TENTANG
MEMUTUSKAN :
1
DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI RUMAH SAKIT BUDI
KEMULIAAN BATAM.
Ditetapkan Di : Batam
DIREKTUR,
NIK.P.2016.04.08061953.1496
2
Lampiran I
Surat Keputusan Direktur
RS. Budi Kemuliaan Batam
Nomor : Maret 2017
BAB I
Organisasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
3
7. Komite dan tim PPI terdiri dari individu yang kompoten sesuai ukuran rumah
sakit, tingkat risiko, ruang lingkup program dan kompleksitasnya.
8. Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas
sesuai dengan uraian tugas yang tercantum dalam Pedoman Manajerial PPI di
Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya yang dikeluarkan oleh Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008.
9. RS. Budi Kemuliaan membentuk IPCN (Infection Prevention and Control Nurse)
purnawaktu yang bertugas mengawasi seluruh kegiatan PPI.
10. Dalam melaksanakan tugasnya IPCN dibantu oleh IPCLN (Infection Prevention
and Control Link Nurse) sebagai pelaksana harian/penghubung di unit masing-
masing.
11. RS. Budi Kemuliaan Batam menetapkan mekasnisme untuk koordinasi program
pencegahan dan pengendalian infeksi.
12. Kegiatan koordinasi PPI merupakan gerakan bersama yang sinergi dari semua
pihak yang melibatkan dokter, perawat profesional pencegahan dan pengendali
infeksi, house keeping dan tenaga lainnya sesuai ukuran da kompleksitas rumah
sakit.
13. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin
bulanan minimal satu bulan sekali.
14. Komite dan Tim PPI wajib membuat laporan setiap bulan.
15. PPI mendapatkan alokasi sumber daya yang cukup dan dimasukkan dalam
Rencana Anggaran Belanja (RAB) tahunan.
BAB II
Program PPI
5
BAB III
Surveilans Rumah Sakit
6
tinggi.Adanya muncul dan pemunculan ulang (emerging atau reemerging) di
masyarakat di kumpulkan dan evaluasi atau dianalisis.
5. Berdasarkan evaluasi/analisis data tersebut maka diambil tindakan memfokus
atau memfokus ulang program PPI.
6. Rumah sakit melakukan asesmen terhadap risiko paling sedikit setiap tahun dan
hasil asesmen di dokumentasikan.
7. Rumah sakit telah mengimplementasi strategi penurunan risiko infeksi pada
seluruh proses dan mengidentifikasi proses terkait dengan risiko infeksi
8. Obat dipersiapkan dan disalurkan dalam area yang bersih dan aman dengan
peralatan dan supplai yang memadai.
9. Surveilans dilakukan disetiap ruang perawatan atau ruangan lain yang berisiko
terhadap terjadinya infeksi di rumah sakit.
10. Surveilans di lakukan pada pasien yang dirawat atau mendapat tindakan yang
berisiko terjadinya infeksi rumah sakit.
11. Komite PPI mengidentifikasi risiko dan angka infeksi terkait pelayanan
kesehatan kemudian data dianalisis untuk menilai kecendrungan infeksi terkait
pelayanan kesehatan.
12. Laporan infeksi rumah sakit disampaikan oleh Komite PPI kepada direktur setiap
bulan.
13. Kegiatan PPI diukur dan hasilnya diidentifikasi untuk mendapatkan data infeksi
yang penting secara epidemiologis.
14. Hasil analisis digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menata ulang
prosedur yang ada untuk menurunkan risiko infeksi ke level serendah mungkin.
15. Angka infeksi terkiat pelayanan kesehatan dibandingkan dengan angka-angka
dirumah sakit lain melalui komparasi data dasar
16. Rumah sakit membandingkan angka yang ada dengan acuan yang baik dan
bukti ilmiah.
17. Hasail pengukuran di komunikasikan kepada staf medis, perawat dan
manajemen.
18. Hasil program PPI dilaporkan kepada Kementerian Kesehatan atau Dinas
Kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
19. Rumah sakit melakukan tindak lanjut yang benar terhadap laporan dari
Kementerian Kesehatan atau Dinas Kesehatan.
7
BAB IV
Alat Pelindung Diri (APD)
1. Rumah sakit mengidentifikasi situasi dimana masker, pelindung mata, gaun atau
sarung tangan diperlukan dan melakukan pelatihan penggunaannya secara
tepat dan benar, maka rumah sakit menetapkan:
2. Rumah Sakit mengatur dan memenuhi standar terkait, undang-undang dan
peraturan yang berlaku.
3. Rumah sakit mengidentifikasi dimana sarung tangan dan atau masker atau
pelindung mata dibutuhkan.
4. Sarung tangan dan atau masker atau pelindung mata digunakna secara tepat
dan benar.
5. APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dan isolasi dengan
selalu mengukur potensi risiko spesifik pada setiap aktivitas pelayanan/tindakan
medik sehingga tepat, efektif, dan efisien.
6. Sarung tangan, dan atau masker dan atau pelindung mata dibutuhkan bila
mungkin terkena darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, dan bahan
terkontaminasi, mukus membran dan kulit yang tidak utuh, kulit utuh yang
potensial terkontaminasi.
7. APD digunakan di area dimana di perkirakan adanya risiko terpajan/terpapar
cairan tubuh atau area terkontaminasi, sebelum kontak dengan pasien,
umumnya sebelum memasuki ruangan.
8. APD digunakan dan dilepaskan secara tepat, benar dan hati-hati.
9. Resiko keamanan radiasi yang diidentifikasi diimbangi dengan prosedur atau
peralatan khusus untuk mengurangi resiko.
10. Program pengawasan dan pengarahan dapat ditugaskan kepada 1(satu) orang
atau lebih, dimana kompetensi petugas tersebut berdasarkan atas pengalaman
atau pelatihan.
11. Petugas tersebut merencanakan dan melaksanakan program yang meliputi :
a. Merencanakan semua aspek dari program.
b. Melaksanakan program
8
c. Mendidik Karyawan
d. Memonitor dan melakukan uji coba program
e. Melakukan evaluasi dan revisi program secara berkala
f. Memberikan laporan tahunan ke badan pengelola tentang pencapaian
program
g. Menyelenggarakan pengorganisasian dan pengelolaan secara konsisten
dan terus menerus
12. Adanya program untuk memonitor semua aspek dari program Manajemen Risiko
fasilitas / lingkungan dan datamonitoring digunakan untuk mengembangkan
atau meningkatkan program.
BAB V
Kebersihan Tangan
9
Improvement Srategy tahun 2009. Atau sumber nasional yang berwenang
seperti Kementrian Kesehatan.
BAB VI
Sterilisasi alat/instrumen kesehatan setelah dipakai
BAB VII
Pengawasan Peralatan Kadaluwarsa
10
1. Rumah Sakit Prof. Dr. Tabrani konsisten dengan peraturan dan perundangan
ditingkat nasional danada standar profesi yang mengidentifikasi proses
pengelolaan peralatan yang kadaluarsa
2. Setiap peralatan/bahan medis yang kadaluwarsa ditempat kan paada tempat
yang terpisah dan dimusnahkan sesuai peraturan dan perundangan ditingkat
nasional.
3. Apoteker melakukan identifikasi proses pengelolaan peralatan yang
kadaluwarsa.
4. Setiap bagian di rumah sakit menjalankan manajemen pencegahan peralatan
kadaluwarsa dengan menerapkan first in first out dan FEFO serta relokasi
peralatan/bahan medis di suatu bagian yang mendekati massa kadaluwarsa
kebagian lain yang lebih mungkin untuk menggunakannya sebelum
kadaluwarsa.
BAB VIII
Pemakaian Ulang Peralatan dan Material Sekali Pakai (single use yang di re
use)
11
2. Penggunaan ulang (re use) harus memperhatikan peralatan dan bahan yang
tidak pernah bisa di re use, jumlah maksimal re use khususnya untuk setiap
peralatan dan bahan yang di re use, tipe pemakaian dan kerusakan yang
menindikasikan bahwa peralatan tidak bisa di re use, proses pembersihan untuk
setipe peralatan yang dimulai segera sesudah digunakan dan diikuti dengan
prosedur yang jelas, proses untuk pengumpulan, analisis dan penggunaan dari
data PPI yang terkait dengan peralatan dan material yang di re use.
3. Pengunaan ulang dapat dilakukan apabila alat tersebut dibutuhkan
penggunaannya namun sulit diperoleh atau sangat mahal harganya.
4. Pemrosesan alat dan bahan single use yang di re use yang di sterilkan dan
digunakan kembali harus proses pencatatan dan pengawasan mutu di bagian
CSSD.
5. Alat medis yang sekali pakai yang non steril dilakukan pengawasan mutu
denhgan melihat secara visual dan fungsi dari alat tersebut.
6. Ada form daftar peralatan dan monitoring alat single use yang di re use.
BAB IX
Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
1. Rumah sakit memproduksi banyak sampah setiap hari, sering kali sampah
tersebut adalah atau kemungkinan infeksius. Dengan pembuangan sampah
yang memadai akan mengurangi risiko infeksi dirumah sakit. Hal ini nyata pada
pembuangan cairan tubuh dan bahan – bahan yang terkontaminasi dengan
cairan tubuh,pembuangan darah dan komponen darah, serta sampah dari kamar
mayat dan area kamar bedah mayat (post mortem).Untuk pembuangan benda
tajam dan jarum yang tidak benar menjadi tantangan besar bagi keselamatan
staff.
2. Rumah sakit memastikan diterapkan dan mengatur secara adekuat semua
langkah dalam proses, mulai dari jenis dan penggunaan wadah, pembuangan
wadah, dan surveilens atas pembuangan. Memastikan semua fasilitas untuk
12
melaksanakan tersedia dan tepatserta ada surveilens/audit proses
pembuangan:
3. Rumah Sakit Budi Kemuliaan Batam membuat prosedur tertulis yang mengatur
penanganan dan pembuangan bahan infeksius dan berbahaya.
4. Pembuangan sampah infeksius dan cairan tubuh, dikelola untuk meminimalisasi
resiko penularan.
5. Penanganan dan pembungandarah dan komponen darahdikelola untuk
meminimalisasi resiko penularan.
6. Benda tajam dan jarum di kumpulkan pada wadah khusus yang tidak dapat
tembus (puncture proof) dan tidak direus sebagai mana ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan.
7. Pembuangan benda tajam dan jarum konsisten dengan kebijakan PPI rumah
sakit.
8. Rumah sakit membuang benda tajam dan jarum secara aman atau bekerja sama
dengan sumber yang kompeten untuk menjamin bahwa benda tajam dibuang
ditempat pembuangan khusus untuk sampah berbahaya atau sebagaimana
ditentukan oleh peraturan perundang-undangan..
9. PPI memantau dan mengawasi pembuangan benda tajam/jarum dirumah sakit
agar sesuai dengan kebijakan PPI.
10. Rumah sakit menyelenggarakan kegiatan pengolahan air limbah (IPAL) yang
berasal dari seluruh rumah sakit.
BAB X
Sanitasi Dapur
13
2. Sanitasi dapur dan penyiapan makanan ditangani dengan baik untuk
meminimalisai risiko infeksi.
3. Pengontrolan engineering/engineering control dilakukan terhadap fasilitas yang
diterapkan untuk pengolahan sehingga dapat mengurangi resiko infeksi.
BAB XI
Pengkajian Resiko Infeksi pada Konstruksi dan Renovasi di Rumah Sakit
14
9. Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan dirumah sakit
harus mengutamakan keselamatan pasien, pengunjung dan petugas
berdasarkan prinsip-prinsip PPI.
10. Komite PPI melakukan pengkajian resiko infeksi dan tindak lanjut berkolaborasi
dengan bagian IPSRS dan K3RS.
11. Rumah sakit menggunakan kriteria yang mengatur dampak dari renovasi atau
pembangunan baru terhadap persyaratan kualitas udara,pencegahan dan
pengendalian infeksi,persyaratan utilasi,kebisingan,getaran dan prosedur
emergency (kedaruratan)
BAB XII
Perawatan Isolasi
1. Setiap pasien yang sudah diketahui atau diduga kuat menderita infeksi menular
harus diisolasi.
2. Rumah Sakit Budi Kemuliaan Batam mengatur pemisahan antara pasien dengan
penyakit menular, pasien lain yang beresiko tinggi, yang rentan karena
immunosuppressed atau sebab lain dan staff.
3. Rumah Sakit Budi Kemuliaan Batam mengatur bagaimana cara mengelola
pasien dengan infeksi airbone untuk jangka waktu yang pendek ketika ruangan
bertekanan negative tidak tersedia
4. Rumah sakit mempunyai strategi untuk berurusan dengan arus pasien dengan
penyakit menular.
5. Ruangan bertekanan negative tersedia dan di monitor secara rutin untuk pasien
infeksius yang membutuhkan isolasi untuk infeksi airbone;bila ruangan
bertekanan negative tidak tersedia, ruangan dengan system filtrasi HEPA yang
diakui bisa digunakan.
6. Jika kamar untuk satu orang tidak cukup dapat dilakukan penggabungan
(cohorting), dimana hanya pasien yang telah dipastikan dengan diagnosis
laboratorium sebagai pasien yang terinfeksi oleh pathogen yang sama yang
dapat digabungkan ditempat yang sama.
15
7. Jika kamar isolasi penuh, lakukan rujukan ke rumah sakit lain. Namun jika tidak
didapatkan tempat rujukan atau rujukan tidak memungkin dapat ditempatkan di
kamar lain yang diubah sedemikian rupa pada saat itu menjadi kamar isolasi
hingga ada kamar isolasi yang kosing atau tempat rujukan sudah ada.
8. Lakukan pemisahan antara pasien dengan penyakit menular dari pasien lain
yang berisiko tinggi, yang rentan karena immunosuppressed atau sebab lain
termasuk pemisahan terhadap staf rumah sakit.
9. Pasien dengan infeksi air borne ditempatkan dikamar dengan sistem tekanan
negatif. Jika ruangan bertekanan negatif tidak ada atau penuh lakaukan rujukan
kefasilitas yang memiliki ruangan bertekanan negatif, Selama menunggu rujukan
pasien ditempatkan diruangan isolasi dan petugas selalu menggunakan alat
pelindung diri yang standar hingga sampai ketempat rujukan.
10. Pasien dengan penyakit menular melewati alur yang sama dengan pasien biasa.
11. Rumah sakit menyediakan ruangan bertekanan negatif dengan memasang
pendingin ruangan atau kipas angin dijendela sedemikian rupa agar aliran udara
keluar gedung melalui jendela.
12. Rumah sakit menetapkan mekanisme pengawasan ruangan bertekanan negatif.
13. Pasien infeksius yang di rawat diruang isolasi tidak boleh dikunjungi dan
keluarga yang menunggu menggunakan APD yang sesuai atau menunggu diluar
ruangan
14. Penanganan pasien yang imunosupresi hanya melakukan stabilisasi keadaan
umum, bila sudah stabil rumah sakit meruju kefasilitas kesehatan yang lain.
15. Rumah sakit melakukan pelatihan staf yang melayani pasien infeksius tentang
pengelolaan pasien infeksius.
BAB XIII
Pengelolaan Linen
1. Manajemen laundry dan linen dilakukan dengan tepat untuk meminimalisi risiko
bagi pasien dan staf rumah sakit.
2. Petugas harus menerapkan kewaspadaan standar pada saat mengelola linen.
16
3. Rumah Sakit mengidentifikasi sistem pendukung, gas medis, ventilisasi dan
sistem kunci lainnya yang diperiksa, diuji coba, dipelihara secara teratur dan
ditingkatkan bila perlu.
4. Kualitas air dimonitor secara teratur
5. Air yang digunakan untuk hemodialisis / chronic renal dialysis diperiksa secara
teratur.
6. Data hasil monitoring dikumpulkan dan didokumentasikan untuk program
Manajemen pendukung/utility medis yang ditujukan untuk perencanaan dan
peningkatan
BAB XIV
Kamar Jenazah
1. Area kamar jenazah dan post mortem untuk meminimalisir risiko penularan.
2. Area kamar jenazah dirumah sakit harus sesuai dengan peraturan nasional yang
berlaku untuk meminimalisasi risiko penularan penyakit.
3. Proses pemindahan dan perawatan jenazah harus sesuai dengan prinsip-prinsip
kewaspadaan standar untuk meminimalisasi risiko penularan penyakit.
4. Rumah sakit melakuan proses pengawetan jenazah.
5. Kamar jenazah harus dilakukan desinfeksi setelah perawatan jenazah.
6. Rumah sakit harus menerapkan kewaspadaan standar dan kewaspadaan
berdasarkan transmisi terutama ketika menangani jenazah dengan penyakit
menular.
BAB XV
Kewaspadaan Standar dan Berdasarkan Transmisi
17
2. Rumah sakit menerapakan kewaspadaan berdasarkan trasnmisi sebagai
tambahan kewaspadaan standar dalam perawatan pasien yang sudah
terdiagnosis jenis infeksinya.
BAB XVI
Pendidikan dan Pelatihan PPI Rumah Sakit
Ditetapkan Di : Batam
DIREKTUR,
18
drg. M. Arsjad Effendy, MM
NIK.P.2016.04.08061953.1496
BAB I
DEFINISI
Tindakan invasive adalah suatu tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh manusia. Tindakan invasive meliputi pemasanagan infus,
NGT,DC,Infus,Trakeostomi,CVP,WSD,ETTdantindakan invasive lainnya.
Phlebitis adalah inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik
yang sering dilaporkan sebagai komplikasi pemasangan infus.
ISK (infeksi saluran kencing) adalah suatu kondisi dimana satu atau lebih bagian
traktus urinarius terinfeksi oleh bakteri yang mampu melemahkan pertahanan tubuh.
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan bawah kulit, bahkan
menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area
secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat.
ILO (Infeksi Luka Operasi) adalah infeksi pada luka operasi/organ/ruang yang
terjadivdalam 30 hari paska dilakukannya tindakan pembedahan/operasi yang terjadi
pada kulit dan subkutan disertai dengan keluarnya nanah adri luka operasi.
IADP (infeksi aliran darah primer) adalah infeksi darah yang timbul tanpa ada organ
atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi.
Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat atau benda bebas dari mikroba hidup, baik
yang patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen / non patogen (tidak
19
menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetati f(siap untuk berkembang biak)
maupun dalam bentuk spora (dalam keadaan statis, tidak dapat berkembang biak, tetapi
melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat)
Alat steril adalah alat-alat yang telah mengalami proses sterilisasi diantaranya dengan
pemanasan, dengan uap air bertekanan dengan menngunakan autoclave atau
penyinaranden
BAB II
RUANG LINGKUP
20
2.4 Penggantian alat invasive
Penggantian alat invasive segera dilakukan apabila ada tanda tanda infeksi.
Penggantian alat invasive dilakukan sesuai dengan batas waktu penggantian alat
invasive.
21
Faktor resiko utama dari pemasangan kateter diantaranya disebabkan karena pemakaian
kateter yang terlalu lama, pemasangan tidak sesuai indikasi dan kurangnya
prosedur aseptis saat kateterisasi.
Penanganan infeksi saluran kencing dapat dilakukan dengan cara pelepasan atau
penggantian kateter sesuai dengan waktu penggantian katerter.
Upaya pencegahan ISK akibat katerisasi difokuskan pada teknik pemasangan kateter
secara aseptik dan sesuai indikasi.
25
3. Kasa penutup luka diganti apabila basah dan atau menunjukkan tanda –
tanda infeksi.
4. Jika cairan keluar dari luka, lakukan pewarnaan gram dan biakan.
26
1. Pemasangan alat intravena (IV) yang berkaitan dengan:
Jenis Kanula
Metode pemasangan
Lama Pemasangan kanula
2. Kerentanan Pasien terhadap infeksi
BAB III
TATA LAKSANA
3.3 Tata Laksana Pemantauan tanda-tanda infeksi pada Pemasangan Alat invasive.
27
a. Petugas/perawat yang melakukan tindakan invasif mengevaluasi alat invasive
yang terpasang di pasien.
b. Pemantauan dilakukan setiap hari terhadap kemungkinan adanya tanda-tanda
infeksi pada area tindakan invasive seperti, munculnya Calor (panas),Dolor
(rasa sakit), Rubor (Kemerahan), Tumor (pembengkakan), danFunctiolaesa
(Adanya perubahan fungsi secara superficial).
c. Lakukan penggantian alat invasive jika muncul tanda-tanda infeksi.
No Definisi
1. Pasien memakai kateter indwelling setidaknya selama 7 hari sebeleum kultur urin
dilakukan dan hasil kultur positif ≥ 105 CFU/mL urin dengan tidak lebih dari 2
spesies mikroorganisme dan pasien tidak mengalami keluhan sepwrti demam (>
38o C ) , urgency, frequency, disuria atau suprapubic tenderness.
2. Pasien tidak memakai kateter inwelling setidaknya selama 7 hari sebelum hasil
kultur urin positif yang pertama dan pasien tersebut setidaknya mempunyai 2
hasil kultur positif yaitu ≥ 105 CFU/mL urin dengan isolasi berulang pada
mikroorganisme yang sama dan ditemukan tidak lebih dari 2 spesies
mikroorganisme dan pasien tidak mengalami keluhan seperti demam
(>38oC),urgency, frequency,disuria atau suprapubiic tnderness.
1 KONDISI FISIK
a. BAIK 4
b. CUKUP 3
c. BURUK 2
d. SANGANT BURUK 1
2 STATUS MENTAL
a. WASPADA 4
b. APATIS 3
c. KACAU 2
d. STUPOR 1
3 AKTIVITAS
a. BERJALAN 4
b. JALAN DENGAN BANTUAN 3
c. DENGAN KURSI RODA 2
d. SELALU DI TEMPAT TIDUR 1
4 MOBILITAS
a. PENUH 4
b. SEDIKIT 3
c. TERBATAS 2
d. IMMOBILITAS 1
5 INKONTINENSIA
a. TIDAK ADA 4
b. KADANG KALA 3
c. SERING/URINE 2
d. KEDUANYA 1
TOTAL SKOR
KETERANGAN : < 14 TERMASUK RESIKO DEKUBITUS
Nama / Paraf
31
Operasi) mengacu pada penentuan tingkat infeksi ILO yang dijelaskan oleh
Morison(2003), dimana terdapat 7 kriteria penilaian ILO yaitueksudat, Eritema, edema,
No KRITERIA TINGKAT INFEKSI
PENILAIAN
RINGAN SEDANG BERAT
33
Periksa jumlah urin pasien, jika terjadi oliguri yaitu jumlh urin < 0.5 cc/kg BB/ jam
maka kemungkinan terjadi Infeksi Aliran darah Primer (bila gejala tersebut muncul
tanpa penyebab lain).
3. Periksa juga tanda-tanda infeksi di tempat lain, jika tidak ada tanda-tanda infeksi di
tempat lain maka kemungkinan terjadi infeksi aliran darah primer.
B. Pemantauan Infeksi Aliran Darah Primer pada pasien usia < 12 bulan
1. Periksa suhu tubuh pasien
Catat jika suhu > 380 C dan terjadi hipotermi (suhu < 370 C) maka kemungkinan
terjadi Infeksi Aliran darah Primer (bila gejala tersebut muncul tanpa penyebab
lain).
2. Periksa Nadi Pasien, jika terjadi apnea atau bradikardi dimana nadi < 100 x / menit
maka kemungkinan terjadi Infeksi Aliran darah Primer (bila gejala tersebut muncul
tanpa penyebab lain).
C. Pemantauan Infeksi Aliran Darah Primer pada Neonatus
1. Periksa Keadaan umum pasien.
Keaadaan pasien menurun, menurun antara lain:hipotermi (370 C), hipertermi (380
C) dan sklerema, malas minum.
2. Periksa Sistem kardiovaskuler antara lain : tanda renjatan, yaitu takikardi, 160x /
menit atau bradikardi 100x / menit dan sirkulasi perifer buruk.
3. Periksa Sistem pencernaan antara lain : distensi lambung, mencret, muntah dan
hepatomegali.
4. Periksa Sistem pernafasan antara lain : nafas tidak teratur, sesak, apnea dan
takipnea.
5. Periksa Sistem saraf pusat antara lain : hipertomi otot, iritabel kejang dan letargi.
6. Periksa Manifestasi hematology antara lain : pucat, kuning, splenomegali dan
perdarahan.
7. Periksa semua tanda / gejala di bawah ini :
Biakan darah tidak dikerjakan atau dikerjakan tetapi tidak ada
pertumbuhan kuman.
Tidak terdapat tanda – tanda infeksi di tempat lain.
Diberikan terapi anti mikroba sesuai dengan sepsis
Telah memberikan antimikroba yang sesuai dengan infeksi.
34
BAB IV
DOKUMENTASI
Dokumentasi Pencegah infeksi pada tindakan invasive dan alat steril dilakukan pada
saat perawat atau petugas melakukan tindakan invasive dan monitoring terhadap ketersediaan
alat-alat steril
35
Tabel 7. Ceklist Pemantauan Label Pada Tindakan Invasif
NO JENIS TINDAKAN PELABELAN KETERANGAN
Ya Tidak
36
DAFTAR PUSTAKA
37
38