Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lansia atau lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang.
Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak
anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik
dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada
saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Proses
menua yang terjadi pada lansia secara linier dapat digambarkan melalui tiga
tahap yaitu, kelemahan, keterbatasan fungsional, ketidakmampuan, dan
keterhambatan yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran.
Salah satu sistim tubuh yang mengalami kemunduran adalah sistim kognitif
atau intelektual yang sering disebut dimensia (Wakhid, Hartati, & Supriyono,
n.d.).
Dimensia adalah suatu gejala ketika seseorang tidak dapat menemukan
informasi yang telah disimpan di dalam memori sebelumnya untuk
dipergunakan saat diperlukan. Dimensia atau lebih dikenal dengan kata lupa
merupakan suatu gejala yang normal apabila terjadi pada kuantitas yang
normal. Namun hal itu akan berbeda apabila dimensia atau lupa tersebut
mengganggu aktivitas sosial dan kegiatan sehari-hari. Sehingga dimensia atau
lupa akan menjadi sebuah penyakit yang disebut sebagai penyakit demensia
(Psikostudia & Mulawarman, 2015)
Saat ini penduduk yang berusia lanjut (> 60 tahun) di Indonesia terus
meningkat jumlahnya bahkan pada tahun 2005-2010 diperkirakan akan
menyamai jumlah balita yaitu sekitar 8,5% dari jumlah seluruh penduduk atau
sekitar 19 juta jiwa. Dari jumlah itu, sekitar 15% diantaranya mengalami
demensia atau pikun, di samping penyakit degeneratif lainnya seperti penyakit
kanker, jantung, reumatik, osteoporosis, katarak untuk mempertahankan
kesehatan dan kemandirian para lanjut usia agar tidak menjadi beban bagi
dirinya, keluarga maupun masyarakat (Siregar, 2019).

1
Kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi terutama ilmu kedokteran,
promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan kesehatan
mengakibatkan meningkatnya usia harapan hidup manusia (life expectancy).
Hal ini menyebabkan jumlah lansia menjadi bertambah dan ada kecenderungan
akan meningkat dengan cepat. Meningkatnya populasi lansia di Indonesia,
membuat berbagai masalah kesehatan dan penyakit yang khas terdapat pada
lansia ikut meningkat. Salah satu masalah yang akan banyak dihadapi adalah
gangguan kognitif yang bermanifestasi secara akut berupa konfusio dan kronis
berupa dimensia (Wakhid et al., n.d.).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui kejadian Demensia pada Lansia..
2. Tujuan Khusus
a. Untuk megetahui definisi Demensia.
b. Untuk mengetahui tentang etiologi Demensia.
c. Untuk mengetahui tentag klasifikasi Demensia.
d. Untuk mengetahui tentang tanda dan gejala Demensia.
e. Untuk mengetahui stadium pada Demensia.
f. Untuk mengetahui tentang patofisiologi Demensia.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada Demensia.
h. Untuk mengetahui pencegahan pada Demensia.

C. Manfaat Penulisan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat berguna untuk menambah wawasan
dan pengetahuan bagi mahasiswa keperawatan menegenai Demensia pada
Lansia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Demensia
Dimensia adalah suatu gejala ketika seseorang tidak dapat menemukan
informasi yang telah disimpan di dalam memori sebelumnya untuk
dipergunakan saat diperlukan. Dimensia atau lebih dikenal dengan kata lupa
merupakan suatu gejala yang normal apabila terjadi pada kuantitas yang
normal. Namun hal itu akan berbeda apabila dimensia atau lupa tersebut
mengganggu aktivitas sosial dan kegiatan sehari-hari. Sehingga dimensia
atau lupa akan menjadi sebuah penyakit yang disebut sebagai penyakit
demensia (Psikostudia & Mulawarman, 2015).
Demensia merupakan sindrom klinis yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan
disfungsi hidup sehari-hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata
mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari. Penyakit demensia adalah
penyakit yang mempengaruhi otak seperti menggaggu keberfungsian sel-sel
syaraf di otak. Penderitanya akan mengalami gangguan fungsi kognitif dan
kehilangan ingatan yang bisa timbul bersamaan dengan gejala gangguan
perilaku maupun psikologis, yaitu meliputi berkembangnya perilaku
abnormal secara bertahap, hilangnya intelektual, perubahan mood biasanya
tanpa pemahaman, timbulnya emosi dan gangguan kognitif disertai
ketidakmampuan untuk belajar (Psikostudia & Mulawarman, 2015).

B. Etiologi dan Faktor Resiko Demensia


1. Etiologi
Demensia disebabkan oleh kerusakan sel saraf otak di bagian
tertentu, sehingga menurunkan kemampuan berkomunikasi dengan saraf
tubuh lainnya, dan mengakibatkan kemunculan gejala sesuai dengan area
otak yang mengalami kerusakan (Marianti,2016).
a. Penyakit alzheimer

3
Penyebab utama penyakit demensia adalah penyakit alzheimer.
Demensia 50% di sebabkan oleh penyakit alzheimer, 20%
disebabkan gangguan pembulu otak, dan sekitar 20% gabungan
keduannya serta sekitar 10% disebabkan faktor lain. Penyebab
alzheimer tidak diketahui pasti penyebabnya, tetapi diduga
berhubungan dengan faktor genetik, penyakit alzheimer ini
ditemukan dalam beberapa keluarga gen tententu.
Pada penyakit Alzheimer terjadi akumulasi protein yang
berbentuk neurofibrilary tangles dan protein amiloid yang
beragregasi pada ujung-ujung saraf yang berdegenerasi (neuritic
“senile” plaques). Proses ini terjadi menyebar di seluruh korteks
serebri. Pada level molekular terjadi deplesi dari asetilkolin kortikal
(Fiana et al., 2019).
b. Serangan Stroke
Penyebab kedua demensia adalah serangan stoke yang terjadi
secara ulang. Stroke ringan dapat mengakibatkan kelemahan dan
secara bertahap dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak
akibat tersumbatkan aliran darah (infark). Demensia multiinfark
serasal dari beberapa stoke ringan, sebagian besar penderita stoke
memliki tekanan darah tinggi (hipertensi) yang menyebabkan
kerusakan pembulu darah pada otak.
c. Demensia Vaskular
Pada demensia vaskular terjadi ketika pembuluh darah di otak
rusak, baik karena tersumbat atau pecah, yang menghalangi pasokan
darah ke otak. Demensia dengan Lewy Bodies ditandai dengan
adanya Lewy Bodies di dalam otak. Lewy Bodies merupakan
gumpalan-gumpalan protein alphasynuclein yang abnormal yang
berkembang di dalam sel-sel saraf. Abnormalitas ini terdapat di
tempat-tempat tertentu di otak, yang menyebabkan perubahan-
perubahan dalam bergerak, berpikir, dan berperilaku. Demensia
frontotemporal menyangkut kerusakan yang berangsur-angsur pada
bagian depan (frontal) dan/atau temporal dari lobus otak. Penurunan

4
fungsi kognitif dan memori pada pasien demensia biasanya disertai
dengan perubahan perilaku dan mood, serta ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari (Fiana et al., 2019).
d. Serangan lainnya
Serangan lainnya dari demensia adalah demensia yang terjadi
akibat pencederaan pada otak (cardiac arrest), penyakit parkinson,
AIDS, dan hidrocefalus.

2. Faktor Resiko Demensia


a. Usia
Demensia telah lama dikaitkan dengan penurunan fungsi
kognitif otak sebagai efek samping penuaan alami. Penuaan
merupakan faktor risiko terbesar terhadap kejadian demensia.
Kebanyakan orang usia 65 tahun atau lebih tua memiliki risiko yang
lebih tinggi. Itu sebabnya semakin tua usia Anda, semakin besar
risiko Anda mengalami demensia. Diperkirakan 1 dari 14 lansia
berusia 65 tahun hidup dengan demensia, dan pada 1 dari 6 orang
usia 80 tahun ke atas. Penuaan tidak hanya menyebabkan keriput di
wajah dan uban di rambut kepala Anda, tapi juga melemahkan
sistem kekebalan tubuh dan kemampuannya untuk memperbaiki sel-
sel yang rusak termasuk sel-sel saraf di otak. Usia tua juga
menyebabkan kerja jantung untuk memompa darah segar tidak lagi
seoptimal dulu. Otak yang tidak mendapatkan cukup darah segar
lama-lama bisa mengalami penyusutan, yang kemudian
memengaruhi fungsinya. Faktor-faktor inilah yang diduga kuat
memengaruhi risiko seseorang mengalami demensia di usia senja,
(Nisa et al., 2016).
b. Jenis Kelamin
Beberapa studi prevalensi menunjukkan bahwa PA lebih tinggi
pada wanita dibandingkan pria. Angka harapan hidup yang lebih
tinggi dan tingginya prevalensi PA pada wanita yang tua dan sangat
tua dibandingkan pria. Resiko untuk semua jenis demensia pada PA

5
untuk wanita adalah OR=1,7 dan OR=2,0 kejadian DV lebih tinggi
pada pria secara umum walaupun menjadi seimbang pada wanita
yang lebih tua.
c. Udara
Faktor resiko lingkungan di udara menyebabkan terjadinya
demensia, disebabkan tingginya kadar nitrogen oksidan, asap
tembakau terbukti terkait dengan resiko demensia akibat paparan
lingkungan, asap tembakau dirumah, kantor dan di tempat kerja dan
tempat lainnya. Durasi paparan serta memperkirakan kumulatif
eksposur
d. Alumunium
Tingkat konsumsi aluminium dalam air minum lebih dari 0,1 mg
per hari dikaitkan dengan resiko demensia.
e. Pekerjaan
Orang dengan pekerjaan yang terlalu sering terkena kebisingan
atau radiasi resiko terjadinya demensia.
f. Vitamin D
Orang yang kekurangan vitamin D dikaitkan dengan
peningkatan resiko dan pengembangan penyakit demensia.
Hubungan Vitamin D dengan kejadian Demensia Ketika jumlah
vitamin D di dalam tubuh berkurang menyebabkan berbagai
masalah kesehatan salah satunya fungsi kognitif, kerena seiring
bertambahnya usia kulit tidak dapat mengsintesis vitamin D secara
efisien kerena pembentukan Vitamin D dari paparan sinar matahari
di kulit yakni terjadinya pembentukan kolekalsiferol tanpa peran
enzim di kulit dengan adanya radiasi UV (Ultaviolet), sebab vitamin
D merupakan hormon steroid yang melewati darah menuju otak dan
berikatan dengan reseptor yang ada di neuro seperti hippocampus.
Mengendalihkan kalsium intra neural hemeostasis dengan
mengatur ketegangan kalsium sehingga mencegah nekrosis neuro.
Hormon neuro juga memiliki sifat antioksidan yang berfungsi
mengurangi oksidatif stres yang disebabkan oleh glutamatdan

6
dopaminergik neuro karena sifat anti oksidan yang mengatur
hemeostatis kalsium intraneural dan bahwa vitamin D memiliki
peran untuk mencegah penurunan kognitif terkait usia (Gangwar,
2015 ). Menurut Hermawan (2016), terpapar sinar matahari pagi
sekitar jam 07.00 sampai 09.00 selama 10-15 menit, berjemur bisa
dilakukan tiga kali dalam seminggu untuk menjaga kadar vitamin D
dalam darah stabil dan juga tubuh tetap memerlukan vitamin D yang
berasal dari makanan, karena tanpa makanan yang mengandung
provitmin D, maka proses pembentukan vitamin D oleh bantuan
sinar UV matahari tidak akan terjadi.
C. Klasifikasi Demensia
1. Demensia tipe alzheimer
Demensia alzheimer adalah salah satu bentuk demensia akibat
degerasi otak yang sering ditemukan dan paling ditakuti. Demensia
alzheimer, biasanya diderita oleh pasien usia lanjut dan merupakan
penyakit yang tidak hanya menggerogoti daya pikir dan kemampuan
aktivitas penderita, namun juga menimbulkan beban bagi keluarga yang
merawatnya. Demensia alzheimer merupakan keadaan klinis seseorang
yang mengalami kemunduran fungsi intelektual dan emosional secara
progresif sehingga mengganggu kegiatan sosial sehari-hari. Gejalanya
dimulai dengan gangguan memori yang mempengaruhi keterampilan
pekerjaan, sulit berfikir abstrak, salah meletakkan barang, perubahan
inisiatif, tingkah laku, dan kepribadian.
2. Demensia vaskuler
Demensia vaskuler merupakan jenis demensia terbanyak kedua
setelah demensia Alzheimer. Angka kejadian pada demensia vaskuler
tidak beda jauh dengan kejadian demensia alzheimer sekitar 47% dari
populasi demensia keseluruhan. Demensia alzheimer 48% dan demensia
oleh penyebab lain 5%. Kejadian vaskuler pada populasi usia <65 tahun
sekitar 1,2-4,2%, dan pada kelompok usia >65 tahun menunjukkan
angkat kejadian 0,7%, dan 8,1% pada kelompok usia diatas 90 tahun.

7
D. Manifestasi Klinis
Menurut Asrori dan putri (2014), menyebutkan ada beberapa tanda dan
gejala yang dialami pada Demensia antara lain :
1. Kehilangan memori
Tanda awal yang dialami lansia yang menderita demensia adalah
lupa tentang informasi yang baru didapat atau dipelajari, itu merupakan
hal biasa yang dialami lansia yang menderita demensia seperti lupa
dengan petunjuk yang diberikan, nama maupun nomor telepon, dan
penderita demensia akan sering lupa dengan benda dan tidak
mengingatnya.
2. Kesulitan dalam melakukan rutinitas pekerjaan
Lansia yang menderita Demensia akan sering kesulitan untuk
menyelesaikan rutinitas pekerjaan sehari-hari. Lansia yang mengalami
Demensia terutama Alzheimer Disease mungkin tidak mengerti tentang
langkah-langkah dari mempersiapkan aktivitas sehari-hari seperti
menyiapkan makanan, menggunakan peralatan rumah tangga dan
melakukan hobi.
3. Masalah dengan bahasa
Lansia yang mengalami Demensia akan kesulitam dalam
mengelolah kata yang tepat, mengeluarkan kata-kata yang tidak biasa
dan seringkali membuat kalimat yang sulit untuk dimengerti orang lain
4. Disorientasi waktu dan tempat
Mungkin hal biasa ketika orang yang tidak mempunyai penyakit
Demensia lupa dengan hari atau dimana dia berada, namun dengan
lansia yang mengalami Demensia akan lupa dengan jalan, lupa dengan
dimana mereka berada dan bagaimana mereka bisa sampai di tempat itu,
serta tidak mengetahui bagaimana kembali ke rumah.
5. Tidak dapat mengambil keputusan
Lansia yang mengalami Demensia tidak dapat mengambil
keputusan yang sempurna dalam setiap waktu seperti memakai pakaian
tanpa melihat cuaca atau salah memakai pakaian, tidak dapat mengelola
keuangan.

8
6. Perubahan suasana hati dan kepribadian
Setiap orang dapat mengalami perubahan suasana hati menjadi sedih
maupun senang atau mengalami perubahan perasaan dari waktu ke
waktu, tetapi dengan lansia yang mengalami demensia dapat
menunjukan perubahan perasaan dengan sangat cepat, misalnya
menangis dan marah tanpa alasan yang jelas. Kepribadian seseorang
akan berubah sesuai dengan usia, namun dengan yang dialami lansia
dengan demensia dapat mengalami banyak perubahan kepribadian,
misalnya ketakutan, curiga yang berlebihan, menjadi sangat bingung,
dan ketergantungan pada anggota keluarga.

E. Stadium Demensia
1. Stadium I
Stadium 1(stadium amnestik) Berlangsung selama 2-4 tahun dengan
gejala yang timbul antara lain gangguan pada memori, berhitung, dan
aktivitas spontan menurun. Fungsi memori yang terganggu bisa
menyebabkan lupa akan hal baru yang dialami, kondisi seperti ini tidak
mengganggu aktivitas rutin dalam keluarga.
2. Stadium II
Stradium II ( stadium Demensia) Berlansung selama 2-10 tahun
dengan gejala yang dialami seperti disorintasi, gangguan bahasa, mudah
bingung, dan penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita
pada stadium ini tidak dapat melakukan kegiatan sampai selesai,
mengalami gangguan visuospasial, tidak mengenali anggota
keluarganya, tidak ingat sudah melakukan tindakan sehingga
mengulanginya lagi, mengalami depresi berat sekitar 15-20%.
3. Stadium III
Pada stadium ini berlangsung sekitar 6-12 tahun dengan gejala yang
ditimbulkan penderita menjadi vegetatif, kegiatan sehari-hari
membutuhkan bantuan orang lain, membisu, daya ingat intelektual serta
memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri, tidak

9
bisa mengendalikan buang air besar maupun kecil. Menyebabkan trauma
kematian atau akibat infeksi.

F. Patifisiologi Demensia
1. Secara makroskopis, perubahan otak pada pasien lanjut usia melibatkan
kerusakan berat neuron-neuuron korteks dan hipokampus, serta
penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intracranial.
2. Secara mikroskopis, tedapat perubahan morfologis (struktural) dan
biokimiawi pada neuron-neuron.
3. Perubahan morfologis terdiri dari dua ciri khas yang pada akhirnya
berkembang menjadi degenerasi soma dan/atau akson dan dendrit
neuron.
a. Lesi I
Kekusutan neurofibrilaris, yaitu struktur intraselular yang berisi serat
kusut, sebagian besar terdiri dari protein. Normalnya protein tersebut
akan menstabilkan mikrotubulus (rantai protein berbentuk spiral
→membentuk tabung berlubang) →membawa zat-zat makanan
dan molekul lain dari badan sel menuju ujung akson →membentuk
jembatan penghubung dengan neuron lain. Pada pasien dimensia
→protein tidak dapat terikat pada mikrotubulus →protein yang
abnormal masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya terluka
→hubungan interselular tidak berfungsi →kematian sel otak
→penurunan fungsi otak progresif.
b. Lesi 2
Plak senilis, terutama dari beta amiloid yang berbentuk cairan
jaringan di sekeliling neuron.
4. Perubahan biokimia, adanya penurunan sintesis asetil kolin di korteks
hipokampus →terjadi penurunan kadar aktif kolinergik
→menyebabkan demensia.

G. Penatalaksanaan Demensia

10
Penatalaksanaan klien demensia meliputi memenuhi kebutuhan
personal dasar, tetapi upaya ini juga memerlukan pemahaman dasar tentang
teknik komunikasi dan teknik penatalakasanan perilaku. Ajarkan pemberi
asuhan dan berikan asuhan sebagai seorang model peran. Rutinitas harian
dapat membantu kilen. Pantau kemampuan kilen untuk melakukan JADI.
Karena ketika tingkat kemampuan yang lebih tinggi ini hilang maka kilen
akan semakin kesulitan dalam melakukan ADL. Banyak intervensi
keperawatan dijelaskan pada sesi berikutnya. Dengarkan kekhawatiranya
mereka dan waspadai munculnya masalah.
1. Membantu Perawatan Sehari-hari
a. Mandi
Mandi akan terasa menakutkan bagi klien demensia. Ketika
membantu klien mandi, lakukan dengan tenang. Lakukan mandi pada
waktu yang dipilih oleh klien yang sangat keletihan. Persiapkan segala
sesuatunya sebelum klien memasuki bak mandi dan gunakan air di
ketinggian yang rendah. Cegah bising dan konfusi akibat bunyi
putaran air pancuran. Tutupi dinding untuk mengurangi gema
(stimulasi yang berlebihan). Berikan dorongan positif (anda tampak
ganteng).
b. berpakaian
Pada klienen demensia, berpakaian menjadi sulit dilakukan.
Letakkan pakain bersih, dan singkirkan pakaian kotor (untuk
mencegah kebingungan). Berikan pakaian secara berurutan, satu
persat. Jangan memberikan beberapa perintah verbal sekaligus karena
hal ini dapat membuat kilen kewalahan. Gunakan pakaian karena hal
ini dapat membuat klien kewalahan. Gunakan pakaia sederhana
(bagian pergelangan tangan terpasang velerco.). Sarankan klien untuk
memakai kardigan atau kemeja atau blus atau kancing dari atas
kebawah dari pada memakai pakaian yang dimasukin dari atas kepala.
c. Penatalaksanaan kandung kemih dan usus
Penatalaksanaan kandung kemih dan usus sering diperlukan pada
stadium akhir. Klien dapat mencegah episode inkontinensia di siang
hari dengan melakukan eliminasi secara teratur. Beri label pada kamar

11
mandi, berikan instruksi atau langkah, dan buat masing-masing
langkah menjadi sederhana, yang mengidentifikasi satu aktivitas pada
setiap langkah.
2. Membantu Komunikasi
Gunakan semua keterampilan komunikasi yang telah Anda pelajari.
Keterampilan komunikasi verbal dan nonverbal sangat memengaruhi
cara orang lain berespons. Jika Anda tetap tenang maka Anda akan
memberikan efek tenang pada klien. Jika anda tenang dan lembut, klien
lebih cenderung bekerjasama dengan Anda. Jika Anda cemas dan
terburu-buru, klien akan berespons terhadap perilaku Anda dan menjadi
kacau dan bermusuhan.

3. Membantu Penatalaksanaan Perilaku


a. Ansietas
Ansietas umum terjadi pada klien demensia. Klien ini seringkali
menunjukkan perilaku frustasi, seperti berjalan mondar mandir atau
mengobrak-abrik lemari pakaian atau laci lemari pakaian, yang
membantu mereka merasa lebih terkontrol. Tenangkan klien yang
cemas. Berikan perintah yang sederhana, dan hargai kesuksesan
yang dicapai klien. Berkerjalah pada sebuah kelompok kecil, dan
dorong anggota keluarga untuk berkunjung satu atau dua kali dalam
satu waktu. Pertahankan lingkungan klien dan rutinitas klien ttetap
konsisten; tugaskan pemberi asuhan yang sama setiap hari jika
memungkinkan. Biarkan klien berjalan-jalan di sekitar ruangan.
Singkirkan kafein dan batasi gula dalam diet. Cegah stimulasi yang
berlebihan.
b. Menolak Keras
Menolak keras yang berarti menolak untuk melakukan sesuatu,
sering terjadi ketika klien tidak memahami apa yang diharapkan. Jika
klien menolak dengan keras, pergilah dengan segera, dan kembali
lagi dengan nada suara yang menyenangkan. Beri contoh perilaku

12
yang diharapkan, atau minta klien mencontoh orang lain (misal
makan dimeja bersama dengan orang lain).
c. Paranoia
Paranoia atau ketakutan umum terjadi pertahankan lingkungan
yang tenang dan dapat di prediksi. Singkirkan stimulasi atau hal-hal
yang berlebihan yang dapat menyebabkan salah persepsi (mis.,
cermin. Lampu yang menyemukan bayangan). Jangan mencoba
berargumen dengan klien yang mengalami paranoid yakini mereka
bawa mereka aman.
d. Keagresifan
Biasanya dapat bersifat fisik (memukul) verbal (menyebutkan
nama, mengutuk) atau seksual gunakan pendekatan yang tenang.
Jangan melakukan konfortasi atau mencoba beragumentasi dengan
klien menghardik akan memperburuk repon agresif. Jika perlu,
keluarkan klien dari kelompok (untuk mencegah menyakiti orang
lain).
4. Pembantu Pemberi Asuhan
Harus ada seseorang yang memeriksa individu yang berperan
sebagai pemberi asuhan primer bagi klien demensia, khususnya jika
pemberi asuhan juga adalah seorang lansia. Tetangga atau rekan harus
dihubungi sedikitnya dua kali sehari untuk memastikan bahwa segala
sesuatunya terkendali. Jika sesuatu terjadi pada pemberi asuhan primer,
bantuan mungkin tertunda karena klien demensia mungkin tidak tahu
apa yang harus dilakukan.
a. Kelompok Pendukung
Klien dan anggota keluarga dapat memperoleh dukungan dari
banyak area. Internet memberikan akses ke organisasi professional dan
kemampuan untuk berkomunikasi dengan individu lain yang memiliki
keadaan sama. Bantu mereka mengidentifikasi kebutuhan mereka dan
terbuka terhadap penyesuaian. Beberapa kebutuhan di antaranya adalah
pendidikan; misalnya, mempelajari apa yang perlu diketahui keluarga
untuk merawat klien. Solusi praktik, seperti bantuan transportasi,
bantuan hokum, menjawab pertanyaan asuransi dan medicare,

13
perlengkapan medis, dan layanan makan yang dihantarkan ke rumah
tersedia di sebagian besar lokasi. Keluarga sebagai unit mungkin
memerlukan konseling karena situasi terasa sangat memberatkan.
b. Respite Care
Respite care memungkinkan pemberi asuhan meluangkan
waktu untuk diri mereka sendiri dengan meminta orang lain merawat
klien dalam jangka waktu singkat. Istirahat (respite) sangat penting
bagi pemberi asuhan. Mereka perlu merasa bebas dalam merawat
orang yang mereka cintai, untuk menjaga kesehatan fisik dan mental
mereka sendiri. Banyak fasilitas perawatan jangka panjang mengatur
rawat inap jangka pendek untuk memberikan waktu istirahat.
Alternatif komunitas tersedia, seperti sukarelawan lansia, layanan
kesehatan di rumah, dan pusat penitipan lansia. Program penitipan
lansia memungkinkan pemberi asuhan beristirahat sejenak dari
tanggung jawab pemberian asuhan selama setengah hari sehingga
mereka dapat bekerja atau memenuhi tanggungjawab lain. Pemberi
asuhan terkadang merasa bersalah karena tidak memberikan asuhan
atau bantuan atau tidak dapat menyediakan hal tersebut. Perujukan
ke layanan sosial mungkin diperlukan. Pemberi asuhan mungkin
ingin mencoba layanan tambahan untuk sementara.
c. Edukasi
Tim pelayanan kesehatan membantu menyusun rencana untuk
keluarga. Dokumentasikan semua penyuluhan kesehatan. Banyak
asosiasi professional memberikan literature gratis mengenai
beragam jenis demensia. Sumber ini memberikan dukungan
kelompok dan pendidikan kesehatan. Pemberi asuhan dapat
mengetahui bahwa banyak orang memiliki masalah yang sama dan
dapat berbagi pengalaman. Pemberi asuhan tidak boleh merasa
terisolasi dan sendirian dalam menghadapi situasi yang terasa sangat
memberatkan.
d. Advance Directive
Umumnya, individu dapat mengambil keputusan sendiri dan
bertanggung jawab atas keputusan mengenai pilihan layanan

14
kesehatan, diagnostik, dan terapi. Klien demensia tidak mampu
memberikan persetujuan tindakan untuk prosedur, dan tanggung
jawab akan pengambilan keputusan sering kali dibedakan kepada
keluarga. Keluarga dapat merasa kesulitan dalam mengambil
keputusan atau mungkin tidak yakin mengenai apa keinginan klien.
Cara untuk meringankan beban keluarga adalah dengan
merekomendasikan agar klien melengkapi advance directive saat
mereka masih kompeten secara mental untuk memahami dan
mengambil keputusan mengenai kesehatannya. Surat ini
menyatakan pilihan klien akan prosedur perawatan, terapi, dan
tindakan untuk mempertahankan hidup. Di kemudian hari, jika klien
tidak mampu mengambil keputusan secara kompeten, keluarga
dapat mengambil keputusan untuk kepentingan klien, berdasarkan
keinginan yang disampaikan oleh klien. Semua individu harus
didorong untuk melengkapi advance directive.
e. Pengambilan Keputusan
Keluarga mungkin memerlukan bantuan untuk memahami
bahwa orang yang mereka kenal telah benar-benar tidak ada dan
orang yang mereka cintai telah berubah menjadi orang yang
memiliki sifat seperti anak-anak. Prosedur ini pararel dengan proses
keperawatan:
1) Mengidentifikasi masalah: Menyadari ambiguitas situasi.
Individu dewasa saat ini tampak seperti anak-anak; yang dahulu
berperan sebagai pengambil keputusan kini tidak lagi mampu
untuk mengambil keputusan
2) Memvalidasi persepsi mereka: Memverifikasi perasaan dan
persepsi mereka untuk memastikan bahwa mereka dapat
memahami situasi dengan benar
3) Mengklarifikasi: Menyatakan kembali dan menklarifikasi
persepsi dan perasaan mereka untuk memastikan bahwa mereka
dapat memahami situasi dengan benar

15
4) Merancang solusi: Membantu keluarga menyusun solusi untuk
masalah yang muncu.
5) Melakukan uji: Menguji solusi.
6) Mengevaluasi: Mengevaluasi dengan menentukan apakah tujuan
telah terpenuhi atau tidak, dan merevisi rencana asuhan.
5. Terapi Validasi, Terapi Kenangan, Program Latihan, dan Orientasi
Realitas
Tujuan utamanya adalah mempertahankan kemampuan klien secara
maksimal. Hal ini dilaukan untuk memaksimalkan kemandirian dan
mendukung hal tersebut dalam waktu yang relatif lama. Upaya ini
mungkin dapat memperlambat terjadinya penurunan kemampuan klien
dalam merawat diri, perilaku, dan kemampuan kognitif pada saat penyakit
berjalan progresif (Khalid Mujahidullah, 2012).
a. Terapi Validasi
Terapi yang sering terlihat bertentangan dengan orientasi realitas
adalah terapi validasi (Bleathman dan Morton, 1988 dalam Watson,
2000). Akan tetapi, hal ini bukan merupakan masalah, karena terapi
validasi digunakan dalam situasi yang berbeda untuk alasan yang
berbeda dari orientasi realitas. Dapat diterapkan pada klien yang sama.
Terapi validasi yang membahas tentang tantangan yang dialami klien
yang ditolak, atau yang diterima yang mereka dapatkan pada saat ada.
Contoh, jika lansia demensia berusaha untuk meninggalkan
Lingkungan keperawatan yang aman dan mengklaim bahwa ia melihat
izin. Pernyataan ini bertentangan kenyatan bahwa ibunya telah
meninggal beberapa tahun yang lalu atau (hal ini menunjukkan bahwa
praktik keperawatan yang dilakukan dengan buruk) menyebabkan
delusi. Pendekatan yang dapat dilakukan perawat dengan meminta izin,
apakah dia sangat dekat dengan klien atau klien yang terakhir
melihatnya.
b. Terapi Kenangan
Selain terapi di atas, terapi lain yang diterapkan pada seorang klien
umum dengan demensia khusus adalah terapi kenangan. Terapi ini

16
bermanfaat untuk menstimulasi individu yang disetujui tentang masa lalu,
sehingga mereka dapat meminta lebih banyak tentang kehidupan mereka
kepada staf keperawatan atau ahli terapi. Selain itu terapi ini sering kali
membahas tentang bagaimana kehidupan klien di masa lalu. Semua hal yang
dilakukan klien memberikan cerita baru kepada staf tentang orang yang
merawat mereka. Terapi ini tampak tidak seekslusif terapi lain karena tidak
perlu menghabiskan waktu yang lama, tidak perlu mahal yang mahal, atau
tingkat kebutuhan pelatihan yang tinggi. Semua klien lansia dengan
demensia harus terus memperhatikan aspek perawatan yang dipraktikkan
oleh semua staf kepada mereka.
c. Program Latihan
Kehilangan kemampuan dalam melakukan perawatan diri atau
aktivitas sehari-hari adalah salah satu bidang yang telah disetujui melalui
program latihan yang cukup. Kenyataannya, banyak program yang
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan klien dalam perawatan diri
dan juga untuk mengurangi pemakaian urin inkontinensia. Sangat jelas
bahwa kegiatan seperti berjalan di sekitar rumah atau halaman rumah
sakit dan berjalan-jalan santai di taman merupakan terapi berkelanjutan
pada klien. Kegiatan ini sangat mendukung keberhasilan perawatan
karena staf mendukung mengembangkan perasaannya saat memohon
perawatan. Metode ini tidak selalu menarik perbaikan yang dramatis.
Akan tetapi, jika klien demensia dibiarkan tanpa bimbingan aktivitas dan
perawatan, niscaya kondisi mereka akan memburuk Perawat yang
merawat klien dengan demensia memperbaiki kondisi sangat, sangat
penting bagi perawat untuk dapat menggunakan asuhan keperawatan
yang benar-benar membuat semuanya berbeda.
Lingkungan tempat klien demensia diterjemahkan harus
menunjukkan pecenderungan terhadap perilaku dan juga cara untuk
meningkatkan kemampuan). Adalah fakta yang menunjukkan
lingkungan yang khusus untuk klien demensia menguntungkan, dalam
arti dapat mendukung kemunduran kognitif.
d. Orientasi Realitas

17
Teknik ini tidak hanya mendukung mempertahankan klien terhadap
waktu, tempat, dan identitas, akan tetapi juga dalam banyak kasus,
digunakan untuk menggantikan hilangkan integrasi yang merugikan pada
klien rumah sakit. Orientasi realitas adalah upaya mempertahan- kan
tantangan terhadap realita yang ada, antara lain terhadap waktu, tempat,
dan orang yang mengalami kemunduran kognitif (Hanley dkk., 1981
dalam Watson, 2000).
Orientasi realitas bekerja pada tingkatan yang berbeda perorangan
atau kelompok dan dapat dilakukan dengarn berbagai cara. Beberapa cara
yang digunakan untuk membangkitkan realitas adalah yang berhasil
diselesaikan, melengkapi pelana pada pintu toilet dan pintu ruangan
televisi. Pelabelan ini tidak harus dengan kata-kata tetapi dapat
membentuk simbol. Strategi lain yang disetujui pada kelompok klien
dilengkapi dengan papan pengumuman dan jam dinding pada posisi yang
mudah dilihat oleh semua klien. Informasi seperti setiap hari, tanggal,
peristiwa penting, atau ucapan selamat dapat diterima di papan tulis.
Penulisan ini harus dapat dibaca dan dibuat harus dibuat untuk mengubah
informasi yang penting di papan tulis setiap hari. Jam dinding harus
dalam keadaan baik. Jika jam dinding berhenti, mungkin lebih baik
diganti atau segera diperbaiki, lalu secepatnya dipasang di tempat
semula. Jangan tinggalkan jam dinding yang rusak dalam waktu yang
relatif lama dan hindarkan penunjukan waktu yang salah karena
kerusakan tersebut terlihat oleh klien. dinding yang rusak dalam waktu
yang relatif lama dan hindarkan penunjukan waktu yang salah karena
kerusakan tersebut terlihat oleh klien.
Banyak metode canggih yang telah teruji untuk memfasilitasi
realistis dan ada dua cara yang dapat digunakan. Setiap klien dipindahkan
dari ruangan normal mereka ke ruang kelas, sejenis ruangan kuliah untuk
mendapat percakapan di lingkungan normalnya dan diorientasikan secara
periodik menuju ruang kelas tadi. Terkait dengan individu klien di
ruangan, misalnya klien dapat ditemani perawat dan berjalan di sekitar
ruangan, lalu berkenaan dengan tempat signifikan, seperti toilet, ruang

18
makan, dan menambahkan tempat mereka berbeda. Kedua di atas efektif
untuk meningkatkan klien yang cerdas, tetapi mendukung yang terakhir
lebih efektif untuk memperbaiki perilaku klien (Roger Watson, 2000, h
63- 68).
6. Menentukan Kemampuan untuk melakukan ADL (Activity Daily
Living) Fungsional
Bagian penting dalam asuhan keperawatan menentukan kemampuan
klien untuk melakukan tugas dasar sehari-hari.
a. Berpakaian, Mandi, dan Berhias
Tentukan apakah klien mampu berpakaian dengan tepat. Tanda
bahaya meliputi pakaian kotor yang digunakan berulang, dan pakaian
dikenakan pada susunan yang tidak tepat (mis., Klien dapat
mengenakan dua pakaian dan pakaian dalam dipakai di bagian luar).
Tentukan apakah klien mandi. Tanda bahaya meliputi
ketidakmampuan mengatur suhu air atau tidak berdandan. Perawat
mengobservasi dan mendokumentasikan kemampuan klien untuk
melakukan ADL, seperti bercukur, menyisir rambut, menyikat gigi,
atau memakai riasan. Tentukan apakah kemampuan ini telah berubah
belakangan.
a. Eliminasi: Kontrol Usus dan Kandung Kemih
Evaluasi apakah klien mampu mempertahankan kontinensia,
mengingat lokasi kamar mandi dan menggunakan kamar mandi secara
mandiri, melakukan tugas dalam urutan yang benar, dan menerapkan
praktik higiene dasar. Jika inkontinensia terjadi, tentukan apakah hal
ini dapat dikelola melalui program eliminasi terjadwal.
Obat-obatan seperti haloperidol (Haldol) antipsikotik, dapat
menyebabkan retensi perkemihan. Mengurangi dosis Haldol dapat
membantu mencegah inkontinensi aliran yang berlebihan. Program
eliminasi secara teratur dapat mempertahankan fungsi perkemihan
normal.
b. Ambulasi dan Berpindah Tempat

19
Tentukan apakah klien dapat berjalan tanpa bantuan. Jika klien
menggunakan tongkat atau alat bantu berjalan lain (walker), evaluasi
kemampuan klien untuk menggunakan dengan aman. Tanda bahaya
meliputi riwayat jatuh atau gaya berjalan yang tidak stabil, keluyuran
dan tersesat, luka sayat atau memar yang tidak dapat dijelaskan, atau
jatuh beberapa kali dalam satu tahun terakhir.
Keluarga (atau fasilitas layanan kesehatan jangka panjang, jika
klien tinggal di sana) juga harus memiliki foto baru klien lansia, untuk
mengantisipasi keadaan apabila klien tersesat dan polisi perlu
membantu dalam pencarian. (Sebuah foto akan membantu
identifikasi).
c. Makan
Tentukan apakah klien dapat menggunakan peralatan makan dan
memotong makanan. Jika klien perlu disuapi, tentukan apakah klien
kooperatif, dapat mengunyah, dan ingat untuk menelan. Tanda bahaya
meliputi riwayat tersedak bingung dalam menggunakan peralatan
makan, dan menolak untuk makan. Pastikan untuk memantau asupan
makanan dan cairan serta berat badan.
d. Keterampilan Komunikasi
Meskipun bervariasi pada masing-masing klien, keterampilan
berbahasa secara bertahap akan berkurang saat demensia berlanjut.
Untuk menentukan kemampuan klien untuk berkomunikasi,
perhatikan apakah klien mengulangi pertanyaan atau cerita, kesulitan
menemukan kata atau menyebutkan nama objek, atau merangkai kata
atau frase yang tidak masuk akal. Keterampilan akan memburuk
dalam cara berbeda dan pada waktu berbeda. Misalnya, beberapa
orang kehilangan kemampuan untuk berbicara, tetapi masih
memahami bahasa tulisan; yang lainnya kehilangan kemampuan
untuk memahami semua bentuk bahasa. Keterampilan musik dan
sosial cenderung tetap utuh hingga akhir proses penyakit.
7. Menentukan Kemampuan untuk melakukan ADL (Activity Daily
Living) Kompleks atau Instrumental

20
a. Manajemen Keuangan
Tentukan apakah seseorang mampu mengelola buku cek,
rekening pembayaran, dan menukarkan uang. Klien demensia dapat
membayar rekening lebih dari satu kali atau lupa untuk
membayarnya sama sekali. Mereka juga dapat memberi sumbangan
yang besar karena lembar permintaan sumbangan tampak seperti
rekening. Mereka juga menjadi korban penipuan. Klien dapat
menyembunyikan atau kehilangan cek. Tanda bahaya meliputi
banyak rekening yang tidak dibayar, peralatan tidak terkoneksi, atau
salah meletakkan atau mendonasikan sejumlah besar uang.
Solusinya adalah menyimpan cek Jaminan Sosial secara langsung,
rekening dikirim ke anggota keluarga atau wali, dan diperlukan
orang kedua untuk menandatangani semua cek.
b. Mengemudi
Tentukan apakah klien mampu mengemudi dengan aman.
Apakah klien mengalami kecelakaan, tersesat, atau mencoba keluar
dari mobil yang sedang bergerak? Tanda bahaya meliputi hampir
tersesat, kecelakaan, atau tanda penilaian yang buruk. Mungkin kita
perlu meminta agar Negara bagian mencabut surat izin mengemudi
klien atau menguji mereka kembali. Keluarga mungkin perlu
mengambil setiap kunci mobil dari klien sehingga klien tidak
mungkin mengemudi. Pada beberapa kasus, mobil klien harus
dijual.
c. Transportasi Umum
Evaluasi apakah seseorang dapat menggunakan bus atau kereta
api tanpa tersesat, dapat berpindah dari satu kendaraan ke kendaraan
lain benar dan dapat dipindahkan.
d. Persiapan Makanan
Tentukan apakah klien mampu mengikuti resep dan instruksi.
Periksa apakah klien meninggalkan kompor yang menyala,
mengharuskan teko atau panci, atau menyimpan makanan dengan
tidak aman. Tanda bahaya meliputi makanan basi, terjadinya

21
kebakaran atau panci terbakar, atau menimbun sejumlah besar
makanan. Solusinya adalah menghubungi Meals on Wheels
(Layanan Hantar Makanan) untuk mendapatkan bantuan dan
melepaskan kabel listrik kompor.
e. Berbelanja, Melakukan Pekerjaan Rumah, dan Mencuci
Pakaian
Kaji kemampuan klien untuk berbelanja. Perhatikan apakah
klien mengalami perubahan dari pola bersih-bersih sebelunya, dan
apakah klien dapat mencari tahu cara menggunakan mesin cuci,
mengukur deterjen, dan memasukkan pakaian dalam jumlah yang
benar. Tanda bahaya adalah banyaknya peralatan yang sama di
dalam rumah, peralatan disimpan di tempat yang salah (mis.,
makanan beku disimpan di lemari), lingkungan rumah kotor (di
dalam rumah yang sebelumnya rapi), adanya serangga dan hewan
pengerat), mencuci segala sesuatu menggunakan tangan, dan
menyimpan pakaian kotor pada lemari dinding atau lemari pakaian.
Solusinya adalah meminta anggota keluarga untuk melakukan atau
mengawasi tugas ini atau meminta bantuan dari layanan pembantu
rumah tangga.
f. Penggunaan Telepon
Tentukan kemampuan klien untuk menggunakan nomor telepon
dan ingat nomor telepon untuk keadaan darurat. Tanda bahaya
adalah ketidak mampuan menekan nomor telepon, mengulangi
menelepon, atau menelepon di tengah malam ke orang lain.
Solusinya adalah menyimpan daftar nomor telepon di dekat telepon.
Menginstal alat yang akan menghubungi nomor telepon melalui
komputer dan meminta anggota keluarga atau teman untuk sering
menelpon guna memeriksa klien dan pemberi asuhan.
g. Keamanan di Komunitas
Tentukan apakah klien dapat mengambil tindakan untuk
memastikan keamanan dirinya sendiri. Tanda bahaya adalah
membukakan pintu untuk orang asing, memberikan uang kepada

22
orang asing atau tetangga, dan menjadi korban anak-anak nakal.
Klien juga dapat mengalami masalah dalam bertetangga, seperti
berjalan ke rumah orang lain, meminta tumpangan mobil, atau
meminta uang dari tetangga.
8. Menentukan Sistem Pendukung
a. Keluarga
Penyakit demensia sangat menjadi beban bagi anggota keluarga.
Dalam banyak hal, penyakit ini tidak hanya menyusahkan klien,
tetapi juga keluarga. Bagian penting dalam upaya membantu klien
demensia adalah memahami kebutuhan anggota keluarga dan
memberikan asuhan primer lainnya. Jaringan teman dan tetangga
yang kompleks terkadang memberikan pengawasan dan asuhan
yang diperlukan oleh klien yang terkena demensia. Seluruh
keluarga atau pemberi asuhan memerlukan banyak dukungan dan
pendidikan kesehatan mengenai perawatan klien saat penyakit
berlanjut.
Asuhan klien penyakit Alzheimer di stadium awal menganggu
waktu rekreasional keluarga. Di stadium akhir, pemberi asuhan
menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk mengawasi klien
yang bingung dan emosional. Mereka perlu menyeimbangkan antara
aktivitas mengasuh dan aktivitas pribadi yang menyenangkan.
Tanpa istirahat dan keseimbangan dalam kehidupan mereka sendiri,
insidensi penganiayaan lansia oleh pemberi asuhan cukup
signifikan.
b. Wanita dan Lansia sebagai Pemberi Asuhan
Sebagian besar pemberi asuhan adalah wanita. Konflik dapat
muncul di antara tuntutan peran pemberi asuhan, istri, ibu, pekerja,
dan pembersih rumah. Pasangan klien demensia sering kali adalah
seorang lansia juga. Pemberi asuhan mungkin tidak mampu
mengemban tuntutan fisik dan psikologis yang diperlukan untuk
mengelola tingkat asuhan yang terus menerus meningkat. Kelompok
pendukung dan istirahat dari tugas pengasuhan (respite care) dapat

23
terbukti bermanfaat terus bagi kesehatan dan kesejahteraan pemberi
asuhan.
H. Pencegahan Demensia
Pencegahan dini yang dapat dilakukan sebelum terjadinya demensia
meliputi faktor gaya hidup seperti nutrisi, olahraga, pengurangan stres,
perbaikan faktor resiko vaskular seperti hipertensi dan diabetes mellitus,
pengobatan gangguan depresi mayor, dan imunomodulator (Fiana et al.,
2019)

24
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Demensia merupakan sindrom klinis yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan
disfungsi hidup sehari-hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata
mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari. Penyakit demensia adalah
penyakit yang mempengaruhi otak seperti menggaggu keberfungsian sel-sel
syaraf di otak. Penderitanya akan mengalami gangguan fungsi kognitif dan
kehilangan ingatan yang bisa timbul bersamaan dengan gejala gangguan
perilaku maupun psikologis, yaitu meliputi berkembangnya perilaku
abnormal secara bertahap, hilangnya intelektual, perubahan mood biasanya
tanpa pemahaman, timbulnya emosi dan gangguan kognitif disertai
ketidakmampuan untuk belajar (Psikostudia & Mulawarman, 2015).
Pencegahan dini yang dapat dilakukan sebelum terjadinya demensia
meliputi faktor gaya hidup seperti nutrisi, olahraga, pengurangan stres,
perbaikan faktor resiko vaskular seperti hipertensi dan diabetes mellitus,
pengobatan gangguan depresi mayor, dan imunomodulator (Fiana et al.,
2019)

25
DAFTAR PUSTAKA

Fiana, D. N., Cahyani, A., Fisik, B., Kedokteran, F., Lampung, U., Kedokteran,
F., & Lampung, U. (2019). Dampak Terapi Musik pada Fungsi Kognitif
Pasien dengan Demensia. 3, 221–225.
Nisa, K., Lisiswanti, R., Kedokteran, F., Lampung, U., Pendidikankedokteran, B.,
& Lampung, U. (2016). Faktor Risiko Demensia Alzheimer Risk Factor of
Alzheimer ’ s Dementia. 5.
Psikostudia, J., & Mulawarman, U. (2015). Pengaruh senam poco-poco untuk
melawan dimensia 1). 4(1).
Siregar, R. G. (2019). Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 3(2), 183–
187.
Wakhid, A., Hartati, E., & Supriyono, M. (n.d.). FUNGSI KOGNITIF LANSIA
DENGAN DIMENSIA DI UNIT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA. 1–13.
(Fiana et al., 2019) Fiana, D. N., Cahyani, A., Fisik, B., Kedokteran, F., Lampung,
U., Kedokteran, F., & Lampung, U. (2019). Dampak Terapi Musik pada
Fungsi Kognitif Pasien dengan Demensia. 3, 221–225.
Nisa, K., Lisiswanti, R., Kedokteran, F., Lampung, U., Pendidikankedokteran, B.,
& Lampung, U. (2016). Faktor Risiko Demensia Alzheimer Risk Factor of
Alzheimer ’ s Dementia. 5.
Psikostudia, J., & Mulawarman, U. (2015). Pengaruh senam poco-poco untuk
melawan dimensia 1). 4(1).
Siregar, R. G. (2019). Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 3(2), 183–
187.
Wakhid, A., Hartati, E., & Supriyono, M. (n.d.). FUNGSI KOGNITIF LANSIA
DENGAN DIMENSIA DI UNIT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA. 1–13.

26
Lampiran
Pathway Demensia

LANSIA

Perubahan Perubahan Perubahan


Biologis/fisik kejiwaan sosial

Penurunan Penurunan Sumber


masukan daya ingat keuangan
nutrisi menurun

Fungsi
intelektual Fungsi sosial
Penurunan
menurun,
aktivitas
kehilangan
hubungan family
Demensia
Penurunan fungsi
sendi otot, depresi
pendengaran, Perasaan Mudah
pengelihatan sedih marah/ters
inggumg Perubahan cara
hidup
Merasa (masuk PSWT)
kurang Perasaan tak
diperhatikan tenang
Perubahan
psikososial
Takut
(Ansietas)

Gangguan Memba Menarik


tidur/istirahat hayakan dari
diri sosial
sendiri

27

Anda mungkin juga menyukai