Anda di halaman 1dari 38

SURAT KEPUTUSAN

DIREKTUR RUMAH SAKIT BUDI KEMULIAAN BATAM


NOMOR : /Dir/SKep/III/2017

TENTANG

KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


DI RUMAH SAKIT BUDI KEMULIAAN BATAM

DIREKTUR RUMAH SAKIT BUDI KEMULIAAN BATAM


: a. Bahwa rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang
M E N I M B AN G
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki
peran yang sangat penting dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat
b. Bahwa dalam rangka mendukung peningkatan mutu pelayanan
kesehatan yang prima dan profesional, khususnya dalam upaya
pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah
Sakit dipelukan adanya suatu kebijakan.
c. Bahwa sehubungan dengan butir (a) dan (b) diatas perlu
ditetapkan melalui suatu surat keputusan direktur.

: 1. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Te


M E N G I N G AT
ntang Rumah Sakit ;
2. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Te
ntang Kedokteran (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nom
or 16,Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4431)
3. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Te
ntang Kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomo
r 100,Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3495).
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2001
Tentang Pedoman Kelembagaan dan Pengelolaan Rumah Sakit
.
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
159b/Menkes/SK/Per/II/1998 tentang Rumah Sakit
6. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No:
382/Menkes/SK/III/2008 Tentang Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan
Lainnya.
7. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No:
270/Menkes/SK/III/2007 Tentang Pedoman Manajerial
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BUDI KEMULIAAN


BATAM TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN

1
DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI RUMAH SAKIT BUDI
KEMULIAAN BATAM.

Pertama : Peraturan tentang kebijakan pelayanan pencegahan dan


pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Budi Kemuliaan Batam
diberlakukan secara konsisten;
Kedua : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pencegahan dan
pengendalian infeksi dilaksanakan oleh Direktur Rumah Sakit Budi
Kemuliaan Batam ;
Ketiga : Ketentuan mengenai Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Rumah Sakit Budi Kemuliaan terlampir dalam lampiran
kebijakan ini.
Keempat : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, di evaluasi
setiap tahun dan apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan
dalam penetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya;.

Ditetapkan Di : Batam

Pada Tanggal : 10 Maret 2017

DIREKTUR,

drg. M. Arsjad Effendy, MM

NIK.P.2016.04.08061953.1496

2
Lampiran I
Surat Keputusan Direktur
RS. Budi Kemuliaan Batam
Nomor : Maret 2017

BAB I
Organisasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

1. Rumah Sakit Budi Kemuliaan Batam menyelenggarakan Pencegahan dan


Pengendalian Infeksi (PPI) dalam rangka melindungi pasien, pengunjung dan
petugas terhadap penularan infeksi di rumah sakit.
2. Satu atau lebih individu mengawasi program Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi
3. Kualifikasi individu yang kompoten sesuai ukuran rumah sakit,tingkat
resiko,ruang lingkup program dan kompleksitasnya.
4. Individu yang menjalankan tanggung jawab pengawasan sebagaimana
ditugaskan atau yang tertulis dalam uraian tugas.
5. RS. Budi Kemuliaan Batam menyelenggarakan pemantauan kegiatan PPI
dengan membentuk Komite dan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
6. Komite PPI RS. Budi Kemuliaan Batam bertanggung jawab langsung kepada
direktur dan Tim PPI kepada Komite PPI.

3
7. Komite dan tim PPI terdiri dari individu yang kompoten sesuai ukuran rumah
sakit, tingkat risiko, ruang lingkup program dan kompleksitasnya.
8. Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas
sesuai dengan uraian tugas yang tercantum dalam Pedoman Manajerial PPI di
Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya yang dikeluarkan oleh Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008.
9. RS. Budi Kemuliaan membentuk IPCN (Infection Prevention and Control Nurse)
purnawaktu yang bertugas mengawasi seluruh kegiatan PPI.
10. Dalam melaksanakan tugasnya IPCN dibantu oleh IPCLN (Infection Prevention
and Control Link Nurse) sebagai pelaksana harian/penghubung di unit masing-
masing.
11. RS. Budi Kemuliaan Batam menetapkan mekasnisme untuk koordinasi program
pencegahan dan pengendalian infeksi.
12. Kegiatan koordinasi PPI merupakan gerakan bersama yang sinergi dari semua
pihak yang melibatkan dokter, perawat profesional pencegahan dan pengendali
infeksi, house keeping dan tenaga lainnya sesuai ukuran da kompleksitas rumah
sakit.
13. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin
bulanan minimal satu bulan sekali.
14. Komite dan Tim PPI wajib membuat laporan setiap bulan.
15. PPI mendapatkan alokasi sumber daya yang cukup dan dimasukkan dalam
Rencana Anggaran Belanja (RAB) tahunan.

BAB II
Program PPI

1. PPI menyusun dan mengimplementasikan program komprehensif dan rencana


penurunan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan pada pasien, keluarga,
pengunjung dan tenaga kesehatan.
2. Program PPI harus berdasarkan atas ilmu pengetahuan terkini, pedoman praktik
yang diakui dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
4
standar sanitasi/kebersihan dari badan-badan nasional dan harus selalu
berorientasi kepada mutu dan keselamatan pasien.
3. Pimpinan rumah sakit menunjuk staf yang cukup untuk program PPI yang terdiri
dari Komite PPI,IPCO,IPCN dan IPCLN.
4. Pimpinan rumah sakit mengalokasikan sumber daya yang cukup untuk program
PPI dengan memfasilitasi SDM yang memadai, peralatan medis dan tekhonologi
yang canggih.
5. Rumah sakit menyediakan sistem manajemen informasi untuk mendukung
program PPI.
6. Program PPI harus komprehensif dan terdapat rencana menurunkan risiko
infeksi terkait pelayanan kesehatan pada pasien dan tenaga kesehatan
7. Program PPI harus termasuk kegiatan surveillance yang sistematik dan proaktif
untuk menentukan angka infeksi biasa (endemik) dan sistem investigasi
outbreak dari penyakit infeksi.
8. Program PPI diarahkan oleh peraturan dan prosedur yang berlaku.
9. Tujuan penurunan risiko dan sasaran program PPI harus terukur dan direview
secara teratur.
10. Program sesuai dengan ukuran, lokasi geografis, pelayanan dan pasien rumah
sakit.
11. Semua area pelayanan pasien, staf dan pengunjung di rumah sakit harus
dimasukkan dalam program PPI.
12. Komite dan Tim PPI harus telah melakukan manajamen risiko dengan
mengidentifikasi proses-proses pelayanan yang terkait dengan risiko infeksi
sebelum menyusun program.
13. Program PPI dilaksanakan 24 jam secara terus menerus.
14. PPI mengusulkan kebijakan, menyusun pedoman, panduan, prosedur ataupun
melakukan edukasi staf, merubah cara praktik dan kegiatan lain yang diperlukan
dalam penerapan strategi penurunan risiko infeksi.
15. Kegiatan yang terdapat dalam program PPI diintegrasikan ke dalam program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit.
16. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan PPI termasuk dalam program peningkatan
mutu dan keselamatan rumah sakit.

5
BAB III
Surveilans Rumah Sakit

1. Rumah sakit harus mengidentifikasi secara epidemiologi infeksi penting ,tempat


infeksi dan alat-alat terkait,prosedur dan praktek-praktek yang memberikan
focus dari upaya pencegahan dan penurunan risiko dan insiden infeksi terkait
pelayanan kesehatan. Pendekatan berdasarkan risiko menggunakan surveilens
sebagai komponen penting untuk mengidentifikasi praktek atau kegiatan dari
infeksi yang seharusnya menjadi focus programnya. Pendekatan berdasarkan
risiko menggunakan surveilens sebagai komponen penting untuk penggumpulan
dan analisis data yang mengarahkan assesmen risiko.
2. Rumah sakit menggumpulkan dan mengevaluasi data dan tempat infeksi yang
relevan sebagai berikut:
a) Saluran pernafasan ,seperti: prosedur dan peralatan terkait dengan
intubasi,dukungan ventilasi mekanis,tracheotosmy dan lain sebagainya.
b) Saluran kemih seperti: prosedur invansife dan peralatan terkait dengan
indwelling urinary kateter,system drainase urin dan lain sebagainya.
c) Peralatan intravaskuler invansife,seperti insersi dan pelayanan kateter vena
sentral,saluran vena periferi dan lain sebagainya.
d) Lokasi operasi, seperti: pelayanan dan tipe pembalut luka dan prosedur
aseptic terkait
e) Penyakit dan organisme yang signifikan secara epidemiologis, multi drug
resistant organism, vurulensi infeksi yang tinggi.
f) Muncul dan pemunculan ulang (emerging atau reemerging) infeksi di
masyarakat.
3. Rumah sakit menetapkan fokus program melalui pengumpulan data dan tempat
infeksi yang relevan.
4. Data yang dikumpulkan tentang saluran pernafasan, saluran kemih, peralatan
intravaskular invasif, lokasi operasi, penyakit dan organisme yang signifikan
secara epidemiologis, multi drug resistant organisme, virulensi infeksi yang

6
tinggi.Adanya muncul dan pemunculan ulang (emerging atau reemerging) di
masyarakat di kumpulkan dan evaluasi atau dianalisis.
5. Berdasarkan evaluasi/analisis data tersebut maka diambil tindakan memfokus
atau memfokus ulang program PPI.
6. Rumah sakit melakukan asesmen terhadap risiko paling sedikit setiap tahun dan
hasil asesmen di dokumentasikan.
7. Rumah sakit telah mengimplementasi strategi penurunan risiko infeksi pada
seluruh proses dan mengidentifikasi proses terkait dengan risiko infeksi
8. Obat dipersiapkan dan disalurkan dalam area yang bersih dan aman dengan
peralatan dan supplai yang memadai.
9. Surveilans dilakukan disetiap ruang perawatan atau ruangan lain yang berisiko
terhadap terjadinya infeksi di rumah sakit.
10. Surveilans di lakukan pada pasien yang dirawat atau mendapat tindakan yang
berisiko terjadinya infeksi rumah sakit.
11. Komite PPI mengidentifikasi risiko dan angka infeksi terkait pelayanan
kesehatan kemudian data dianalisis untuk menilai kecendrungan infeksi terkait
pelayanan kesehatan.
12. Laporan infeksi rumah sakit disampaikan oleh Komite PPI kepada direktur setiap
bulan.
13. Kegiatan PPI diukur dan hasilnya diidentifikasi untuk mendapatkan data infeksi
yang penting secara epidemiologis.
14. Hasil analisis digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menata ulang
prosedur yang ada untuk menurunkan risiko infeksi ke level serendah mungkin.
15. Angka infeksi terkiat pelayanan kesehatan dibandingkan dengan angka-angka
dirumah sakit lain melalui komparasi data dasar
16. Rumah sakit membandingkan angka yang ada dengan acuan yang baik dan
bukti ilmiah.
17. Hasail pengukuran di komunikasikan kepada staf medis, perawat dan
manajemen.
18. Hasil program PPI dilaporkan kepada Kementerian Kesehatan atau Dinas
Kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
19. Rumah sakit melakukan tindak lanjut yang benar terhadap laporan dari
Kementerian Kesehatan atau Dinas Kesehatan.
7
BAB IV
Alat Pelindung Diri (APD)

1. Rumah sakit mengidentifikasi situasi dimana masker, pelindung mata, gaun atau
sarung tangan diperlukan dan melakukan pelatihan penggunaannya secara
tepat dan benar, maka rumah sakit menetapkan:
2. Rumah Sakit mengatur dan memenuhi standar terkait, undang-undang dan
peraturan yang berlaku.
3. Rumah sakit mengidentifikasi dimana sarung tangan dan atau masker atau
pelindung mata dibutuhkan.
4. Sarung tangan dan atau masker atau pelindung mata digunakna secara tepat
dan benar.
5. APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dan isolasi dengan
selalu mengukur potensi risiko spesifik pada setiap aktivitas pelayanan/tindakan
medik sehingga tepat, efektif, dan efisien.
6. Sarung tangan, dan atau masker dan atau pelindung mata dibutuhkan bila
mungkin terkena darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, dan bahan
terkontaminasi, mukus membran dan kulit yang tidak utuh, kulit utuh yang
potensial terkontaminasi.
7. APD digunakan di area dimana di perkirakan adanya risiko terpajan/terpapar
cairan tubuh atau area terkontaminasi, sebelum kontak dengan pasien,
umumnya sebelum memasuki ruangan.
8. APD digunakan dan dilepaskan secara tepat, benar dan hati-hati.
9. Resiko keamanan radiasi yang diidentifikasi diimbangi dengan prosedur atau
peralatan khusus untuk mengurangi resiko.
10. Program pengawasan dan pengarahan dapat ditugaskan kepada 1(satu) orang
atau lebih, dimana kompetensi petugas tersebut berdasarkan atas pengalaman
atau pelatihan.
11. Petugas tersebut merencanakan dan melaksanakan program yang meliputi :
a. Merencanakan semua aspek dari program.
b. Melaksanakan program

8
c. Mendidik Karyawan
d. Memonitor dan melakukan uji coba program
e. Melakukan evaluasi dan revisi program secara berkala
f. Memberikan laporan tahunan ke badan pengelola tentang pencapaian
program
g. Menyelenggarakan pengorganisasian dan pengelolaan secara konsisten
dan terus menerus
12. Adanya program untuk memonitor semua aspek dari program Manajemen Risiko
fasilitas / lingkungan dan datamonitoring digunakan untuk mengembangkan
atau meningkatkan program.

BAB V
Kebersihan Tangan

1. Rumah sakit mengidentifikasi situasi mana diperlukan prosedur cuci tangan,


desinfeksi tangan atau desinfeksi permukaan.
2. Prosedur cuci tangan dan desinfeksi digunakan secara benar diseluruh area
tersebut.
3. Rumah sakit mengadopsi pedoman hand hygiene dari sumber yang berwenang.
4. Kebersihan tangan yang sesuai prosedur harus dilakukan disetiap area
pelayanan dengan benar.
5. Kebersihan tangan harus dilakukan pada saat lima momen tepat mencuci tangan
yaitu sebelum kontak dengan pasien, sebelum melakukan tindakan aseptik,
setelah kontak dengan pasien, setelah terpapar cairan tubuh pasien dan setelah
kontak dengan lingkungan pasien.
6. Area yang harus cuci tangan yaitu telapak tangan, punggung tangan, sela-sela
jari, ujung-ujung jari, dan ibu jari.
7. Kebersihan tangan harus dilakukan sesuai dengan prosedur diseluruh area
rumah sakit.
8. Rujukan penulisan Panduan atau Prosedur kebersihan tangan sesuai dengan
pedoman A Guide to the Implementation of the WHO ultimodel Hand Hygeine

9
Improvement Srategy tahun 2009. Atau sumber nasional yang berwenang
seperti Kementrian Kesehatan.

BAB VI
Sterilisasi alat/instrumen kesehatan setelah dipakai

1. Pembersihan peralatan dan metode sterilisasi di pelayanan sterilisasi sentral


sesuai dengan tipe peralatan.
2. Metode pembersihan peralatan, desinfeksi dan sterilisasi dilaksanakan diluar
pelayanan sterilisasi sentral harus sesuai dengan tipe peralatan.
3. Adanya proses koordinasi pengawasan yang menjamin bahwa semua metode
pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi sams diseluruh rumah sakit.
4. Sterilisasi sentral digunakan untuk alat bedah kamar operasi, alat bedah obstetri
ginekologi, dan alat bedah minor instalasi gawat darurat dan rawat jalan.
5. PPI melakukan pengawasan, pemantauan dan pelatihan disemua pelatihan
untuk menjamin metode pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi dilakukan
dengan cara yang sama.
6. Kriteria pemilihan desinfektan didasari telaah secara cermat yaitu memiliki
spektrum luas dengan daya bunuh kuman yang tinggi dengan toksisitas rendah,
waktu desinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan, tidak merusak bahan dan
efisien.
7. Instalasi pusat pelayanan sterilisasi (CSSD) bertanggung jawab menyusun
panduan dan prosedur tetap, mengkoordinasikan serta melakukan monitoring
dan evaluasi proses serta kualitas/mutu hasil sterilisasi.

BAB VII
Pengawasan Peralatan Kadaluwarsa

10
1. Rumah Sakit Prof. Dr. Tabrani konsisten dengan peraturan dan perundangan
ditingkat nasional danada standar profesi yang mengidentifikasi proses
pengelolaan peralatan yang kadaluarsa
2. Setiap peralatan/bahan medis yang kadaluwarsa ditempat kan paada tempat
yang terpisah dan dimusnahkan sesuai peraturan dan perundangan ditingkat
nasional.
3. Apoteker melakukan identifikasi proses pengelolaan peralatan yang
kadaluwarsa.
4. Setiap bagian di rumah sakit menjalankan manajemen pencegahan peralatan
kadaluwarsa dengan menerapkan first in first out dan FEFO serta relokasi
peralatan/bahan medis di suatu bagian yang mendekati massa kadaluwarsa
kebagian lain yang lebih mungkin untuk menggunakannya sebelum
kadaluwarsa.

BAB VIII
Pemakaian Ulang Peralatan dan Material Sekali Pakai (single use yang di re
use)

1. Rumah sakit konsisten dengan peraturan dan perundangan nasional dan


standar profesi termasuk identifikasi untuk peralatan dan material single use
yang di reuse terhadap:
a) Peralatan dan bahan/material yang tidak pernah bisa di reuse.
b) Jumlah maksimun reuse khususnya untuk setiap peralatan dan
bahan/material yang di reuse.
c) Tipe pemakaian dan keretakan ,antara lain yang mengidentifikasikan bahwa
peralatan tidak bisa di reuse.
d) Proses pembersihan untuk setiap peralatan yang dimulai segera sesudah
digunakan dan diikuti dengan protocol yang jelas; dan
e) Proses untuk pengumpulan ,analisis dan penggunaan dari data pencegahan
dan pengendalian infeksi yang terkait dengan peralatan dan material yang
dire use.

11
2. Penggunaan ulang (re use) harus memperhatikan peralatan dan bahan yang
tidak pernah bisa di re use, jumlah maksimal re use khususnya untuk setiap
peralatan dan bahan yang di re use, tipe pemakaian dan kerusakan yang
menindikasikan bahwa peralatan tidak bisa di re use, proses pembersihan untuk
setipe peralatan yang dimulai segera sesudah digunakan dan diikuti dengan
prosedur yang jelas, proses untuk pengumpulan, analisis dan penggunaan dari
data PPI yang terkait dengan peralatan dan material yang di re use.
3. Pengunaan ulang dapat dilakukan apabila alat tersebut dibutuhkan
penggunaannya namun sulit diperoleh atau sangat mahal harganya.
4. Pemrosesan alat dan bahan single use yang di re use yang di sterilkan dan
digunakan kembali harus proses pencatatan dan pengawasan mutu di bagian
CSSD.
5. Alat medis yang sekali pakai yang non steril dilakukan pengawasan mutu
denhgan melihat secara visual dan fungsi dari alat tersebut.
6. Ada form daftar peralatan dan monitoring alat single use yang di re use.

BAB IX
Pengelolaan Limbah Rumah Sakit

1. Rumah sakit memproduksi banyak sampah setiap hari, sering kali sampah
tersebut adalah atau kemungkinan infeksius. Dengan pembuangan sampah
yang memadai akan mengurangi risiko infeksi dirumah sakit. Hal ini nyata pada
pembuangan cairan tubuh dan bahan – bahan yang terkontaminasi dengan
cairan tubuh,pembuangan darah dan komponen darah, serta sampah dari kamar
mayat dan area kamar bedah mayat (post mortem).Untuk pembuangan benda
tajam dan jarum yang tidak benar menjadi tantangan besar bagi keselamatan
staff.
2. Rumah sakit memastikan diterapkan dan mengatur secara adekuat semua
langkah dalam proses, mulai dari jenis dan penggunaan wadah, pembuangan
wadah, dan surveilens atas pembuangan. Memastikan semua fasilitas untuk

12
melaksanakan tersedia dan tepatserta ada surveilens/audit proses
pembuangan:
3. Rumah Sakit Budi Kemuliaan Batam membuat prosedur tertulis yang mengatur
penanganan dan pembuangan bahan infeksius dan berbahaya.
4. Pembuangan sampah infeksius dan cairan tubuh, dikelola untuk meminimalisasi
resiko penularan.
5. Penanganan dan pembungandarah dan komponen darahdikelola untuk
meminimalisasi resiko penularan.
6. Benda tajam dan jarum di kumpulkan pada wadah khusus yang tidak dapat
tembus (puncture proof) dan tidak direus sebagai mana ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan.
7. Pembuangan benda tajam dan jarum konsisten dengan kebijakan PPI rumah
sakit.
8. Rumah sakit membuang benda tajam dan jarum secara aman atau bekerja sama
dengan sumber yang kompeten untuk menjamin bahwa benda tajam dibuang
ditempat pembuangan khusus untuk sampah berbahaya atau sebagaimana
ditentukan oleh peraturan perundang-undangan..
9. PPI memantau dan mengawasi pembuangan benda tajam/jarum dirumah sakit
agar sesuai dengan kebijakan PPI.
10. Rumah sakit menyelenggarakan kegiatan pengolahan air limbah (IPAL) yang
berasal dari seluruh rumah sakit.

BAB X
Sanitasi Dapur

1. Rumah Sakit melakukan Penggontrolan engineering/Engineering control,seperti


system ventilasi positif,tudung biologis( biological
hoods),dilaboratorium,thermostat pada unit pendingin dan pemanas yang
dipergunakan untuk sterilisasi peralatan makan dan dapur,adalah contoh
pentingnya peran standar lingkungan dan pengendalian dalam kontribusi untuk
sanitasi yang baik dan mengurangi risiko infeksi di rumah sakit.

13
2. Sanitasi dapur dan penyiapan makanan ditangani dengan baik untuk
meminimalisai risiko infeksi.
3. Pengontrolan engineering/engineering control dilakukan terhadap fasilitas yang
diterapkan untuk pengolahan sehingga dapat mengurangi resiko infeksi.

BAB XI
Pengkajian Resiko Infeksi pada Konstruksi dan Renovasi di Rumah Sakit

1. Rumah sakit dalam melakukan asesmen dan melayani pasien menggunakan


banyak proses yang sederhana maupun yang kompleks, masing-masing terkait
dengan tingkat resiko infeksi untuk pasien dan staff. Maka penting bagi rumah
sakit untuk memonitor dan mereview proses tersebut, dan sesuai dengan
kelayakan, mengimplementasi kebijakan, prosedur, edukasi, dan kegiatan
lainnya yang diperlukan untuk kegiatan lainnya yang diperlukan untuk
menurunkan resiko infeksi.
2. Rumah sakit menggunakan kriteria yang mengatur dampak dari renovasi atau
pembangunan baru terhadap persyaratan kualitas udara,pencegahan dan
pengendalian infeksi, persyaratan utilisasi , kebisingan, getaran dan prosedur
emergency (kedaruratan)
3. Rumah sakit telah mengidentifikasi proses terkait dengan risiko infeksi.
4. Rumah sakit mengimplementasi strategi penurunan risiko pada seluruh proses
pelayanan.
5. Rumah sakit mengidentifikasi risiko mana yang membutuhkan kebijakan dan
atau prosedur, edukasi staf, perubahan praktek dan kegiatan lainnya dalam
upaya menurunkan risiko infeksi.
6. Rumah sakit menggunakan kriteria resiko untuk menilai dampak renovasi atau
pembangunan (konstruksi) baru.
7. Resiko dan dampak renovasi atau kontruksi terhadap kualiatas udara dan
kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi dinilai dan dikelola.
8. Pengkajian resiko infeksi dibuat berdasarkan dari panduan Infection Control Risk
Assesment (ICRA).

14
9. Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan dirumah sakit
harus mengutamakan keselamatan pasien, pengunjung dan petugas
berdasarkan prinsip-prinsip PPI.
10. Komite PPI melakukan pengkajian resiko infeksi dan tindak lanjut berkolaborasi
dengan bagian IPSRS dan K3RS.
11. Rumah sakit menggunakan kriteria yang mengatur dampak dari renovasi atau
pembangunan baru terhadap persyaratan kualitas udara,pencegahan dan
pengendalian infeksi,persyaratan utilasi,kebisingan,getaran dan prosedur
emergency (kedaruratan)

BAB XII
Perawatan Isolasi

1. Setiap pasien yang sudah diketahui atau diduga kuat menderita infeksi menular
harus diisolasi.
2. Rumah Sakit Budi Kemuliaan Batam mengatur pemisahan antara pasien dengan
penyakit menular, pasien lain yang beresiko tinggi, yang rentan karena
immunosuppressed atau sebab lain dan staff.
3. Rumah Sakit Budi Kemuliaan Batam mengatur bagaimana cara mengelola
pasien dengan infeksi airbone untuk jangka waktu yang pendek ketika ruangan
bertekanan negative tidak tersedia
4. Rumah sakit mempunyai strategi untuk berurusan dengan arus pasien dengan
penyakit menular.
5. Ruangan bertekanan negative tersedia dan di monitor secara rutin untuk pasien
infeksius yang membutuhkan isolasi untuk infeksi airbone;bila ruangan
bertekanan negative tidak tersedia, ruangan dengan system filtrasi HEPA yang
diakui bisa digunakan.
6. Jika kamar untuk satu orang tidak cukup dapat dilakukan penggabungan
(cohorting), dimana hanya pasien yang telah dipastikan dengan diagnosis
laboratorium sebagai pasien yang terinfeksi oleh pathogen yang sama yang
dapat digabungkan ditempat yang sama.

15
7. Jika kamar isolasi penuh, lakukan rujukan ke rumah sakit lain. Namun jika tidak
didapatkan tempat rujukan atau rujukan tidak memungkin dapat ditempatkan di
kamar lain yang diubah sedemikian rupa pada saat itu menjadi kamar isolasi
hingga ada kamar isolasi yang kosing atau tempat rujukan sudah ada.
8. Lakukan pemisahan antara pasien dengan penyakit menular dari pasien lain
yang berisiko tinggi, yang rentan karena immunosuppressed atau sebab lain
termasuk pemisahan terhadap staf rumah sakit.
9. Pasien dengan infeksi air borne ditempatkan dikamar dengan sistem tekanan
negatif. Jika ruangan bertekanan negatif tidak ada atau penuh lakaukan rujukan
kefasilitas yang memiliki ruangan bertekanan negatif, Selama menunggu rujukan
pasien ditempatkan diruangan isolasi dan petugas selalu menggunakan alat
pelindung diri yang standar hingga sampai ketempat rujukan.
10. Pasien dengan penyakit menular melewati alur yang sama dengan pasien biasa.
11. Rumah sakit menyediakan ruangan bertekanan negatif dengan memasang
pendingin ruangan atau kipas angin dijendela sedemikian rupa agar aliran udara
keluar gedung melalui jendela.
12. Rumah sakit menetapkan mekanisme pengawasan ruangan bertekanan negatif.
13. Pasien infeksius yang di rawat diruang isolasi tidak boleh dikunjungi dan
keluarga yang menunggu menggunakan APD yang sesuai atau menunggu diluar
ruangan
14. Penanganan pasien yang imunosupresi hanya melakukan stabilisasi keadaan
umum, bila sudah stabil rumah sakit meruju kefasilitas kesehatan yang lain.
15. Rumah sakit melakukan pelatihan staf yang melayani pasien infeksius tentang
pengelolaan pasien infeksius.

BAB XIII
Pengelolaan Linen

1. Manajemen laundry dan linen dilakukan dengan tepat untuk meminimalisi risiko
bagi pasien dan staf rumah sakit.
2. Petugas harus menerapkan kewaspadaan standar pada saat mengelola linen.
16
3. Rumah Sakit mengidentifikasi sistem pendukung, gas medis, ventilisasi dan
sistem kunci lainnya yang diperiksa, diuji coba, dipelihara secara teratur dan
ditingkatkan bila perlu.
4. Kualitas air dimonitor secara teratur
5. Air yang digunakan untuk hemodialisis / chronic renal dialysis diperiksa secara
teratur.
6. Data hasil monitoring dikumpulkan dan didokumentasikan untuk program
Manajemen pendukung/utility medis yang ditujukan untuk perencanaan dan
peningkatan

BAB XIV
Kamar Jenazah

1. Area kamar jenazah dan post mortem untuk meminimalisir risiko penularan.
2. Area kamar jenazah dirumah sakit harus sesuai dengan peraturan nasional yang
berlaku untuk meminimalisasi risiko penularan penyakit.
3. Proses pemindahan dan perawatan jenazah harus sesuai dengan prinsip-prinsip
kewaspadaan standar untuk meminimalisasi risiko penularan penyakit.
4. Rumah sakit melakuan proses pengawetan jenazah.
5. Kamar jenazah harus dilakukan desinfeksi setelah perawatan jenazah.
6. Rumah sakit harus menerapkan kewaspadaan standar dan kewaspadaan
berdasarkan transmisi terutama ketika menangani jenazah dengan penyakit
menular.

BAB XV
Kewaspadaan Standar dan Berdasarkan Transmisi

1. Rumah sakit menerapkan secara rutin kewaspadaan standar dalam perawatan


seluruh pasien dalam rumah sakit baik terdiagnosis infeksi, diduga terinfeksi atau
kolonisasi.

17
2. Rumah sakit menerapakan kewaspadaan berdasarkan trasnmisi sebagai
tambahan kewaspadaan standar dalam perawatan pasien yang sudah
terdiagnosis jenis infeksinya.

BAB XVI
Pendidikan dan Pelatihan PPI Rumah Sakit

1. Rumah sakit mengembangkan program PPI yang mengikut sertakan seluruh


staf, profesional lain, pasien dan keluarga.
2. Rumah sakit memberikan pendidikan tentang PPI kepada seluruh staf,
profesional lain, pasien dan keluarga.
3. Semua staf rumah sakit diberikan pendidikan tentang kebijakan prosedur dan
praktek program PPI.
4. Staf rumah sakit di edukasi secara periodik sebagai tindak lanjut dari analisis
kecendrungasn data infeksi.
5. Staff radiologi dan diagnostic imajing mendapat pendidikan untuk prosedur baru
dan bahan berbahaya.
6. Staff laboratorium mendapat pelatihan pendidikan untuk prosedur baru dan
penggunaan bahan berbahaya yang baru.

Ditetapkan Di : Batam

Pada Tanggal 10 Maret 2017

DIREKTUR,

18
drg. M. Arsjad Effendy, MM

NIK.P.2016.04.08061953.1496

BAB I

DEFINISI
 Tindakan invasive adalah suatu tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh manusia. Tindakan invasive meliputi pemasanagan infus,
NGT,DC,Infus,Trakeostomi,CVP,WSD,ETTdantindakan invasive lainnya.
 Phlebitis adalah inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik
yang sering dilaporkan sebagai komplikasi pemasangan infus.
 ISK (infeksi saluran kencing) adalah suatu kondisi dimana satu atau lebih bagian
traktus urinarius terinfeksi oleh bakteri yang mampu melemahkan pertahanan tubuh.
 Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan bawah kulit, bahkan
menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area
secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat.
 ILO (Infeksi Luka Operasi) adalah infeksi pada luka operasi/organ/ruang yang
terjadivdalam 30 hari paska dilakukannya tindakan pembedahan/operasi yang terjadi
pada kulit dan subkutan disertai dengan keluarnya nanah adri luka operasi.
 IADP (infeksi aliran darah primer) adalah infeksi darah yang timbul tanpa ada organ
atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi.
 Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat atau benda bebas dari mikroba hidup, baik
yang patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen / non patogen (tidak
19
menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetati f(siap untuk berkembang biak)
maupun dalam bentuk spora (dalam keadaan statis, tidak dapat berkembang biak, tetapi
melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat)
 Alat steril adalah alat-alat yang telah mengalami proses sterilisasi diantaranya dengan
pemanasan, dengan uap air bertekanan dengan menngunakan autoclave atau
penyinaranden
BAB II
RUANG LINGKUP

2.1 Pencegahan infeksi pada tindakan invasive


 Pencegahan infeksi sebelum melakukan tindakan invasive wajib dilakukan oleh semua
petugas yang melakukan tindakan invasive.
 Pencegahan infeksi sebelum melakukan tindakan invasive dapat dilakukan dengan
melakukan praktek cuci tangan yaitu cuci tangan dengan mengunakan sabun dengan air
mengalir dan menggunakan larutan berbasis alcohol atau handrub. Praktek cuci tangan
dilakukan dengan 6 langkah 5 moment.

2.2 Pelabelan Pada Tindakan Invasif


 Pelabelan wajib dilakukan pada setiap tindakan invasive.
 Pelabelan dilakukan pada saat pertama kalinya pasien diberikan atau dilakukan
tindakan invasive, dimana pelabelan tersebut dilakukan oleh petugas atau perawat yang
melakukan tindakan invasive.
 Label tindakan invasive berisi tanggal pertama kali dilakukannnya tindakan invasive.
 Pelabelan tanggal dituliskan pada fiksasi alat invasive.
 Label diganti bila alat invasive yang digunakan diganti dengan yang baru.

2.3 Pemantauan tanda-tanda infeksi pada Pemasangan Alat invasive.


 Pemantauan setelah dilakukannya tindakan invasive dilakukan oleh petugas/perawat.
 Pemantuan dilakukan terhadap kemungkinan tanda-tanda infeksi yaitu Calor
(panas),Dolor (rasa sakit), Rubor (Kemerahan), Tumor (pembengkakan),
danFunctiolaesa (Adanya perubahanfungsisecara superficial).

20
2.4 Penggantian alat invasive
 Penggantian alat invasive segera dilakukan apabila ada tanda tanda infeksi.
 Penggantian alat invasive dilakukan sesuai dengan batas waktu penggantian alat
invasive.

2.5 Pencegahan Infeksi Pada Penggunaan Alat Steril


Pencegahan infeksi akibat penggunaan alat tidak steril dilakukan pencegahan dengan cara
memastikan penggunaan alat steril dengan cara mengecek tanggal kadarluarsa, tidak
menggunakan peralatan yang sudah kadarluarsa dan atau menggunakan alat yang kemasannya
sudah rusak (robek/ basah)
2.5.1 Kemasan
Setiap kemasan bahan/alat steril harus ada informasi sebagai petunjuk bahwa
bahan/alat tersebut telah melalui proses sterilisasi.
2.5.2 Label
 Pelabelan wajib dilakukan pada alat yang telah disterilisasi
 Label memuat tanggal sterilasi dan tanggal kadaluarsa.
2.6 Alat Steril yang Beresiko menyebabkan infeksi
2.6.1 Kadaluarsa
 Alat steril yang telah memasuki tanggal kadaluarsa beresiko menyebabkan infeksi.
 Alat steril yang telah memasuki tanggal kadaluarsa dilakukan pensterilan ulang
walaupun alat steril tersebut tidak dapat digunakan.
2.6.2 Kemasan
 Kemasan dari alat steril yang mengalami kerusakan seperti lembab dan robek harus
dilakukan penggantian kemasan.
 Alat steril yang kemasanya mengalami kerusakan baik lembab ataupun robek dilakukan
pensterilan ulang.
2.7 Pemantauan Infeksi
2.7.1 Pemantauan Infeksi Saluran Kencing Pada Pemasangan Kateter
 Pemasangan Kateter pada pasien beresiko menyebabkan infeksi saluran kencing dan
menyebabkan trauma pada urethra.

21
 Faktor resiko utama dari pemasangan kateter diantaranya disebabkan karena pemakaian
kateter yang terlalu lama, pemasangan tidak sesuai indikasi dan kurangnya
prosedur aseptis saat kateterisasi.
 Penanganan infeksi saluran kencing dapat dilakukan dengan cara pelepasan atau
penggantian kateter sesuai dengan waktu penggantian katerter.
 Upaya pencegahan ISK akibat katerisasi difokuskan pada teknik pemasangan kateter
secara aseptik dan sesuai indikasi.

2.7.2 Pemantauan Plebitis pada Pemasangan Infus


 Pemasangan infus pada pasien beresiko menyebabkan phlebitis.
 Faktor penyebab terjadinya Phlebitis yaitu kimia (Chemical Phlebitis), mekanik
(Mechanical Phlebitis),agen infeksi (bacterial phlebitis), dan post infuse (post
infuse phlebitis).
 Pencegahan phlebitis ditekankan pada kebersihan tangan, teknik aseptic, dan
perawatan daerah infus.

2.7.3 Pemantauan Dekubitus


 Pasien tirah baring beresiko tinggi mengalami kejadian dekubitus.
 Faktor yang menyebabkan terjadinya dekubitus ada dua factor yaitu factor
instrinsik dan factor ekstrinsik. Faktor intrinsic diantaranya penuaan (regenerasi
sel lemah), sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti DM, Status Gizi,
underweight atau kebalikannya overweight, anemia, hipoalbuminemia,
penyakit-penyakit neurologic dan penyakit –penyakit yang merusak pembuluh
darah, keadaan hidrasi/cairan tubuh. Factor ekstrinsik diantaranya kebersihan
tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peraltan medik yang
menyebabkan penderita terfisasi pada suatu sikap tertentu, duduk yang buruk,
posisi yang tidak tepat, perubhan posisi yang kurang.
 Dalam Upaya Pencegahan luka decubitus, peran perawat menurut Potter dan
Perry (2005) menyatakan ada 3 area intervensi keperawatan utama dalam
pencegahan luka decubitus yaitu :
1. Perawatan kulit yang meliputi perawatan hygiene dan pemberian topical
2. Pencegahan mekanik dan dukungan permukaan yang meliputi penggunaan
tempat tidur, pemberian posisi dan kasur terapeutik.
3. Edukasi, pemberian edukasi kepada pasien sangat diperlukan untuk
membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan ,
gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi perubahan
prilaku pada pasien.
 Dalam memantau terjadinya decubitus Rumah Sakit Bangli Medika Canti
mengacu pada Skala Norton karena skala ini lebih baik dalam mendeteksi dini
risiko decubitus (Widodo, 2010).
22
2.7.4 Pemantauan ILO (Infeksi Luka Operasi)
 ILO terjadi pada pasien-pasien yang telah dilakukan tindakan operasi.

 Infeksi luka operasi dibedakan menjadi :


A. Infeksi Luka Operasi ( ILO) Superfisial apabila didapat :
Infeksi terjadi dalam 30 hari pasca bedah dan terjadinya pada kulit dan subkutan
disertai salah satu tersebut dibawah ini :
a. Keluar nanah dari luka operasi
b. Terisolasi kuman pada ultur yang diambil dari cairan atau jaringan
c. Salah satu dari tanda dibbawah ini nyeri, pembengkakan, merah, lebih
panas dan ahli bedah sengaja membuka luka kecuali apabila kultur tidak
menunjukkan adanya pertumbuhan kuman
d. Rekomendasi dokter.
B. ILO DALAM ( PROFUNDA ) apabila didapat :
Infeksi terjadi 30 hari pasca bedah bila tanpa “ IMPLANT “ atau “ 1 “ ( satu )
tahun pasca bedah bila ada “ IMPLANT “ dan infeksi ini meliputi jaringan lebih
dalam dari fisia. Disertai salah satu tersebut dibawah ini :
a. Keluar nanah dari luka operasi.
b. Terjadi dehisensi luka secara spontan atau luka sengaja dibuka oleh dokter
apabila disertai dengan salah satu dari gejala panas ( 380C ) atau nyeri local
kecuali bila kultur tidak menunjukkan adanya kuman.
c. Adanya abses atau dibuktikan adanya abses dbawah fascia pada operasi
ulang atau pemeriksaan PA atau radiology menunjukkan gambaran infeksi.
d. Rekomendasi dokter.

 Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko infeksi pada luka operasi meliputi.


1. Durasi rawat inap pra operatif
23
Semakin lama pasien dirawat di rumah sakit sebelum operasi, makasemakin
rentan terhadap infeksi luka. Alasan tepat mengenai kondisi tersebut tidak dapat
diketahui secara pasti, tetapi dimungkinkan karena kulit pasienterpapar
mikroorganisme rumah sakit yang resisten terhadap antibiotik multipel.
2. Persiapan kulit pra operatif
Beberapa bentuk persiapan kulita pra operasi meliputi mandi dengan
sabun,mencukur sekitar daerah yang akan dioperasi.
3. Penggunaan antibiotik profilaksis
Penggunaan antibiotik profilaksis membuat risiko infeksi berkurang
sampaidengan 75%. Pemberian antibiotik secara umum diberikan satu jam
sebelumpembedahan maupun selama induksi anesthesia.
4. Faktor selama operasi
Lamanya operasi, tingkat trauma yang diderita jaringan selama operasi,masuknya
benda asing, misalnya benang atau drain mempengaruhi probabilitasinfeksi luka
operasi dan kemungkinan tinggi terjadinya kerusakan lukaberikutnya.
5. Perawatan luka pasca operatif
Perawat memiliki peranan yang sangat penting dalam pentalaksanaan lukabedah
tertutup. Peran perawat meliputi observasi luka dan pengkajian
pasien,penggantian balutan dan perawatan luka secara umum. Ruang perawatan
luka operasi juga berpengaruh terhadap peningkatanrisiko infeksi. Untuk
mencegah kontaminasi udara pada luka, ruang perawatandirekomendasikan
memiliki sistem ventilasi mekanik yang baik.
6. Kadar Albumin
Pasien yang akan dibedah pada umumnya tidak membutuhkan perhatiankhusus
tentang gizi. Mereka dapat berpuasa untuk waktu tertentu sesuai denganpenyakit
dan pembedahannya. Tetapi tidak jarang juga pasien datang dalamkeadaan gizi
yang kurang baik misalnya yang terjadi pada penderita penyakitsaluran cerna,
keganasan, infeksi kronik dan trauma berat (Pieter, 2005).
 Pencegahann Infeksi Luka Operasi dapat dikelompokkan dalam :
A. KALA SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT
1. Semua pemeriksaan dan pengobatan untuk persiapan operasi sebisanya
dilakukan sebelum rawat inap agar waktu pra bedah menjadi pendek ( kurang
1 hari )
24
2. Perbaikan keadaan yang memperbesar kemungkinan terjadinya ILO antara
lain :
• Diabetes Melitus
• Obesitas
• Pemakaian kortikosteroid
• Malnutrisi
• Infeksi
B. KALA PRA OPERASI
1. Perawatan pra operasi I hari untuk operasi berencana. Aapbila keadaan yang
memperbesar terjadinya ILO tidak dapat dilakukan di luar Rumah Sakit
misalnya malnutrisi berat yang memerlukan oral atau parenteral
hiperalimentasi, maka pasien dapat dirawat lebih awal.
2. Pasien dari ruangan ganti baju khusus untuk operasi di ruang ganti baju IBS (
Instalasi Bedah Sentral ).
3. mandi dengan antiseptic dilakukan sebelum operasi.
4. Pencukuran rambut daerah operasi dilakukan hanya bilamana perlu misalnya
daerah operasi dengan rambut yang lebat.
C. INTRA OPERASI
1. Tehnik operasi : harus dilakukan dengan sempurna untuk menghindari
kerusakan jaringan lunak yang berlebihan, menghilangkan rongga,
mengurangi perdarahan dan menghindarkan tertinggalnya benda asing yang
tidak diperlukan.
2. lama operasi : operasi dilakukan secepat – cepatnya dalam batas yang aman.
3. pemakai drain : pemakaian drain harus dengan system tertutup, baik dengan
cara penghisapan atau dengan cara memakai gaya tarik bumi ( gravitasi ) dan
drain harus melalui luka tusukan di luar luka operasi.
D. PERAWATAN PASCA OPERASI
1. Untuk luka kotor atau infeksi, kulit tidak ditutup primer.
2. petugas harus mencuci tangan dengan standar cuci tangan yang baku
sebelum dan sesudah merawat luka. Petugas tidak boleh menyentuh luka
secara langsung dengan tangan kecuali setelah memakai sarung tangan
steril.

25
3. Kasa penutup luka diganti apabila basah dan atau menunjukkan tanda –
tanda infeksi.
4. Jika cairan keluar dari luka, lakukan pewarnaan gram dan biakan.

2.7.5 Pemantauan IADP ( Infeksi Aliran Darah Primer)


 Pemasangan Alat intra Vena (IV) beresiko menyebabkan terjadinya infeksi aliran darah
primer.
 Kriteria infeksi aliran darah primer dapat ditetapkan secara klinis dan laboratorik,
dengan gejala/tanda sebagai berikut.
a) Untuk Dewasa dan anak > 12 bulan, ditemukan diantaragejala berikut tanpa
penyebab lain:
 Suhu > 380 C axillar, bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa
pemberian antiperetik.
 Hipotensi, sistolik < 90 mm Hg
 Oliguria, jumlah urin < 0.5 cc/kg BB/jam
 Tidak ada tanda-tanda infeksi di tempat lain
 Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis
b) Penderita usia < 12 bulan dengan salah sat tanda di bawah ini:
 Panas > 380 C, hipotermi , 370 C, apnea atau bradikardi < 100 x /menit
c) Untuk Neonatus dinyatakan menderita infeksi aliran darah primer apabila
terdapat 3 atau lebih diantara 6 gejala berikut:
 Keadaan umum menurun, menurun antara lain:hipotermi (370 C),
hipertermi (380 C) dan sklerema, malas minum.
 Sistem kardiovaskuler antara lain : tanda renjatan, yaitu takikardi,
160x / menit atau bradikardi 100x / menit dan sirkulasi perifer buruk.
 Sistem pencernaan antara lain : distensi lambung, mencret, muntah
dan hepatomegali.
 Sistem pernafasan antara lain : nafas tidak teratur, sesak, apnea dan
takipnea.
 Sistem saraf pusat antara lain : hipertomi otot, iritabel kejang dan
letargi.
 Manifestasi hematology antara lain : pucat, kuning, splenomegali dan
perdarahan.
 Dan semua tanda / gejala di bawah ini :
1. Biakan darah tidak dikerjakan atau dikerjakan tetapi tidak ada
pertumbuhan kumam.
2. Tidak terdapat tanda – tanda infeksi di tempat lain.
3. Diberikan terapi anti mikroba sesuai dengan sepsis
 Telah memberikan antimikroba yang sesuai dengan infeksi.

 Faktor peyebab nfeksi Aliran Darah Primer adalah sebagai berikut:

26
1. Pemasangan alat intravena (IV) yang berkaitan dengan:
 Jenis Kanula
 Metode pemasangan
 Lama Pemasangan kanula
2. Kerentanan Pasien terhadap infeksi

BAB III
TATA LAKSANA

3.1 Tata Laksana Pencegahan Infeksi pada tindakan invasive


a. Sebelum melakukan tindakan invasive petugas atau perawat yang melakukan wajib
melakukan praktek kebersihan tangan.
b. Praktek kebersihan tangan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu mencuci tangan dengan
menggunakan sabun dan air dan dengan menggunakan larutan berbasis alcohol atau
handrub.
c. Praktek cuci tangan dilakukan dengan enam langkah dengan durasi 40-60 detik.

3.2 Tata Laksana Pelabelan Pada Tindakan Invasif


Adapun tata laksana dalam melakukan pelabelan pada tindakan invasive adalah sebagai
berikut.
a. Tuliskan tanggal pada fiksasi alat invasive
b. Informasikan pada pasien/keluarga tujuan penulisan label tanggal setelah
memasang alat invasive
c. Pastikan kesterilan alat yang digunakan untuk tindakan aseptic dengan melihat
tanggal kadaluarsa kesterilan alat
d. Pantau tanda tanda infeksi pada area tindakan invasive setiap hari
e. Pastikan alat invasive diganti sesuai batas tanggal pemasangan sesuai dengan SPO
masing masing alat.

3.3 Tata Laksana Pemantauan tanda-tanda infeksi pada Pemasangan Alat invasive.

27
a. Petugas/perawat yang melakukan tindakan invasif mengevaluasi alat invasive
yang terpasang di pasien.
b. Pemantauan dilakukan setiap hari terhadap kemungkinan adanya tanda-tanda
infeksi pada area tindakan invasive seperti, munculnya Calor (panas),Dolor
(rasa sakit), Rubor (Kemerahan), Tumor (pembengkakan), danFunctiolaesa
(Adanya perubahan fungsi secara superficial).
c. Lakukan penggantian alat invasive jika muncul tanda-tanda infeksi.

3.4 Tata Laksana Penggantian alat invasive


 Penggantian alat invasive dilakukan sesuai dengan batas waktu penggantian alat
invasive.
 Penggantian alat invasive berasarkan jenis alat yaitu :
 Infus diganti 3 x 24 jam
 Dawer Catheter diganti setiap 2 minggu
 NGT diganti setiap 2 minggu
 WSD sesuai dengan instruksi dokter
 CVP setiap 2 minggu
 ETT setiap 2 minggu

3.5 Tata Laksana Pencegahan Infeksi Pada Penggunaan Alat Steril


Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat pemakaian alat steril maka RS. Bangli
Medika Canti menetapkan untuk setiap alat steril dikemas sedemikian rupa dan diberikan
label yang berisi tanggal sterilisasi dan tanggal kadaluarsa. Adapun tata laksana pelabelan
dan pengemasan alat steril adalah sebagai berikut.
a. Pastikan bahan/alat sudah dikemas dengan baik sesuai metode pengemasan yang
dipilih oleh petugas label di ruang sterilisasi
b. Tempelkan label yang berisi informasi minimal : tanggal sterilisasi dan tanggal
kadaluarsa
c. Serahkan bahan/alat yang sudah berisi label ke petugas sterilisasi untuk diproses
lebih lanjut.

3.6 Pemantauan Infeksi


28
3.6.1 Pemantauan Infeksi Saluran kencing Pada Pemasangan Kateter
Pemantauan ISK setelah dilakukan pemasangan kateter dilakukan oleh perawat yang
merawat pasien. Rumah Sakit Bangli Medika Canti dalam memantau adanya infeksi saluran
kencing setelah pemakaian kateter mengacu pada dua kelompok kriteria diagnosis ISK yaitu
Kriteria Diagnosis Asymptomatic Bacteriuria (ASB) dan Kriteria Diagnisis Symptomatic
Urinary Tract Infectian (SUTI). Berikut ini adalah penjelasan masing-masing kriteria
pemantauan ISK

Tabel 2. Kriteria Diagnosis Asymptomatic Bacteriuria (ASB)

No Definisi

1. Pasien memakai kateter indwelling setidaknya selama 7 hari sebeleum kultur urin
dilakukan dan hasil kultur positif ≥ 105 CFU/mL urin dengan tidak lebih dari 2
spesies mikroorganisme dan pasien tidak mengalami keluhan sepwrti demam (>
38o C ) , urgency, frequency, disuria atau suprapubic tenderness.

2. Pasien tidak memakai kateter inwelling setidaknya selama 7 hari sebelum hasil
kultur urin positif yang pertama dan pasien tersebut setidaknya mempunyai 2
hasil kultur positif yaitu ≥ 105 CFU/mL urin dengan isolasi berulang pada
mikroorganisme yang sama dan ditemukan tidak lebih dari 2 spesies
mikroorganisme dan pasien tidak mengalami keluhan seperti demam
(>38oC),urgency, frequency,disuria atau suprapubiic tnderness.

Tabel 3. Kriteria Diagnosis Symptomatic Urinary Tract Infectian (SUTI)


No Definisi
1. Pasien setidaknya mengalami salah satu keluhan dan tanda infeksi seperti demam
(>38o C), urgency, frequency, disuria atau suprapubic tenderness tanpa diketahui
penyebab lain dan pasien tersebut mempunyai hasil kultur positif ≥ 105 CFU/mL
urin dengan ditemukan tidak lebih dari 2 spesies mikroorganisme.
2. Pasien setidaknya mengalami 2 keluhan dan tanda infeksi seperti demam (>38o
C), urgency, frequency, disuria atau suprapubic tenderness tanpa diketahui
penyebab lain dan terdapat salah satu tanda berikut:
a. tes dipstick positif untuk leukosit dan atau nitrat
b. pyuria (≥ 10 lekosit/mm3 atau ≥ 3 lekosit/high power fi eld dari unspun urin)
c. terlihat organisme pada pengecatan Gram dari unspun urin
29
d. setidaknya ada 2 hasil kultur positif dari non-voided specimen yaitu ≥ 105
CFU/mL urin dengan isolasi
berulang uropatogen yang sama (bakteri gram negatif atau S. saprophyticus)
e. ≤ 105 CFU/mL dari satu uropatogen (bakteri Gram negatif atau S.
saprophyticus) pada pasien yang
telah diobati antimikroba untuk infeksi saluran kemih
f. diagnosis infeksi saluran kemih oleh dokter
g. adanya terapi infeksi saluran kemih oleh dokter

3.6.2 Pemantauan Phlebitis pada pemasangan infus


Phlebitis dapat dinilai melalui pengamatan visual yang dilakukan oleh perawat.
Rumah Sakit Bangli Medika Canti dalam melakukan pemantauan terhadap kejadian phlebitis
mengacu pada VIP Score (visual Infusion Phlebitis Score yang dikembangkan oleh Andrew
Jackson. Berikut ini adalah skor visul untuk kejadian phlebitis menurut Andrew Jackson.
Tabel 4. VIP Score (visual Infusion Phlebitis Score oleh Andrew Jackson).
SKOR KEAADAAN AREA PENILAIAN
PENUSUKAN
0 Tempat suntikan tampak sehat Tak ada tanda-tanda phlebitis
1 Salah satu dari berikut jelas: Mungkin tanda dini phlebitis
a. Nyeri Area Penusukan
b. Adanya Eritema di area
penusukan
2 Dua dari berikut jelas: Stadium dini phlebitis
a. Nyeri area pnusukan
b. Eritema
c. pembengkakan
3 Semua dari berikut jelas: Stadium moat phlebitis
a. nyeri sepanjang kanul
b. eitema
c. indurasi
4 Semua dari berikut jelas: Stadium lanjut atau awal
a. nyeri sepanjang kanul thrombophlebitis
b. eritema
c. indurasi
d. venous chord teraba
5 Semua dari berikut jelas: Stadium lanjut thrombophlebitis
a. nyeri sepanjang kanul
b. eritema
c. indurasi
d. venous chord teraba
e. demam
30
3.6.3 Pemantauan Dekubitus
Dekubitus dapat dinilai melalui pengamatan/pengkajian yang dilakukan oleh perawat.
Rumah Sakit Bangli Medika Canti dalam melakukan pemantauan terhadap kejadian
dekubitus mengacu pada Skala Norton. Skala Norton ini lebih baik dalam mendeteksi
dini risiko decubitus (Widodo,2010). Berikut ini adalah pengkajian decubitus menurut
Skala Norton.
Tabel 5. Skala Norton untuk penentuan risiko decubitus

NO ITEM PENILAIAN SKOR

1 KONDISI FISIK
a. BAIK 4
b. CUKUP 3
c. BURUK 2
d. SANGANT BURUK 1
2 STATUS MENTAL
a. WASPADA 4
b. APATIS 3
c. KACAU 2
d. STUPOR 1

3 AKTIVITAS
a. BERJALAN 4
b. JALAN DENGAN BANTUAN 3
c. DENGAN KURSI RODA 2
d. SELALU DI TEMPAT TIDUR 1
4 MOBILITAS
a. PENUH 4
b. SEDIKIT 3
c. TERBATAS 2
d. IMMOBILITAS 1
5 INKONTINENSIA
a. TIDAK ADA 4
b. KADANG KALA 3
c. SERING/URINE 2
d. KEDUANYA 1
TOTAL SKOR
KETERANGAN : < 14 TERMASUK RESIKO DEKUBITUS
Nama / Paraf

3.6.4 Pemantauan ILO (Infeksi Luka Operasi)


Pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya infeksi luka operasi dipantau
dan dicata oleh dokter atau perawat yang menangani pasien. Rumah Sakit Bangli
Medika Canti dalam melakukan pemantauan terhadap kejadian ILO (infeksi Luka

31
Operasi) mengacu pada penentuan tingkat infeksi ILO yang dijelaskan oleh
Morison(2003), dimana terdapat 7 kriteria penilaian ILO yaitueksudat, Eritema, edema,
No KRITERIA TINGKAT INFEKSI
PENILAIAN
RINGAN SEDANG BERAT

1 Eksudat Minimal Sedang Banyak


2 Eritema Minimal Hanya disekitar Meluas keluar daerah
jaringan sekitar luka
3 Edema Ringan Sedang Berat
4 Hematoma Ringan Sedang Berat
5 Letak nyeri Hanya padadaerah Hanya padadaerah Nyeri menyebar ke
luka luka daerah
sekitar luka
6 Intensitas nyeri Tidak ada /hanya Intermitten Kontinyu
pada saat
penggantian
balutan
7 Bau Tidak ada Ada bau Bau menyengat
hematoma, letak nyeri, frekuensi nyeri dan bau. Tingkatan infeksi dapat dikategorikan
menjadi 3 yaitu, infeksi ringan, sedang, dan infeksi berat seabagaimana tercantum
dalam table 6 berikut ini.

Tabel 6. Tingkat Infeksi Luka Operasi Berdasarkan Kriteria Penilaian

Untuk menyamakan persepsi dalam pegkajian tingkat infeksi luka operasi,


maka RS. Bangli Medika Canti memberikan pedoman pengisian lembar observasi
/celkist (ceklist terlampir) sebagai berikut.
1. Eksudat
 Ringan, apabila tidak ada eksudat atau ada eksudat tapi tidak purulent, dan
jumlahnya tidak lebih dari seperempat kassa balutan.
 Sedang, apabila eksudat berwarna kekuningan dan jumlahnya maksimal
setengah dari kassa pembalut.
 Berat, apabila eksudat purulen dan jumlahnya lebih dari setengah kassa
pembalut.
2. Eritema
 Ringan, apabila tidak ada eritema atau ada eitema tetapi tidak terlalu tampak
 Sedang, apabila ada eritema tidak lebih dari 0.5 cm dari luka
 Berat, apabila ada eritema dan meluas lebih dari 0.5 cm dari luka.
3. Edema
 Ringan, apabila tidak ada edema atau ada edema tetapi tidak terlalu tampak
 Sedang, apabila tampak edema tetapi tidak disertai kemerahan.
32
 Berat, apabilatampak sekali ada edema yang menonjol dan disertai kemerahan
4. Hematom
 Ringan, apabila tidak ada atau ada hematoma tetapi tidak terlalu tampak jelas
 Sedang, apabila terdapat hematoma dengan diameter maksimal 1 cm
 Berat, apabila terdapat hematoma dengan diameter lebih dari 1cm
5. Letak nyeri
 Ringan, apabila nyeri hanya di daerah luka
 Sedang, apabila nyeri hanya di daerah luka
 Berat, apabila nyeri menyebar ke daerah sekitar luka.
6. Intensitas nyeri
 Ringan, apabila tidak ada/ hanya pada saat penggantian balutan
 Sedang, apabila nyeri dirasa kadang-kadang muncul
 Berat, apabila nyeri selalu dirasakan pasien
7. Bau
 Ringan, apabila tidak ada bau
 Sedang, apabila terdapat bau yang tidak menusuk saat balutan dibuka
 Berat, apabila terdapat bau yang menusuk, baik saat balutan belum dibuka
maupun setelah dibuka.

3.6.5 Pemantauan IADP ( Infeksi Aliran Darah Primer)


Semua faktor resiko dan kemungkinan terjadi infeksi setelah pemasangan alat intravena
(IV) dipantau oleh dokter dan perawat yang menangani pasien. Dalam memantau terjadinya
kejadian infeksi aliran darah primer, Rumah Sakit Bangli Medika Canti mengatur tentang
Penata Laksanaan Pasien yang beresiko mengalami infeksi aliran darah primer. Adapun Tata
laksana pemantauan Pasien yang beresiko mengalami Infeksi Aliran darah Primer (IADP)
adalah sebagai berikut.
A. Pemantauan Infeksi Aliran Darah Primer pada orang dewasa dan Anak >12 bulan
1. Periksa suhu tubuh pasien
Catat jika suhu > 380 C axilar dan bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa
antiperetik maka kemungkinan terjadi Infeksi Aliran darah Primer (bila gejala
tersebut muncul tanpa penyebab lain).
2. Periksa Tekanan Darah Pasien
jika terjadi hipotensi dimana sistoliknya < 90 mm Hg maka kemungkinan terjadi
Infeksi Aliran darah Primer (bila gejala tersebut muncul tanpa penyebab lain).

33
Periksa jumlah urin pasien, jika terjadi oliguri yaitu jumlh urin < 0.5 cc/kg BB/ jam
maka kemungkinan terjadi Infeksi Aliran darah Primer (bila gejala tersebut muncul
tanpa penyebab lain).
3. Periksa juga tanda-tanda infeksi di tempat lain, jika tidak ada tanda-tanda infeksi di
tempat lain maka kemungkinan terjadi infeksi aliran darah primer.

B. Pemantauan Infeksi Aliran Darah Primer pada pasien usia < 12 bulan
1. Periksa suhu tubuh pasien
Catat jika suhu > 380 C dan terjadi hipotermi (suhu < 370 C) maka kemungkinan
terjadi Infeksi Aliran darah Primer (bila gejala tersebut muncul tanpa penyebab
lain).
2. Periksa Nadi Pasien, jika terjadi apnea atau bradikardi dimana nadi < 100 x / menit
maka kemungkinan terjadi Infeksi Aliran darah Primer (bila gejala tersebut muncul
tanpa penyebab lain).
C. Pemantauan Infeksi Aliran Darah Primer pada Neonatus
1. Periksa Keadaan umum pasien.
Keaadaan pasien menurun, menurun antara lain:hipotermi (370 C), hipertermi (380
C) dan sklerema, malas minum.
2. Periksa Sistem kardiovaskuler antara lain : tanda renjatan, yaitu takikardi, 160x /
menit atau bradikardi 100x / menit dan sirkulasi perifer buruk.
3. Periksa Sistem pencernaan antara lain : distensi lambung, mencret, muntah dan
hepatomegali.
4. Periksa Sistem pernafasan antara lain : nafas tidak teratur, sesak, apnea dan
takipnea.
5. Periksa Sistem saraf pusat antara lain : hipertomi otot, iritabel kejang dan letargi.
6. Periksa Manifestasi hematology antara lain : pucat, kuning, splenomegali dan
perdarahan.
7. Periksa semua tanda / gejala di bawah ini :
 Biakan darah tidak dikerjakan atau dikerjakan tetapi tidak ada
pertumbuhan kuman.
 Tidak terdapat tanda – tanda infeksi di tempat lain.
 Diberikan terapi anti mikroba sesuai dengan sepsis
 Telah memberikan antimikroba yang sesuai dengan infeksi.

34
BAB IV
DOKUMENTASI
Dokumentasi Pencegah infeksi pada tindakan invasive dan alat steril dilakukan pada
saat perawat atau petugas melakukan tindakan invasive dan monitoring terhadap ketersediaan
alat-alat steril

Tabel 7. Ceklist Pemantauan Alat-alat Steril


NAMA Petugas KET
NO ALAT JUMLAH TGL TANGGAL KEMASAN
STERIL KADALUARSA robek lembab basah

35
Tabel 7. Ceklist Pemantauan Label Pada Tindakan Invasif
NO JENIS TINDAKAN PELABELAN KETERANGAN
Ya Tidak

36
DAFTAR PUSTAKA

Center Of deases Control and Prevention tahun 2002


Darmawan, I. (2008). Flebitis, apa penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya?.

Morison, Moya J. 2003.Manajemen Luka. Jakarta:EGC


Potter ,P dan A. Perry, A.G.2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa: Renata Komalasari, dkk. Jakarta: EGC.
Widodo, Arif. 2010. Uji Kepekaan Instrumen Pengkajian Risiko Dekubitus Dalam Mendeteksi
Dini Risiko Kejadian Dekubitus di RSIS. Program Studi Keperawatan. Unversitas
Muhamadiyah Surakarta.

37
38

Anda mungkin juga menyukai