Anda di halaman 1dari 4

Dampak Penyalahgunaan IPTEK di Kedokteran Gigi Pada Kehidupan

a. Efek Radiasi Rongent Gigi yang Berpotensi Menghasilkan Penyakit Baru

Alat rongent gigi yang dapat memicu penyakit baru salah satu contoh adalah penyakit kanker
yang kita ketahui bersama bahwa hingga saat ini penyakit tersebut belum memiliki obat yang
bisa mendeteksi hingga tercapainya suatu kesembuhan yang sempurna bagi para penderitanya.
Selain itu unsur zat radioaktiv yang digunakan untuk mengobati penderita dapat menimbulkan
radiasi yang berbahaya, dan tentunya hal tersebut menjadi cikal bakal suatu penyakit baru yang
berbahaya. Begitu halnya dengan alat komunikasi yang sering kita gunakan. Sejumlah
penelitian yang dilakuan menunjukkan radiasi telepon genggam berakibat buruk terhadap
tubuh manusia. Misalnya meningkatkan risiko terkena tumor telinga dan kanker otak,
berpengaruh buruk pada jaringan otak, merusak dan mengurangi jumlah sperma hingga 30
persen, mengakibatkan meningioma, neurinoma akustik, acoustic melanoma, dan kanker
kelenjar ludah. Sayangnya, tak satu pun 6 vendor telepon seluler terbesar dunia merespon hasil-
hasil penelitian tersebut. Boleh saja para ahli mengingatkan bahayanya gelombang
elektromagnetik, namun hampir selalu ditanggapi produsen dengan statement, ―Aman-aman
saja.‖ Meski belum ada kepastian terhadap hasil penelitian ini, pimpinan proyek penelitian
Franz Adlkofer menyarankan tindakan pencegahan dengan menganjurkan penggunaan telepon
genggam hanya dalam keadaan darurat saja. Artinya, kalau di sekitar Anda tersedia telepon
biasa sebaiknya Anda menghindari memakai telepon seluler. Atau, menggunakan peralatan
hands-free kapan saja memungkinkan.

b. Terganggunya Syaraf Gigi

Semakin majunya teknologi dalam hal perawatan gigi, yaitu seperti adanya alat bor gigi yang
kemungkinan bisa menggangu kesehatan gigi. Misalnya, mekanisme yang dapat menyebabkan
peradangan pada pulpa gigi selain disebabkan infeksi karena bakteri juga dapat disebabkan
oleh pengeboran atau bahan kimia gigi lain yang menghasilkan zat panas pada gigi. Sehingga
infeksi semakin lama kian berkembang, jika kondisi ini dibiarkan maka pulpa yang didalamnya
terdiri dari saraf dan pembuluh darah akan meradang hingga akhirnya berakibat fatal dan
berakibat kematian pada pulpa gigi.

c. Efek Ketergantungan
Teknologi yang kian berkembang juga dapat menimbulkan timabl balik yang bersifat begatif
seperti sifat ketergantungan. Para pengkonsumsi obat antibiotik yang banyak beredar di
masyarakat ternyata tidak semata-mata hanya mengurangi keluhan yang ada tetapi juga
menimbulkan ketergantungan dengan intensitas yang berbedabeda dari masing-masing jenis
antibiotik. Tidak hanya sampai pada hal tersebut, akan tetapi timbul suatu kemungkian yang
menyebabkan penyakit tersebut memiliki tingkat kekebalan terhadap antibiotik tertentu.

Pengaruh negatif lain bagi anak, adalah kecendrungan munculnya ‗kecanduan‘ anak pada
komputer. Kecanduan bermain komputer ditengarai memicu anak menjadi malas menulis,
menggambar atau pun melakukan aktivitas sosial.

Begitu halnya dengan kecenduan computer yang didominasi oleh usia dini. Kecanduan
bermain komputer bisa terjadi terutama karena sejak awal orangtua tidak membuat aturan
bermain komputer. Seharusnya, orangtua perlu membuat kesepakatan dengan anak soal waktu
bermain komputer. Misalnya, anak boleh bermain komputer sepulang sekolah setelah selesai
mengerjakan PR hanya selama satu jam. Waktu yang lebih longgar dapat diberikan pada hari
libur.

Pengaturan waktu ini perlu dilakukan agar anak tidak berpikir bahwa bermain komputer adalah
satu-satunya kegiatan yang menarik bagi anak. Pengaturan ini perlu diperhatikan secara ketat
oleh orangtua, setidaknya sampai anak berusia 12 tahun. Pada usia yang lebih besar, diharapkan
anak sudah dapat lebih mampu mengatur waktu dengan baik demi mengurangi dampak
teknologi ini.

d. Kesalahan Persepsi diyakini Oleh Masyarakat

Efek negatif yang juga dapat timbul karena kesalahan dari persepsi masyarakat dalam mengkaji
suatu pengetahuan yang ia dapatkan. Salah satu contoh yang terjadi di kalangan masyarakat
adalah maraknya bila seseorang sakit gigi lebih baik dicabut daripada ditambal, karena setelah
ditambal pun masih bisa sakit lagi. Ini merupakan suatu persepsi yang kurang benar di mata
peneliti dan pakar gigi, bahwa yang dimaksud sebagai solusi untuk sakit gigi adalah pencabutan
gigi adalah alternatif terakhir, bila perawatan lain sudah tidak mungkin dilakukan. Gigi sebisa
mungkin dipertahankan dalam mulut, karena kehilangan satu gigi saja sudah dapat mengurangi
efektivitas dalam pengunyahan. Gigi yang hilang sebaiknya diganti dengan gigi tiruan, namun
sebaik apapun gigi tiruan masih lebih baik gigi aslinya. Saat ini ilmu dan teknologi di bidang
kedokteran gigi telah berkembang pesat. Material kedokteran gigi terus menerus diperbaiki,
sehingga hasil tambalan yang baik dan tahan lama dapat dicapai.

e. Kerahasiaan Seseorang Tidak Terjamin

Majunya peradaban teknologi juga tidak menjamin bahwa penggunanya merasa aman atau
terlindungi terhadap sesuatu yang berhubungan dengan privasi. Sekarang telah diciptakan pula
perangkat lunak yang bisa mengukur risiko karang gigi dan lain-lain yang berkaitan dengan
gigi. Pasien bisa mengirim email untuk meminta rekaman medik ke dokter . Namun hal ini
masih dinilai memiliki permaslahan yang kaitannya dengan privasi pasien dan keamanan data
tersebut.

f. Maraknya Malpraktek yang dilakukan Oleh Tenaga Kesehatan Gigi

Akhir-akhir ini, karena maraknya kasus dugaan malpraktek medik atau kelalaian medik di
Indonesia, ditambah ―keberanian‖ pasien yang menjadi korban untuk menuntut hak-haknya,
para dokter seakan baru mulai 'sibuk' berbenah diri. Terutama dalam menghadapi kasus
malpraktek. 'Kesibukan' ini terjadi sejalan dengan makin baiknya tingkat pendidikan dan
keadaan sosial ekonomi masyarakat.

Praktek yang diatur dalam pasal 39-43. Pada bagian ketiga menegaskan tentang pemberian
pelayanan, dimana paragraf 1 membahas tentang standar pelayanan yang diatur dengan
Peraturan Menteri. Standar Pelayanan adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter atau
dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran. (6,10) Standar Profesi Kedokteran
adalah batasan kemampuan (knowledge, skill and professional attitude) minimal yang harus
dikuasai oleh seorang dokter atau dokter gigi untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya
pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi. Standar profesi yang
dimaksud adalah yang tercantum dalam KODEKI Pasal 2 dimana Setiap dokter harus
senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi,
dimana tolak ukuran tertinggi adalah yang sesuai dengan perkembangan IPTEK Kedokteran,
etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama, sesuai tingkat/ jenjang pelayanan kesehatan
dan situasi setempat.(9) Sesuai dengan Undang-Undang Praktek Kedokteran Pasal 45 ayat (1)
menyebutkan bahwa setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh
dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Sebelum memberikan
persetujuan pasien harus diberi penjelasan yang lengkap akan tindakan yang akan dilakukan
oleh dokter. Di mana penjelasan itu mencakup sekurang-kurangnya: a. diagnosis dan tata cara
tindakan medis;

b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;

c. alternatif tindakan lain dan risikonya;

d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan

e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

g. Penyalahgunaan Teknologi Kedokteran Gigi

Karena ketergantungan pada teknologi, bisa saja terjadi penggunaanya menjadi tidak tepat
guna. Selain itu, persaingan yang ketat pun bisa menimbulkan persaingan tidak sehat. Selain
persaingan yang tidak sehat, tujuan pelayanan kesehatan pun bisa melenceng dari tujuan
awalnya. Pihak-pihak tertentu yang melihat peluang komersil pada kemajuan pelayanan
kesehataan. Karean komersilnya itu, berakibat menjadi sentralisasi pelayanan kesehatan. Yang
menjadi korbannya tentu daerah-daerah terpelosok, seperti saat ini, pelayanan kesehatan yang
memadai hanya bisa dirasakan oleh orang-orang kota.

h. Meningkatnya Kesenjangan Sosial dalam Kesehatan

Dampak majunya ilmu pengetahua dan teknologi terhadap jasa pelayanan kesehatan kini telah
terasa, terutama pada sektor kesehatan gigi. Bagi dokter gigi Indonesia bila tiba gilirannya
diliberalisasi akan mendatangkan dampak positif sekaligus negative. Adapun dampak
negatifnya adalah berubahnya filosofi pelayanan dari sosial menjadi komersial, makin sulitnya
mewujudkan pemerataan pelayanan kesehatan, serta makin meningkatnya biaya pelayanan.

Sumber : https://id.scribd.com/doc/228749441/DAMPA-POSITIF-DAN-NEGATIF-
MAJUNYA-ILMU-PENGETAHUAN-DAN-TEKNOLOGI-BAGI-KESEHATAN-GIGI

Anda mungkin juga menyukai