Anda di halaman 1dari 5

MATERI PRAMUKA BLOK

“BAHAYA HOAX”

Banyaknya berita palsu (hoax) yang menyebar di dunia maya, terutama


media sosial membawa implikasi tersendiri bagi setiap kalangan. Bagi kalangan
remaja atau pemuda, maraknya berita palsu perlu mendapatkan perhatian tersendiri.
Sebab, kita tahu, berita palsu (hoax) banyak ditebarkan di media sosial, sedangkan
pengguna media sosial banyak dari kalangan anak muda.

Menurut data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tingkat


penggunaan internet Indonesia pada tahun 2016 mencapai 132 juta jiwa, sedangkan
100 juta di antaranya menggunakan telepon pintar dalam genggaman yang bisa
diakses kapan saja. Sedangkan, merujuk pada data Kominfo, 30 juta anak-anak dan
remaja di Indonesia merupakan pengguna internet. Di samping itu, data juga
menyebutkan bahwa media digital saat ini menjadi pilihan utama saluran komunikasi
yang digunakan para remaja (kominfo.go.id).

1. REMAJA

Kita tahu, masa remaja merupakan masa di mana seseorang sedang


mengalami gejolak secara psikologis, dengan karakter labil, emosional, dan
belum bisa berpikir jernih dan menggunakan nalar dengan baik. Emosi yang
mendominasi seorang remaja inilah yang membuatnya rentan termakan
berita palsu (hoax).

Seperti kita tahu, berita palsu (hoax) yang menebarkan prasangka dan
kebencian kebanyakan memanfaatkan aspek emosi pembaca. Prasangka
dan sentimen negatif diperkuat dengan narasi-narasi menyesatkan yang
dirancang sedemikian rupa. Akibatnya, emosi negatif seperti kecemasan,
kebencian, dan kemarahan dalam diri seseorang akan muncul dan meluap,
sehingga orang akan mudah terpengaruh; memercayai, menyebarkan, dan
memprovokasikan berita palsu (hoax) tersebut secara luas di dunia maya.

Bagi kalangan remaja, yang sebagian besar informasi mereka


dapatkan di dunia maya atau media sosial, kesadaran untuk melakukan
kroscek atau konfirmasi terhadap setiap informasi yang didapat cenderung
rendah. Studi yang dilakukan Stanford University pada 7.804 pelajar dari
tingkat SMP hingga Perguruan Tinggi menemukan bahwa mereka tak mampu
mengevaluasi suatu informasi dengan detail. Sebab, mereka hanya fokus
pada hal-hal yang nampak dalam berita seperti judul dan gambar, tanpa
meneliti lebih jauh pada sumbernya (Tribunnews, 24/11).

Studi tersebut telah mampu menggambarkan kecenderungan para


remaja ketika mendapatkan suatu informasi yang sekadar fokus pada judul
dan gambar. Sedangkan, kita tahu, hal tersebut (judul dan gambar)
merupakan elemen pertama yang paling sering digunakan pembuat berita
palsu (hoax) untuk menarik perhatian pembaca. Dari sini, kita bisa menduga
bahwa kalangan remaja atau pemuda memiliki risiko besar untuk terpengaruh
berita palsu (hoax). Tentu, dugaan tersebut tak kemudian membuat kita
berkesimpulan bahwa kalangan dewasa atau orang tua memiliki risiko lebih
kecil untuk terpengaruh berita palsu (hoax). Sebab, kita tentu sepakat bahwa
siapa saja bisa terpengaruh berita-berita atau isu menyesatkan selama ia
tidak bisa hati-hati dan pandai memilah informasi secara jernih.

2. Edukasi
Membentengi remaja dari bahaya berita palsu (hoax) bisa dikatakan
merupakan bagian dari langkah strategis untuk mengedukasi masyarakat
secara luas agar lebih cerdas dalam mengonsumsi informasi di media,
terutama media online. Karena itu, menjadi penting untuk mengedukasi para
remaja agar bisa menjadi generasi cerdas yang bisa mencerna informasi
dengan baik sehingga tak mudah terprovokasi kabar-kabar menyesatkan.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: apa yang bisa dilakukan untuk
melindungi para remaja dari bahaya berita palsu (hoax)?
Hal paling mendasar yang harus dilakukan adalah mendidik mereka
agar lebih melek dalam bermedia;

a. Mencakup kemampuan mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan


mengkomunikasikan isi pesan dari sebuah berita atau konten dalam setiap
informasi.

b. Budaya literasi; membaca dan menulis, harus terus ditumbuhkan dan


dikembangkan di kalangan remaja dan anak-anak muda. Sebab, budaya
literasi yang kuat membuat orang terlatih untuk berpikir atau menalar
dengan baik; kemampuan mencerna, menilai, dan mengolah informasi
yang didapatkan, kemudian menulisnya atau mengkomunikasikanya
kepada orang lain. Ini merupakan modal dasar yang harus ada dalam diri
seseorang agar bisa terhindar dari bahaya berita hoax. Literasi di
Indonesia masih sangat rendah. Literasi Indonesia berada di urutan 60
dari 61 negara yang disurvei. Anak muda kini, kata dia, lebih menyukai
membaca media sosial.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Miko Ginting,
menjelaskan bahwa penyebar berita hoaks/ kabar bohong/ kabar yang tidak lengkap
itu dapat dikenakan sanksi pidana sesuai pasal 14 dan 15 UU No. 1 Tahun 1946
tentang Peraturan Hukum Pidana. Jerat hukum jika menggunakan pasal 14 dan 15
UU 1/1946 ini tidak tanggung-tanggung, kata Miko, ada yang bisa dikenakan sanksi
2 tahun, 3 tahun bahkan 10 tahun yang dikualifikasi dalam 3 bentuk pelanggaran,
yakni:

Dasar
No. Kualifikasi Konten Hoaks Sanksi
Hukum

Pasal
Menyiarkan berita bohong dengan sengaja 10
1. 14 ayat
menerbitkan keonaran di kalangan rakyat Tahun
(1)

Menyiarkan berita atau mengeluarkan


pemberitahuan yang dapat menerbitkan Pasal
2. keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia 3 Tahun 14 ayat
patut dapat menyengka bahwa berita itu (2)
bohong

3. Menyiarkan kabar yang tidak pasti atau 2 Tahun Pasal


kabar yang berlebihan atau tidak lengkap, 15
sedangkan ia mengerti dan mampu
menduga bahwa kabar itu akan
menerbitkan keonaran

Beliau juga menyebut bahwa pasal 14 dan 15 UU 1/1946 itu lebih mudah dikenakan
terhadap penyebar berita hoaks ketimbang menggunakan pasal-pasal dalam UU
ITE. Menurut Miko, pasal penyebaran berita hoaks yang diatur dalam UU ITE
sangatlah terbatas pada konteks yang menimbulkan kerugian konsumen dan ada
juga yang sifatnya ujaran kebencan yang menimbulkan permusuhan sara’.

No. Muatan Konten Dasar Hukum

1. Pencemaran nama baik atau fitnah Pasal 27 ayat (3)

Penipuan untuk motif ekonomi yang Pasal 28 ayat (1)


2.
merugikan konsumen UU ITE

Pasal 28 ayat (2)


3. Provokasi terkait SARA
UU ITE

Contoh Kasus Hoax:

Ratna Sarumpaet

Anda mungkin juga menyukai