Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Ny.K

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 43 tahun

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Suku/bangsa : Jawa

Alamat : Kedungploso Mojokerto

No.Rm : W-1812291236

Tgl Mrs : 18 September 2019

Tgl Krs : 21 September 2019


1.2 Anamnesis
 Keluhan Utama

Keluhan nyeri pada perut bagian tengah bawah

 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli kandungan RSU Wahidin SudiroHusodo


sekitar pukul 10.00 WIB. Dengan keluhan nyeri perut bagian tengah
bawah sejak 2 bulan yang lalu,nyeri hilang timbul, nyeri bertambah bila
menstruasi , nyeri tembus punggung, siklus mentstruasi 2 bulan ini tidak
teratur yaitu 20-23 hari pasien mengatakan sehari 3-4 kali mengganti
2

pembalut ,darah berwarna merah segar,tidak ada gumpalan darah,


menstruasi terakhir 4 hari yang lalu SMRS siklusnya hanya 2 hari dengan
4-5 kali pembalut dalam satu hari, keputihan (-),nyeri saat berhubungan (-)
mual (-) muntah (-) mules (-) kaki bengkak (-) badan lemas(-) pusing (-)
lemas (-) BB meningkat sekitar 2 Kg 2 bulan terakhir,nafsu makan
menurun (-) BAK normal, BAB belum sejak kemarin. Pasien tidak
mengeluhkan demam, dan sesak.

 Riwayat Menstruasi
- menarche usia 12 tahun, siklus 27 hari teratur, lama 7 hari, terkadang
nyeri saat menstruasi.
- 2 bulan ini menstruasi tidak teratur, 1 bulan 1 kali menstruasi namun
lamanya 20-23 hari.

 Riwayat Kehamilan
Belum pernah hamil dan belum pernah mengikuti program hamil

 Riwayat KB
Tidak pernah memakai KB

 Riwayat Perkawinan
Menikah 2 kali, pada tahun 1992 – 2016 suami meninggal karena demam
berdarah. Pernikahan kedua pada tahun 2017 – sekarang .

 Riwayat Alergi
Tidak memiliki alergi terhadap suhu, makanan, obat-obatan dan lainnya.
 Riwayat Operasi
Tidak memiliki riwayat operasi.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit medis seperti penyakit jantung, hipertensi,
diabetes melitus, dan asma.
 Riwayat Penyakit Keluarga
3

Penyakit kanker, jantung, diabetes melitus dan asma pada keluarga


disangkal.
1.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : composmentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Suhu tubuh aksila : 36,6oC
Nadi : 88 x/menit
Respirasi rate : 20 x/menit
Status gizi : baik
 Status Generalis:
Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-)
Hidung : pernapasan cuping hidung (-), deviasi septum (-)
Mulut : sianosis (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Telinga : sekret (-)
Thorax : Inspeksi:dinding dada simetris
Palpasi : fremitus raba simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi :
Paru : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Abdomen :
o Perkusi : redup pada hypogastric
o Auskultasi : bising usus (+)
Ekstremitas
Atas : Inspeksi: simetris
Palpasi : akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik
Bawah : Inspeksi: simetris
Palpasi : akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik
Perkusi : reflek patella (+/+)
4

 Status Ginekologi
Inspeksi : Datar tegang

Palpasi :

 Fundus Uteri : tidak teraba


 Massa tumor: teraba massa pada abdomen bawah, permukaan rata,
mobile, konsistensi kistik.
Inspekulo : Tidak Dilakukan

Pemeriksaan Dalam

Vulva : t.a.k

Vagina : t.a.k

Portio : tebal lunak

Cavum douglas : Tidak menonjol, tidak teraba massa,


NT(+), nyeri goyang (-)

1.4 Pemeriksaan penunjang


Tanggal 19/08/2019
 USG Kandungan :
5

 Uterus AF 6,7,6 X 3,42


 Bag Kistik di coepur ant
 AP : Sinistra : massa kistik ukuran 4, X 3,5
Dextra : massa kistik obsekot ukuran 2,9 x 27
Tanggal 18/2/2019
Darah Lengkap
Parameter Hasil UNIT Nilai Normal
WBC 14.10 103/uL 4.8 – 10.8
RBC 3.48 106/uL 4.2 – 6.1
HGB 10.7 g/dL 12 – 18
HCT 32.4 % 37 – 52
MCV 86.4 fL 79 – 99
MCH 27.3 Pg 27 – 31
MCHC 31.3 g/dL 33 – 37
PLT 243 103/uL 150-450
RDW 18.4 % 12.2-14.8
NEUT% 90.4 % 50 – 70
LYMPH% 5.0 % 25 – 40
NEUT# 8.06 103/uL 2 – 7.7
LYMPH# 2.33 103/uL 0.8 – 4
6

1.5 Diagnosis
KISTA OVARIUM DEXTRA

1.6 Penatalaksanaan
 Menjelaskan hasil pemeriksaan ke pasien dan keluarga
 Memberikan terapi sesuai advis dokter penanggung jawab:
 Inf. RL 20 tpm
 Puasa mulai jam 00.00
 Pro Laparotomi
 Monitoring:
 Kesadaran dan vital sign
 Keluhan subyektif

1.7 Follow Up
Follow up 19– 09 – 2019
Subjektif Objektif Assesment Planning
Nyeri perut TD =120/80 mmHg kista ovarium dextra  Inf. RL 20 tpm
bagian bawah N = 84 x / menit  Pro laparotomy
Perdarahan (-), RR =20 x/menit  Pasien dipuasakan untuk
badan lemas (-), Suhu =36,80 C persiapan operasi
demam (-), A/I/C/D = -/-/-/-
pusing (-), mual Cor : S1 S2 tunggal  Monitoring :
dan muntah (-), reg, m(-) g(-)  TTV dan klinis
BAB (-), BAK Pul : vesikuler +/+,
dbn. ronkhi -/-, whe -/-
Abd : datar, soepel,
nyeri tekan (-), BU
(+) normal
Ext : ahk +/+ edema
-/- CRT < 2 dtk
7

Genetalia:
perdarahan aktif (-)

Follow up 20 – 09 – 2019
Subjektif Objektif Assesment Planning
Post laparotomy, TD =120/70 mmHg POST SOD  Inf. PZ : D5 2 : 1
Perdarahan post N = 86 x / menit  Ranitidin 2x50 mg iv
badan lemas (+), RR =20 x/menit  Ketorolac 3x30 mg iv
demam (-), Suhu =36,50 C  Torradol 3x100 mg iv
pusing (-), mual A/I/C/D = -/-/-/-  Asam traksamat 3x 500
dan muntah (-), Cor : S1 S2 tunggal mg
nyeri pada luka reg, m(-) g(-)  Cek DL post op
post OP (+) Pul : vesikuler +/+,
ronkhi -/-, whe -/-  Monitoring :
Abd : datar, soepel,
 TTV dan klinis
nyeri tekan (-), BU
(+) normal
Ext : ahk +/+ edema
-/- CRT < 2 dtk
Genetalia:
perdarahan aktif (-)
8

Follow up 21 – 02 – 2019
Subjektif Objektif Assesment Planning
Nyeri pada luka TD =120/80 mmHg POST SOD  Pasien KRS
post OP sudah N = 86 x / menit  Obat pulang
mulai berkurang RR =20 x/menit Nadifen (sodium
0
(-), badan lemas Suhu =36,4 C diclofenac 50 mg )
(-), demam (-), A/I/C/D = -/-/-/- 2x 1 tab
pusing (-), mual Cor : S1 S2 tunggal Xepabion 2 x 1 tab
dan muntah (-), reg, m(-) g(-)
Pul : vesikuler +/+,
ronkhi -/-, whe -/-
Abd : datar, soepel,
nyeri tekan (-), BU
(+) normal
Ext : ahk +/+ edema
-/- CRT < 2 dtk
Genetalia:
perdarahan aktif (-)
Lab :
Hasil lab :
Hb : 11,1
Wbc : 12,1
Hct : 35,2
PLT : 243
9

 PA/FNAB (Tanggal 26/09/2019)


- Makroskopis : Diterima 1 tempat sediaan berisi 1 potong jaringan
dengan berat ± 200 gram dan berukuran ± (7x6x5) cm,pada irisan di
dapatkan jelly kekuningan dan rambut. Selanjutnya doproses sebagian
dalam 1 blok.
- Mikroskopis : berupa potongan jarigan ovarium berbentuk kista
sebagian dilapisi epithel bertatatah. Stroma didapatkan jaringan adnexa
kulit dan folikel cyst dan tidak didapatkan sel malignant pada sediaan
ini.
- Kesimpulan :Kista ovarium dextra, Operasi
DERMOID CYST
10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Ovarium

Wanita pada umumnya memiliki dua indung telur kanan dan kiri, yang
dengan mesovarium menggantung di bagian belakang ligamentum latum, kiri dan
kanan. Ovarium adalah kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran
panjang kira-kira 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm.

Pinggir atasnya atau hilusnya berhubungan dengan mesovarium tempat


ditemukannya pembuluh-pembuluh darah dan serabut-serabut saraf untuk
ovarium. Pinggir bawahnya bebas. Permukaan belakangnya pinggir keatas dan
belakang , sedangkan permukaan depannya ke bawah dan depan.Ujung yang
dekat dengan tuba terletak lebih tinggi daripada ujung yang dekat pada uterus, dan
tidak jarang diselubungi oleh beberapa fimbria dari infundibulum.
11

Ujung ovarium yang lebih rendah berhubungan dengan uterus dengan


ligamentum ovarii proprium tempat ditemukannya jaringan otot yang menjadi
satu dengan yang ada di ligamentum rotundum. Embriologik kedua ligamentum
berasal dari gubernakulum.

Gambar . Anatomi Ovarium

Struktur ovarium terdiri atas:

1. korteks disebelah luar yang diliputi oleh epitelium germinativum yang


berbentuk kubik dan di dalam terdiri dari stroma serta folikel-folikel
primordial ;
2. medulla di sebelah dalam korteks tempat terdapatnya stroma dengan
pembuluh-pembuluh darah, , serabut-serabut saraf dan sedikit otot polos.

Diperkirakan pada wanita terdapat kira-kira 100.000 folikel primer. Tiap


bulan satu folikel akan keluar, kadang-kadang dua folikel, yang dalam
perkembangannya akan menjadi folikel de Graff. Folikel-folikel ini merupakan
badian terpenting dari ovarium dan dapat dilihat di korteks ovarii dalam letak
yang beraneka ragam dan pula dalam tingkat-tingkat perkembangan dari satu sel
telur dikelilingi oleh satu lapisan sel-sel saja sampai menjadi folikel de Graff yang
matang terisi dengan likuor folikulli, mengandung estrogen dan siap untuk
berovulasi.
12

Folikel de Graff yang matang terdiri atas :

1. ovum, yakni suatu sel besar dengan diameter 0,1 mm, yang mempunyai
nukleus dengan anyaman kromatin yang jelas sekali dan satu nukleolus
pula;
2. stratum granulosum yang terdiri atas sel-sel granulosa, yakni sel-sel bulat
kecil dengan inti yang jelas pada pewarnaan dan mengelilingi ovum ; pada
perkembangan lebih lanjut terdapat ditengahnya suatu rongga terisi likuor
follikuli;
3. teka interna, suatu lapisan yang melingkari stratum granulosum dengan
sel-sel yang lebih kecildaripada sel granulosa;
4. teka eksterna, terbentuk oleh stroma ovarium yang terdesak.

Pada ovulasi, folikel yang yang matang dan yang mendekati permukaan
ovarium pecah dan melepaskan ovum ke rongga perut. Sel-sel granulosa yang
melekat pada ovum dan yang membentuk korona radiata bersama-sama ovum ikut
dilepas. Sebelum dilepas, ovum mulai mengalami pematangan dalam dua tahap
sebagai persiapan untuk dapat dibuahi.

Setelah ovulasi, sel-sel stratum granulosum di ovarium mulai


berproliferasi dan masuk ke ruangan bekas tempat ovum dan likuor follikuli.
Demikian pula jaringan ikat dan pembuluh-pembuluh darah kecil yang ada di situ.
Biasanya timbul perdarahan sedikit, yang menyebabkan bekas folikel diberi nama
korpus rubrum. Umur korpus rubrum ini hanya sebentar. Di dalam sel-selnya
timbul pigmen kuning, dan korpus rubrum menjadi korpus luteum. Sel-selnya
membesar dan mengandung lutein dengan banyak kapiler dan jaringan ikat
diantaranya.

Di tengah-tengah masih terdapat bekas perdarahan. Jika tidak ada


pembuahan ovum, sel-sel yang besar serta mengandung lutein mengecil dan
menjadi atrofik, sedangkan jaringan ikatnya bertambah. Korpus luteum lambat
laun menjadi korpus albikans. Jika pembuahan terjadi , korpus luteum tetap ada,
malahan menjadi lebih besar, sehingga mempunyai diameter 2.5 cm pada
13

2.2 Kista Ovarii


Prawirohardjo (2008) menyatakan bahwa berdasarkan tingkat
keganasannya, kista terbagi dua, yaitu nonneoplastik dan neoplastik. Kista
nonneoplastik sifatnya jinak dan biasanya akan mengempis sendiri setelah
2 hingga 3 bulan. Sementara kista neoplastik umumnya harus dioperasi,
namun hal itu pun tergantung pada ukuran dan sifatnya

Tumor Neoplastik jinak


 Kistik
a. Kistoma ovarii simpleks
b. Kistadenoma ovarii serosa
c. Kistadenoma ovarii mucinosum
d. Kista endometroid
e. Kista dermoid
 Solid
a. Fibroma, leiomioma, fibroadenoma, papiloma, angioma,
limfangioma.
b.Tumor brenner
c. Tumor sisa adrenal (maskulinovo-blastoma)
1. Jenis tumor kistik (Prawirohardjo,2008)
a. Kistoma Ovarii Simpleks
Kistoma ovarii simpleks merupakan kista yang permukaanya rata
dan halus,biasanya bertangkai, seringkali bilateral, dan dapat menjadi
besar. Dinding kista tipis berisi cairan jernih yang serosa dan berwarna
kuning. Penatalaksanaan dengan pengangkatan kista dengan reseksi
ovarium.
b. Kistadenoma Ovarii musinosum
Bentuk kista multilokular dan biasanya unilateral, dapat tumbuh
menjadi sangat besar. Gambaran klinis terdapat perdarahan dalam kista
dan perubahan degeneratif sehingga timbul perleketan kista dengan
omentum, usus-usus, dan peritoneum parietale. Selain itu, bisa terjadi
ileus karena perleketan dan produksi musin yang terus
14

bertambahakibat pseudomiksoma peritonei. Penatalaksanaan dengan


pengangkatan kista in tito tanpa pungsi terlebih dulu dengan atau tanpa
salpingo-ooforektomi tergantung besarnya kista.
c. Kistadenoma Ovarii Serosum
Kista ini berasal dari epitel germinativum. Bentuk kista umumnya
unilokular, tapi jika multilokular perlu dicurigai adanya keganasan.
Kista ini dapat membesar, tetapi tidak sebesar kista musinosum. Selain
teraba massa intraabdominal juga dapat timbul asites. Penatalaksanaan
umumnya sama dengan kistadenoma ovarii musinosum.
d. Kista Dermoid
Kista dermoid adalah teratoma kistik jinak dengan struktur
ektodermal berdiferensiasi sempurna dan lebih menonjol dari pada
mesoderm dan entoderm. Bentuk cairan kista ini seperti mentega.
Kandungannya tidak hanya berupa cairan tapi juga ada partikel lain
seperti rambut, gigi, tulang, atau sisa-sisa kulit. Dinding kista keabu-
abuan dan agak tipis, konsistensi sebagian kistik kenyal dan sebagian
lagi padat. Dapat menjadi ganas, seperti karsinoma epidermoid. Kista
ini diduga berasal dari sel telur melalui proses parthenogenesis.
Gambaran klinis adalah nyeri mendadak di perut bagian bawah karena
torsi tangkai kista dermoid. Dinding kista dapat ruptur sehingga isi
kista keluar di rongga peritoneum. Penatalaksanaan dengan
pengangkatan kista dermoid bersama seluruh ovarium.
e. Kista Endometroid
Kista ini biasanya unilateral dengan permukaan licin, pada dinding
dalam terdapat satu lapisan sel-sel, yang menyerupai lapisan epitel
endometrium. Kista ini tidak ada hubungannya dengan endometriosis
2. Epidemiologi
Pada penderita premenupause, sebagian besar tumor epithelial
ovarium bersifat jinak, hanya 7% diantaranya yang bersifat ganas. Pada
penderita postmenopause, tumor neoplastik ganas bersikar 30% jadi kira-
kira 70% yang jinak (Berek, Natrajan,2007)
15

3. Gejala Kista ovarium


Banyak kista ovarium yang tidak menimbulkan gejala dan tanda,
terutama kista ovarium yang kecil. Sebagian besar gejala dan tanda adalah
akibat dari pertumbuhan, aktivitas endokrin, atau komplikasi tumor-tumor
tersebut. Kista ovarium tidak menghasilkan gejala, kecuali kista itu pecah
atau terpelintir. Hal ini menyebabkan sakit perut, distensi dan kaku. Kista
yang besar dan berjumlah banyak dapat menyebabkan ketidaknyamanan
pada panggul, sakit pinggang, rasa sakit saat berhubungan seksual, serta
perdarahan uterus yang abnormal. Kista ovarium yang terpelintir
mengakibatkan sakit perut yang akut seperti serangan apendisitis. Selain
itu kista dapat menyebabkan menstruasi pada wanita terlambat diikuti
dengan perpanjangan dan perdarahan ireguler ( Wiknjasastro, 2009 ).

2.3 Kista Dermoid


1. Definisi
Kista dermoid adalah satu teratoma yang jinak di mana struktur-
struktur ektodermal dengan differensiasi sempurna, seperti epitel kulit,
rambut, gigi dan produk glandula sebasea berwarna putih kuning
menyerupai lemak nampak lebih menonjol daripada elemen-elemen
entoderm dan mesoderm.( DeCherney AH,2007)

Kista dermoid merupakan suatu massa kistik yang dilapisi oleh epitel
gepeng disertai adanya struktur adneksa seperti kelenjar sebasea, rambut,
folikel rambut, serta struktur lain seperti tulang, otot, dan kartilago. Kista
dermoid dapat bersifat kongenital atau didapat, walaupun secara klinis
dan histopatologis tidak terdapat perbedaan diantara keduanya.(Johan H
,1988)

Pada tahun 1955, Meyer mengemukakan konsep bahwa secara


histologis terdapat 3 varian kista dermoid yaitu kista epidermoid, kista
dermoid dan teratoid. Pada jenis epidermoid, kista dilapisi oleh epitel
gepeng tanpa disertai adneksa. Sedangkan pada kista dermoid, selain
16

dilapisi oleh epitel gepeng, juga disertai adneksa seperti rambut, folikel
rambut dan kelenjar sebasea. Pada teratoid, selain epitel berlapis
gepeng dan adneksa, juga ditemukan adanya elemen mesoderm seperti
otot, tulang, dan kartilago.( Katz VL,2007)

Kista dermoid sama halnya dengan kista mosinosum yang dibutuhkan


kehati-hatian pada ibu hamil. Hal ini dikarenakan jika kista tersebut meletus
akan mengeluarkan cairan lengket dan isi cairan tersebut akan masuk ke
dalam perut dan bisa mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa.( Katz
VL,2007)

Kista dermoid terjadi karena jaringan telur tidak dibuahi. Kemudian


tumbuh menjadi beberapa jaringan seperti rambut, tulang dan lemak. Kista
ini dapat terjadi pada dua indung telur dan biasanya tanpa gejala. Timbul
gejala rasa sakit apabila kista terpuntir atau pecah.

Tidak ada ciri-ciri yang khas pada kista dermoid : ( Katz VL,2007)

1. Dinding kista kelihatan putih keabu-abuan, dan agak tipis.


2. Konsistensi tumor sebagian kistik kenyal, dibagian lain padat.
3. Sepintas lalu terlihat seperti kista berongga satu, tetapi bila dibelah,
biasanya nampak satu kista besar dengan ruangan kecil-kecil dalam
dindingnya.
4. Pada umunya terdapat satu daerah pada dinding bagian dalam, yang
menonjol dan padat.
5. Tumor mengandung elemen-elemen ektodermal, mesodermal, dan
entodermal. Maka dapat ditemukan kulit, rambut, kelenjar sebase, gigi,
tulang rawan, serat otot jaringan ikat, dan mukosa traktus
gastrointestinal, epitel saluran pernapasan, dan jaringan tiroid.
6. Bahan yang terdapat dalam rongga kista ialah produk dari kelenjar
sebasea berupa massa lembek sperti lemak, bercampur dengan rambut.
7. Pada kista dermoid dapat terjadi torsi tangkai dengan gejala nyeri
mendadak di perut bagian bawah. Ada kemungkinan pula terjadinya
17

sobekan dinding kista dengan akibat pengeluaran isi kista dalam rongga
peritoneum.

2. Epidemiologi

Kista dermoid adalah sejenis tumor sel germ. Kista ini bersifat jinak
dan jumlahnya sekitar 10%. Pada umumnya kista dermoid terjadi pada
wanita yang berusia dibawah 20 tahun. Hampir 85% teratoma matur
terdapat pada wanita usia 16-55 tahun, dengan rata-rata umur 32-35 tahun.
Angka kejadian kista dermoid adalah sekitar 25-40% dari neoplasma
ovarium dan 95% dari semua teratoma ovarium. Sering timbul pada dekade
kedua dan ketiga. Usia paska menopause berkisar 10-20%. Di Indonesia
frekuensi berkisar antara 11,1% sampai 16,9%. Resiko transformasi maligna
dijumpai pada 1-2% kasus dan pada umumnya terjadi pada wanita paska
menopause.( Kapita selekta Kedokteran, Edisi 3).

3. Etiologi

Penyebabnya saat ini belum diketahui secara pasti. Namun ada salah
satu pencetusnya yaitu faktor hormonal, kemungkinan faktor resiko yaitu:

( Wiknosastro,2007).

1. Faktor genetik/ mempunyai riwayat keluarga dengan kanker ovarium dan


payudara.
18

2. Faktor lingkungan (polutan zat radio aktif)

3. Gaya hidup yang tidak sehat

4. Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron, misalnya akibat


penggunaan obat-obatan yang merangsang ovulasi dan obat pelangsing
tubuh yang bersifat diuretik.

5. Kebiasaan menggunakan bedak tabur di daerah vagina.

Kista ini diduga berasal dari sel telur melalui proses parthenogenesis.
Kista ini terjadi karena jaringan dalam telur yang tidak dibuahi.
Perkembangan tidak sempurna dari hasil konsepsi pada akhir stadium
blastomer. Tumor berasal dari perkembangan ovum tanpa fertilisasi yang
oleh pengaruh faktor rangsang yang tidak diketahui kemudian membentuk
bermacam macam komponen jaringan janin yang tidak sempurna, seperti
rambut, tulang dan lemak. Kista dapat terjadi pada dua indung telur dan
biasanya tanpa gejala. Timbul gejala rasa sakit apabila kista terpuntir atau
pecah.( Pernoll’s & ML Pernoll’s & ML, 1994)

4. Gambaran Klinis

Gambaran klinis adalah nyeri mendadak di perut bagian bawah karena


torsi tangkai kista dermoid. Dinding kista dapat ruptur sehingga isi kista
keluar di rongga peritoneum. Bentuk cairan ini seperti mentega,
kandunganya tidak hanya cairan tapi juga partikel lain seperti rambut, gigi,
tulang atau sisa-sisa kulit. Seperti kista mosinosum juga sama dengan kista
dermoid memerlukan hati-hati pada ibu hamil karena bila meletus akan
mengakibatkan cairan lengket isi cairanya seperti rambut, gigi atau tulang
bisa masuk perut akan mengakibatkan dan menimbulkan sakit luar biasa.

( Sastrawinata, 2004)

Gejala kista dermoid yang sering timbul, yakni :


1. Adanya massa tumor
19

2. Nyeri pada perut


3. Gangguan miksi
4. Nyeri pada punggung

Makroskopis kista dermoid adalah kista dengan permukaan luar licin,


warna putih keabuan dan agak tipis. Konsitensi tumor sebagian kistik,
kenyal dan dibagian lain padat. Kista dermoid kelihatan seperti kista
berongga satu, tapi bila dibelah biasanya nampak suatu kista besar dengan
ruangan kecil kecil dalam dindingnya.(Hardibroto,2005).
a. Ektodermal : kulit, rambut, kelenjar sebasea, gigi
b. Mesodermal : tulang rawan , serat otot , jaringan ikat
c. Endodermal : mukosa traktus gastrointestinal , epitel saluran nafas dan
jaringan tiroid

Dalam rongga kista sering dijumpai produk dari kelenjar sebasea


berupa masa lembek seperti lemak bercampur dengan rambut. Rambut ini
terdapat beberapa lembar saja, tetapi dapat berupa gelondongan seperti
konde. Teratoma jinak ini dapat terapung di dalam rongga abdomen dan
dengan tangkai ovarium yang memanjang menyebabkan dapat terletak di
depan dan kadang diatas uterus. .(Hardibroto,2005).
5. Diagnosis

Anamnesa

Pada anamnesa rasa sakit atau tidak nyaman pada perut bagian
bawah. Rasa sakit tersebut akan bertambah jika kista tersebut terpuntir atau
terjadi ruptur. Terdapat juga rasa penuh di perut. Tekanan terhadap alat-alat
di sekitarnya dapat menyebabkan rasa tidak nyaman, gangguan miksi dan
defekasi. Dapat terjadi penekanan terhadap kandung kemih sehingga
menyebabkan frekuensi berkemih menjadi sering.

Pemeriksaan Fisik
20

Kista yang besar dapat teraba dalam palpasi abdomen. Walau pada
wanita premonopause yang kurus dapat teraba ovarium normal tetapi hal ini
adalah abnormal jika terdapat pada wanita postmenopause. Perabaan
menjadi sulit pada pasien yang gemuk. Teraba massa yang kistik, mobile,
permukaan massa umumnya rata. Cervix dan uterus dapat terdorong pada
satu sisi. Dapat juga teraba, massa lain, termasuk fibroid dan nodul pada
ligamentum uterosakral, ini merupakan keganasan atau endometriosis.
Padaperkusi mungkin didapatkan ascites yang pasif. .( Pernoll’s & ML
Pernoll’s & ML, 1994)

6. Pemeriksaan Penunjang

1. Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah
tumor berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan silat-sifat
tumor itu.
2. Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor
apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing,
apakah tumor kistik atau solid, dan dapatkah dibedakan pula antara
cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
3. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam
tumor. Penggunaan foto rontgen pada pictogram intravena dan
pemasukan bubur barium dalam colon disebut di atas.
4. Parasentesis
Telah disebut bahwa fungsi pada asites berguna menentukan
sebab asites. Perlu diingatkan bahwa tindakan tersebut dapat
mencemarkan cavum peritonei dengan kista bila dinding kista
tertusuk.(Wiknjosastro,2007)
21

Kista dermoid memiliki gambaran masa kistik berisi focus dan


material ekogenik dimana distribusinya tidak merata atau gambaran sebuah
area dengan ekogenik kuat berasal dari jaringan tulang dan gigi. Proses
penulangan dan gigi dapat juga dilihat melalui pemeriksaan radiologist.
(Bag.Obstetric dan Ginekologi Fk Unpad, 1993)

7. Penatalaksanaan

Tindakan laparoskopi atau laparotomi merupakan pilihan penanganan


untuk kista dermoid, namun harus dipertimbangkan keuntungan dan
kerugiannya. Beberapa peneliti menyebutkan tindakan laparoskopi dapat
menyebabkan terjadi tumor spill dan bisa menyebabkan peritonitis 0,2%
serta meningkatkan terjadinya perlengketan. Resiko terjadi rekurensi 4%
dan resiko keganasan sekitar 0,17%-2%. Pada kista dermoid >6 cm atau ada
riwayat pembedahan dengan sangkaan perlengketan maka laparotomi
merupakan pilihan terbaik. Kistektomi dengan meninggalkan jaringan
ovarium yang sehat bagi pasien yang masih ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya. Ooforektomi bila memang tidak memungkinkan
mempertahankan jaringan ovarium atau fungsi reproduksi tidak diperlukan
atau pasien mendekati usia menopause.(Wiknjosastro,2007)

Pada kehamilan dengan teratoma matur, penanganan sebaiknya dilihat


dari ukuran kista tersebut serta usia kehamilan. Pada kehamilan
kemungkinan terjadi torsi kista sebesar 19%, ruptur atau pecahnya kista
teratoma sekitar 3%, 14% menimbulkan obstruksi. Kemungkinan terjadi
keganasan sekitar 5%. Beberapa peneliti merekomendasikan bila besar
tumor lebih dari 6cm dan usia kehamilan 16 minggu, maka sebaiknya
tindakan laparoskopi lebih aman dilakukan dibandingkan dengan tindakan
laparotomi, bahkan pada satu penelitian menyebutkan bisa terjadi abortus
spontan serta kemungkinan terjadi peningkatan persalinan preterm.6,8,10
Sedangkan penanganan kista dermoid pada anak-anak yaitu dengan
cara tradisional (ooforektomi) dan laparotomi. Pada usia dewasa
22

penanganannya laparoskopi-kistektomi. Sedangkan untuk kasus kista yang


ukurannya lebih besar dan dicurigai ada keganasan, maka pendekatan lebih
kepada tindakan laparotomi. .( Pernoll’s & ML Pernoll’s & ML, 1994)

8. Prognosis

Resiko transformasi maligna dijumpai pada 1-2% kasus dan pada


umumnya terjadi pada wanita paska menopause.(Kats VL,2007)

9. Komplikasi

Kista dermoid sering menimbulkan berbagai komplikasi. Adapun


komplikasi yang sering timbul adalah : ( Pernoll’s & ML Pernoll’s & ML,
1994)
1. Torsi Kista
Torsi kista ini sering menimbulkan keluhan akut abdomen yang
menetap. Ukuran kista yang bisa menyebabkan torsi adalah kista dengan
ukuran kecil dan sedang. Insidensi torsi kista sekitar 16% dan umumnya
pergerakan torsi searah dengan pergerakan jarum jam.
2. Ruptur Kista
Terjadinya ruptur atau perforasi tergantung ketebalan kapsul kista,
hal yang mempermudah terjadinya ruptur adalah adanya torsi kista dan
bila terjadi ruptur akan menimbulkan peritonitis.
3. Keganasan
Proporsi tipe epidermoid paling sering timbul, sekitar 1-3%
kemudian di ikuti oleh tipe sarkoma dan melanoma malignan. Prognosis
tergantung intak atau tidak intaknya kapsul kista dermoid, bila kapsul
kista masih intak dan tidak ada metastase ekstra ovarium maka prognosis
umumnya baik. Tumor carcinoid bisa timbul dan berasal dari saluran
pencernaan dan bermetastase ke ovarium.
4. Anemia
Anemia terdapat pada kista dermoid, hal ini berhubungan dengan
pengangkatan massa tumor.
23

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang pada pasien atas nama Ny.S berusia 35 tahun, diagnosis dari pasien ini
saat kedatangan pertama di RSU dr. Wahidin Surido Husodo Mojokerto adalah
kista ovarium dextra. Dasar dari penegakkan diagnosa mioma uteri adalah
anamnesa pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu USG, telah
dilakukan laparotomy dan didapatkan hasil dari PA/sitologi dengan hasil “
KISTA DERMOID’’
24

DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian obstetric dan Ginekologi F.K. Unpad. 1993. Ginekologi


Elster : Bandung
2. Berek JS, Natarajan S.Ovarian and Fallopian Tube Cancer.In:
Berek JS.Berek & Novak’s Gynacology. 14 th ed.Lippincont
Williams & Willkin,2007.1457-145
3. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. Current
Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology. 10th ed. New
York: McGraw-Hill; 2007.
4. Doenchoelter, Johan H (1988). Ginekologi Greeenhill. Terjemahan
Chandra Sanusi. Edisi 120. EGC. Jakarta.
5. Katz VL. Benign Gynecologic Lesions : Vulva, Vagina, Cervix,
Uterus, Oviduct, Ovary. In: Katz VL, Lentz GM, Lobo RA,
Gershenson DM, editors. Comprehensive Gynecology. 5th ed.
Philadelphia; Elsevier: 2007.
6. Media Aesculapius. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.
Jilid 1. Media Aesculapius. FKUI.
7. Pernoll’s & ML. Transverse Lie In : Benson & Pernoll handbook of
Obstetrics & Ginecology, 10th ed. Mcgraw-Hill International
Edition, America, 1994.
8. Sastrawinata, Sulaiman. dkk. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi:
Obstetri Patologi.Edisi 2. Jakarta: EGC
9. Sindroma ovarium polikistik. Hadibroto, Budi R. Departemen
Ostetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara. 2005.
10. Wiknjosastro, H. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-9. Jakarta:
Yayasan BinaPustaka Sarwono Prawirohardjo.
11. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009
12.Prawirohardjo, Sarwono. 2008 .Ilmu Kandungan. Jakarta : PT
Bina Pusaka Sarwono Prawirohardjo.
25

Anda mungkin juga menyukai