Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Untuk menjalankan proses bisnis, setiap perusahaan memerlukan berbagai

macam aset yang terdiri dari aset berwujud maupun tidak berwujud. Investasi aset

diharapkan memberi tambahan nilai bagi pemilik perusahaan. Hal ini dapat

tercapai bila aset yang diinvestasikan mampu menghasilkan keuntungan yang

lebih besar di masa yang akan datang (Brealey, Myers, dan Marcus, 2012).

Salah satu bentuk aset perusahaan adalah kas. Ketersediaan kas merupakan

hal yang krusial dalam mempengaruhi likuiditas perusahaan, seperti pembiayaan

kegiatan operasional, melunasi kewajiban saat kondisi perusahaan memburuk,

membantu meningkatkan kinerja perusahaan untuk pertumbuhan penjualan dan

laba (Gill dan Shah, 2012). Manajemen kas perlu dilakukan seoptimal mungkin

dengan cara memastikan ketersediaan kas yang cukup dan juga meminimalkan

jumlah kas yang berlebihan.

Berbagai penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa kas merupakan aset

yang berkarakteristik unik karena memiliki fungsi ganda bagi perusahaan. Di satu

sisi, aktivitas menyimpan kas (cash holding) memberi keleluasaan bagi

perusahaan untuk menjalankan fungsi kontingensi yaitu menyisihkan sebagian kas

dari pendapatan bersih setelah pajak untuk menanggulangi biaya tidak terduga

(Al-Najjar, 2013). Cash holding juga memberikan fleksibilitas bagi perusahaan

untuk menghindari kekurangan biaya investasi atau underinvestment

1
(Hendrawaty, 2015). Terdapat dua alasan utama yang mendasari manajemen

dalam kebijakan cash holding yaitu, motif transaksi dan motif berjaga-jaga.

Menurut Hendrawaty (2015), motif transaksi (transaction motive) yang

dikembangkan oleh Keynes menjelaskan bahwa meningkatnya kas perusahaan

dilatarbelakangi oleh kebutuhan biaya transaksi jika perusahaan ingin

mengkonversi aset jangka pendek menjadi kas. Perusahaan perlu menjaga level

kas. Apabila level kas dalam perusahaan terlalu rendah, performa likuiditas

perusahaan akan terganggu sehingga risiko operasional perusahaan meningkat.

Motif berjaga-jaga (precauntionary motive) menjelaskan bahwa

perusahaan menggunakan cash holding sebagai tabungan atau alat untuk

menanggulangi biaya tidak terduga. Perusahaan bisa mengalami kendala risiko

pendanaan yang ditimbulkan akibat asimetri informasi yakni ketika perusahaan

memerlukan pendanaan untuk berinvestasi tetapi penerbitan saham berisiko

mengalami underpricing (Al-Najjar, 2013).

Disisi lain, kas dipandang sebagai aset tidak produktif. Hal ini karena cash

holding menimbulkan ketidakmampuan perusahaan untuk berinvestasi pada

proyek menguntungkan dengan net present value positif (Al-Najjar, 2013). Cash

holding yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah dari nilai optimalnya

menyebabkan nilai perusahaan menurun (Sola, Teruel, dan Solano, 2013).

Pandangan lain menjelaskan bahwa peningkatan cash holding merupakan

motif manajemen untuk meningkatkan keuntungan bagi diri mereka sendiri

(Ozkan dan Ozkan, 2004) serta tindakan yang dapat merugikan perusahaan karena

menurunkan performa laba perusahaan (Ditmar dan Smith, 2007). Kedua temuan

tersebut berlandaskan pada cash flow theory of Jensen yang menjelaskan bahwa

2
cash holding merupakan suatu bentuk moral hazard dari manajemen yang

berusaha untuk meningkatkan jumlah kas dibawah pengawasan mereka demi

memperoleh kekuasaan melalui keputusan investasi (Jensen, 1986). Perusahaan

dengan pengawasan yang lemah di Amerika Serikat menggunakan kas untuk

merger dan akuisisi yang tidak bermanfaat bagi perusahaan (Harford, Mansi, dan

Maxwell, 2008).

Hendrawaty (2015) meneliti pengaruh berlebihnya cash holding pada nilai

perusahaan pada perusahaan nonkeuangan di Indonesia tahun 2000 hingga 2011

yang melebihi hasil estimasi regresi data panel. Dalam uji empirisnya, ditemukan

bahwa excess cash holding dapat menimbulkan masalah keagenan. Efek negatif

excess cash holding ditemukan lebih kuat pada perusahaan yang tidak terkendala

pendanaan (rutin membayar dividen, memiliki aliran kas yang tinggi, memiliki

peluang pertumbuhan yang rendah dan utang yang rendah). Efek negatif excess

cash holding pada nilai perusahaan ditemukan lebih kuat pada perusahaan yang

kepemilikannya sangat terkonsentrasi, tersebar, maupun pada perusahaan yang

mengalami kesulitan keuangan. Secara umum, utang perusahaan tidak memiliki

peran dalam mengendalikan tata kelola perusahaan melalui kebijakan cash

holding. Akan tetapi, utang secara spesifik mampu mengendalikan masalah

keagenan antara pemegang saham dan debtholders.

Studi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi cash holding baru

mengemuka melalui penelitian Opler et al. (1999). Dalam penelitiannya, Opler et

al. (1999) menggunakan dua pendekatan, yakni teori trade off dan teori pecking

order. Opler et al (1999) tidak menemukan adanya pengaruh agency conflict atas

tingginya rasio cash holding perusahaan di Amerika Serikat sehingga

3
bertentangan dengan cash flow theory of Jensen. Hasil serupa ditemukan oleh

Bates et al. (2009) yang menjelaskan bahwa cash holding di Amerika Serikat

disebabkan penggunaan utang yang menurun drastis selama lima belas tahun

terakhir yang menyebabkan rata-rata rasio utang bersih atau average net debt ratio

(kas minus utang) perusahaan di Amerika Serikat negatif pada periode tahun 2004

hingga 2006.

Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa terdapat nilai rata-rata

rasio cash holding yang besar pada perusahaan di Amerika Serikat (Hendrawaty,

2015). Bates et al. (2009) menemukan bahwa rasio cash holding di Amerika

Serikat mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari 10,5 persen pada

tahun 1980 menjadi 23,2 persen pada tahun 2006. Dibandingkan Amerika, cash

holding pada perusahaan di negara anggota Economy and Monetary Union (EMU)

tahun 1987-2000 adalah sebesar 14,08 persen (Ferreira dan Vilela, 2004). Di

Malaysia, rasio cash holding pada tahun 1999 hingga 2000 adalah sebesar 12

persen (Kusnadi, 2011). Di Indonesia, hasil temuan Hendrawaty (2015)

menunjukkan bahwa cash holding perusahaan publik nonkeuangan di Indonesia

selama tahun 2000-2011 berada di kisaran 9.8 persen hingga 13,1 persen.

Perbedaan rasio cash holding antar negara dilatarbelakangi berbagai hal.

Menurut Borio (1990) yang dikutip dalam Ferreira dan Vilela (2004), negara

Anglo-Amerika seperti Inggis dan Amerika Serikat memiliki level utang yang

lebih rendah dibanding negara-negara di Eropa seperti Perancis, Italia, dan

Jerman. Konflik keagenan dan biaya kebangkrutan juga ditemukan lebih tinggi di

negara Inggris dan Amerika Serikat karena kurangnya hubungan jangka panjang

antara debitur dan kreditur. Akibatnya, perusahaan yang beroperasi di Inggris dan

4
Amerika Serikat cenderung meningkatkan cash holding demi mendukung

pendanaan investasi perusahaan.

1.2. Rumusan Masalah

Penelitian yang membahas determinan keuangan yang mempengaruhi

cash holding masih belum banyak terpublikasi secara spesifik di Indonesia.

Sebagian besar hanya menganalisis secara regional kawasan Asia atau Asia

Tenggara. Dari alasan tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

faktor-faktor apa saja yang menjadi determinan cash holding pada perusahaan di

Indonesia. Dengan mengadaptasi penelitian yang dilakukan Al-Najjar (2013)

tentang determinan keuangan pada cash holding, penelitian ini menggunakan lima

variabel yaitu utang, profitabilitas, dividen, modal kerja bersih non kas, dan

ukuran perusahaan.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan

diatas, maka pertanyaan penelitian yang muncul adalah:

1. Apakah utang mempengaruhi cash holding pada perusahaan nonkeuangan

di Indonesia?

2. Apakah profitabilitas mempengaruhi cash holding pada perusahaan

nonkeuangan di Indonesia?

3. Apakah dividen mempengaruhi cash holding pada perusahaan

nonkeuangan di Indonesia?

5
4. Apakah modal kerja bersih non kas menonkeuanganmpengaruhi cash

holding pada perusahaan nonkeuangan di Indonesia?

5. Apakah ukuran perusahaan mempengaruhi cash holding pada perusahaan

di Indonesia?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah dipaparkan diatas, maka

tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Menganalisis pengaruh utang pada cash holding perusahaan nonkeuangan

di Indonesia

2. Menganalisis pengaruh profitabilitas pada cash holding perusahaan

nonkeuangan di Indonesia

3. Menganalisis pengaruh dividen pada cash holding perusahaan

nonkeuangan di Indonesia

4. Menganalisis pengaruh modal kerja bersih non kas pada cash holding

perusahaan nonkeuangan di Indonesia

5. Menganalisis pengaruh ukuran perusahaan pada cash holding perusahaan

nonkeuangan di Indonesia

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan terwujud dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Empiris

Penelitian ini diharapkan menjadi alat untuk menjelaskan faktor-faktor

yang mempengaruhi kebijakan cash holding pada perusahaan publik

6
nonkeuangan di Indonesia dan menjadi referensi bagi penelitian

selanjutnya mengenai topik cash holding maupun dalam bidang

manajemen keuangan lainnya di masa yang akan datang

2. Manfaat bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan menjadi alat bagi manajemen perusahaan

untuk memahami keputusan cash holding yang telah dilakukan. Hal ini

penting untuk direfleksikan sehingga menjadi catatan dalam kebijakan

cash holding yang dilakukan di masa mendatang.

3. Manfaat bagi Investor

Penelitian ini diharapkan memberi analisis kepada investor mengenai

kebijakan cash holding yang dilakukan perusahaan, sehingga

bermanfaat dalam menentukan keputusan investasinya.

1.5 Batasan Penelitian

Dalam mempertahankan penelitian agar tetap fokus pada rumusan masalah

dan tujuan yang telah ditetapkan, maka penelitian ini memiliki beberapa batasan,

antara lain:

a. Penelitian dilakukan pada perusahaan non-keuangan yang terdaftar pada

Bursa Efek Indonesia.

b. Jangka waktu penelitian dilakukan pada tahun 2004 hingga 2013.

c. Penelitian dilakukan pada perusahaan yang aktif terdaftar pada Bursa Efek

Indonesia selama jangka waktu penelitian yang dibutuhkan.

d. Perusahaan yang diteliti memiliki laporan keuangan yang lengkap selama

jangka waktu penelitian.

7
1.6 Sistematika Penulisan Skripsi

Penulisan dari Skripsi ini disusun sebagai berikut:

1. BAB I: Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan

penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup

penelitian, dan sistematika penulisan skripsi

2. BAB II: Kajian Teori dan Perumusan Hipotesis

Bab ini berisi kajian teori mengenai dasar pemikiran cash holding,

penelitian cash holding terdahulu, dan pengembangan hipotesis

3. BAB III: Metode Penelitian

Bab ini berisi metodologi yang digunakan penulis dalam penelitian ini

berupa desain penelitian, metode penyampelan, definisi operasional

variabel, dan metode analisis data.

4. BAB IV: Analisis Data

Bab ini berisi pengujian hipotesis dan pembahasan analisis yang telah

diolah dengan menggunakan metode yang diuraikan dari Bab II

5. BAB V: Simpulan dan Saran

Bab ini berupa kesimpulan atas hasil temuan penulis serta berisi saran

yang diajukan penulis untuk penelitian cash holding di masa yang akan

datang.

Anda mungkin juga menyukai