Anda di halaman 1dari 4

Pada percobaan kali ini dilakukan pemeriksaan kadar asam urat didalam

darah dengan tujuan untuk dapat mendiagnosis penurunan fungsi ginjal dan
penyakit gout yang terjadi karena ketidaknormalan kadar asam urat yang terlalu
tinggi didalam darah sehingga menyebabkan hiperurisemia. Peningkatan kadar
asam urat dalam darah akan beresiko terakumulasinya monosodium urat dalam
tubuh sehinga menyebabkan penyakit Gout Atritis. Karena adanya dan
penurunan ekresi ginjal sehingga monosodium urat cenderung menumpuk dan
mengkristal di dalam jaringan sendi, jika menumpuk dalam jangka panjang akan
merusak sendi secara permanen. Penyebab hiperurisemia karena makanan,
pembelahan purin akibat DNA dan obesitas sehingga terjadi penumpukan kristal
sehingga terjadi radang disendi akibatnya terjadi gout. Pengobatan yang biasanya
dilakukan pada penderita Gout Artritis adalah dengan obat anti-inflamasi
golongan non-steroid untuk meringankan gejalan nyeri. Namun bagi penderita
tukak lambung, hal ini tidak boleh dilakukan karena akan memperburuk keadaan.
Dan untuk meningkatkan pengeluaran urat melalui ginjal dapat menggunakan obat
golongan urikosurik misalnya prebenecid, namun tidak cocok bagi penderita gagal
ginjal karena akan memperburuk gagal ginjal. Bagi penderita gagal ginjal cukup
aman untuk menggunakan allopurinol sebagai penghambat xantin oksidase untuk
mengubah xantin menjadi asam urat.

Asam urat terdapat di senyawa nitrogen non-protein yang merupakan hasil


metabolisme protein secara normal dieksresi oleh ginjal. Urat merupakan bentuk
akhir metabolisme purin, dimana basa purin terdiri dari adenin dan guanin yaitu
konstituen dari kedua tie asam nukleat (DNA dan RNA). Jika di DNA adenin
membentuk pasangan basa dengan timin dan di RNA adenin membentuk
pasangan basa dengan urasil. Sedangkan Guanin jika di DNA membentuk
pasangan Sitosin. Purin akan berikatan dengan gugus ribosa nukleotida IM
merupakan titik cabang untuk biosintesis purin, karena dapat dikonversi menjadi
AMP atau GMP melalui dua jalur reaksi yang berbeda. AMP (Adenosin
Monophosphat) bisa di pecah menjadi hipoxantin dan GMP dipecah menjadi
guanin. Penghilangan fosfat dari AMP dan GMP secara hidrolisis menghasilkan
adenosin dan guanosin.. Guanosin mengalami fosforilasi jadi guanin kemudian
teroksidasi menjadi xantin , sedangkan adenosin mengalami aminasi menjadi
inosin kemudian menglamai fosforilasi menjadi hipoxantin lalu dioksidasi dengan
xantin oksidase menjadi xantin. Hasil total kedua xantin di oksida menjadi asam
urat lalu dialirkan ke darah kemudian diginjal di filtrasi dan direabsorpsi di
tubulus proximal serta di sekresi di lumen distal lalu di ekresi di urin
(Misnadiarly, 2009).

Dalam percobaan ini metode yang digunakan adalah metode enzimatik.


Pemilihan metode enzimatik dikarenakan metode ini memiliki kelebihan
dibandingkan metode kolorimetri. Pada metode kolorimetri reaksinya kurang
spesifik karena dapat terganggu oleh senyawa lain misalnya bilirubin dan senyawa
pereduksi seperti asam askorbat yang dapat menganggu pembacaan absorbansi
pada spektrofotometri karena dengan adanya senyawa mirip dengan asam urat
atau senyawa pereduksi lainnya dapat meningkatkan absorbansi pada pembacaan
kadar asam urat. Prinsipnya yaitu asam urat dioksidasi dengan H 2O dan O2 dengan
bantuan enzim urikase sehingga mememecah inti purin pada asam urat terbentuk
allantoin CO2 dan H2O2 . Peroksida direkasikan dengan 4-aminoantipirin dan
DHBS dengan bantuan hidrogen peroksidase sehingga terbentuk quinoneimina
dan H2O.

Hal pertama yang dilakukan adalah melarutkan enzim dengan pelarut


hingga tercampur dengan baik, kemudian disiapkan 3 tabung reaksi. Pada tabung
reaksi pertama diberi label blangko yang berisi reagen dan aquades, tabung reaksi
kedua diberi label standar yang berisi reagen dan larutan standar, dan pada tabung
reaksi ketiga diberi label uji atau tes yang berisi reagen dan serum. Serum adalah
bagian cair darah yang tidak mengandung sel-sel darah dan faktor-faktor
pembentukan darah. Protein-protein koagulasi lainnya dan protein yang tidak
terkait dengan hemostatis, tetap berada dalam serum dengan kadar serupa dengan
plasma. Apabila proses koagulasi berlangsung secara abnormal, serum mungkin
mengandung sisa fibrinogen dan produk pemecahan fibrinogen atau protombin
yang belum di konvensi (Sacher dan McPerson, 2012)
Setelah itu, dicampur hingga homogen dan dibiarkan selama 10 menit.
Tujuan didiamkan selama 10 menit dimaksudkan agar enzim-enzim yang
digunakan dalam reaksi dapat bekerja secara optimal seperti berada pada kondisi
dalam tubuh dan karena suhu kamar lebih rendah dari suhu tubuh maka didiamkan
lebih lama (pada suhu tubuh 5 menit). Setelah didiamkan selama 10 menit, warna
dari uji berubah dari yang berwarna bening menjadi larutan berwarna yaitu warna
merah muda. Setelah itu dilakukan pembacaan absorbansi dari larutan tes dan
standar terhadap blangko. Penggunaan blangko yang berisi reagen dan aquades
bertujuan untuk menghilangkan pengaruh pelarut, sehingga hasil yang didapat
adalah hasil yang sebenarnya, tidak ada pengaruh dari pelarut yang digunakan.
Pengukuran standar yang berisi reagen dan standar bertujuan untuk memastikan
bahwa hasil yang diperoleh benar-benar senyawa yang dituju (sebagai
perbandingan).

Hasil yang diperoleh dari percobaan ini adalah nilai absorbansi standar dan
nilai absorbansi uji. Nilai absorbansi standar yang diperoleh adalah 0,038 A dan
nilai absorbansi uji yang diperoleh berturut-turut adalah 0,030 A ; 0,034 A ; 0,024
A ; 0,031 A ; dan 0,056 A. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat perbedaan
nilai absorbansi pada uji 1- 5 dimana perlakuan dan bahan pada semua uji sama.
Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya pengukuran serta
pemipetan dilakukan oleh praktikan yang berbeda, waktu inkubasi, kondisi
spektrofotometer yang digunakan dan kurangnya ketelitian saat membuat larutan
uji.
Setelah dipeoleh absorbansi, dilakukan perhitungan kadar asam urat dari
nilai absorbansi uji terhadap standar yang dikali kan dengan kadar standar (6
mg/dL). Diperoleh hasil perhitungan kelima uji dengan rata-rata kadar yaitu 5,558
mg/dL. Hal ini menunjukkan kadar asam urat dalam serum tersebut masih dalam
keadaan normal karena masuk pada rentang kadar asam urat normal menurut
WHO (World Health Organization) yaitu untuk wanita dewasa pada rentang 2 –
7,5 mg/dL dan untuk pria dewasa 2-6,5 mg/dL.
Kemudian untuk melihat keseragaman kadar asam urat pada pengujian ini
dilakukan perhitungan Standar Deviasi (SD) yang menunjukkan tingkat atau
derajat variasi kelompok data dari rata-ratanya. Standar deviasi ini digunakan
untuk memperlihatkan besarnya perbedaan data yang ada yang dibandingkan dari
rata-rata. Diperoleh hasil perhitungan standar deviasi yaitu 1,906 kemudian
dihitung nilai simpangan baku relatif (SBR) dan diperoleh nilainya sebesar
34,293%. Hal ini menandakan bahwa nilai SBR yang diperoleh tidak memenuhi
syarat karena nilainya lebih dari 2% sedangkan syarat nilai SBR yang baik adalah
kurang dari (<2%). Hal tersebut terjadi karena terjadi penyimpangan data yang
signifikan.

Sacher RA, McPherson RA. (2004). Widmann’s Clinical Interpretation of


Laboratory Test. In : Brahm U, Wulandari D, Hartanto H. Tinjauan klinis hasil
pemeriksaan laboratorium. 11th ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai