Anda di halaman 1dari 3

BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia)

BLBI adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank


Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat
terjadinya krisis moneter 1998 di Indonesia , bantuan likuiditas merupakan skema
bantuan berupa pinjaman sejumlah uang yang diberikan BI terhadap bank-bank,
yang kasarnya, hampir bangkrut. Ini kejadian pada waktu tahun 1997-1998.Skema
ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi
masalah krisis. Dalam istilah perbankan, likuiditas merujuk pada kemampuan
sebuah bank untuk memenuhi kemungkinan ditariknya sejumlah uang dari
nasabah.jika nasabah ingin menarik Rp 200 juta di rekeningnya, sebuah bank harus
siap dengan penarikan uang tunai yang dilakukan nasabah tersebut.Jika sebuah
bank mampu memenuhi kewajiban penarikan uang tunai itu, maka bank tersebut
dapat dikatakan likuid (sehat). Penarikan uang tunai itu juga tak terbatas pada
nasabah yang ingin menarik uangnya saja, sebuah bank yang likuid adalah bank
yang juga mampu menyiapkan sejumlah uang untuk para debitur (orang-orang yang
meminjam uang ke bank).
Persoalannya, bank-bank di Indonesia pernah berada di titik yang tak lagi
mampu menyediakan sejumlah uang tersebut ke masyarakat. Peristiwa itu terjadi
pada krisis moneter 1997/1998. Kala itu, mata uang sejumlah negara Asia, termasuk
rupiah menurun drastis terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Tak sedikit pengusaha
yang meminjam uang di bank kesulitan untuk membayar utang-utangnya.
Pada Juni 1997 itu nilai tukar rupiah terhadap dolar sekitar Rp 2.426, nominal
tersebut terus melemah hingga mencapai Rp.5.326 pada Desember 1997. Pada Juli
1998, nilainya terjun bebas hingga mencapai Rp 14.965. Benar-benar terpuruk.Bagi
bank-bank di Indonesia, kesulitan yang menimpa para pengusaha itu jelas jauh dari
kata kabar baik. Selain pembayaran utang menjadi tersendat, kas yang dimiliki bank
otomatis menjadi semakin menipis. Jumlah kredit macet di perbankan nasional
bahkan mencapai Rp 10,2 triliun per April 1997.
Kondisi itu mengakibatkan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank
semakin khawatir. Mereka takut uang yang disimpan hilang begitu saja akibat krisis.
Terjadilah fenomena yang dikenal dengan Rush (penarikan uang di bank secara
massal). Bak jatuh tertimpa tangga, berbagai bank akhirnya mengalami minus yang
besar pada rasio kecukupan modalnya atau CAR (Capital Adequacy Ratio).
Di mata pemerintah, krisis yang menimpa perbankan itu jelas tak bisa dibiarkan
begitu saja. Presiden Soeharto akhirnya mengambil keputusan bahwa BI harus
segera membantu bank-bank yang sekarat tersebut. Pada bulan Desember 1998, BI
telah menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.
Bagi pemerintah, memberikan bantuan likuiditas dipandang sebagai cara
untuk mengembalikan rasa kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.
Sederhananya, negara butuh masyarakat untuk selalu menyimpan uangnya di bank.
Ya tadi, demi memutar arus uang untuk jalannya roda perekonomian.
Semua bermula pada pekan pertama Oktober 1997. Soeharto menggelar
sidang kabinet yang isinya menghasilkan sejumlah keputusan. Salah satunya adalah
meminta bantuan IMF (Badan Moneter Dunia) untuk memulihkan krisis ekonomi
Indonesia yang tengah babak belur.

Managing Director IMF, Michel Camdessus saat menyaksikan Presiden RI ke-2 Soeharto, menandatangani
kesepakatan dengan IMF. (Foto: Dok. Istimewa)

Kala itu, Soeharto berpikir bahwa satu-satunya jalan untuk menghadapi krisis adalah
dengan meminjam sejumlah uang kepada IMF. Bak pasien yang tengah sakit,
Indonesia pun menerima begitu saja sejumlah rekomendasi pemulihan kriris yang
berupa paket ekonomi ala IMF. Semua itu kemudian tertuang dalam Letter of
Intent (LoI).
Paling tidak, ada dua rekomendasi IMF mengenai perbankan nasional yang
bergejolak. Pertama, bank-bank yang tak mungkin lagi untuk diselamatkan akan
dicabut izin usahanya. Kedua, bank-bank yang sakit akan disembuhkan oleh Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Meski ada klausul soal penutupan sejumlah bank, pemerintah berjanji akan
memulangkan sejumlah dana yang telanjur disimpan nasabah pada bank-bank
tersebut. Bagi bank-bank yang mendapat bantuan likuiditas, mereka diwajibkan
untuk mengembalikan bantuan tersebut dengan cara mencicil kepada pemerintah.
Permasalahan dimulai saat bank-bank menyalahgunakannya
Persoalannya, dana ratusan triliun rupiah yang dikucurkan pemerintah terhadap
bank-bank itu tidaklah berjalan sesuai rencana. Kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa beberapa pemilik bank diduga menyalahgunakan bantuan
tersebut.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat bahwa skema bantuan dana segar itu
tak tepat sasaran dan merugikan negara sebesar Rp 138 triliun. Ya, hanya Rp 6
triliun saja dari Rp 144,53 triliun yang benar-benar digunakan sebagaimana
mestinya.
Dampak dari korupsi BLBI

1. Dampak ekonomi
 Turunnya pertumbuhan ekonomi dan tidak adanya investasi,membuat
produktifitas menurun .hal ini menghambat perkembangan sektor
perekonomian untuk bisa berkembang menjadi lebih baik.
 Meningkatnya hutang negara

2. Dampak sosial dan


3. Dampak birokrasi pemerintah
4. Dampak politik dan demonstrasi

5. Dampak terhadap penegakan hukum


 Hilangnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah
 BLBI memperlemah peran pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan
politik.

6. Dampak terhadap hankam

7. Dampak kerusakan lingkungan


 Rendahnya kualitas barang dan fasilitas untuk masyarakat seperti, jalan rusak
bangunan ambruk adalah kenyataan rendahnya kualitas barang dan jasa
akibat korupsi.

Anda mungkin juga menyukai