketat sesuai standar yang sama. (Indonesia Memanggil) dengan standar tes
Commissioner ditunjuk oleh Dewan Negara yang cukup tinggi dengan skala kualitas nilai 1-
Republik Rakyat Cina berdasarkan 4. Ketua KPK diseleksi oleh tim seleksi dan
rekomendasi dari Chief Executive Hong Kong melalui proses fit and proper test di DPR
2) Kepegawaian 2) Kepegawaian
- klasifikasi pegawai direktorat, CACO, - klasifikasi pegawai tetap, pegawai
CACI serta pegawai negeri dengan negeri yang diperkerjakan, pegawai tidak
gelar tambahan CAC tetap (kontrak)
- gaji CACO dan CACI berbeda dengan - gaji pegawai KPK lebih besar dari
pegawai negeri (ICAC Pay Scale) pegawai instansi pemerintah lain
- peningkatan karir sesuai prestasi, - zero tolerance terhadap perbuatan
reward and punishment terhadap korupsi yang dilakukan oleh pegawainya
pegawai
3) Wilayah Kasus 3) Wilayah Kasus
Seluruh kasus korupsi - melibatkan penyelenggara negara atau orang
yang terkait dengan korupsi yang dilakukan
pemyelenggara negara
- Meresahkan masyarakat
- kerugian negara minimal Rp 1 Miliar
4) Akuntabilitas 4) Akuntabilitas
- Bertanggung jawab kepada Chief - Bertanggung jawab kepada publik
Executive - Penerbitan Laporan Tahunan KPK
- Penerbitan ICAC Annual Report - Survei Persepsi Masyarakat
- ICAC Annual Survey
5) Pengawasan Internal 5)Pengawasan Internal
- Advisory Committee on Corruption - Penasihat KPK
- Internal Investigation and Monitoring - Direktorat Pengawasan Internal
Group

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


81

Tabel 4.5. (Sambungan)

ICAC KPK
- Operation Review Committee, Corruption
Prevention Advisory Committee, Citizens
Advisory Committee on Community Relation
- ICAC Complaints Committee
6) Fasilitas dan Keterjangkauan 6) Fasilitas dan Keterjangkauan
- gedung mewah dengan fasilitas canggih - gedung dengan kapasitas terbatas di
di North Point dengan 7 kantor cabang Kuningan tanpa kantor cabang
Sumber: Diolah dari berbagai sumber oleh peneliti

Selain strategi tertulis yang telah dipublikasi oleh masing-masing lembaga


dalam paparan rencana strategis, terdapat pula strategi yang disusun terkait
dengan sistem kelembagaan. Dalam tabel perbandingan di atas, poin paling
penting yang dijadikan perbandingan mencakup enam hal yakni bagaimana
mekanisme seleksi pegawai, mekanisme kepegawaian, wilayah kasus yang
ditangani, mekanisme akuntabilitas lembaga, pengawasan atau kontrol internal
dari masing-masing lembaga, dan yang terakhir mengenai fasilitas yang dimiliki
serta keterjangkauan lembaga terhadap wilayah yurisdiksinya. Dari beberapa poin
tersebut didapati beberapa persamaan dan perbedaan.
Mengenai bagaimana tiap lembaga melakukan pengisian pegawai, ICAC
dan KPK sama-sama memiliki sejarah mendatangkan pegawai baru dari lembaga
penegak hukum yang sudah ada sebelumnya. ICAC mendatangkan perwira
kepolisian dari Inggris dan dari polisi Hong Kong senior. Tentunya keduanya
diselidiki latar belakangnya demi menjamin integritas dan kejujuran. Hal ini
sangat vital karena kondisi Hong Kong saat itu yang cukup genting dan
membutuhkan gerakan yang total dari ICAC. Sementara itu, KPK mendatangkan
penyidik dari Kejaksaan dan Kepolisian. Seperti sudah dibahas di uraian
sebelumnya, hal ini sebenarnya memiliki potensi dampak negatif karena tidak
adanya jaminan integritas dan loyalitas dari pegawai yang didatangkan tersebut.
Kemudian selain mendatangkan pegawai dari lembaga penegak hukum yang
sudah ada, ICAC dan KPK sama-sama memiliki mekanisme seleksi pegawai yang
dilakukan secara mandiri. ICAC selalu membuka lowongan yang terbuka sesuai
dengan kebutuhan. Calon pegawai dapat sewaktu-waktu melihat pengumuman di

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


82

website ICAC dan mendapatkan secara jelas deskripsi pekerjaan yang dibuka serta
keterangan lainnya secara lengkap. Sementara itu, KPK secara rutin melakukan
rekrutmen yag dinamakan Indonesia Memanggil. IM sudah dilaksanakan
beberapa tahun dengan melakukan proses seleksi yang ketat. Standar yang
diberlakukan di kedua lembaga untuk menerima pegawai baru cukup tinggi.
Bahkan di KPK, apabila tidak ada calon yang berhasil memenuhi kualifikasi,
maka jabatan atau posisi yang ditawarkan tersebut akan tetap kosong. Akan tetapi,
yang menjadi persoalan adalah mekanisme pemilihan ketua lembaga. Di ICAC,
commissioner ditunjuk oleh Dewan Negara RRC setelah direkomendasikan oleh
Chief Executive. Dengan demikian, tidak ada kemungkinan terdapat intervensi
dari kalangan politisi dalam proses pemilihannya. Di KPK, untuk menjadi ketua
KPK harus mengikuti fit and proper test di Komisi III DPR. Hal ini membuka
peluang terjadinya intervensi kepentingan kelompok politik tertentu karena DPR
berisi wakil-wakil partai politik.
Status pegawai di ICAC dan KPK secara garis besar sama. Pegawai utama
dari kedua lembaga bukanlah berstatus pegawai negeri pemerintah melainkan
pegawai yang bersifat independen dimiliki oleh lembaga. Pegawai ICAC sebagian
besar adalah pegawai tingkatan CACO dan CACI dengan keterikatan kontrak
kerja dan pegawai negeri yang juga dipekerjakan di ICAC. Di KPK, selain
pegawai tetap, terdapat pegawai kontrak dan pegawai negeri yang dipekerjakan.
Tingkatan tertinggi adalah pegawai tetap KPK. Pegawai kontrak dan pegawai
negeri yang dipekerjakan dapat naik menjadi pegawai tetap.
Mengenai gaji, keduanya juga sama-sama memiliki gaji yang berada di
atas pegawai negeri biasa di masing-masing negara. Aturan yang dijalankan juga
sama-sama ketat, yakni penerapan reward and punishment. Ketika salah satu
pegawai dari kedua lembaga terbukti melakukan korupsi, akan segera diproses
tanpa diberi kelonggaran. Dengan demikian, secara kepegawaian kedua lembaga
tersebut secara garis besar menerapkan kebijakan yang sama.
Poin berikutnya yakni tentang wilayah kasus menunjukkan adanya
perbedaan yang sangat mencolok. ICAC berwenang menangani kasus korupsi
yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan yang terkait dengan korupsi yang
dilakukan oleh penyelenggara negara, sama dengan kewenangan yang dimiliki

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


83

oleh KPK. Namun, KPK memiliki tambahan syarat yakni kasus tersebut termasuk
dalam kategori meresahkan masyarakat banyak dan dengan potensi kerugian
sebesar minimal Rp 1 Miliar. Dua persyaratan tambahan ini cukup menarik untuk
ditelaah lebih lanjut. Poin pertama adalah korupsi tersebut haruslah mendapat
perhatian sehingga meresahkan masyarakat. Hal ini sebenarnya cukup terdengar
ganjil dan dapat dipertanyakan. Secara akal sehat, apakah ada masyarakat yang
tidak resah apabila aparatur negaranya melakukan korupsi? Apakah masyarakat,
yang membayar pajak dan menggantungkan harapan perbaikan negara pada
pejabat-pejabat pemerintahan, tidak resah jika mengetahui bahwa uang yang
mereka berikan lewat pajak ternyata justru diselewengkan? Tentunya warga
negara yang waras akan merasa resah dan terganggu dengan hal ini. Lagipula,
tidak terdapat adanya indikasi dan parameter yang jelas mengenai perkara korupsi
yang meresahkan masyarakat dan tidak meresahkan masyarakat. Perkara yang
meresahkan masyarakat biasanya adalah perkara korupsi yang besar sehingga
media kemudian memberitakannya kepada khalayak luas sehingga masyarakat
mengetahui dan mencium kasus tersebut. Apabila kasus tersebut secara kebetulan
tidak tercium oleh media dan tidak diberitakan, apakah masyarakat akan resah?
Bagaimana bisa masyarakat resah apabila bahkan mereka sendiri tidak
mengetahui kasus korupsi sedang terjadi?
Jika dilihat lebih dalam, hal ini sebenarnya merupakan sebuah celah
hukum yang dapat dimanfaatkan baik oleh pelaku korupsi maupun penegak
hukum di KPK yang mau diajak bekerjasama. Poin kedua adalah mengenai
jumlah minimal kerugian yang diderita oleh negara yang berada di angka minimal
Rp 1 Miliar. Kasus korupsi yang jumlah kerugiannya di bawah angka tersebut
merupakan kewenangan dari penegak hukum lain. Persoalannya, dalam
menangani suatu kasus korupsi, jumlah kerugian hanya dapat ditaksir dan
tentunya angka taksiran tersebut belum tentu tepat jika belum mendapat cukup
bukti dan putusan. Adanya pembagian peran berdasarkan jumlah kerugian
tersebut mungkin memang didasari oleh tujuan efisiensi agar beban kerja KPK
yang masih terbilang lembaga baru tidak terlalu banyak atau dengan alasan agar
tercipta wilayah kasus bagi penegak hukum lain untuk ditangani. Apapun

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


84

alasannya, yang jelas hal ini perlu implementasi yang rapi di lapangan agar tidak
tercipta konflik antar penegak hukum dan KPK.
Poin berikutnya yang juga menjadi pokok dari strategi kedua lembaga
adalah mengenai akuntabilitas. Secara garis besar, ICAC dan KPK memiliki
mekanisme akutabilitas yang sama yakni adanya laporan tahunan serta survei
tahunan. ICAC bertanggung jawab langsung kepada Chief Executive Hong Kong,
sedangkan KPK bertanggung jawab kepada publik dan juga harus menyampaikan
laporan secara terbuka dan berkala kepada Presiden RI, Dewan Perwakilan
Rakyat, serta Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam melakukan tanggung jawabnya
kepada publik, KPK harus melakukan audit terhadap kinerja dan keuangannya,
menerbitkan laporan keuangan, serta membuka akses informasi. Jika hanya
bertanggung jawab kepada publik maka sebenarnya terjadi kerancuan di poin ini.
Makna publik sangat luas. Jika hanya dianggap bahwa mengaudit, menerbitkan
laporan tahunan, dan membuka akses informasi, maka kontrol dari publik atas hal
tersebut sebenarnya kurang kuat. Presiden dan jajaran DPR serta BPK yang
menerima laporan secara terbuka dan berkala tidak dapat dianggap sebagai sebuah
pengontrol atas KPK karena KPK tidak bertanggung jawab pada mereka.
Di satu sisi, independensi ini berarti bahwa KPK adalah lembaga yang
tidak dicampuri oleh campur tangan pihak manapun dan dengan demikian bekerja
tanpa adanya kepentingan luar yang bermain. Akan tetapi jika melihat
keberhasilan ICAC yang memiliki tanggung jawab langsung pada pemimpin
tertinggi Hong Kong, maka sebenarnya kontrol dari pemimpin yang lebih tinggi,
jika diiringi pengawasan dari luar yang kuat seperti ICAC di Hong Kong akan
membuat KPK lebih disiplin dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi.
Seandainya di dalam tubuh KPK sendiri terdapat perbuatan korupsi, maka KPK
akan sangat bebas dan hanya perlu menyerahkan laporan pada publik melalui
laporan tahunan yang kemungkinan terburuknya dapat dimanipulasi dan kepada
presiden, DPR, dan BPK tanpa perlu bertanggung jawab pada siapapun secara
langsung.
Bagaimana tentang pengawasan internal di dalam tubuh kedua lembaga?
Pada poin pengawasan internal ini, ICAC lebih maju karena memiliki mekanisme
pengawasan internal yang lebih lengkap. Di setiap tingkatan struktur, ICAC

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


85

memiliki komite pengawas dan pemberi saran yang beranggotakan unsur-unsur


yang independen, contohnya dari unsur masyarakat. Pengawasan ICAC dan
commissioner dilakukan oleh komite tersendiri, begitu juga di tiap departemen.
Seluruh departemen memiliki komite pengawas sendiri sehingga tugas
pengawasan dapat dilakukan secara lebih spesifik dan terfokus. Pada KPK, hanya
terdapat penasehat KPK dan Direktorat Pengawasan Internal yang berada di
bawah naungan Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.
Sistem pengawasan ini dapat dikatakan kurang memadai karena melihat besarnya
struktur KPK, satu direktorat saja yang kedudukannya bahkan berada di bawah
satu Deputi Bidang tidak akan cukup optimal dalam melakukan pengawasan
terhadap seluruh jajaran KPK. Hal ini harus digaris bawahi, karena pengawasan
internal adalah sesuatu yang penting dalam setiap lembaga agar tidak terjadi
penyelewengan di dalam lembaga itu sendiri.
Yang terakhir, perlu dicermati mengenai fasilitas dan keterjangkauan dari
ICAC dan KPK. ICAC sudah beberapa kali berpindah gedung sejak awal berdiri.
Kepindahan gedung tersebut dimaksudkan untuk menambah kapasitas dan
kualitas fasilitas gedung sehingga dapat mendongkrak kinerja ICAC itu sendiri.
Saat ini, ICAC menempati gedung yang sangat canggih dengan fasilitas mewah
yang berlokasi di North Point, lokasi yang strategis di Hong Kong. Fasilitas yang
terdapat di dalam gedung tersebut digunakan semaksimal mungkin untuk
menjalankan strategi-strategi ICAC. Kepindahan kantor ICAC ke arah yang
semakin baik dari waktu ke waktu menunjukkan bahwa pemerintah Hong Kong
benar-benar mendukung upaya ICAC dalam memberantas korupsi. Selain kantor
pusat, ICAC juga memiliki tujuh kantor cabang yang tersebar di seluruh wilayah
strategis di Hong Kong. Hal ini memungkinkan ICAC untuk lebih menjangkau
setiap sudut Hong Kong dan lebih dekat dengan masyarakat. Selain itu juga hal ini
menyebabkan tidak bertumpuknya beban kerja hanya di satu gedung kantor.
Sistem kantor pusat dan cabang-cabangnya ini berlaku di wilayah Pulau Hong
Kong yang cukup kecil. Oleh karena wilayahnya yang tidak terlalu luas, ditambah
lagi dengan adanya kantor cabang yang cukup banyak, menyebabkan ICAC tidak
menghadapi kesulitan untuk menjangkau seluruh elemen masyarakat Hong Kong.

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


86

Sementara itu, KPK hanya memiliki satu kantor di Jalan Rasuna Said di
wilayah Kuningan. Kantor ini tidak dapat disebut layak karena kapasitasnya yang
sudah terlalu penuh untuk menampung pegawai KPK. Saat ini, kapasitas gedung
sudah terlampaui oleh jumlah pegawai KPK sehingga membutuhkan gedung baru.
Wacana mengenai gedung baru ini sebenarnya telah bergulir di tahun 2012 namun
tidak tercapai karena beberapa alasan. Padahal, KPK sangat membutuhkan gedung
yang layak demi hasil kinerja yang optimal. Yang lebih parah lagi, KPK tidak
memiliki kantor cabang yang tersebar di wilayah Indonesia. Otomatis, untuk
melaksanakan operasi atau program pencegahan di daerah di luar Jakarta, KPK
harus mengeluarkan angggaran dan biaya untuk perjalanan dan akomodasi selama
di daerah tujuan. Dapat dibayangkan, dengan luas wilayah Indonesia yang sangat
luas, lembaga anti korupsi yang dimiliki hanya menempati satu gedung kecil di
Jakarta. Jangan harap bahwa KPK dapat menjangkau seluruh elemen masyarakat
secara berkesinambungan di seluruh pelosok Indonesia, karena memang secara
nyata hal tersebut sangat sulit dengan keterbatasan yang dihadapi saat ini. Tentu
sangat tidak efisien jikaanggaran yang terbatas terlalu banyak digunakan untuk
sekedar membiayai transportasi serta akomodasi pegawai KPK jika ingin pergi ke
daerah. Padahal, menyentuh wilayah di luar Jakarta sangat penting bagi KPK jika
ingin memberantas korupsi secara holistik dan secara sistemik.

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


87

4.3 Strategi Umum Jangka Panjang

Tabel 4.6. Perbandingan Strategi Umum Jangka Panjang


ICAC KPK
1) fase pertama, 1974 hingga 1980an 1) 2003-2011
Fokus pada membangun kepercayaan Visi dan misi serta strategi umum
dan Legislasi disesuaikan seiring pergantian periode
2) fase kedua, 1980-an awal hingga awal kpemimpinan
1990-an 2) road map 2011-2023
Fokus pada pemberian layanan dan Fokus pada penanganan kasus besar dan
informasi penguatan Apgakum, sektor strategis,
3) fase ketiga, 1990-an hingga sekarang sistem integrasi nasional, fraud control
Fokus pada peningkatan keteladanan
pemimpin, meningkatkan rasa memiliki,
membangun kemitraan antar lembaga
publik

Sumber: Diolah dari berbagai sumber oleh peneliti

Dari tabel perbandingan di atas, sudah cukup jelas bahwa ICAC memiliki
strategi jangka panjang yang dijalankan secara berkesinambungan sementara KPK
tidak memilikinya. ICAC membagi strategi jangka panjang tersebut ke dalam tiga
fase. Tiap fase ini disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan dari masyarakat
Hong Kong. Pada fase pertama, ICAC lebih fokus pada pembangunan
kepercayaan, karena saat itu ICAC masih merupakan lembaga yang baru dan
masyarakat masih didera rasa putus asa karena sebelumnya institusi kepolisian
begitu rusak oleh perilaku korupsi. Di fase kedua, arah fokus berganti kepada
pemberian layanan dan informasi kepada sektor privat dan publik agar tercipta
sistem internal yang tidak membuka jalan bagi terjadinya korupsi. Kemudian di
fase ketiga hingga sekarang, ICAC lebih berfokus pada bagaimana menciptakan
peningkatan keteladanan pemimpin, meningkatkan rasa memiliki di antar
pegawai-pegawai pemerintah, serta membangun kemitraan antar lembaga publik.
Meskipun terjadi pergantian kepemimpinan secara berkala di dalam
struktur ICAC, strategi jangka panjang tersebut tetap dijadikan fokus utama
hingga kini. Strategi jangka panjang KPK hanya tersusun pada tahun 2011, yang
rencananya akan dijalankan hingga tahun 2023 nanti. Dengan demikian, strategi

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


88

yang dirancang untuk jangka panjang ini belum terbukti apakah benar-benar
dijalankan atau tidak. Sebelumnya, selalu terjadi pergantian strategi secara
sendiri-sendiri antar pemimpin KPK. Setiap pimpinan memiliki fokus yang
berbeda sehingga tidak tercipta kesinambungan dalam hal pemberantasan korupsi
di Indonesia.
Semestinya KPK dapat mencontoh ICAC dalam hal ini sejak awal masa
pembentukannya. Namun yang terjadi, baru di tahun 2011 hal ini dirancang.
Meskipun demikian, keterlambatan masih lebih baik daripada tidak sama sekali.
Yang harus dilakukan sekarang oleh pimpinan KPK adalah memastikan bahwa
strategi jangka panjang yang telah disusun tersebut akan dijalankan oleh periode
kepemimpinan berikutnya. Jika melihat dari jangka waktunya, maka setidaknya
akan terjadi dua kali lagi pergantian ketua dan wakil ketua KPK. Dengan
demikian, apabila nanti Abraham Samad kembali terpilih, masih ada satu periode
lagi di saat Abraham tidak dapat memegang jabatan ketua KPK untuk ketiga
kalinya, dan saat itu akan muncul ketua baru.

4.4 Hasil Kerja

4.4.1 Ringkasan Laporan Tahunan (2007-2011)

4.4.1.1 Penindakan dan Operasi

Tabel 4.7. Perbandingan Hasil Penindakan dan Operasi


ICAC KPK
1) Investigasi Proaktif 1) selain melakukan penyelidikan,
- penindaklanjutan ratusan laporan terkait penyidikan, dan penuntutan, juga
pemilihan umum melakukan koordinasi dan supervisi
-peningkatan penggunaan informan dan penanganan TPK yang dilakukan
intelijen yang efektif kepolisian dan kejaksaan
- Quick Respond Team 2) koordinasi dilakukan dengan kejaksaan
2) Kerjasama lembaga domestik, internasional dan kepolisian berbagai daerah
- pertukaran informasi dan pengalaman 3) pemantauan penerimaan surat perintah
dengan penegak hukum RRC dan negara lain dimulainya penyidikan (SPDP) dari
-pelatihan bersama dengan penegak hukum kepolisian dan kejaksaan
negara lain 4) KPK Online MonitoringSystem
- merancang program kerjasama dengan 5) pengembangan asset tracing dan IT

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


89

Tabel 4.7. (Sambungan)


ICAC KPK
Macau dan RRC Forensic
- koordinasi dengan kontak-kontak
tertentu di sektor privat maupun publik untuk
memperoleh informasi terkini
3) Hubungan jaringan internasional
- Aktif dalam menindaklanjuti UNCAC
- ratusan kunjungan dari penegak hukum
negara lain setiap tahun
- mengikuti dan menyelenggarakan banyak
konferensi anti korupsi internasional
4) teknologi dan spesialisasi kemampuan
- optimalisasi Computer Forensic Section
(CFS) serta Financial Investigation Section
(FIS)
- Kepindahan ke gedung baru, peningkatan
fasilitas, peralatan, dan profesionalisme
pegawai

Sumber: Diolah dari berbagai sumber oleh peneliti

Dari tabel perbandingan di atas dapat terlihat bahwa ICAC memiliki pola
penindakan yang sesuai dengan rencana strategis yang telah ditetapkan di awal.
ICAC memaparkan program-program yang telah dilakukan yang semuanya
didasari oleh rencana strategis. Sementara itu, KPK pada laporan tahunannya
lebih banyak memaparkan tentang bagaimana KPK berkoordinasi dengan penegak
hukum lain di dalam sistem peradilan. Selain itu KPK juga lebih banyak
memaparkan laporan penindakan seperti penyidikan dan penuntutan, serta
menonjolkan informasi mengenai kegiatan supervisi yang telah dilakukan
terhadap Kejaksaan dan Kepolisian.
Mengenai strategi yang dijalankan, terdapat kesamaan yakni misalnya
peningkatan optimalisasi pelacakan kasus, yang dicerminkan dari quick respond
team dan kerjasama dengan kontak tertentu di sektor privat dan publik di ICAC
dan online monitoring system di KPK. Keduanya adalah pola penindakan yang
dilakukan untuk melacak terjadinya kasus secara cepat. Kemudian, dalam hal

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


90

spesialisasi kemampuan penyidik, kedua lembaga memiliki fokus yang sama


yakni dalam hal investigasi keuangan dan forensik komputer. Di ICAC,
pengembangan ini dapat dilihat pada optimalisasi CIS dan FIS, sedangkan pada
KPK terletak pada pengembangan asset tracing dan IT Forensic. Kesamaan ini
hal yang wajar karena keduanya memang sebuah kemampuan yang sangat penting
dalam melakukan investigasi perkara korupsi. Sektor penindakan ICAC juga
didukung oleh fasilitas yang baik dan terkini. Gedung baru memberikan banyak
peningkatan teknologi dan sokongan terhadap proses penindakan yang dilakukan.
Salah satu perbedaan antara pemaparan laporan tahunan ICAC dan KPK
dalam hal penindakan adalah bahwa ICAC banyak menjabarkan teknik-teknik
penindakan ynag dilakukan secara luas, sedangkan KPK lebih banyak
memaparkan angka statistik. Dari hasil laporan tahunan tersebut dapat dilihat
bahwa ICAC memiliki banyak cara dan metode penindakan, lebih banyak dari
KPK. Kemudian, jika dikaitkan dengan keterjangkauan yang dimiliki oleh ICAC
yang dapat menyentuh seluruh sudut Hong Kong, maka terlihat bahwa memang
KPK memiliki kelemahan dalam hal keterjangkauan. Strategi yang dilakukan oleh
KPK memang sudah baik, mirip dengan yang dilakukan di Hong Kong. Akan
tetapi, strategi tersebut dijalankan tidak di seluruh sudut instansi dan lembaga
publik seluruh Indonesia. Ini salah satunya yang menjadi hambatan bagi proses
penindakan yang dilakukan oleh KPK.

4.4.1.2 Pencegahan

Tabel 4.8. Perbandingan Hasil Pencegahan


ICAC KPK
1)prosedur serta kontrol yang optimal 1) optimalisasi pendaftaran dan pemeriksaan
untuk mencegah korupsi LHKPN
- pembentukan divisi khusus untuk 2) penanganan gratifikasi
memberikan saran secara berkala kepada - sosialisasi, penyuluhan, tentang gratifikasi
institusi pemerintah - peningkatan jumlah pelaporan gratifikasi
- bekerjasama dengan stakeholder sektor secara signifikan dan telah dilakukan
privat untuk menjaga pola perusahaan agar pemeriksaan atasnya
terhindar dari korupsi 3) Penelitian dan Pengembangan
- menawarkan pelatihan anti korupsi pada - kajian atas pelayanan terpadu pemerintah
badan-badan pemerintah dalam bentuk buku, CD interaktif, dan

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


91

Tabel 4.8. (Sambungan)


ICAC KPK
2) pemeriksaan mendalam pada area VCD
rawan Korupsi - penelitian persepsi masyarakat tentang
- penelitian tentang korupsi di instansi KPK
pemerintahan - kajian atas berbagai masalah institusi
3) saran yang tepat waktu (pencegahan Negara
sejak awal) 4) Monitoring
- Advisory Service Group, konsultasi - SPAK (sektor privat) masih terbatas
gratis bagi lembaga swasta pada BUMN, saat ini baru terealisasi
- membuat modul praktis pencegahan pada 4 BUMN
korupsi - PIAK (sektor publik), pada tahun 2011
bagi para stakeholder sektor privat telah mencapai 18 kementerian/lembaga
-ICAC menciptakan metode yang dapat dan 11 Pemda
dimanfaatkan oleh perusahaan untuk - KPK Whistleblower System, telah
mengawasi kerja para pegawainya dalam dilakukan pada enam instansi
hal pencegahan korupsi 5) Trigger Activities
- lebih dari 300 saran telah diberikan kepada - E-Announcement
berbagai instansi pemerintah per tahun - Konferensi Nasional Pemberantasan
- eksaminasi kerentanan badan-badan Korupsi
publik dan lembaga pemerintah dan - pertemuan rutin tiap 2 minggu dengan
memberi saran untuk meminimalkan BPK, Mahkamah Agung, Depkeu, dan
terjadinya korupsi Kemeneg PAN
4) kerjasama dengan manajemen sektor - MoU dengan Kepolisian dan Kejaksaan
privat dan publik - Zona Integritas, Wilayah Bebas Korupsi
- pembentukan Civil Service Bureau (CSB) - Studi Prakarsa Anti Korupsi dan
- Ethic Officer di berbagai instansi Peniliaian Inisiatif Anti Korupsi
pemerintah, bekerjasama denga CSB - koordinasi dan evaluasi dengan 11 jenis
- seminar dan workshop instansi pelayanan publik di daerah
- program pencegahan di perusahaan besar (telah berjalan 30 kegiatan di 10
serta kecil dan menengah Hong Kong provinsi)
- “after sales”, follow up setelah 6) Follow Up
memberikan saran kepada berbagai - pemantauan hasil rekomendasi di beberapa
instansi instansi
7) kerjasama dengan lembaga dari negara lain
- GTZ, EU, ADB
- Lembaga anti korupsi negara lain
- kerjasama dengan ASEAN
Sumber: Diolah dari berbagai sumber oleh peneliti

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


92

Dari tabel hasil laporan pencegahan yang telah dilakukan oleh kedua
lembaga, sebenarnya dapat disimpulkan bahwa kedua lembaga sama-sama
memiliki program-program pencegahan yang serupa. Tiga poin penting yang
menjadi inti dari pencegahan oleh kedua lembaga adalah adanya kerjasama
dengan sektor privat, publik, serta dengan lembaga internasional, adanya
pengkajian atas penyebab korupsi di berbagai sektor, serta adanya kontrol dan
follow up dari lembaga terhadap hasil rekomendasi yang telah diberikan pada
sasaran pencegahan.
Secara garis besar, kedua lembaga sudah memiliki pola yang sama dalam
hal pencegahan. Akan tetapi, karena KPK memiliki satu tambahan tugasyang
tidak dimiliki oleh ICAC yakni fungsi trigger mechanism, maka KPK banyak
memiliki program tambahan dalam kaitannya dengan optimalisasi fungsi
tambahan tersebut.
Masalah yang dapat dilihat pada umumnya sama dengan yang telah
dibahas sebelumnya yakni mengenai pola keterjangkauan. Pencegahan adalah
sektor yang penting, dan sangat membutuhkan adanya keterjangkauan terhadap
seluruh lapisan elemen dan wilayah di negaranya jika ingin mendapatkan hasil
yang efektif dan progresif. Di Hong Kong, tentu saja penanganannya dilakukan
secara menyeluruh mengingat ICAC memiliki tujuh buah kantor cabang, dan luas
wilayahnya pun cukup kecil sehingga memudahkan untu dijangkau. KPK tidak
memiliki kelebihan itu semua sehingga dapat dilihat dari laporan tahunan bahwa
program-program pencegahan KPK hanya mampu berjalan pada beberapa
institusi saja. Sebagai gambaran, lihatlah program SPAK dan PIAK. Kedua
program tersebut sangat bagus untuk diterapkan sebagai bagian dari pola
pencegahan. Akan tetapi, jumlah instansi publik maupun swasta yang dijadikan
sasaran masih sangat terbatas. Ini dikarenakan masih adanya keterbatasan KPK
dalam keterjangkauan. Dari ratusan badan publik serta privat/swasta, jumlah yang
berhasil dijalankan program SPAK dan PIAK dapat dihitung dengan jari. Tentu
saja pencegahan dengan pola kuantitas yang amat minim seperti ini tidak banyak
memberikan dampak secara makro.
Dalam melakukan porsi pencegahan, KPK juga masih membatasi diri pada
pencegahan di sekitar badan atau instansi milik pemerintah. Sektor privat yang

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


93

menjadi sasaran juga masih berkutat pada BUMN dan belum menyentuh pihak
swasta secara murni. Padahal, pihak swasta juga harus diberikan pemahaman yang
baik agar tidak mencoba-coba bermain dengan pejabat di sektor publik. Ini hal
yang penting karena secara umum, korupsi harus diberantas secara sistem tanpa
ada satu bagian pun yang dilewatkan. Melihat kondisi saat ini, rupanya KPK
masih belum mampu menjalankannya secara menyeluruh.

4.4.1.3 Pendidikan dan Hubungan Masyarakat

Tabel 4.9. Perbandingan Hasil Pendidikan dan Hubungan Masyarakat


ICAC KPK
1) penggunaan media massa 1) Sosialisasi pengaduan masyarakat
- pembuatanwebsite tematik serta video 2) Dukungan media terhadap KPK, lokakarya
pelatihan bagi para pemilik perusahaan bagi jurnalis
- drama televisi “ICAC Investigators 2007” 3) Kampanye anti Korupsi di beberapa kota
- melakukan sosialisasi pemilihan umum yang 4) mobil layanan masyarakat di Jakarta dan
bersih lewat media massa seperti TV, radio, Jawa Barat
koran, dll 5) perpustakaan KPK
2) kontak langsung dengan masyarakat 6) Pendidikan anti korupsi
- ribuan orang memadati hari anti korupsi - pelaksanaan program Train of Trainers
internasional 9 Desember dengan sasaran mahasiswa
- mobile exhibition vehicle - mahasiswa hasil TOT memberi pendidikan
- lomba membuat iklan anti korupsi anti korupsi pada siswa SMA, SMP, dan
- konferensi pers SD. Hal ini telah dilakukan di beberapa
- ICAC Mobile Exhibition Truck kota
3) penyesuaian kebutuhan sasaran - FGD dengan mahasiswa
- Youth Summit - buku dongeng anti korupsi untuk siswa
- ICAC Ambassadors untuk kalangan TK
Mahasiswa - kampanye dan sosialisasi lewat media
- pemberian materi anti korupsi kepada lebih massa, iklan TV, film, dan radio
dari 2000 mahasiswa baru tiap tahun - menyebarkan konsep warung kejujuran
- modul materi anti korupsi untuk pelajar - menyelenggarakan acara tahunan
- buku cerita elektronik berisi pesan moral peringatan hari anti korupsi 9 Desember
untuk anak-anak yang didistribusikan ke - penggalangan kerjasama pemberantasan
seluruh taman kanak-kanak dan SD korupsi dengan komunitas dan LSM
- spesifikasi sasaran pendidikan - Diklat dan seminar di daerah, 400
undangan yang dapat dipenuhi dari 600
undangan

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


94

Tabel 4.9. (Sambungan)


ICAC KPK
- Anti Corruption Learning Center
- website KPK (informasi, majalah digital
Integrito)
- Acara- acara dengan partisipasi
masyarakat bertemakan anti korupsi
Sumber: Diolah dari berbagai sumber oleh peneliti

Dari segi pendidikan masyarakat, ICAC dan KPK memiliki banyak sekali
kemiripan program. Mulai dari program penyuluhan pada berbagai kalangan,
penggunaan media massa sebagai cara sosialisasi, serta penggalangan dukungan
masyarakat melalui acara-acara bertemakan anti korupsi. ICAC dan KPK bahkan
juga sama-sama memiliki kendaraan yang berfungsi sebagai sosialisator nilai-nilai
anti korupsi. Tidak perlu lagi rasanya secara spesifik membahas satu persatu
perbandingan program-program yang telah dijalankan karena sangat serupa.
Akan tetapi, sama seperti permasalahan yang telah dibahas sebelumnya
pada sisi penindakan dan pencegahan, keterjangkauan KPK terhadap keseluruhan
sektor dan lapisan masih amat minim. KPK tidak mampu menjangkau seluruh
wilayah di Indonesia secara intensif dan berkesinambungan karena masih
terkendala jarak dan keterbatasan. Seandainya KPK memiliki cabang-cabang di
daerah, maka tentu KPK akan mampu melaksanakan program-programnya secara
lokal dan intensif seperti yang dilakukan oleh ICAC.
Tujuan dari pendidikan anti korupsi salah satunya adalah meningkatkan
awareness masyarakat mengenai tindak pidana korupsi di sekitarnya dan
menumbuhkan semangat bersama pemberantasan korupsi karena pemberantasan
korupsi tidak mungkin dilakukan tanpa adanya dukungan dari masyarakat. Karena
KPK tidak melakukan pendidikan anti korupsi yang dapat menjangkau seluruh
lapisan masyarakat secara intensif dan berkesinambungan, maka tujuan tersebut
tidak tercapai secara baik. Hal ini dapat dilihat misalnya dari atensi masyarakat
pada acara-acara bertemakan anti korupsi yang diselenggarakan, misalnya pada
perayaan Hari Anti Korupsi Sedunia pada 9 Desember. Di Hong Kong, acara
semacam ini dihadiri oleh ribuan warga yang antusias. Sedangkan di Indonesia,
jumlah pengunjung yang memadati jauh lebih sedikit. Ini menunjukkan bahwa di

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


95

masyarakat belum terbentuk sikap kepedulian pada isu anti korupsi secara penuh
dan belum semua percaya dengan kapabilitas KPK dalam menangani korupsi.
Survei yang dilakukan oleh KPK (Survei Persepsi Masyarakat) sendiri
menunjukkan bahwa masyarakat tidak secara bulat memiliki kepercayaan pada
KPK. Padahal di Hong Kong, hasil survei tahunan telah menunjukkan bahwa
masyarakat mendukung ICAC hampir secara bulat.

4.4.1.4 Jumlah Pegawai dan Anggaran

Tabel 4.10. Perbandingan Jumlah Pegawai dan Anggaran


ICAC KPK
1) 2007 1) 2007
- Jumlah pegawai 1200, Departemen Operasi – - Jumlah pegawai 449, Penindakan – 120,
856, Departemen Pencegahan Korupsi – 55, pencegahan – 80, PPIM – 45, Setjen – 73,
Departemen Hubungan Masyarakat - 169, lain-lain – 131
Administrasi – 120 - Anggaran Rp 247 M, bagian penindakan
- Anggaran 641,5 juta HKD, bagian Rp 30,7 M; pencegahan Rp 20,5 M; setjen
pencegahan 47,3 juta Rp 139,6 M; PPIM Rp 4,3 M; INDA Rp
HKD; operasi 537 juta HKD; pendidikan 57,2 52,3 M
juta HKD
2) 2008 2) 2008
- Jumlah pegawai 1263, Departemen Operasi - Jumlah pegawai 540, Penindakan – 157,
– 936, Departemen Pencegahan Korupsi – 53, pencegahan – 107, PPIM – 59, Setjen –109,
Departemen Hubungan Masyarakat - 157, lain-lain – 108
Administrasi – 117 - Anggaran Rp 232,6 M, bagian penindakan
- Anggaran 691,1 juta HKD, bagian Rp 13,9 M; pencegahan Rp 18,2 M; setjen
pencegahan 52,3 juta Rp 147,2 M; PPIM Rp 5,4 M; INDA Rp
HKD, operasi 575,2 juta HKD, pendidikan 47,6 M
63,6 juta HKD
3) 2009 3) 2009
- Jumlah pegawai 1268, Departemen Operasi – - Jumlah pegawai 652, Penindakan – 187,
941, Departemen Pencegahan Korupsi – 51, pencegahan – 122, PPIM – 74, Setjen –129,
Departemen Hubungan Masyarakat - 159, lain-lain – 140
Administrasi – 117 - Anggaran Rp 315,2 M, bagian penindakan
- Anggaran 738,2 juta HKD, bagian Rp 24,2 M; pencegahan Rp 22,8 M; setjen
pencegahan 55,5 juta Rp 211,9 M; PPIM Rp 6,8 M; INDA Rp
HKD, operasi 615 juta HKD, pendidikan 49,3 M
67,7 juta HKD

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


96

Tabel 4.10. (Sambungan)


ICAC KPK
4) 2010 4) 2010
- Jumlah pegawai 1321, rincian tidak - Jumlah pegawai 638, Penindakan – 30,1%,
tercantum dalam laporan tahunan pencegahan – 18,3%, PPIM – 11,4%,
- Anggaran 814,2 juta HKD, rincian tidak Setjen –19,3%, lain-lain - 20,8%
tercantum dalam laporan tahunan - Anggaran Rp 431 M, bagian penindakan
Rp 24,85 M; pencegahan Rp 21,9 M;
setjen Rp 285,9 M; PPIM Rp 6,3 M;
INDA Rp 91,9 M
5) 2011 5) 2011
- Jumlah pegawai 1298, Departemen Operasi - Jumlah pegawai 752, Penindakan – 266,
– 947, Departemen Pencegahan Korupsi – 59, pencegahan – 136, PPIM – 76, Setjen –138,
Departemen Hubungan Masyarakat - 177, lain-lain – 136
Administrasi – 115 - Anggaran Rp 576 M, bagian penindakan
- Anggaran 875,5 juta HKD, rincian tidak Rp 25 M; pencegahan Rp 53,4 M; setjen
tercantum dalam laporan tahunan Rp 404 M; PPIM Rp 4,8 M; INDA Rp
89,1 M

Sumber: Diolah dari berbagai sumber oleh peneliti

Dari perbandingan jumlah pegawai dan jumlah anggaran yang dimiliki


oleh ICAC dan KPK, terlihat bahwa berdasarkan alokasi pegawai, keduanya
sama-sama menitikberatkan pada porsi penindakan. Hal ini dirasa tepat, karena
pos tersebut adalah ujung tombak dalam menangani koruptor sehingga
membutuhkan sumber daya manusia yang banyak. Kemudian jika melihatnya dari
segi anggaran terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara kedua lembaga.
ICAC menitikberatkan anggarannya sesuai dengan jumlah pegawai yakni terpusat
pada penindakan. Anggaran untuk penindakan dialokasikan sangat besar, jauh
lebih besar dari anggaran departemen lain. Hal ini berbeda dengan yang dilakukan
oleh KPK. Terkait anggaran, KPK justru lebih mengalokasikan anggarannya
secara lebih besar pada segi administrasi yakni pada Sekretariat Jenderal, melebihi
bahkan keempat Deputi Bidang lain.
Dari perbandingan secara umum tentang jumlah anggaran dan jumlah
pegawai, terlihat bahwa secara jumlah, ICAC jauh berada di atas KPK. Hal ini
cukup memprihatinkan mengingat kondisi wilayah Hong Kong yang lebih kecil

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


97

cakupannya dari wilayah Indonesia. Dengan demikian maka perbandingan jumlah


pegawai dengan jumlah masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya amat jauh
antara ICAC dan KPK. Ini tentu saja menjadi satu hal yang perlu dikaji ualng.
Bagaimana mungkin segelintir orang mampu menangani ribuan kasus korupsi
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang begitu luas? Padahal di Hong
Kong saja yang memiliki luas wilayah yang kecil masih didukung oleh jumlah
pegawai yang banyak dan didukung pula oleh anggaran yang besar. Dapat
dibayangkan betapa besarnya perbedaan anggaran antara ICAC dan KPK yakni
hingga hampir dua kali lipat. Tentunya hal ini akan memiliki dampak pada
efektivitas pemberantasan korupsi di Indonesia.

4.4.2 Penilaian Kinerja (Corruption Perception Index)

Tabel 4.11. Perbandingan CPI


Hong Kong Indonesia
(ICAC) (KPK)
1) 2009 : 8,2 1) 2009 : 2,8
2) 2010 : 8,4 2) 2010 : 2,8
3) 2011 : 8,4 3) 2011 : 3,0
4) 2012 : 77 4) 2012 : 32
Sumber: Transparency International, diolah kembali oleh penulis

Hasil CPI inilah yang menjadi dasar pemikiran bahwa secara umum, Hong
Kong dipersepsikan sukses menangani masalah korupsi sedangkan di Indonesia
masih belum optimal. CPI yang dikeluarkan oleh lembaga Transparecy
International merupakan salah satu tolak ukur persepsi korupsi yang telah diakui
dan digunakan secara global. Angka penilaian ini menunjukkan perbedaan yang
sangat jauh antara kedua negara. Secara umum, terlihat bahwa peringkat
Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan Hong Kong.

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


98

4.5 Tantangan yang Dihadapi


Tabel 4.12. Perbandingan Tantangan yang Dihadapi

ICAC KPK
1) Potensi perubahan pola akibat 1) Wacana Pelemahan lembaga KPK dan
pergantian sistem negara 50 tahun “Kriminalisasi” pimpinan KPK
setelah tahun 1997 2) Tidak memiliki kapasitas untuk
2) Potensi terulangnya peristiwa “1990- menindaklanjuti rekomendasi
an” 3) Dianggap kurang maksimal dalam
menangani kasus dengan tersangka
pejabat senior
4) Dianggap kurang maksimal dalam area
pencegahan korupsi

Sumber: Diolah dari berbagai sumber oleh peneliti

Dalam perjalanan pemberantasan korupsi, setiap lembaga di dunia


memiliki tantangan-tantangannya tersendiri yang harus dihadapi. Tantangan yang
dihadapi oleh ICAC mencakup dua hal. Yang pertama adalah potensi perubahan
drastis yang akan terjadi apabila masa pemberlakuan sistem kenegaraan
demokratis seperti sekarang ini harus berakhir ketika masa perjanjiannya telah
habis. Apabila Hong Kong di kemudian hari berubah sistem kenegaraannya
menjadi sama dengan RRC, maka tentu akan ada perubahan dalam pola
pemberantasan korupsi yang terjadi. Ini dikhawatirkan akan memundurkan hasil
pencapaian yang telah diraih ICAC saat ini. Kemudian, perubahan sistem
kenegaraan juga dikhawatirkan akan kembali memicu terjadinya perubahan sosial
di masyarakat seperti yang terjadi pada masa 1990-an yang meningkatkan angka
korupsi secara signifikan akibat kekhawatiran atas peralihan kekuasaan dari
Inggris ke RRC di tahun 1997. Hal ini harus diantisipasi oleh ICAC.
Di Indonesia, tantangan yang dihadapi oleh KPK cukup banyak dan masih
dialami sampai sekarang. Diantaranya, isu yang beredar bahwa belakangan ini
KPK sedang diserang oleh berbagai pihak agar menjadi semakin lemah. Beberapa
tahun ke belakang, pimpinan KPK juga sempat terjerat hukum dan menjadi
tersangka. Bahkan salah satu ketua KPK sampai sekarang masih berada di balik
tembok lembaga pemasyarakatan. Meskipun isu tentang upaya pelemahan KPK
ini masih belum dapat dibuktikan, namun mau tidak mau hal ini akan menjadi

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


99

batu sandungan bagi KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia.


KPK harus memikirkan bagaimana agar isu ini tidak berlanjut dan upaya
pemberantasan korupsi yang sedang dijalankan tidak terganggu.
KPK juga dianggap tidak memiliki kekuatan untuk menindaklanjuti hasil
rekomendasinya yang telah diberikan kepada instansi-instansi pemerintah. Ini
adalah tantangan yang cukup berat mengingat dalam undang-undang yang
menjadi dasar hukum KPK, tidak secara jelas diatur mengenai kewajiban dan
sanksi terkait untuk menjalankan rekomendasi dari KPK. Saran dan masukan dari
KPK akan terasa sia-sia jika tidak benar-benar diikuti dan dijalankan oleh instansi
pemerintah yang terkait. KPK juga harus melakukan pengawasan terhadap
instansi tersebut agar memastikan perubahan benar-benar terjadi.
Tantangan berikutnya yang dihadapi adalah anggapan bahwa KPK tidak
berani menyentuh koruptor-koruptor kelas kakap, atau pihak yang sedang
berkuasa. Isu ini tentu saja muncul lantaran masyarakat tidak melihat ada gelagat
yang kuat dari KPK ketika menghadapi beberapa kasus yang diduga melibatkan
jajaran elit pemerintahan.
Berbagai tantangan yang muncul dan dihadapi oleh masing-masing
lembaga seharusnya dapat menjadi cambuk dan menumbuhkan inisiatif baru
dalam merumuskan strategi pemberantasan korupsi yang lebih efektif dan efisien.
Sewajarnya ICAC dan KPK dapat melihat tantangan tersebut secara positif agar
dapat menarik pelajaran untuk perbaikan kualitas di masa mendatang.

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


100

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan di bab sebelumnya, maka dapat


disimpulkan bahwa apabila ditarik sebuah perbandingan antara pola kerja ICAC
dan KPK, terdapat beberapa perbedaan pola yang menjadikan ICAC mampu
memberantas korupsi secara lebih baik di Hong Kong daripada KPK di Indonesia.
Secara garis besar, terdapat beberapa pola kerja yang sama, dan beberapa pola
kerja yang berbeda.
Dari segi dasar hukum, pemahaman latar belakang, hingga proses
pembentukan lembaga di masa awal, ICAC memiliki kelebihan dari KPK. Dasar
hukum yang digunakan ICAC lebih efektif sehingga tidak memunculkan celah
hukum dan hambatan bagi penerapannya. Dalam melihat akar permasalahan dan
kesesuaian dengan strategi awal yang dibangun, ICAC benar-benar merancang
strategi sesuai dengan kebutuhan dengan menyentuh akar permasalahan,
sedangkan apa yang dilakukan KPK tidak menyentuh akar masalah tersebut.
ICAC juga lebih baik dalam menyusun kebijakan perekrutan di awal
pembentukan, yakni dari cara mendapatkan pegawai baru yang lebih dapat
diandalkan dari KPK. Dari segi struktur lembaga, masing-masing memiliki
karakteristik yang berbeda yang memiliki keuntungan dan kerugian.
Kemudian, melihat perbandingan rencana strategis lembaga dan
penyusunan strategi jangka panjang, ICAC memiliki kelebihan yaitu lebih
terfokus dan efisien karena dilekatkan pada departemen yang sudah ditentukan.
Selain itu, rencana strategis dan jangka panjang KPK selalu berubah-ubah dan
tidak berjalan secara berkesinambungan.
Mengenai perbandingan strategi teknis, ICAC dan KPK memiliki
kesamaan dalam seleksi pegawai serta pengaturan kepegawaian. Akan tetapi jika
melihat ketentuan wilayah kasus yang ditangani, akuntabilitas, pengawasan
internal, serta fasilitas dan keterjangkauan, maka KPK masih amat tertinggal dari
ICAC. Akan tetapi, jika dilakukan kajian terhadap laporan tahunan masing-

89 Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


101

masing lembaga, sebenarnya ICAC dan KPK memiliki kesamaan pola strategi
yang dijalankan. Namun, yang dilakukan oleh ICAC lebih efektif karena
dilakukan dengan menjangkau seluruh sudut wilayah yurisdiksinya serta
menyentuh seluruh tingkatan masyarakat. KPK tidak mampu melaksanakannya
karena terkendala dengan keterbatasan tingkat keterjangkauan. Selanjutnya, jika
mencermati jumlah anggaran dan jumlah pegawai masing-masing lembaga, maka
ICAC masih berada di atas KPK, dengan jumlah anggaran dan pegawai yang jauh
lebih besar dari KPK.
Berbagai perbedaan pola kerja tersebut pada akhirnya tercermin secara
lugas dari hasil survei CPI oleh Transparency International yang menempatkan
Indonesia di jajaran peringkat bawah negara-negara terkorup dan menempatkan
Hong Kong di jajaran peringkat teratas bersama negara-negara bersih lainnya.
Meskipun begitu, masing-masing tetap memiliki permasalahan dan tantangan
masing-masing yang harus dihadapi serta dipersiapkan jalan keluarnya.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka


terdapat beberapa saran yang dapat menjadi pertimbangan bagi pemimpin KPK
dan pemerintah Indonesia untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Pertama, karena landasan hukum KPK dinilai masih belum efektif dan
belum dapat diandalkan untuk menjadi “senjata” ampuh seutuhnya, maka perlu
adanya perubahan atau pembaharuan undang-undang. Pembaharuan tersebut harus
dapat menutupi celah-celah hukum yang terbuka, bersifat mendukung, serta harus
mencakup keseluruhan dari kebutuhan-kebutuhan yang harus dimiliki KPK dalam
melakukan pemberantasan korupsi. Tentunya hal ini juga mencakup
penyempurnaan mengenai ketentuan klasifikasi wilayah kasus mana yang
merupakan kewenangan KPK dan mana yang menjadi kewenangan lembaga lain
agar tidak terjadi tumpang tindih antara lembaga-lembaga tersebut.
Penyempurnaan undang-undang ini juga harus memberikan kejelasan mengenai
kewenangan dan kekuatan apa yang seharusnya dapat dilakukan dan tidak dapat
dilakukan oleh KPK.

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


102

Kedua, karena rencana strategi KPK dinilai masih belum terlalu berfokus
pada satu hal yang konsisten dari waktu ke waktu, maka diperlukan adanya
penyusunan ulang strategi tersebut agar memenuhi paling tidak dua hal, yakni
fokus pada akar permasalahan yang utama yakni pembenahan sistem, serta harus
bersifat jangka panjang dan berkesinambungan antara satu periode kepemimpinan
ke periode selanjutnya.
Ketiga, perlu adanya penyempurnaan pola kelembagaan di dalam tubuh
KPK yakni dalam kaitannya dengan mekanisme akuntabilitas, pengawasan
internal, fasilitas, serta keterjangkauan. Jumlah anggaran dan jumlah pegawai juga
harus ditambah secara realistis sesuai dengan ketersediaan dan kebutuhan.

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


103

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Atmasasmita, Romli. Globalisasi dan Kejahatan Bisnis. Jakarta: Kencana, 2010
Brantingham, P and Brantingham, P. Patterns in Crime. New York: Macmillan
Publishing Company, 1984
Djaja, Ermansjah. Memberantas Korupsi Bersama KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi). Jakarta: Sinar Grafika, 2008
Davidsen, S, Vishnu Juwono, and David G. T. Curbing Corruption in Indonesia
2004-2006. Yogyakarta: Kanisius Printing House, 2006
Hamzah, Fahri. Demokrasi, Transisi, Korupsi: Orkestra Pemberantasan Korupsi
Sistemik. Jakarta: Yayasan Faham Indonesia, 2012
-----------------.Kemana Ujung Century?: Penelusuran dan Catatan Mantan
Anggota Pansus Hak Angket Bank Century DPR-RI. Jakarta:
Yayasan Faham Indonesia, 2011
Klitgaard, R. Membasmi Korupsi.(diterjemahkan oleh Hermojo). Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 1998.
Klitgaard, R., Maclean-Abaroa, R. and Parris, H.L Penuntun Pemberantasan
Korupsi Dalam Pemerintahan Daerah, (diterjemahkan oleh Masri
Maris). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002.
Manion, Melanie. Corruption by Design: Building Clean Government in
Mainland China and Hong Kong. USA: Harvard University Press,
2004
Mochtar, Akil. Memberantas Korupsi: Efektivitas Sistem Pembalikan Beban
Pembuktian dalam Gratifikasi. Jakarta: Penerbit Q-Communication,
2006
Parwadi, Redatin. Koruptologi.Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2010
Rose-Ackerman, Susan. Korupsi dan Pemerintahan: Sebab, Akibat,dan
Reformasi, (diterjemahkan oleh Toenggoel P. Siagin) Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2006
Soedarso, Boesono. Latar Belakang Sejarah dan Kultural Korupsi di Indonesia.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2009
Soekardi, Sugriwadi. Dibawah Cengkeraman KPK: Pergulatan Para Korban
Penyalahgunaan Kewenangan KPK. Jakarta: Penerbit CV Ricardo, 2009

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


104

Soesatyo, Bambang. Perang-Perangan Melawan Korupsi, Pemberantasan


Korupsi di Bawah Pemerintahan SBY. Jakarta: Penerbit Ufuk, 2010

Skripsi, Tesis, dan Disertasi


Ginting, Lowryanta. Analisis Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
terhadap Penyidikan dan Penuntutan Tindak Pidana Korupsi
dalam Rangka Penegakan Hukum, Tesis Magister Ilmu Hukum,
Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Indonesia, 2004
Liu, Zihua, Disertasi Doctor of Philosophy, Faculty of the Graduate School of the
State of University of New York, 2007

Publikasi Lembaga
Independent Commission Against Corruption (Hong Kong Special Administrative
Region). 2007-2011 Annual Report. Hong Kong: Independent
Commission Against Corruption, 2007-2011
Indonesia Corruption Watch. Independent Report,Corruption Assessment and
Compliance United Nation Convention Against Corruption (UNCAC)-
2003 in Indonesian Law. Jakarta: Penerbit Indonesia Corruption
Watch, 2008
Komisi Pemberantasan Korupsi. Laporan Tahunan KPK 2007-2011. Jakarta:
Komisi
Pemberantasan Korupsi, 2007-2011
Komisi Pemberantasan Korupsi. Kumpulan Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi,
2006
Komisi Pemberantasan Korupsi. Rencana Stratejik Komisi Pemberantasan
Korupsi 2008- 2011. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi,
2008
Komisi Pemberantasan Korupsi. Rencana Strategis Komisi Pemberantasan
Korupsi 2004- 2007. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi,
2004
Komisi Pemberantasan Korupsi. Rencana Strategis Komisi Pemberantasan
Korupsi Tahun 2011-2015. Jakarta: Komisi Pemberantasan
Korupsi, 2011
United Nations. United Nations Convention Against Corruption. New York:
Penerbit United Nations, 2004

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


105

Transparency International. Corruption Perception Index 2011. Penerbit


Transparency International, 2011
Transparency International. Corruption Perception Index 2012. Penerbit
Transparency International, 2012
Lembaga Administrasi Negara, Pusat Kajian Administrasi Internasional. Strategi
Penanganan Korupsi di Negara-Negara Asia Pasifik. Jakarta:
Penerbit LAN, 2007

Artikel Jurnal
Azra, A. Korupsi Dalam Perspektif Good Governance. Jurnal Kriminologi
Indonesia, Vol. 2 No.1 (Januari 2002): 31-36
Argandona, A. The United Nations Convention against Corruption and Its Impact
on International Companies. Journal of Business Ethics, Vol. 74, No. 4,
Ethics in and of Global Organizations: The EBEN 19th Annual
Conference in Vienna (Sep., 2007): 481-496

Carlson, J.: “Money Laundry and Corruption: Two Sides of the Same Coin”, No
Longer Business as Usual dalam Argandona, A. The United
Nations Convention against Corruption and Its Impact on International
Companies. Journal of Business Ethics, Vol. 74, No. 4, Ethics in and
of Global Organizations: The EBEN 19th Annual Conference in Vienna
(Sep., 2007): 481-496
de Graaf, G. Causes of Corruption: Towards a Contextual Theory of Corruption,
Public Administration Quarterly, vol. 31, No 1/2 (Spring-Summer 2007):
39-86
Skidmore, Max. Promise and Peril in Combating Corruption: Hong Kong’s
ICAC, Annals of the American Academy of Political and Social
Science, Vol. 547, The Future of Hong Kong (Sep., 1996): 118-130

Publikasi Elektronik
Aidilla, Tahta. “Kekurangan Penyidik, KPK Kesulitan Tangani Puluhan Kasus
Nazaruddin”
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/08/17/lq1wpc
-kekurangan- penyidik-kpk-kesulitan-tangani-puluhan-kasus-nazaruddin
(Diakses pada 29 November 2012)
Daniel, Wahyu. “Dirjen Pajak: Korupsi, Penyakit Kronis Sejak Zaman VOC”.
http://finance.detik.com/read/2011/12/06/100522/1783593/4/dirjen
-pajak-korupsi- penyakit-kronis-sejak-zaman-voc (Diakses 19
November 2012)

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


106

Gatra, Sandro. “Para Politisi Minta Standar Seleksi Pegawai KPK Diturunkan”.
http://nasional.kompas.com/read/2012/06/21/22553981/Para.Polit
isi.Minta.Standar.S eleksi.Pegawai.KPK.Diturunkan.(diakses 9
Desember 2012)
GovHK. “ICAC budget report 2012”.
www.budget.gov.hk/2012/eng/pdf/head072.pdf (diakses 4 Desember
2012)
GovHK. “ICAC budget report 2011”.
www.budget.gov.hk/2011/eng/pdf/head072.pdf (diakses 4 Desember
2012)
GovHK. “ICAC budget report 2010”.
www.budget.gov.hk/2010/eng/pdf/head072.pdf (diakses 4 Desember
2012)
Independent Commission Against Corruption (Hong Kong). “ICAC Annual
Survey 2011, Executive Summary”.
http://www.icac.org.hk/en/useful_information/sd/sd/index.html
(Diakses 29 November 2012)
Independent Commission Against Corruption (Hong Kong). “History”.
http://www.icac.org.hk/new_icac/eng/abou/history/main_2.html
(diakses 13 November 2012)
Independent Commission Against Corruption (Hong Kong). “Homepage”
http://www.icac.org.hk/en/home/index.html (Diakses 17 November
2012)
Independent Commission Against Corruption (Hong Kong). “Legal
Empowerment” http://www.icac.org.hk/en/about_icac/le/index.html
(Diakses 18 Novermber 2012)
JSSCS GovHK. “Chapter 10 ICAC Overview” www.jsscs.gov.hk/.../gs_ch10.pdf
(diakses 9 Desember 2012)
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. “Pola” http://kbbi.web.id/ (Diakses 3
Desember 2012)
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. “Kerja” http://kbbi.web.id/ (Diakses 3
Desember 2012)
Komisi Pemberantasan Korupsi . “Peluncuran Film’Kita versus Korupsi’:
Kampanye Antikorupsi melalui
Film”http://www.kpk.go.id/modules/news/article.php?storyid =2518
(diakses 2 Desember 2012)
Maharani, Esthi. “Kasus Wisma Atlet dan Hambalang, Kejahatan Terorganisasi”.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/06/24/m6480

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013


107

h-kasus-wisma- atlet-dan-hambalang-kejahatan-terorganisasi
(Diakses 24 November 2012)
Maharani, Dian. “Kronologi Penyelidikan Kasus Simulator Versi Polri”
http://nasional.kompas.com/read/2012/08/04/10353221/Kronologi.
Penyelidikan.Kasu s.Simulator.Versi.Polri (Diakses 24 November
2012)
Masduki, Teten. “Corruption Perception Index 2011 Indonesia Masih Berada di
Jajaran Bawah Negara-negara Terbelenggu Korupsi”
http://www.ti.or.id/index.php/publication/2011/12/01/corruption-
perception-index- 2011. (Diakses 19 November 2012)
Merriam-Webster Dictionary. “Pattern”. http://www.merriam-
webster.com/dictionary/pattern (diakses 3 Desember 2012)
Oxford Dictionaries. “Pattern”
http://oxforddictionaries.com/definition/english/pattern?q= pattern
(Diakses 3 Desember 2012)
Oxford Dictionaries. “work”
http://oxforddictionaries.com/definition/english/work?q= work (Diakses
3 Desember 2012)
Santoso, Ferry. “Gaji Penyidik di KPK Lebih Besar 400 Persen”
http://nasional.kompas.com/read/2012/10/12/15294581/Gaji.Penyi
dik.di.KPK.Lebih.
Besar.400.Persen.utm.source.WP.utm.medium.box.utm.campaign.
Kpopwp (Diakses 11 Desember 2012)
Transparency International. Survey: Putting Corruption Out of Business,
Question 1. http://www.transparency.org/research/bps2011/ (Mei-Juli,
diakses 29 November 2012)

Universitas Indonesia

Perbandingan pola ..., Muhammad Farhan, FISIP UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai